Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENGOLAHAN LIMBAH KULIT PRODUKSI

BERSIH

Disusun oleh :

Rizal Abdul Azis 24032116117


Rizal Al Fiqri 24032116118
Atep Syahrul Amin 24032116106
Rizan Asmara 24032116119
Irwan Sanjaya 24032116114

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GARUT
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Pengolahan
Limbah Kulit Produksi Bersih. Tugas ini disusun berdasarkan dari hasil analisis
berbagai macam sumber khususnya dari jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul
makalah ini yaitu “Pengolahan Limbah Kulit Produksi Bersih”

Tugas ini bertujuan untuk menganalisis apa saja opsi-opsi yang dapat
digunakan dalam penerapan aplikasi produksi bersih pada suatu kawasan industri,
seperti yang salah-satunya diangkat dalam makalah ini, yaitu pada industri kulit.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga
kami mengharap saran dan kritikan yang membangun guna memperbaiki tugas ini
agar dimasa yang akan datang lebih baik lagi. Semoga tugas ini dapat bermanfaat
bagi setiap orang yang membacanya.

Garut, 18 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Produksi Bersih .............................................................................................. 3
3.2 Identifikasi Munculnya Limbah Dari Setiap Proses Produksi ....................... 4
3.3 Opsi Produksi Bersih Pada Industi Penyamakan Kulit .................................. 6
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 14
4.2 Saran ............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri penyamakan kulit merupakan industri yang menggunakan bahan
kimia dan air dalam jumlah besar. Proses penyamakan kulit dimulai dari proses
soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, fatliquoring dan
finishing. Dalam proses operasionalnya, industri kulit menghasilkan limbah cair,
limbah padat dan gas. Dari ketiga limbah tersebut, limbah cair merupakan limbah
yang paling banyak dihasilkan. Berkembangnya industri ini bermanfaat bagi
pertumbuhan ekonomi, di satu sisi membawa dampak negatif yaitu menurunnya
kualitas lingkungan akibat pembuangan limbah yang dihasilkan (Murti dkk,
2013).
Industri kulit menghasilkan limbah bahan kimia yang sangat merugikan
terhadap lingkungan dan makhluk hidup. Limbah yang dihasilkan dari industri
penyamakan kulit ini juga menimbulkan bau yang sangat menyengat oleh adanya
pembusukan sisa kulit dan daging terutama lemak dan protein, serta limbah cair
yang mengandung sisa bahan penyamak kimia seperti sodium sulfida, khrom,
kapur dan amoniak (Pawiroharsono, 2008).
Kulit jadi adalah kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu
dan urat daging di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air
dalam jumlah yang relatif banyak dan beberapa jenis bahan kimia, sehingga usaha
ini akan menghasilkan limbah cair yang mengandung berbagai polutan organik
dari bahan baku dan polutan kimia dari bahan pembantu proses. Disamping itu
juga dihasilkan limbah padat berupa hasil pembersihan daging, bulu dan
gumpalan lemak. Limbah padat juga banyak mengandung kapur, garam dan bahan
kimia pembantu dalam proses penyamakan.
Sebagian besar industri kulit yang ada di Indonesia merupakan industri rumah
tangga dan industri kecil yang berkembang di wilayah-wilayah tertentu, sehingga
membentuk sentra-sentra industri. Industri ini mempunyai ciri-ciri yang hampir
sama, yaitu berkembang dengan modal usaha kecil, teknik produksi sederhana,
belum mengutamakan faktor kelestarian lingkungan, belum mampu mengolah
limbah yang dihasilkan sampai baku mutu yang berlaku, keselamatan dan
kesehaan kerja kurang mendapatkan perhatian, kegiatan riset dan pengembangan
usaha masih minim. Dengan kondisi demikian, maka sebagian besar industri
masih sangat memerlukan adanya uluran tangan dari pemerintah untuk
pengembangan usaha, peningkatan teknik produksi untuk meningkatkan kualitas
produk, penggunaan teknik produksi yang ramah lingkungan dan usaha
pengolahan limbah guna melestarikan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bahan apa saja yang termasuk limbah padat dari hasil kegiatan Industri
kulit ?.
2. Bagaimana proses atau aplikasi dalam pengelolaan dan pengolahan limbah
cair yang dihasilkan dari kegiatan Industri tersebut ?.
3. Apa saja keuntungan dari adanya aplikasi produksi bersih di Industri
tersebut. ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Produksi Bersih

Teknologi Produksi Bersih mengupayakan suatu proses produksi nir-


limbah. Untuk mencapai teknologi ini dapat dilakukan dengan menggantikan
proses yang ada dengan teknik proses produksi baru yang tidak menghasilkan
limbah. Jalan lain adalah dengan merecycle limbah yang dihasilkan atau
memanfaatkan kembali limbah dalam proses atau untuk bahan baku produk lain
sehingga praktis tidak ada limbah yang terbuang.

