Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah : Manajemen Risiko Lingungan

Dosen : Hidayat, SKM.,M.Kes

IDENTIFIKASI RISIKO INDUSTRI KULIT

Disusun oleh :

ANDI RAFIKA RESKY AULIA

PO714221202003

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

SANITASI LINGKUNGAN

PRODI D-IV/IIA

2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas rahmat Dan
Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
Identifikasi Risiko Industri Kulit.
Makalah Identifikasi Risiko Industri Kulit disusun guna memenuhi tugas
pada mata kuliah Manajemen Risiko Lingkungan. Selain itu, saya juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Manajemen
Risiko Lingkungan.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu selaku dosen mata
kuliah Manajemen Risiko Lingkungan dan kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah tersebut. Saya berharap semoga tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni. Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, saya memerlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga Makalah Faktor Risiko Lingkungan
Kerja ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Makassar, 12 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Tujuan............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Industri Penyamakan Kulit...............................................................3
B. Identifikasi Risiko..........................................................................................3
C. Analisis Risiko...............................................................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................8
B. Saran..............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena yang sering timbul berkaitan dengan permasalahan
lingkungan hidup akan senantiasa muncul terus menerus secara serius
diberbagai pelosok bumi sepanjang masyarakat di bumi ini tidak sesegera
mungkin memikirkan dan mengusahakan keselamatan serta keseimbangan
ekosistem lingkungan. Demikian pula yang terjadi di Indonesia, bahwa
permasalahan lingkungan hidup menjadi sebuah problem yang seolah-olah
seperti dibiarkan menggelembung sejalan dengan meningkatnya intensitas
pertumbuhan industri, walaupun industrialisasi tersebut saat ini sedang
menjadi sebuah prioritas utama dalam pembangunan. Bila kita amati bahwa
sebagian besar korban ataupun kerugian yang timbul justru harus ditanggung
oleh masyarakat luas tanpa adanya sebuah kompensasi yang sebanding dari
pihak industri tersebut. Industri penyamakan kulit adalah industri yang
mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit
merupakan salah satu industri yang saat ini didorong perkembangannya
sebagai penghasil devisa non migas.

Potensi industri penyamakan kulit di Indonesia tercermin dari data


yang ada, dimana pada tahun 1994 terdapat 586 jumlah perusahaan yang
terdiri dari industri kecil sebesar 489 unit dan industri menengah sebesar 8
unit dan sisanya adalah industri besar dengan kapasitas produksi sebesar
70,994 ton (Dirjen industri aneka 1995 dalam Zaenab, 2008). Kulit jadi
merupakan kulit yang telah melalui proses pengolahan (penyamakan). Proses
penyamakan menggunakan air yang relatif lebih banyak begitu pula dengan
beberapa jenis bahan kimia. Berdasarkan hal tersebut menyebabkan bahwa
industri ini tentunya akan menghasilkan limbah cair yang mengandung

1
berbagai polutan organik, baik dari bahan baku itu sendiri maupun polutan
kimia dari bahan-bahan pembantu yang digunakan selama proses penyamakan
berlangsung. Selain itu dihasilkan pula limbah padat berupa hasil pembuangan
daging, hasil pembuangan bulu serta lemak. Limbah padat banyak
mengandung kapur, garam dan bahan kimia pembantu. Kandungan garam
dalam limbah lebih banyak berasal dari sisa hasil penggaraman kulit saat
dilakukan proses pengawetan. Sebagian besar industri kulit di Indonesia
merupakan industri rumah tangga dan industri kecil yang berkembang di
wilayah-wilayah tertentu sehingga membentuk sentra industri. Industri ini
mempunyai ciri-ciri yang hampir sama yaitu berkembang dengan modal usaha
kecil, teknik produksi yang sederhana, belum mengutamakan faktor
kelestarian lingkungan, belum mampu mengolah limbah yang dihasilkan
sampai baku mutu yang dipersyaratkan, kesehatan dan keselamatan kerja
belum menjadi perhatian. Begitu pula dengan kegiatan riset dan
pengembangan juga dapat dikatakan masih sangat minim.

Dengan kondisi yang demikian ini maka sebagian besar industri kulit
masih harus mendapat uluran tangan dari pihak pemerintah dalam upaya
pengembangan usaha, peningkatan teknik produksi untuk meningkatkan
kualitas produk, penerapan teknologi proses produksi yang lebih ramah
lingkungan dan usaha pengolahan limbah secara tepat guna untuk pelestarian
lingkungan.

B. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui identifikasi risiko kegiatan dari indutri kulit.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Industri Penyamakan Kulit
Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah
menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri
yang saat ini didorong perkembangannya sebagai penghasil devisa non migas.
Kulit jadi merupakan kulit yang telah melalui proses pengolahan
(penyamakan). Proses penyamakan menggunakan air yang relatif lebih
banyak begitu pula dengan beberapa jenis bahan kimia.
B. Identifikasi Risiko
1. Sumber Dan Karakteristik Limbah Industri Penyamakan Kulit
Parameter-parameter berikut ini penting dalam mendefinisikan
daya cemar limbah dari kegiatan penyamakan kulit, yakni : BOD
(Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand),
krom (keseluruhan), minyak dan lemak, sulfida, nitrogen total dan
pH..
a. Limbah Cair
Limbah cair Penggunaan air untuk proses penyamakan kulit dari
tahun ketahun terdapat kecenderungan semakin menurun. Di
Indonesia, sampai saat ini belum ada penelitian khusus tentang
penggunaan air untuk tiap 25 kg kulit, namun berdasarkan
pengamatan, pemakaian air bisa mencapai 30-70 l/kg kulit mentah
yang diproses. Proses pengolahan primer lain meliputi penyaringan,
ekualisi dan pengendapan untuk mengurangi BOD dan memperoleh
padatan kembali. Pengolahan secara kimia dengan menggunakan
tawas, kapur tohor, fero-chlorida atau polielektrolit lebih lanjut dapat
mengurangi BOD.
1) Air limbah proses perendaman (soaking) Air limbah soaking
mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, debu serta

3
kotoran lain atau bahkan bakteri antraks. Pada proses perendaman,
air limbah cairnya berbau busuk, kotor dengan kandungan SS
(Suspended Solid) berkisar 0,05-0,1%. Volume limbah soaking
berkisar antara 2,5-4 l/kg kulit, pH 7,5-8. Total solid 8.000-
28.000 mg/l dan kandungan SS 2,5- 4 mg/l. Air limbah soaking
juga mengandung garam dan bahan organik lain yang akan
mempengaruhi BOD, COD dan SS.
2) Air limbah proses pembuangan bulu (unhairing) dan pengapuran
(liming) Air limbah dari proses ini berwarna putih kehijauan serta
kotor, berbau menyengat, pH air limbah pada proses ini berkisar
antara 9-10, mengandung kalsium, natrium disulfida (Na2S),
albumin, bulu, sisa daging dan lemak. Kadar SS berkisar 36%. Air
limbah pada proses unhairing mengandung Total Solid (TS)
16.000-45.000 mg/l, SS 4.500-6.500 mg/l, BOD 1.100-2.500
mg/l, pH berkisar 10-12,5. Dampak yang ditimbulkan akibat
buangan dalam proses tersebut bahwa air limbah ini berpengaruh
besar terhadap air, tanah dan udara. Pengaruh terhadap air
terutama kadar BOD, COD, SS, alkalinitas, sulfida, N- Organik,
N-ammonia. Adanya gas H2S hasil pencemaran ini dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran udara.
3) Air limbah proses pembuangan kapur (deliming) Air limbah pada
proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil
dibanding air limbah hasil proses unhairing dan liming. Air
limbah pada proses tersebut mempunyai pH 3-9, TS sebesar
1.200-12.000 mg/l, SS 200-1.200 mg/l dan BOD 1.000-2.000
mg/l. Air limbah tersebut akan menyebabkan pencemaran air
berupa BOD, COD, SS dan N-ammonia. Adanya bahan amoniak
akan menimbulkan pencemaran udara.

