Anda di halaman 1dari 21

Laporan

EKSTRAKSI MINYAK DAN LEMAK

Disusun dan diajukan oleh

ZHAFIRAH DWI FACHRANI

H311 15 310

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Dosen penanggung jawab praktikum Asisten

Dr. Rugaiyah Arfah, M. Si Desri La’bi Langi


NIP: 19611231 198702 2 002 NIM: H311 12 013

Kepala Laboratorium Biokimia

Dr. Abd. Karim, M.Si


NIP: 19620710 198803 1 002
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk

golongan lipida. Satu sifat yang khas yang mencerminkan golongan lipida

(termasuk minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik

(misalnya eter, benzena, dan kloroform) atau sebaliknya ketidaklarutannya dalam

pelarut air. Dari dua kutub kelarutan yang berlawanan ini timbul polaritas, yaitu

yang menunjukkan tingkat kelarutan bahan dalam air disatu sisi dan pelarut

organik disisi lain yang berlawanan. Yang cenderung lebih larut dalam air disebut

memiliki sifat yang polar dan sebaliknya yang lebih cenderung larut dalam pelarut

organik disebut non polar (Sudarmaji dkk., 2003).

Lemak dan minyak termasuk golongan lipida sederhana yang tersusun dari

trigliserida atau triasil gliserol. Lemak dan minyak dibedakan hanya dari bentuk

dan sumbernya. Minyak berbentuk cair pada suhu kamar dan umumnya berasal

dari tumbuhan (minyak nabati), sedangkan lemak berbentuk padat pada suhu

kamar dan umumnya berasal dari hewan atau lemak hewani (Poedjiadi, 1994).

Lemak dan minyak dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan dengan cara

ekstraksi baik menggunakan alkohol panas, eter, atau pelarut lemak lainnya.

Untuk itu, dalam percobaan ini akan diuji beberapa pelarut terhadap kelarutannya

dengan minyak dan akan ditentukan pelarut yang paling baik yang berdasarkan

pada diameter noda minyak yang ditimbulkan pada kertas saring.


1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Untuk mempelajari dan memahami prosedur ekstraksi minyak dan lemak

dengan menggunakan berbagai macam pelarut dan mengetahui jenis pelarut yang

baik untuk ekstraksi minyak dan lemak

1.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu:

1. Menentukan kelarutan minyak dan lemak dengan menggunakan berbagai

macam pelarut.

2. Menentukan dan mengetahui jenis pelarut yang baik untuk minyak dan lemak.

1.3 Prinsip Percobaan

1.3.1 Kelarutan Minyak dan Lemak

Prinsip percobaan ini adalah menentukan kelarutan minyak dan lemak

dengan pelarut akuades, etanol, n-heksana dan kloroform dengan mengamati

diameter masing-masing noda yang terbentuk pada kertas saring.

1.3.2 Ekstraksi Minyak dan Lemak

Prinsip percobaan ini adalah menambahkan n-heksana pada larutan

akuades dan minyak beberapa kali dan memisahkan kedua lapisan yang terdiri

dari larutan akuades dan organik yang diteteskan pada kertas saring dan diukur

diameter noda yang terbentuk.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Umum Minyak dan Lemak

Istilah lipid kadang-kadang diartikan sama dengan lemak, dan yang

dikenal sebagai bahan makanan adalah mentega, margarin, minyak tumbuhan,

minyak daging sapi, kulit ayam, lemak yang terdapat dalam susu, kuning telur,

daging, kacang-kacangan, dan lain-lain. Lipid berbeda dengan karbohidrat dan

kelas lain dari senyawa, lipid tidak dapat didefinisikan dari sudut pandang

struktur, dimana dapat dibedakan menjadi tiga. Berbagai macam fungsional dan

fitur struktural yang ditemukan dalam molekul diklasifikasikan sebagai lipid

(Poedjiadi, 1994; Stoker dan Walker, 1991).

Lipid larut dalam air tetapi larut dalam pelarut nonpolar seperti eter,

kloroform dan benzena. Lipid yang dapat dipakai oleh organisme hidup. Dalam

mamalia yang normal paling sedikit 10-20 % dari tubuh berat badan adalah lipid.