Untuk mencapai proses produksi nir-limbah tidaklah mudah, sehingga


diperlukan alternatif lain yang bertujuan untuk meminimalisasikan jumlah
limbah yang dihasilkan/dibuang, sehingga dapat mengurangi bahaya terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan serta mahluk hidup lainnya. Sampai saat ini
reduksi limbah masih dianggap sebagai solusi yang paling tepat untuk
mencegah permasalahan limbah dimasa depan. Dengan menggunakan bahan
yang lebih effisien, industri dapat mengurangi limbah yang dihasilkan dan
melindungi kesehatan manusia dan lingkungan yang diinginkan. Pada waktu
yang bersamaan, biaya pengelolaan limbah dapat diturunkan yang berarti
menghemat biaya operasional industri dan dalam jangka panjang resiko dan
pasiva dapat diminimalkan.

Adanya pengolahan limbah merupakan suatu tambahan proses pada


industri, sedangkan minimisasi limbah melibatkan semua aspek pada proses
produksi yang rumit. Pendapat yang menyatakan bahwa pengontrolan polusi
dan minimisasi limbah merupakan tujuan jangka panjang, tidak dapat dicapai
dan tidak sesuai untuk strategi jangka pendek telah mendesak para penghasil
limbah untuk mencari berbagai alternatif dalam upaya minimisasi limbah,
namun yang menjadi penghambat upaya tersebut adalah resiko terjadinya
perubahan kualitas produk akibat pengerjaan minimisasi limbah yang
dikerjakan dengan merubah proses industri yang semata-mata hanya untuk
menurunkan jumlah limbah yang dihasilkan tanpa didasari oleh keahlian
khusus. Usaha minimisasi limbah yang berhasil biasanya merupakan hasil dari
peningkatan effisiensi operasional industri tersebut, yang mana sebagian upaya
tersebut akan menghasilkan produk samping, tidak hanya difokuskan pada
pengubahan proses industri.

2.2 Identifikasi Munculnya Limbah dari Setiap Proses Produksi


Pada umumnya suatu proses produksi akan menghasilkan limbah. Di
bawah ini adalah hasil identifikasi limbah dari setiap tahapan produksi
penyamakan kulit:
1. Pengawetan

 Limbah cair: air yang keluar dari kulit akibat terjadinya reaksi antara
garam dengan kulit yang diawetkan.

 Limbah padat: garam yang tercecer saat penggaraman dan garam sisa
pengawetan.

 Limbah gas: bau busuk.


2. Pengurangan kadar garam

 Limbah cair: berupa air

 Limbah padat: sisa garam yang mengkristal pada molen

3. Perontokan bulu

 Limbah cair: berupa air yang telah tercampur dengan zat kapur dan sianida

 Limbah padat: bulu kambing atau sapi, sisa-sisa kapur yang mengkristal
pada molen

4. Pencucian

 Limbah cair: berupa air sisa dari pencucian kulit tanpa bulu.
5. Penghilangan daging

 Limbah cair: berupa air yang digunakan untuk membersihkan alat.

 Limbah padat berupa daging yang terpisahkan

6. Pembuangan Kapur

 Limbah cair: berupa air kapur

 Limbah padat: sisa-sisa kapur yang mengkristal pada molen

7. Pencucian

 Limbah cair: berupa air sisa dari pencucian kulit dengan sedikit kandungan
kapur.

8. Pengasaman kulit (pikel)

 Limbah cair: berupa sisa larutan pengasaman.

9. Tanning (Penyamakan)
 Limbah cair: berupa larutan sisa campuran dari chrom dan sodium.
10. Perataan dan pengukuran (Shaping)

 Limbah padat berupa serbuk kulit dari penyerutan kulit menggunakan


mesin.

11. Pewarnaan dasar

 Limbah cair: berupa sisa cat dasar dan minyak pelemasan kulit dan air.

12. Pencucian

 Limbah cair: berupa air sisa proses pencucian.

13. Pengeringan

 Limbah gas: berupa uap air sisa dari proses pengeringan.


14. Perenggangan

 Pada proses ini umumnya tidak ada limbah yang dihasilkan.