4
4) Air limbah proses pengikisan protein (degreasing) Pada proses ini
air limbah yang dihasilkan memiliki nilai COD, BOD, DS dan
lemak yang relatif lebih tinggi (UNEP, 2003).
5) Air limbah proses pikel (pickling) dan krom (tanning) Air limbah
dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam,
sejumlah kecil mineral dan krom velensi 3 yang apabila tercampur
dengan alkali akan terbentuk krom hidroksida, pH berkisar antara
3,5-4, SS berkisar 0,01-0,02 %. Sunaryo dkk., (1993) dalam
Zaenab (2008).
b. Limbah Padat
Limbah padat Didalam proses penyamakan disamping limbah cair,
juga menghasilkan limbah padat sebagai hasil samping. Dikatakan
hasil samping karena dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,
misalnya sebagai bahan makanan, obatobatan, kosmetik, pupuk,
kerajinan dan bahan lainnya. Bahan padat yang dimaksud antara lain
bulu, sisa trimming, fleshing, sisa split, shaving, buffing dan lumpur.
Banyak limbah padat penyamakan kulit dapat dijual sebagai hasil
sampingan, yaitu pangkasan bulu, daging dan lain-lainnya. Sebagian
besar limbah padat lainnya meliputi sisa bahan organik, babakan
nabati dan kulit kayu untuk penyamakan. Lumpur kapur dan lumpur
dari pengolahan air limbah bersifat merusak tetapi tidak beracun dan
biasanya dapat disebar di atas tanah atau ditimbun dalam tanah.
Lumpur dan limbah lain yang mengandung krom lebih berbahaya dan
harus di simpan ditempat penimbunan yang aman.
2. Teknologi Pengolahan Limbah Industri Kulit
Industri penyamakan kulit menggunakan bahan kimia yang
sifatnya berbahaya dan beracun di hampir setiap tahapan proses
penyamakan, terutama pada tahapan pra-tanning dan tanning. Bahan-
bahan kimia yang digunakan hanya berkisar 70% saja yang terikat

5
pada kulit sedangkan sisanya terdapat dalam bentuk limbah cair
maupun limbah padat. Penanganan limbah membutuhkan teknologi
yang maju, peralatan yang mahal, sumber daya manusia yang
berkualitas dan biaya tinggi. Penanganan limbah juga tidak
menyelesaikan masalah, hanya mengubah dari fase satu ke fase
lainnya dan memindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya.
a. Penerapan Konsep Produksi Bersih Produksi bersih (cleaner
production) didefinisikan sebagai segala upaya yang dapat
mengurangi jumlah bahan berbahaya, polutan atau kontaminan
yang terbuang melalui saluran pembuangan limbah atau terlepas ke
lingkungan termasuk emisi-emisi yang cepat menguap di udara
sebelum didaur ulang, diolah atau dibuang (Erliza Noor, 2006
dalam Triatmojo, 2009). Penerapan produksi bersih akan
menguntungkan industri karena dapat menekan biaya produksi,
adanya penghematan dan kinerja lingkungan sehingga menjadi
lebih baik. Penerapan produksi bersih di suatu kawasan industri
dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mewujudkan Kawasan
Industri Berwawasan Lingkungan.
b. Konsep produksi bersih dikembangkan berdasarkan pada empat
prinsip utama yaitu : 1. Prinsip kehati-hatian, produsen mempunyai
tanggung jawab yang utuh dalam memproduksi suatu barang agar
tidak menimbulkan dampak yang merugikan 2. Prinsip
pencegahan, didalam proses produksi semua orang yang terlibat
penting untuk memahami siklus hidup produk dari pemilihan
bahan baku hingga terbentuknya limbah 3. Prinsip demokrasi,
diperlukan adanya komitmen dan keterlibatan semua pihak dalam
rantai produksi dan konsumsi dan 4. Prinsip holistik, yaitu
pentingnya keterpaduan dalam pemanfaatan sumberdaya