Lipid di distribusikan di semua organ, terutama dalam jaringan adiposa di mana

lipid mewakili lebih dari 90 persen dari sitoplasma sel (Sakthisekaran, 2005).

Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah suatu

trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Satu molekul gliserol dapat

mengikat satu, dua, atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yag disebut

monogliserida, digliserida, atau trigliserida. Pada lemak satu molekul gliserol

mengikat tiga molekul asam lemak (Poedjiadi,1994).

Sumber energi utama dalam lemak adalah asam-asam lemaknya. Didalam

tubuh lemak digunakan sebagai cadangan energi yang disimpan pada jaringan
adiposa. Dari katabolisme karbohidrat lemak dan protein tampak adanya interelasi

metabolik di antara sumber-sumber energi tersebut. Oleh karena itu, seseorang

dapat menjadi gemuk kalau makan banyak sumber karbohidrat dan protein,

meskipun hanya sedikit memakan sumber lemak (Poedjiadi,1994).

Lemak dalam bidang biologi dikenal sebagai salah satu bahan penyusun

dinding sel dan penyusun bahan-bahan biomolekul. Dalam bidang gizi lemak

merupakan sumber biokalori yang cukup tinggi nilai kilokalorinya yaitu sekitar

9 kilokalori setiap gramnya. Dan juga merupakan sumber asam-asam lemak tak

jenuh yang esensial yaitu linoleat dan linolenat (Sudarmaji dkk., 2003).

Minyak adalah trigleserida yang merupakan bagian terbesar dari kelompok

lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol

dengan tiga molekul asam lemak. Trigliserida merupakan kelompok lipida yang

terdapar paling banyak dalam jaringan hewan dan tumbuhan. Trigliserida dalm

tubuh manusia bervariasi jumlahya tergantung dari tingkat kegemukan (obesitas)

seseorang dan dapat mencapai beberapa kilogram. Dalam teknologi makanan,

minyak memegang peranan yang penting, karena minyak memiliki titik didih

yang tinggi (sekitar 200°C) maka biasa digunakan untuk menggoreng makanan

sehingga bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang

dikandungnya dan menjadi kering. Minyak juga memberikan rasa gurih dan

memberikan rasa yang spesifik. Minyak merupakan bahan utama pembuatan

margarine atau mentega tiruan (Sudarmaji dkk., 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan dipengaruhi sebagian hasil

dari minyak, diikuti oleh suhu dan waktu ekstraksi. Waktu ekstraksi tidak

berpengaruh pada komposisi minyak. Tekanan ekstraksi dan suhu tidak


mempengaruhi konsentrasi minyak untuk sebagian besar, sedangkan suhu tidak

berpengaruh dalam konsentrasi karotenoid nya. Perbandingan dibuat antara

kualitas relatif dari minyak diekstraksi dengan SC-CO2 pada 40 MPa dan 60 ºC

dan dengan n-heksana (Uquiche dkk., 2012).

1.2 Kelarutan Minyak dan Lemak

Lipid adalah kelompok struktural heterogen, senyawa yang tidak larut

dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform, aseton, eter dimetil,

dan karbon, dan tetraklorida, pelarut-pelarut organik yang memiliki

kecenderungan non polar. Maka kelompok lipida ini secara khusus berbeda

dengan karbohidrat dan protein yang tidak larut dalam pelarut-pelarut organik

(Poedjiadi, 1994; Stoker dan Walker, 1991).

Lipid terdiri hampir eksklusif dari karbon dan hidrogen dan memiliki

dominan kelompok nonpolar. Ini menandakan lipid tidak dapat larut dalam air.

Minyak dan lemak terakumulasi dalam jaringan adiposa dan langsung tersedia

untuk kebutuhan energi organisme. lipid ini juga berperan dalam padding dari

organ vital tertentu, misalnya mata, jantung, dan ginjal. Kelompok ini terdiri dari

trigliserida dan asam lemak saja (Tallingen, 2001).