15. Sparying (Pewarnaan)

 Limbah gas (udara) : serbuk cat yang terbuang di udara

 Limbah cair : ceceran cat yang terbuang saat penyemprotan

16. Penyetrikaan

Secara umum pada proses ini tidak ada limbah yang dihasilkan. Tetapi
suhu panas yang dihasilkan mesin menyebabkan suhu di ruangan penyetrikaan
cukup panas.
17. Pengukuran dan Penyortiran

Limbah padat berupa kulit gagal (product reject), yang masih bisa
digunakan dengan kualitas lebih rendah dan kertas etiket (label).

2.3 Opsi Produksi Bersih Pada Industri Penyamakan Kulit

Setelah diidentifikasi limbah yang dihasilkan dari setiap proses, lalu


dilakukan pemilihan opsi produksi bersih pada industri penyamakan kulit, dengan
harapan limbah dari setiap proses produksi dapat diminimalisir. Di bawah ini
adalah uraian dari opsi produksi bersih yang akan kami tawarkan pada industri
penyamakan kulit:
1. Pada proses pengawetan

 Limbah cair yang dihasilkan merupakan bahan organik, sehingga dapat


dipakai sebagai bahan baku pupuk cair.

 Menerapkan good house keeping agar tidak terdapat lagi ceceran garam.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan garam-garam sisa dari
pengawetan, dan menggunakannya kembali.
 Mengumpulkan air yang keluar dari kulit pada suatu wadah, agar baunya
bisa diminimalkan.

 Membuat tempat khusus (bak khusus) untuk pengawetan dan mengalirkan


air keluar yang dari kulit menggunakan pipa menuju bak penampungan
limbah cair.
 Menggunakan takaran yang pas untuk penggaraman, agar tidak ada garam
yang terbuang ketika dan setelah penggaraman.

2. Pada proses pengurangan kadar garam

 Meminimalkan penggunaan air dan mengumpulkan limbah cair tersebut ke


dalam suatu wadah serta penggunaan kembali air tersebut pada proses
yang sama untuk selanjutnya.

 Mengolah sisa garam yang mengkristal pada molen, misalnya dilakukan


pengeringan agar dapat digunakan kembali garam tersebut pada proses
pengawetan.

 Mengoptimalkan penggunaan garam dengan cara meminimalisir


penggunaan garam.

 Mendesain instalasi pembuangan air dengan baik menggunakan pipa, agar


sisa air pada proses ini tidak tercecer dan menerapkan good house keeping.

 Membersihkan garam yang mengkristal pada molen setelah proses


penggaraman.

3. Pada proses perontokan bulu

 Mengumpulkan bulu yang terbuang dan memanfaatkannya menjadi suatu


produk lain. Contohnya: bulu dapat diolah menjadi benang wall, unutk
pupuk kompos, untuk industri jaket (dijual ke industri yang membutuhkan)
dan dimanfaatkan pula untuk berbagai bentuk kerajinan tangan.

 Mengumpulkan limbah air tersebut pada suatu wadah/ kolam untuk


dilakukan proses pengolahan lebih lanjut karena mengandung zat kapur
dan sianida.

 Zat kapur dan sianida dipisahkan dari air dengan cara diendapkan yang
digunakan kembali untuk proses perontokan bulu.

 Meminimalisir penggunaan zat kapur dan sianida.


 Mendesain instalasi pembuangan air dengan baik menggunakan pipa, agar
sisa air pada proses ini tidak tercecer dan menerapkan good house keeping.

 Membersihkan kapur yang mengkristal pada molen setelah proses


perontokan bulu.

4. Pada proses pencucian

 Pada proses pencucian didapatkan limbah cair berupa air sisa pencucian.
Air sisa pencucian ini sebaiknya ditampung dalam satu wadah yang
kemudian akan digunakan kembali pada proses pencucian berikutnya, dan
sedapat mungkin meminimisasi penggunaan air.

 Menerapkan good house keeping.

5. Pada proses penghilangan daging

 Dihasilkan potongan-potongan atau sisa daging kemudian mengumpulkan


daging yang terbuang pada satu tempat khusus. Potongan daging ini bisa
dipilah dan dikeringkan untuk pakan ternak ikan, makanan kucing atau
bisa dijual ke pengolahnya.

 Daging diolah untuk kemudian dimanfaatkna menjadi pupuk.


 Membersihkan alat setiap kali selesai kegiatan dengan menerapkan
goodhouse keeping.

 Mengalirkan langsung sisa air menggunakan saluran pipa menuju bak


pembuangan limbah cair.

 Membakar danging yang terkumpul agar tidak membusuk dan tidak


mengahasilkan bau bangkai.