6
lingkungan dan konsumsi, sebagai satu daur yang tidak dapat
dipisah-pisahkan (Erliza Noor, 2006 dalam Triatmojo, 2009).
Pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya
mengandalkan peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan
pada kesadaran untuk mengubah sikap dan tingkah laku Produksi
bersih dapat dijadikan sebagai sebuah model pengelolaan
lingkungan dengan mengedepankan efisiensi yang tinggi pada
sebuah industri, sehingga produksi limbah dari sumbernya dapat
dicegah dan dikurangi. Disamping manfaat terhadap keselamatan,
kesehatan dan lingkungan, teknologi produksi bersih memberi
peluang untuk menurunkan biaya produksi dan meningkatkan
kualitas produk. Usaha kecil dan mikro mendapat keuntungan dari
penerapan produksi bersih melalui penggunaan input dan peralatan
yang lebih efisien, memperoleh barang dengan kualitas lebih baik
dan pengurangan biaya pengolahan limbah. Pengalaman
menunjukkan bahwa dengan pola pendampingan, usaha kecil dan
mikro dapat melakukan identifikasi peluang produksi bersih yang
menghasilkan keuntungan lebih dengan sedikit bahkan sama sekali
tanpa penambahan investasi. Banyak perusahaan yang memperoleh
manfaat finansial dan lingkungan yang cukup signifikan setelah
menerapkan teknologi produksi bersih ini. Hal ini menunjukkan
bahwa produksi bersih merupakan pilihan pertama untuk
menyelesaikan masalah-masalah lingkungan yang dihadapi oleh
usaha kecil dan mikro (Anonim, 2009 dalam Triatmojo, 2009).
C. Analisis Risiko
Pada tahap identifikasi risiko dilakukan dengan melakukan observasi
pada pekerjaan yang dilakukan dalam setiap tahapan proses kerja. Sedangkan
pada tahap analisis risiko merupakan suatu tahapan proses untuk menetukan
besarnya suatu risiko yang merupakan kombinasi antara kemungkinan

7
terjadinya (probability) dan keparah bila risiko tersebut terjadi
(concequences). Pada Teknik analsisi risiko ini dapat digambarkan bahwa
sebagian besar industri kulit di Indonesia merupakan industri rumah tangga
dan industri kecil yang berkembang di wilayah-wilayah tertentu sehingga
membentuk sentra industri. Industri ini mempunyai ciri-ciri yang hampir sama
yaitu berkembang dengan modal usaha kecil, teknik produksi yang sederhana,
belum mengutamakan faktor kelestarian lingkungan, belum mampu mengolah
limbah yang dihasilkan sampai baku mutu yang dipersyaratkan, kesehatan dan
keselamatan kerja belum menjadi perhatian. Begitu pula dengan kegiatan riset
dan pengembangan juga dapat dikatakan masih sangat minim. Dengan kondisi
yang demikian ini maka sebagian besar industri kulit masih harus mendapat
uluran tangan dari pihak pemerintah dalam upaya pengembangan usaha,
peningkatan teknik produksi untuk meningkatkan kualitas produk, penerapan
teknologi proses produksi yang lebih ramah lingkungan dan usaha pengolahan
limbah secara tepat guna untuk pelestarian lingkungan.
Industri penyamakan kulit menggunakan bahan kimia yang sifatnya
berbahaya dan beracun di hampir setiap tahapan proses penyamakan, terutama
pada tahapan pra-tanning dan tanning. Bahan-bahan kimia yang digunakan
hanya berkisar 70% saja yang terikat pada kulit sedangkan sisanya terdapat
dalam bentuk limbah cair maupun limbah padat. Didalam proses penyamakan
disamping limbah cair, juga menghasilkan limbah padat sebagai hasil
samping. Dikatakan hasil samping karena dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, misalnya sebagai bahan makanan, obatobatan, kosmetik, pupuk,
kerajinan dan bahan lainnya. Bahan padat yang dimaksud antara lain bulu,
sisa trimming, fleshing, sisa split, shaving, buffing dan lumpur.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah
menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang
saat ini didorong perkembangannya sebagai penghasil devisa non migas. Bahan-
bahan kimia yang merupakan hasil buangan proses tersebut sangat berpotensi
untuk mencemari lingkungan karena sifatnya yang sangat kompleks dan sulit untuk
ditangani. Disamping itu limbah yang dihasilkan selama proses pra-tanning dan
pasca tanning baik sebagai limbah fleshing, triming, spliting, shaving dan buffing
maupun hasil hidrolisis selama proses pra-tanning dapat mengalami proses
pembusukan serta dapat menimbulkan gas dan bau yang sangat menyengat.
B. Saran
Penanganan limbah membutuhkan teknologi yang maju, peralatan yang
mahal, sumber daya manusia yang berkualitas dan biaya tinggi. Penanganan limbah
juga tidak menyelesaikan masalah, hanya mengubah dari fase satu ke fase lainnya
dan memindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Irfan Said. Modul Teknologi Pengolahan Limbah Industri Kulit.


Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Makassar.

https://docplayer.info/35215378-Modul-teknologi-pengolahan-limbah-industri-kulit-
oleh-dr-muhammad-irfan-said-s-pt-m-p.html

10

Anda mungkin juga menyukai