1.3 Ekstraksi Minyak dan Lemak

Ekstraksi yaitu suatu metode pemisahan yang digunakan untuk

mengeluarkan satu atau beberapa komponen dari suatu padatan atau cairan dengan

bantuan pelarut. Sebagai contoh ekstraksi yang digunakan dalam ekstrasi kopi

dengan menggunakan dua pelarut yaitu n-heksana dan etanol maka didapatkan

hasil bahwa ekstraksi dengan pelarut heksana berwarna cokelat dan kental, bau

tidak terlalu pekat, ada sedikit endapan (seperti lemak). Sedangkan ekstraksi
dengan pelarut eatnol 96%, berwarna hitam pekat dan sedikit kental, dan bau

terlalu pekat, ada endapan berupa bubuk kopi (Aziz, dkk., 2009).

Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak atau lipid pada

umumnya tidak larut dalam air akan tetapi larut dalam bahan pelarut organik.

Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan

menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan larut dalam

pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak

ada bahan pelarut umum untuk semua macam lipida (Sudarmaji dkk., 2003).

Kadar air yang tinggi dalam bahan menyebabkan lipid sukar diekstraksi

dengan pelarut non polar karena bahan pelarut sukar masuk kedalam jaringan

yang basah dan menyebabkan bahan pelarut menjadi jenuh dengan air sehingga

kurang efisien untuk ekstraksi. Pemanasan bahan yang terlalu tinggi juga tidak

baik untuk proses ekstraksi lipida karena sebagian lipida akan terikat dengan

protein dan karbohidrat yang ada dalam bahan sehingga menjadi sukar untuk

diekstraksi (Sudarmaji dkk., 2003).

Sekarang ini ada banyak penelitian yang menggunakan metode ekstraksi

untuk memperoleh minyak. Salah satunya adalah ekstraksi minyak dari biji

cherry. Penelitian ini adalah untuk membandingkan isi dan komposisi minyak dari

biji cherry menggunakan ekstraksi fluida superkritis (SFE) menggunakan karbon

dioksida sebagai pelarut, dan ekstraksi Soxhlet menggunakan dietil eter.

Komposisi asam lemak bebas dan pitosterol, yang dicapai dengan dua metode

ekstraksi, dianalisis. analisis kromatografi gas sampel minyak biji cherry yang

tidak tersafonifikasi, diperoleh dengan SFE dan ekstraksi Soxhlet, diizinkan untuk

mengidentifikasi khususnya dua sterol, yang β-sitosterol dan campesterol.

Brasikasterol atau stigmasterol tidak hadir dalam ekstrak (Straccia, dkk., 2012).
Partisi tahap pertama dilakukan terhadap ekstrak etanol (EPC)

menggunakan pelarut n-heksana dengan tujuan untuk memisahkan komponen non

polar (terpenoid non polar dan alkaloid) yang terkandung di dalam ekstrak etanol

(EPC) ke fraksi n-heksana. Uji kuantitatif terhadap fraksi n-heksana menunjukkan

hasil positif terhadap keberadaan golongan terpenoid yang diketahui bersifat

mudah larut dalam pelarut non polar. Senyawa terpenoid buah mahkota dewa

yang berhasil tertarik oleh n-heksana pada partisi adalah steroid dan resin

(Prasetyo dkk., 2015; Sicaire dkk., 2015).

1.4 Pelarut Organik

1.4.1 Butanol

Butanol merupakan alcohol primer dengan struktur 4-karbon yang

merupakan salah satu dari kelompok alcohol yang memiliki dari dua atom karbon

dan mudah larut dalam air. Butanol biasa digunakan dalam proses isolasi.

Beberapa literature menyebutkan Isolasi dengan butanol dilakukan dengan cara

maserasi dan partisi, yang menghasilkan ekstrak kental n-heksana, ekstrak kental

etil asetat dan ekstrak kental n-butanol (Asih dan Setiawan, 2008).

Mono dan diasilgliserol (MDAG) merupakan salah satu agen pengemulsi

sintesis yang paling banyak digunakan dalam industri makanan. Semakin besar

penambahan jumlah pelarut tertbutanol yang digunakan maka kadar dari mono

dan diasilgliserol yang diperoleh semakin meningkat pada suhu reaksi konstan

yaitu 60 oC, 70 oC dan 80 oC. bahwa dengan penambahan tert-butanol sebagai

co-solvent maka minyak (TAG) dan gliserol lebih banyak melarut sehingga TAG

yang bereaksi lebih besar. Minyak (TAG) tidak dapat larut dalam gliserol pada

temperatur rendah (temperatur reaksi < 200 oC). Sehingga dengan penambahan
co-solvent mampu meningkatkan kelarutan minyak dan gliserol pada suhu rendah.

Tert-butanol merupakan co-solvent yang sesuai untuk meningkatkan kelarutan

minyak dan gliserol. Semakin banyak jumlah co-solvent yang ditambahkan,

kelarutan minyak akan meningkat sehingga reaksi akan berjalan semakin baik

(Purba dkk., 2014).

1.4.2 n-heksana

Sebuah penelitian pada ekstraksi dan karakterisasi minyak dari kacang.

Ekstraksi dilakukan dengan ekstraksi pelarut menggunakan n-heksana sebagai

pelarut dengan alat soxhlet. Ekstraksi melibatkan berbagai tiga parameter, volume

pelarut, waktu dan massa sampel untuk dua level masing-masing. Pada penelitian

ini dilakukan untuk memperoleh mimyak. Minyak yang diperoleh kemudian

dikenakan dalam analisis fisik dan kimia untuk menentukan fitur, atau kualitas.

Ditemukan bahwa minyak berwarna kuning dengan bau yang khas di

ekstrak lampu dengan titik leleh, titik didih, nilai pH dan indeks bias 88o C, 89o C,

6,03 dan 1,57, masing-masing. Juga, nilai saponifikasi, nilai asam dan

nilai yodium adalah 134 mgKOH / g, 5.036 mg / KOH, dan 6.77 g, masing-

masing. Hasil ini diperoleh setelah melakukan penelitian dari ekstraksi

minyak (Olutoye dan Garba, 2008).

1.4.3 Kloroform

Kloroform merupakan pelarut semi polar, yang diharapkan dapat

mempartisi komponen alkaloid sehingga dapat terpisah dari komponen

antioksidan dan yang lainya bersifat polar. Fraksi etanol hasil partisi tahap

pertama mengalami pemisahan lebih lanjut menggunakan pelarut kloroform yang

bersifat semi polar untuk memisahkan komponen fitokimia golongan alkaloid


karena berdasarkan literatur golongan ini mampu ditarik dengan baik oleh pelarut

semi polar, seperti kloroform. Uji kuantitatif menunjukkan bahwa kedua fraksi

diidentifikasi mengandung semua golongan fitokimia dari buah mahkota dewa.

Terlarutnya komponen polar ke fasa kloroform disebabkan karena berdifusinya

etanol ke dalam fraksi kloroform sehingga menaikkan kepolaritasan kloroform

(Prasetyo dkk., 2015).

2.5 Air sebagai Pelarut Organik

Air adalah komponen kimia utama pada organisme hidup. Sifat fisiknya

yang unik yang mencakup kemampuan untuk melarutkan berbagai molekul

organik dan anorganik, berasal dari struktur dipolar air dan kemampuannya yang

luar biasa untuk membentuk ikatan hidrogen. Cara air berinteraksi dengan suatu

biomolekul terlarut memengaruhi struktur masing-masing. Air, suatu nukleofil

yang sangar baik adalah suatu reaktan atau produk dalam banyak reaksi

metabolik. Air memiliki sedikit kecenderungan untuk terdisosiasi (terurai)

menjadi ion hidroksida dan proton. Keasaman suatu larutan air umumnya

disebutkan dengan menggunakan skala pH logaritmik. Dalam keadaan normai,

bikarbonat dan penyangga lain mempertahankan pH cairan ekstrasel antara

7,35-7,45 (Murray dkk., 2012).


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah minyak kelapa,

minyak kelapa tradisional, minyak wijen, minyak sawit, metega, akuades, etanol,

n-heksana, kloroform, kertas saring, tissue roll dan kertas label.

3.2 Alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, rak

tabung reaksi, sikat tabung, pipet tetes, pipet skala, penggaris dan oven.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Kelarutan Minyak dan Lemak

Sebanyak 5 buah tabung reaksi disiapkan, masing-masing tabung reaksi

diisi dengan 3 mL sampel. Masing-masing tabung diberi tanda dengan

menggunakan kertas label. Pada tabung reaksi pertama ditambahkan dengan air,

tabung reaksi kedua ditambahkan dengan etanol, tabung reaksi ketiga

ditambahkan dengan kloroform, tabung reaksi keempat ditambahkan dengan n-

heksana, masing-masing sebanyak 2 mL. Kemudian campuran tersebut dikocok,

didiamkan beberapa menit hingga terbentuk dua lapisan (2 fase) kemudian dipipet

dan diteteskan sebanyak 2 tetes pada kertas saring. Dikeringkan dalam oven

selama beberapa menit dan setelah kering diukur diameter noda yang muncul pada

masing-masing kertas saring dengan menggunakan penggaris 30 cm. Langkah

kerja di atas diulangi dengan menggunakan sampel yang lain.


3.3.2 Ekstraksi Minyak dan Lemak

Ambil tabung reaksi yang berisi campuran air dan minyak dari hasil

percobaan kelarutan minnyak dan lemak. Campuran air dan minyak tersebut

ditambahkan 1 mL n-heksana. Masing-masing tabung diberi tanda dengan

menggunakan kertas label. Kemudian dikocok, didiamkan hingga terbentuk dua

fasa (fasa organik 1 dan fasa air). Fasa organik (lapisan atas) kemudian diambil

dengan cara dipipet dan dipindahkan ke tabung reaksi yang lain (2). Fasa air yang

tertinggal kemudian ditambahkan 1 mL n-heksana, dikocok lalu didiamkan hingga

terbentuk dua lapisan. Lapisan atas (fasa organik 2) kemudian dipipet dan

dipindahkan ke tabung reaksi (2) yang berisi larutan organik 1. Isi tabung yang

berisi fasa air, dan tabung yang berisi fasa organik masing-masing diteteskan

sebanyak 2 tetes pada kertas saring berbeda yang sudah diberi tanda. Kemudian

dikeringkan dalam oven. Setelah dikeringkan, noda yang muncul diukur

diameternya dengan menggunakan penggaris.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Kelarutan Minyak dan Lemak

Kelarutan Minyak dan Lemak diuji dengan melarutkan minyak wijen,

minyak kelapa, minyak sawit, mentega dan lilin dalam beberapa pelarut yaitu

akuades, n–heksana, etanol dan kloroform. Beberapa sampel yang digunakan

adalah, minyak kelapa, minyak wijen, minyak sawit, dan mentega. Data

pengamatan diameter noda yang dihasilkan oleh minyak dengan berbagai pelarut

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Kelarutan Minyak dan Lemak dalam Beberapa Pelarut.


Diameter Noda (cm)

Pelarut Minyak Minyak Minyak Minyak Mentega Keterangan


Kelapa Sawit Wijen Trandisional
Air 4,7 0 2,45 1,35 3,75 Tidak larut

Etanol 3,25 2,6 2,51 2,4 3,3 Larut

n-Heksana 3,2 2,3 3,25 2,05 2,75 Larut

Kloroform 2,85 2,3 3 3,1 3,7 Larut

4.1.2 Ekstraksi Minyak dan Lemak

Percobaan ekstraksi minyak dan lemak ini, dilakukan pencampuran antara

sampel campuran air dengan minyak. Lapisan organiknya dipisahkan dan

dimasukkan dalam tabung reaksi lain. Lapisan air yang tetap ada ditambahkan lagi

kloroform sehingga didapatkan hasil seperti pada tabel berikut:


Tabel 2. Ekstraksi Minyak dan Lemak

Diameter noda (cm) sampel minyak dan lemak


Lapisan
Minyak Minyak Minyak Minyak Tradisional
Kelapa Sawit Wijen
Air 2,7 0 0 1
Organik
4,4 4,35 5,05 4,9
(n-heksana)

4.2 Reaksi

a. Reaksi Minyak dengan Air

b. Reaksi Minyak dengan etanol

c. Reaksi Minyak dengan n-heksana


d. Reaksi Minyak dengan Kloroform

4.3 Pembahasan

4.3.1 Kelarutan Minyak dan Lemak

Dalam percobaan kelarutan minyak dan lemak, mentega dipanaskan

terlebih dahulu agar menjadi wujud cair sehingga mudah bereaksi dengan pelarut

minyak dan lemak. Kemudian masing-masing sampel (minyak kelapa, minyak

wijen, minyak sawit, dan mentega) dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang

berbeda masing-masing sebanyak 5 tetes dan ditambahkan 2 mL pelarut yaitu

pelarut air, etanol, n-heksana dan kloroform, kemudian dikocok. Fungsi dari

penambahan pelarut tersebut adalah untuk melarutkan sampel dan untuk

mengetahui pelarut minyak dan lemak yang sangat baik. Larutan sampel dan

pelarut kemudian ditetesi 2 tetes di atas kertas saring, lalu dikeringkan di dalam

oven yang berfungsi untuk memudahkan pengukuran dan untuk mendapatkan

hasil noda yang lebih baik, karena noda yang terbentuk akan lebih mudah untuk

diamati pada saat kertas saring telah kering, selanjutnya diameter noda dihitung

untuk mendapatkan datanya. Diameter pada noda yang paling besar adalah noda

untuk tingkat kelarutan yang besar, jadi pelarut yang digunakan adalah pelarut

yang baik.
Hasil percobaan kelarutan minyak dan lemak didapatkan bahwa diameter

noda pada minyak kelapa untuk pelarut air sebesar 4,7 cm; etanol sebesar 3,25

cm; n-heksana sebesar 3,2 cm dan kloroform sebesar 2,85 cm. Pada minyak sawit

untuk pelarut air tidak didapatkan noda; n-heksana sebesar 2,3 cm; kloroform

sebesar 2,3 cm sedangkan pelarut etanol 2,6 cm. Pada minyak wijen untuk pelarut

air didapatkan diameter noda sebesar 2,4 cm; etanol sebesar 2,51 cm; n-heksana

sebesar 3,25 cm dan kloroform sebesar 3 cm. Pada minyak kelapa tradisional

untuk pelarut n-heksana didapatkan diameter noda sebesar 2,5 cm; kloroform

sebesar 3,1 cm sedangkan pelarut air 1,35 cm dan etanol 2,4 cm. Pada mentega

untuk pelarut etanol didapatkan diameter noda sebesar 3,3 cm; n-heksana sebesar

2,75 cm; kloroform sebesar 3,7 cm sedangkan pelarut air 3,75 cm.

Salah satu factor yang mempengaruhi kelarutan suatu minyak dan

lemak adalah panjang pendeknya rantai asam lemak penyusunnya. Suatu gliserida

asam lemak rantai pendek dapat dengan mudah larut dalam air, sementara itu

gliserida asam lemak rantai panjang tidak dapat larut dalam air. Semakin panjang

rantai atom karbon penyusun lemak dan minyak, semakin tidak polar minyak dan

lemak tersebut, sehingga semakin tidak larut dalam air.

Dimana noda dengan diameter terbesar merupakan noda untuk tingkat

kelarutan yang besar, jadi pelarut yang digunakan adalah pelarut yang baik. Hal

ini disebabkan karena semakin larut minyak dan lemak dalam suatu pelarut, maka

partikel-partikel minyak dan lemak tersebut akan semakin terdistribusi secara

merata dalam pelarut, sehingga apabila pelarut diteteskan pada suatu kertas saring

dan kemudian kertas saring tersebut dikeringkan hingga pelarutnnya menguap,

akan tersisa noda minyak atau lemak yang diameternya besar. Berbeda jika
minyak dan lemak tersebut tidak larut. Jika minyak dan lemak tidak larut, maka

dalam pelarut tersebut tidak ada partikel-partikel lemak atau minyak, sehingga

apabila pelarut diteteskan pada kertas saring dan kemudian dikeringkan hingga

pelarut tersebut menguap, maka tidak ada noda minyak atau lemak pada kertas

saring. Berdasarkan dari data yang diperoleh pada sampel urutan pelarut yang

yang baik adalah n-heksana > kloroform > etanol > air.

4.3.2 Ekstraksi Minyak dan Lemak

Pada percobaan ekstraksi minyak dan lemak, larutan campuran air dan

minyak dari percobaan kelarutan minyak dan lemak di tambahkan 1 mL

n-heksana kemudian dikocok. Selama proses pencampuran maka akan terbentuk

2 fasa, fasa organiknya dipisahkan dari fasa air dan dipindahkan ke tabung reaksi

lainnya. Pencampuran ini dilakukan sebanyak dua kali, agar fasa organik dan fasa

air benar-benar terpisah.

Selanjutnya hasil pencampurannya diteteskan pada kertas saring sebanyak

dua tetes dan dikeringkan ke dalam oven. Fungsi dari pengeringan kertas saring

adalah untuk memudahkan dilakukannya pengukuran dan untuk mendapatkan

hasil noda yang lebih baik karena pada saat kertas saring telah kering, noda yang

terbentuk akan lebih mudah untuk diamati. Setelah kering diameter noda dihitung

untuk mendapatkan datanya. Diameter pada noda yang paling besar adalah noda

untuk tingkat kelarutan yang besar, semakin larut minyak dan lemak dalam suatu

pelarut, maka semakin baik pelarut tersebut digunakan dalam ekstraksi. Hal ini

disebabkan karena akan semakin besar nilai koefisien distribusinya, dimana

semakin besar nilai koefisien distribusi, maka pelarut akan semakin baik untuk

digunakan.
Pada percobaan diamati pelarut yang baik untuk ekstraksi. Ekstraksi,

dilakukan dengan menggunakan pelarut n-heksana dan akan terbentuk 2 fasa, fasa

organik dan fasa air. Kedua fasa tersebut diteteskan diatas kertas saring kemudian

dikeringkan di dalam oven. Diameter noda fasa organik (n-heksana) pada minyak

kelapa yang diperoleh dari percobaan adalah sebesar 4,4 cm; pada minyak sawit

sebesar 4,3 cm; pada minyak wijen sebesar 5,05 cm; dan pada minyak kelapa

tradisional sebesar 4,1 cm. Sedangkan untuk fasa air diameter noda pada minyak

kelapa 2,7 cm; dan pada minyak kelapa tradisional 1 cm sedangkan pada minyak

sawit dan minyak wijen tidak diperoleh noda. Dalam hal ini minyak sawit dan

minyak wijen sesuai dengan teori sedangkan minyak kelapa dan minyak kelapa

tradisional tidak sesuai dengan teori karena air yang bersifat polar tidak bisa

melarutkan lemak sehingga jika minyak dan lemak tidak larut, maka dalam

pelarut tersebut tidak ada partikel-partikel lemak atau minyak, sehingga apabila

pelarut diteteskan pada kertas saring dan kemudian dipanaskan hingga pelarut

tersebut menguap, maka tidak ada noda minyak atau lemak pada kertas saring.

Dalam ekstraksi pelarut perbandingan distribusi yang didefinisikan

sebagai perbandingan antara konsentrasi zat dalam pelarut organik dengan

konsentrasi zat tersebut dalam pelarut air. Sehingga, dalam melakukan ekstraksi

yang paling penting adalah bagaimana kita memilih pelarut yang paling tepat.

Semakin larut minyak dan lemak dalam suatu pelarut, maka semakin baik pelarut

tersebut digunakan dalam ekstraksi. Hal ini disebabkan karena akan semakin besar

nilai koefisien distribusinya, dimana semakin besar nilai koefisien distribusi,

maka pelarut akan semakin baik untuk digunakan. Berdasarkan data tersebut maka

n-heksana merupakan pelarut yang sangat baik untuk minyak atau lemak.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik

kesimpulan bahwa :

1. Urutan kelarutannya adalah n-heksana > kloroform > etanol > air.

2. n-Heksana merupakan pelarut yang paling baik untuk digunakan dalam

ekstraksi minyak dan lemak.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Percobaan

Sebaiknya menggunakan pelarut yang lebih bervariasi lagi, agar lebih

terlihat yang mana merupakan pelarut yang baik untuk ekstraksi minyak dan

lemak.

5.2.2 Saran untuk Laboratorium

Sebaiknya peralatan lebih diperbanyak dan alat yang sudah rusak segera

diganti sehingga praktikum dapat berlangsung dengan lancer.

5.2.3 Saran Untuk Asisten

Pertahankan cara asisten dalam memberikan penjelasan tentang percobaan

ini dan tetap ramah kepada praktikan.


DAFTAR PUSTAKA

Asih, A.I.A.R., dan Setiawan, I.M.A., 2008, Senyawa Golongan Flavonoid pada
Ekstrak n-butanol Kulit Batang Bungur (lagerstroemia speciosa pers),
Jurnal Kimia, 2(2): 111-116.
Aziz, T., Cindo, R. K. N., dan Fresca, A., 2009, Pengaruh Pelarut Heksana dan
Etanol, Volume Pelarut, dan Waktu Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi
Minyak Kopi, Jurnal Teknik Kimia, 16(1): 1-8

Murray, R.K., Granner D.K., dan Rodwell V.W., 2009, Biokimia Harper,
diterjemahkan oleh dr. Brahm U. Pendit EGC, Jakarta.

Olutoye, M.A., dan Garba, M.U., 2008, Extraction and Characterization of Oil
from Lima Beans Using Full Factorial Designs, AU J.T, 12 (2): 86-91.

Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI- Press, Jakarta.


Prasetyo, S., Arfianto, W., dan Hudaya, T., 2015, The Pre-chromatography
Purification of Crude Oleoresin of Phaleria Macrocarpa Fruit Extracts
by Using 70%-v/v Ethanol, Pengembangan Teknologi Kimia untuk
Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia, 1(2): 123-130.

Purba, R. D. L., Nainggolan, M., dan Ritonga, M. Y., 2014, Pengaruh Rasio
Pelarut Tert-Butanol terhadap Minyak dan Suhu Reaksi Gliserolisis pada
Pembuatan Mono dan Diasilgliserol (Mdag) Menggunakan Katalis Abu
Cangkang Telur Ayam, Jurnal Teknik Kimia USU, 3 (4); 44-50.

Sakthisekaran, D., 2005, Biochemistry Higher Secondary-Second Year, Tamil


Nadu, Chennai.

Sicaire, A.G., Vian, M., Fine, F., Joffre, F., Carre. P., Tostain, S., dan Chemat, F.,
2015, Alternative Bio-Based Solvents for Extraction of Fat and Oils:
Solubility Prediction, Global Yield, Extraction Kinetics, Chemical
Composition and Cost of Manufacturing, International Journal of
Molecular Sciences, 16 (2): 8430-8453.

Stoker, H.S., dan Walker, E.B., 1991, Fundamentals of Chemistry General,


Organic, And Biological, United States, America.

Straccia, M. C., Siano, F., Coppola, R., La Cara, F., dan Volpe, M. G., 2012,
Extraction and Characterization of Vegetable Oils from Cherry Seed by
Different Extraction Processes, Chemical Engineering Transactions, 27:
391-396.

Sudarmadji, S., 2003, Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty,


Yogyakarta.
Tellingen, C.V., 2001, Biochemistry, Louis Bolk Institut, Amsterdam.

Uquiche, E., Romero, V., Ortíz, J., and Valle, J. M., 2012, Extraction of Oil and
Minor Lipids From Cold-Press Rapeseed Cake with Supercritical CO2,
Brazilian Journal of Chemical Engineering, 29 (03); 585-597.

Anda mungkin juga menyukai