6. Pada proses pembuangan kapur

 Meminimalisir penggunaan kapur agar kandungan kapurnya tidak tinggi


dan air tersebut dapat digunakan kembali. Penggunaan kembali air tersebut
untuk proses pengapuran selanjutnya.

 Memanfaatkan sisa-sisa kapur yang mengkristal untuk proses pengapuran


selanjutnya.

 Mendesain instalasi pembuangan air dengan baik menggunakan pipa, agar


sisa air pada proses ini tidak tercecer dan menerapkan good house keeping.

 Membersihkan kapur yang mengkristal pada molen setelah proses


perontokan bulu.
7. Pada proses pencucian

 Pada proses pencucian didapatkan limbah cair berupa air sisa pencucian.
Air sisa pencucian ini sebaiknya ditampung dalam satu wadah yang
kemudian akan digunakan kembali pada proses pencucian berikutnya, dan
sedapat mungkin meminimisasi penggunaan air.

 Menerapkan good house keeping.


8. Pada proses pengasaman (pikel)

 Limbah yang dihasilkan pada proses ini berupa limbah cair yaitu larutan
sisa pengasaman. Limbah tersebut sebelum dibuang dilakukan penanganan
terlebih dahulu.

 Menerapkan good house keeping.


9. Pada proses penyamakan

 Pada proses ini digunakan chrom, produksi bersih dapat dilakukan dengan
mengukur secara teliti jumlah chrom yang diperlukan, sehingga tidak
terjadi pemborosan dalam pemakaian chrom. Jadi meminimalisir limbah
chrom yang terbentuk.

 Membuang air ke bak penampungan menggunakan saluran pipa.


Menggunakan takaran chrom secukupnya agar sisa air yang dihasilkan
tidak mengandung chrom dengan kelarutan yang tinggi.

 Menerapkan good house keeping.

10. Pada perataan dan pengukuran (shaping)

 Pada proses ini dihasilkan serbuk kulit. Opsi yang dapat diterapkan yaitu

 mengumpulkan serbuk kulit dan dimanfaatkan sebagai bahan baku


pembuatan produk lain atau dengan menjual serbuk kulit.
 Mendesain alat penyerutan dengan menambahkan suatu wadah untuk
tempat berkumpulnya serbuk kulit tersebut atau dapat dilakukan dengan
cara menyediakan wadah untuk tempat keluarnya (mengumpulnya) serbuk
kulit.

 Membuat tempat penampungan khusus untuk serbuk kulit yang dihasilkan


agar tidak tercecer dan menerapkan good house keeping.
11. Pada proses pewarnaan dasar

 Membuang air ke bak penampungan menggunakan saluran pipa.

 Mengumpulkan sisa cat dasar untuk digunakan pada proses pewarnaan


dasar selanjutnya.

 Mengumpulkan minyak minyak pelemasan kulit agar dapat digunakan


kembali pada proses pewarnaan dasar selanjutnya.

 Menerapkan good house keeping.

12. Pada proses pencucian

 Pada proses pencucian didapatkan limbah cair berupa air sisa pencucian.
Air sisa pencucian ini sebaiknya ditampung dalam satu wadah yang
kemudian akan digunakan kembali pada proses pencucian berikutnya, dan
sedapat mungkin meminimisasi penggunaan air.

 Menerapkan good house keeping.

13. Pada proses pengeringan

 Dilakukan penjemuran di luar ruangan, sehingga semua kulit bisa terkena


langsung sinar matahari, sehingga proses pengeringan berjalan lebih
efektif dan efisien.

 Menerapkan good house keeping.

14. Pada proses peregangan

 Secara umum pada proses ini tidak ada limbah yang dihasilkan. Tetapi
suhu panas yang dihasilkan mesin menyebabkan suhu di ruangan
penyetrikaan cukup panas.
 Menerapkan good house keeping dengan menyusun kulit yang telah
disetrika dengan rapih dan teratur.

15. Pada proses spraying

 Dilakukan penyemprotan warna terhadap kulit, hendaknya penyemprotan


dilakukan secara hati-hati dan tidak terlalu boros. Hal ini untuk
meminimalisir zat pewarna yang disemprotkan agar tidak berceceran
dimana-mana.

 Menerapkan good house keeping misalnya, menuangkan cat secara hati-


hati, agar cat tidak tercecer.

 Mengumpulkan ceceran cat untuk digunakan kembali pada proses


penyemprotan selanjutnya.

 Menggunakan sprayer yang hasil semprotannya tidak terlalu menyebar,


agar tidak banyak cat yang terbuang.
16. Pada proses penyetrikaan

 Secara umum pada proses ini tidak ada limbah yang dihasilkan. Tetapi
suhu panas yang dihasilkan mesin menyebabkan suhu di ruangan
penyetrikaan cukup panas.

 Menerapkan good house keeping dengan menyusun kulit yang telah


disetrika dengan rapih dan teratur.
17. Pada proses penyortiran

 Pada proses ini dihasilkan kulit-kulit yang ukurannya memenuhi standar


dan tidak memenuhi standar. Opsi yang dapat diterapkan yaitu menjual
kulit yang tidak sesuai standar kepada konsumen dengan standar yang
lebih rendah.
 Mengumpulkan kulit yang tidak sesuai ukurannya untuk dimanfaatkan
pada pembuatan produk lain.
 Menerapkan good house keeping dengan mengumpulkan kertas etiket
(label) untuk dibuang ke tempat sampah.

 Menggunakan etiket atau label secukupnya.


KESIMPULAN

Dapat kita ketahui bahwa proses penyamakan kulit terdiri dari beberapa
proses, yaitu pengawetan, pengurangan kadar garam, perontokan bulu, pencucian,
pembuangan daging, pembuangan kapur, pencucian, pengasaman (pikel),
penyamakkan (tanning), penipisan atau penyerutan, pewarnaan dasar, pencucian,
pengeringan, perenggangan, spraying, penyetrikaan, serta pengukuran dan
penyortiran. Pada proses produksi industri ini menghasilkan beberapa jenis limbah
yang digolongkan berdasarkan bentuk yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah
padat diantaranya adalah garam yang berwarna kemerahan, daging sisa, dan
serbuk kulit. Sedangkan limbah cair adalah air sisa pencucian, larutan kapur,
larutan asam, dan larutan chrom.
Limbah yang dihasilkan berasal dari beberapa proses penyamakan kulit,
diantaranya adalah garam yang berwarna kemerahan berasal dari proses
penyamakan. Garam ini tidak dapat digunakan untuk pengawetan selanjutnya.
Serbuk kulit dihasilkan dari proses penyerutan, serbuk kulit dapat dimanfaatkan
untuk pembuatan pupuk. Sedangkan air sisa pencucian merupakan air yang
dihasilkan dari proses pencucian pada molen, pencucian bisa dilakukan 3 – 4 kali
ulangan sehingga air cucian ke 4 bisa digunakan kembali untuk proses pencucian
selanjutnya. Hal ini disebabkan karena air tidak terlalu keruh. Untuk larutan
kapur, larutan chrom, larutan asam, tidak dapat digunakan lagi untuk proses
selanjutnya sehingga harus dibuang. Pengolahan perlu dilakukan sebelum
pembuangan ke lingkungan untuk menyesuaikan dengan BOD dan COD yang
standar.
Penerapan produksi bersih pada industri penyamakan kulit merupakan
salah satu solusi untuk menangani pencemaran lingkungan dan akan
menghasilkan keuntungan. Untuk menangani limbah cair diperlukan adanya
pemasangan instalasi pipa dan ditampung pada tempat yang berbeda sesuai jenis
limbahnya sehingga penangananya akan lebih mudah dan harus menerapkan good
house keeping. Sedangkan penanganan limbah padat yang berupa kulit sisa
potongan, serbuk kulit, bulu, dan daging dapat dijual kepada industri yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA

Aten ARF. 1966. Flying and Curing of Hide and Skin as A Rural Industry.
FAO
Fahidin dan Mislich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Fateta. IPB. Bogor.
Judoamidjojo M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen
Teknologi Hasil Pertanian. Fateta. IPB. Bogor.
Mann I. 1980. Rural Tanning Techniques. Food and Agriculture
Organization of The United Nations. Rome
Oetojo B. 1996. Penggunaan Campuran Kuning Telur dan Putih Telur
untuk Peminyakan Kuit. Majalah Barang Kulit, Karet, dan Plastik. 12 (24):47-53.
O’Flaheri, Reddy FOT, Lollar MR. 1956. The Cemicals and Technology of
Leather. Reinhold Publishing Corporation. New York.
Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit.
Akademi Teknologi Kulit. Departemen Perindustrian. Yogyakarta.
Shapouse JH. 1978. Leather Technician’s Handbook. Leather Producers
Association. London.
Stanley A. 1993. Preservation of Rawstock. Leather the International
Journal. 195 (4662) Dec. 1993:27-30.
Thorstensen TC. 1985. Practical Leather Technology. Robert E. Krieger
Publishing Company. Florida.
Williamson G dan Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis. Diterjemahkan oleh Djiwa Darmaja. UGM Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai