Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TERCIARY TREATMENT

(PENGOLAHAN KETIGA)

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 16

ROSWIN GERYSTIN HANDE SYAMSUDDIN

SALFA ANNISA UMRAH NUR SUCIANI

SARMALIANA ULFA DWI YANTI

SRI WAHYUNI YURIKA DWI ANANDA ARANA

ST. FATIMA JUMAIDA MEGAWATI ASRI

TARIYANTI BANTEN ANDI RAFIKA R A

WAFIQ AZIZAH RAHMI A

ARFADINA NENGSIH

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI D.IV-ALIH JENJANG
TA  2021-2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Air limbah adalah air buangan masyarakat, rumah tangga, industry, air tanah,
air permukaan serta buangan lainnya. Di dalam air limbah cair terkandung zat-zat
pencemar dengan konsentrasi tertentu yang bila dimasukkan ke badan air dapat
mengubah kualitas airnya. Kualitas air merupakan pencerminan kandungan
konsentrasi makhluk hidup, energy, zat-zat atau komponen lain yang ada dalam
air. Limbah cair mempunyai efek negatif bagi lingkungan karena mengandung
zat-zat beracun yang mengganggu keseimbangan lingkungan dan kehidupan
makhluk hidup yang terdpat di dalamnya.

Air buangan dapat dibedakan atas :

a. Air kotor
Air buangan yang bersal dari kloset, peturasan, dan air buangan yang
mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat plambing lainnya.
b. Air bekas
Air bungan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya seperti bak mandi
(bath tub), bak cuci tangan, bak dapur dan lain-lain.
c. Air hujan
Air huan yang jatuh pada atap bangunan
d. Air buangan khusus
Air buangan yang mengandung gas, racun, atau bahan-bahan berbahaya
seperti yang berasal dari pabrik, air buangan dari laboratorium, tempat
pengobatan, rumah sakit, tempat pemotongan hewan, air buangan yang
bersifat radioaktif dan air buangan yang mengandung lemak.

Suatu bangunan pengolahan air buangan berfungsi untuk mengurangi


unsure-unsur tertentu sampai batas yang diperolehkan, memperbaiki kualitas
air buangan serta mengurangi kadar unsure-unsur tertentu dalam suatu air
buangan agar aan dibuang pada suatu badan air. Semua itu mempunyai tujuan
yaitu melindungi lingkungan dengan mempertimbangkan kepentingan
kesehatan masyarakat, ekonomi, sosial dan politik.

Cara pengolahan limbah industry yang sesuai dapat lebih mudah


dipilih jika jenis dan sifat air limbah, serta senyawa yang terkandung di
dalamnya telah diketahui ecara tepat. Yaitu :

1. Pengolahan fisik
seperti penyaringan, pemisahan minyak, sedimentasi dan lain-lain
2. Pengolahan kimia
koagulasi dan pertukaran ion
3. Pengolahan fisika-kimia
4. Pengolahan biologi
Seperti proses aerobic, Proses anaerobic, Proses anoksik, dan
Gabungan proses aerobic dengan kimia an fisika.

Mengingat ancaman kesehatan masyarakat tak hanya datang


pencemaran air limbah industri, tetapi uga limbah domestic, dan sangat
diperlukan air bersih. Dengan demikian semakin bertambahnya tuntutan orang
akan kepeluan air bersih , maka semakin besar pula air yang akan disuplai.

Pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara
alami dan secara buatan.

a. Secara Alami

Pengolahan air llimbah secara alamiah dapat dilakukan dengan


pembuatan kolam stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah untuk
metralisasi zat-zat pencemar sebelum air limbah dialirkan ke sungai.
Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam anaerobik,
kolam fakultatif (pengolahan air limbah yang tercemar pathogen).
Karena biaya yang dibutuhkan murah, cara ini direkomendasikan
untuk daerah tropis dan sedang berkembang.

b. Secara Buatan

Pengolahan air limbah dengan bantuan alat dilakukan pada instalasi


Pngolahan Air Limbah (IPAL). Pengolahan air dilakukan melalui tiga
tahapan, yaitu primary treatment(Pengolahan pertama), Secoandary
treatment (Pengolahan kedua),dan tertiary treatment (pengolahan
lanjutan).

B. Ruang Lingkup Masalah

Pada makalah ini akan dibahas mengenai beberapa unit pengolahan tahap
ketiga (tertiary treatment), yaitu Ultrafiltrasi (Ultrafiltrasi), dan Reserve osmosis
(RO); Adsorpsi Karbon Aktif; Ion Exchange; Saringan Pasir; serta Nitrifikasi dan
Denitrifikasi, terkait dengan fungsi unit pengolahan, proses yang terjadi pada unit
pengolahan tersebut dan gambar dari setiap unit pengolahannya.

C. Maksud dan Tujuan

Agar pembaca mengetahui dan memahami mengenai beberapa unit


pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment), yaitu Ultrafiltrasi (Ultrafiltrasi), dan
Reserve osmosis (RO); Adsorpsi Karbon Aktif; Ion Exchange; Saringan Pasir;
serta Nitrifikasi dan Denitrifikasi, terkait dengan fugsi unit pengolahan, proses
yang terjadi pada unit pengolahan tersebut dan gambar setiap unit pengolahannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian pengolahan tertiary treatment

Pengolahan tersier atau pengolahan ketiga adalah proses pengolahan air


limbah berikutnya setelah perawatan sekunder. Langkah ini menghilangkan
kontaminan keras kepala bahwa pengobatan sekunder tidak mampu membersihkan.
Air limbah menjadi lebih bersih dalam proses pengobatan melalui penggunaan sistem
pengobatan yang lebih kuat dan lebih maju.
Pengolahan limbah tersier adalah setiap proses yang terjadi setelah perawatan
sekunder. Hal ini dapat memoles proses yang meningkatkan padatan tersuspensi
penghapusan atau proses penghapusan nutrisi. Penghapusan hara mencakup proses
seperti nitrifikasi / denitrifikasi, amonia pengupasan, fosfor curah hujan, dan aplikasi
tanah atau aliran darat.
Bagaimana jika perawatan lebih lanjut
yang dibutuhkan? Tingkat pengobatan
luar sekunder disebut pengobatan
lanjutan atau tersier. Teknologi
pengolahan tersier dapat ekstensi
pengolahan biologis sekunder
konvensional untuk lebih
menstabilkan zat-menuntut dalam air
limbah, atau untuk menghilangkan
nitrogen dan fosfor.
Gambar 2.1 Unit pengolahan
lanjutan air limbah
Pengolahan tersier mungkin juga melibatkan teknik pemisahan fisik-kimia
seperti karbon adsorpsi, flokulasi / curah hujan, membran filtrasi untuk maju,
pertukaran ion, deklorinasinya dan reverse osmosis.
Gambar 2.2 Proses pengolahan air limbah secara keseluruhan

Gambar 2.3 Ukuran material yang dihapus oleh berbagai proses pemisahan
2.1 ULTRAFILTRASI DAN REVERSE OSMOSIS
Membran ultrafiltrasi dan reverse osmosis merupakan beberapa jenis
dari teknologi membran yang memiliki spesifikasi ukuran membran berturut-
turut, 0.001-0.1 μm dan 0,0001-0,001 μm. Secara umum ultrafiltrasi
diaplikasikan dalam proses pemisahan unsur-unsur partikulat dari larutannya
dengan memanfaatkan beda tekan dalam proses kerjanya.
Untuk membran reverse osmosis digunakan untuk memisahkan zat terlarut
berukuran kecil (<10-4 μm sampai 10-2 μm) dengan prinsip perbedaan konsentrasi
dalam proses kerjanya.
Secara umum, ultrafiltrasi diaplikasikan dalam proses pemisahan unsur-unsur
partikulat, makromolekul (fraksionasi), koloid, dan polimer organik maupun
anorganik dari larutannya. Aplikasi proses ultrafiltrasi di industri di antaranya adalah
untuk proses sterilisasi obat-obatan dan produksi minuman, klarifikasi ekstrak juice,
pemrosesan air ultramurni pada industri semi konduktor, metal recovery, dan
sebagainya. Sedangkan membran reverse osmosis sendiri sudah banyak diterapkan
pada berbagai industri pengolahan misalnya desalinisasi air laut dan demineralisasi
air.
Pada proses pemurnian harus diperhatikan kondisi operasi yang optimal agar
membran dapat memurnikan suatu cairan secara optimal yang ditunjukkan oleh
parameter berupa fluks, permeabilitas dan faktor rejeksi dari membran.

2.1.1 Membran Ultrafiltrasi

Membran ultrafiltrasi adalah proses pemisahan yang menahan


komponen dengan berat molekul tinggi (protein, makro molekul, polisakarida)
sedangkan melewatkan komponen berberat molekul rendah. Proses pemisahan
dalam modul ultrafiltrasi terjadi secara cross flow, dimana umpan mengalir
secara tangensial sepanjang permukaan membran.
Membran ultrafiltrasi dapat digolongkan berpori, namun strukturnya lebih
asimetris dibandingkan membran mikrofiltrasi. Membran ultrafiltrasi
memiliki ukuran pori lapisan teratas 20 – 1000 A, ketebalan 0,1 – 1,0 μm, dan
bekerja pada tekanan 1 – 10 bar. Proses ultrafiltrasi biasanya digunakan untuk
memisahkan partikel dengan ukuran berkisar antara 0,05 μm – 1 nm.
Membran ultrafiltrasi dapat menghasilkan fluks yang sangat tinggi,
namun pada umumnya membran ini hanya digunakan untuk menghasilkan
fluks antara 50-200 galon per hari dengan tekanan operasi sekitar 50 psig.
Membran ultrafiltrasi dapat berbentuk plate and frame, spiral-wound,
dan tubular. Setiap konfigurasi memiliki aplikasinya masing-masing. Untuk
air dengan kemurnian tinggi, spiralwound lebih umum untuk digunakan.
Konfigurasi dipilih berdasarkan jenis dan konsentrasi dari material berkoloid
atau emulsi. Untuk semua konfigurasi, desain sistem yang optimum harus
memperhatikan laju alir, hilang tekan, konsumsi energi, fouling, dan juga
harga membran itu sendiri.
Kebanyakan membran ultrafiltrasi komersial terbuat dari polimer yaitu :
• Polysulfone / poly(ether)sulfone / sulfonated polysulfone
• Poly(vinylidene fluoride)
• Polyacrilonitril
• Cellulosics
• Aliphatic polyamides
• Polyetheretherketone
Selain dari polimer, membran ultrafiltrai juga dapat terbuat dari bahan
anorganik seperti keramik, Al2O3, dan zirconia.
Gambar 2.4 Skema proses peralatan ultrafiltrasi

Gambar 2.5 Ilustrasi Ultrafiltrasi

2.1.2 Membran Reverse Osmosis


Membran reverse osmosis adalah membrane yang paling rapat dalam
proses pemisahan cair-cair. Pada prinsipnya air adalah satu-satunya material
yang dapat melewati membrane sehingga membrane ini merejeksi partikel
berberat molekul tinggi dan rendah.
Osmosis merupakan proses dimana pelarut pindah dari larutan
berkonsentrasi rendah menuju larutan berkonsentrasi tinggi. Untuk
mendapatkan proses reverse osmosis (RO), diperlukan adanya peningkatan
tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian
dengan konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan
untuk mencegah mengalirnya pelarut melalui membran permeabel selektif dan
masuk ke larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat sebanding dengan
tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti
bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat
zat terlarut itu sendiri. Perbandingan antara proses osmosis dan reverse
osmosis dapat dilhat dari gambar berikut:

2.6 Skema proses Osmosis dan Reverse Osmosis


Membrane RO memiliki pori-pori dengan ukuran kurang dari 0,02 μm dengan
ketebalan 150μm. Membrane ini dioperasikan pada tekanan 15-150 atm. membrane
RO biasa digunakan dalam permunian air dari kandungan garam maupun pengolahan
limbah industry tekstil.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pemisahan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja membran adalah
sebagai berikut:
• Laju Umpan
Laju permeat meningkat dengan semakin tingginya laju alir umpan. Selain itu,
laju alir yang besar juga akan mencegah terjadinya fouling pada membran.
Namun energi yang dibutuhkan untuk mengalirkan umpan akan semakin
besar.
• Tekanan Operasi
Laju permeat secara langsung sebanding dengan tekanan operasi yang
digunakan terhadap permukaan membran. Semakin tinggi tekanan operasi,
maka permeat juga akan semakin tinggi.
• Temperatur operasi
Laju permeat akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur. Namun
temperatur bukanlah variabel yang dikontrol. Hal ini perlu diketahui untuk
dapat mencegah terjadinya penurunan fluks yang dihasilkan karena penurunan
temperatur operasi.

2.2 ADSORPSI KARBON AKTIF

Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf dan berpori yang


mengandung 85-95% karbon yang dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon (batubara, kulit kelapa, dan sebagainya) atau dari karbon
yang diperlakukan dengan cara khusus baik aktivasi kimia maupun fisika
untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif dapat
mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya
selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan.
Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 25- 1000% terhadap berat karbon
aktif.
Gambar 2.7 Karbon Aktif

Proses yang terjadi pada saringan karbon aktif :

1. Adsorpsi senyawa dari air ke permukaan karbon aktif.


2. Dari permukaan karbon aktif masuk ke interior pori karbon aktif.
3. Terjadi reaksi, disosiasi, dll.
4. Desorpsi senyawa terurai dari interior ke permukaan karbon.
5. Desorpsi dari permukaan karbon ke air.
Hal – hal yang mempengaruhi adsorpsi karbon aktif :
1. Sifat serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi
kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa.
Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan
dari sturktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh
gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa
serapan.

2. Suhu
Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk menyelidiki suhu pada saat
berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang bisa diberikan
mengenai suhu yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempengaruhi suhu
proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan.

Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti


terjadi perubahan warna mau dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik
didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada suhu kamar atau bila
memungkinkan pada suhu yang lebih kecil.

3. pH (derajat keasaman)

Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu


dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam
mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam
organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang
sebagai akibat terbentuknya garam.

4. Waktu kontak

Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk
mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah
arang yang digunakan. Selisih ditentukan oleh dosis karbon aktif, pengadukan juga
mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi
kesempatan pada partikel karbon aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan.
Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang
lebih lama.
2.3 ION EXCHANGE
Proses Pertukaran Ion  (Ion exchange) : Proses ini dilakukan dengan
mempergunakan media penukar ion (resin), jenis resin yang dipergunakan tergantung
pada muatan ion logam berat yang terkandung dalam air limbah. Pada proses
pengolahan air limbah dengan konsep Pertukaran Ion ada 2 Mekanisme yaitu
1. Mekanisme pertukaran ion : ion logam berat yang terkandung dalam air
limbah ditukar dengan ion yang terdapat dalam resin (proses pengolahan air
limbah), disini ion-ion dalam air limbah terikat pada resin, jumlah ion logam
berat yang terikat tergantung pada kapasitas (daya tukar) resin.

2. Mekanisme Regenerasi Resin: ion-ion yang terikat dalam resin dikeluarkan


dari resin dengan menggunakan bahan kimia, pemilihan bahan kimia
tergantung pada jenis resinnya. Umumnya untuk resin kation (H+)
diregenerasi dengan asam (asam sulfat, asam chloride) sedangkan resin
kation (Na+) diregenerasi dengan natrium hidroksida (NaOH). Sedangkan
untuk resin anion (OH-) diregenerasi dengan hidroksida (OH), bahan kimia
yang mengandung hidroksida seperti NaOH, KOH dapat dipergunakan, yang
umum dipergunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH).
Hasil proses regenerasi akan menghasilkan endapan hidroksida-hidroksida
logam dalam jumlah yang kecil. Jika proses yang diaplikasikan untuk recovery ion
logam berat, maka hasil regenerasi dapat direaksikan dengan bahan kimia sehingga
dapat dihasilkan bahan kimia baru yang dapat dimanfaatkan.  
Pada proses pengolahan air limbah industri elektroplating atau air limbah
yang mengandung ion logam berat dengan Proses Pertukaran Ion, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Kapasitas Resin, yaitu kemampuan resin untuk mempertukarkan ion, setiap jenis
atau merk dagang resin mempunyai kapasitas resin yang berbeda-beda. Data
kapasitas resin dibutuhkan untuk menentukan : Berapa jumlah resin yang dibutuhkan
per satuan volume air limbah yang diolah dan menentukan kapan resin tersebut
dilakukan proses regenerasi.
b. Selektivitas ion, didalam air limbah terdapat berbagai jenis ion logam berat yang
mempunyai valensi dan berat atom yang berbeda-beda, perbedaan valensi dan berat
atom akan mempengaruhi mekanisme pertukaran ion. 
 Ion logam berat yang mempunyai valensi tertinggi akan mengalami
pertukaran  lebih dahulu (masuk kedalam resin pertama kali) diikuti oleh ion
dengan valensi dibawahnya (berurutan sesuai valensinya) 
 Jika valensi ion sama, maka Ion yang mempunyai berat Atom terbesar akan
mengalami pertukaran lebih dahulu (masuk kedalam resin pertama kali)
diikuti  oleh ion logam berat dengan berat atom dibawahnya banding dengan
valensi lainnya.
Proses pertukaran ion ini dapat diaplikasikan pada :
* Penyediaan air untuk air umpan boiler
* Pengolahan air limbah yang mengandung ion logam berat 
* Proses pemisahan ion yang terkandung dalam fasa cair.

2.4 SARINGAN PASIR


2.4.1 Saringan Pasir Cepat
Saringan pasir cepat atau rapid sand filteri adalah saringan yang mempunyai
kecepatan berkisar 4 hingga 21 m/jam. Saringan ini selalu didahului dengan proses
koagulasi – flokulasi dan pengendapan untuk memisahkan padatan tersuspensi. Jika
kekeruhan pada influen saringan pasir cepat berkisar 5 – 10 NTU (nephelo metrix
turbidity unit) maka efisien penurunan kekeruhannya dapat mencapai 90-98%.
Bagian-bagian dari saringan pasir cepat meliputi (Gambar 2.8) :
a. Bak filter, tempat proses filtrasi berlangsung. Jumlah dan ukuran bak
tergantung debit pengolahan.
b. Media Filter, bahan berbutir/ granular yang membentuk pori-pori di
antara butiran media. Pada pori-pori ini air mengalir dan terjadi proses
penyaringan.
c. Sistem underdrain, system pengalihan air yang telah melewati proses
filtrasi yang terletak di bawah media filter. Terdiri atas :
o Orifice, lubang pada sepanjang pipa lateral sebagai jalan masuknya air
dari media filter ke dalam pipa.
o Manifold, pipa utama yang menampung air dari lateral dan
mengalirkannnya ke bangunan penampung air.
o Lateral, pipa cabang yang terletak di sepanjang pipa manifold.

Gambar 2.8 Bagian-bagian Saringan


Pengoperasian saringan pasir cepat adalah sebagai berikut:
1. Selama proses berlangsung, partikel yang terbawa air tersaring di media
filter. Air terus mengalir melewati media pasir dan penyangga kemudian
masuk lubang/orifice, ke pipa lateral, terkumpul di pipa manifold, dan
akhirnya air keluar menuju bak penampung.
Gambar 2.9 Aliran Air Pada Saat Operasi Saringan
2. Partikel yang tersaring di media lama kelamaan akan menyumbat pori-pori
media sehingga terjadi clogging (penyumbatan). Clogging meningkatkan
headloss aliran air di media dan peningkatannya dapat dilihat dari
meningkatnya permukaan air di atas media atau menurunnya debit filtrasi.
Untuk menghilangkan clogging, dilakukan pencucian media.
3. Pencucian dilakukan dengan cara memberikan aliran balik pada media
(backwash), tujuannya untuk mengurai media dan mengangkat kotoran
yang menyumbat pori-pori media filter. Aliran air dari manifold, ke
lateral, keluar orifice, naik ke media hingga media terangkat, dan air
dibuang melewati gutter yang terletak di atas media.
4. Jika media saringan telah bersih, saringan dapat dioperasikan kembali.

Gambar 2.10 Aliran Air Pada Saat Pencucian Saringan

2.4.2 Saringan Pasir Lambat


Unfiltrasi dengan metode Slow Sand Filter merupakan penyaringan partikel
yang tidak didahului oleh proses pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan aliran
dalam media pasir ini kecil karena ukuran media pasir lebih kecil. Saringan pasir
lambat lebih menyerupai penyaringan air secara alami.
Saringan pasir lambat adalah saringan yang mempunyai kecepatan unfiltrasi
lambat. Kecepatan unfiltrasi pada saringan lambat sekitar 20 – 50 kali lebih lambat,
yaitu sekitar 0,1 hingga 0,4 m/jam. Kecepatan yang lebih lambat ini disebabkan
ukuran media pasir juga lebih kecil (effective size = 0,15 – 0,35 mm). Saringan pasir
lambat digunakan untuk menghilangkan kandungan organic dan organism pathogen
dari air baku. Saringan pasir lambat ini efektif digunakan dengan kekeruhan relatif
rendah yaitu dibawah 50 NTU tergantung distribusi ukuran partikel pasir, ratio luas
permukaan saringan terhadap kedalaman dan kecepatan unfiltrasi.

Saringan pasir lambat bekerja dengan cara pembentukan lapisan gelatin atau
biofilm yang disebut lapisan hypogeal atau Schmutzdecke. Lapisannya mengandung
bateri, fungsi, protozoa, rotifer, dan larva serangga air. Schmutzdecke merupakan
lapisan yang melakukan pemurnian efektif dalam pengolahan air minum. Dalam
Schmutzdecke, partikel terperangkap dan organic yang terlarut akan terabsorbsi,
diserap dan dicerna oleh bakteri, fungi, an protozoa. Proses utama Schmutzdecke
adalah mechanical straining terhadap bahan tersuspensi dalam lapisan tipis yang
berpori sangat kecil. Keuntungan dari saringan lambat yaitu :
a. Biaya kontruksi yang murah
b. Rancangan dan operasinya sederhana
c. Tidak perlu tambahan bahan kimia
d. Tahan beban kejut
Sedangkan kerugiannya adalah besarnya kebutuhan lahan sebagai
akibat lambatnya kecepatan proses unfiltrasi.
Gambar 2.11 Skema Saringan Pasir Lambat
Tabel 2.1 Perbedaan Kriteria Saringan Pasir Cepat Dan Saringan Pasir Lambat
2.5 NITRIFIKASI DAN DENITRIFIKASI

2.5.1 Nitrifikasi
Nitrifikasi air limbah akan terjadi setelah sebagian besar organik telah
dihapus. Jika cukup oksigen terlarut tersedia, bakteri nitrifikasi seperti Nitrobacter
dan Nitrosomonas akan mulai mengoksidasi amonia (NH3) menjadi nitrit (NO2)
terlebih dahulu dan kemudian nitrat (NO3).
Proses ini memerlukan sejumlah besar oksigen. Dibutuhkan 4-5 pon oksigen
untuk mengkonversi satu pon amonia menjadi nitrat. Kadar oksigen terlarut perlu ada
di kisaran 4-6 mg / L untuk mencapai nitrifikasi. Alkalinitas juga dihapus selama
proses ini. Sekitar 7 pon alkalinitas akan dikonsumsi untuk mengoksidasi satu pon
nitrogen. Nitrifikasi biasanya terjadi pada tahap terakhir dari sistem lumpur aktif dan
sistem aerasi.

2.5.2 Denitrifikasi
Proses yang paling umum digunakan untuk menghilangkan nitrogen
sepenuhnya dikenal sebagai denitrifikasi. Ini mengikuti proses nitrifikasi. Ini
memanfaatkan bakteri denitrifikasi untuk menghilangkan oksigen dari senyawa nitrat.
Nitrat diubah menjadi gas nitrogen (N2), yang secara efektif menghilangkan nitrogen
dari aliran limbah.
Semua bakteri membutuhkan oksigen untuk respirasi. Bakteri aerobik
mendapatkan oksigen mereka untuk oksigen terlarut (O2) dalam air. Bakteri anaerob
fakultatif dan masih membutuhkan oksigen juga. Bila tidak ada DO hadir, mereka
mendapatkan oksigen dari oksigen pengupasan dari gula, pati, dan sulfat (melepaskan
CO2, CH4, dan H2S dalam proses). Bakteri denitrifikasi yang fakultatif dan dapat
menggunakan oksigen dari nitrat. Agar mereka untuk menggunakan oksigen kimia
terikat, DO harus kurang dari 0,1 mg / L. Hal ini dikenal sebagai kondisi anoxic.
Anoxia adalah setara kimia kondisi biologis anaerobik.
Gambar 2.12 Skema Proses Kombinasi Nitrifikasi Dan Denitrifikasi
Proses denitrifikasi berikut nitrifikasi. Tingkat oksigen terlarut meninggalkan
proses nitrifikasi biasanya 4-6 mg / L. Ini DO harus dibuang cepat sehingga
denitrifikasi yang dapat dimulai. Beberapa proses denitrifikasi mengandalkan
penambahan sumber karbon, seperti metanol, bahwa bakteri fakultatif dapat
digunakan untuk membakar oksigen terlarut yang tersisa. Setelah ini tercapai,
organisme denitrifikasi akan mulai menggunakan oksigen dalam nitrat untuk
respirasi. Gas nitrogen yang dilepaskan dalam proses dihilangkan dengan aerasi
sebelum klarifikasi akhir. Ini adalah proses pengupasan gas yang menyebabkan air
untuk menyerah gas nitrogen karena menyerap oksigen. Tingkat DO efluen harus
dibawa kembali ke 2,0 mg / L.
Gambar 2.13 Proses Denitrifikasi Bardenpho & Proses Denitrifikasi Methanol
Gambar 2.14 Tahap Denitrifikasi Cekungan Anoksik

Gambar 2.15 Tahap Akhir Denitrifikasi Cekungan Aerasi


Dua proses denitrifikasi yang paling umum adalah Bardenpho dan proses
metanol. Proses Bardenpho menggunakan baskom anoxic diikuti oleh proses BOD /
nitrifikasi standar, tapi tidak ada klarifikasi. Campuran minuman keras dikembalikan
ke depan proses bukan RAS. Lain cekungan anoxic diperpanjang digunakan untuk
mengurangi oksigen terlarut dan menciptakan denitrifikasi. Efluen lolos ke cekungan
aerasi di mana proses pengupasan gas terjadi dan kemudian ke clarifiers. RAS
dikembalikan ke kepala proses. Kerugian utama dari proses Bardenpho adalah waktu
penahanan diperpanjang dalam dua proses anoksik.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Air limbah adalah air buangan masyarakat, rumah tangga, industry, air tanah,
air permukaan serta buangan lainnya.

Pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara alami dan
secara buatan.

a. Secara Alami
Pengolahan air llimbah secara alamiah dapat dilakukan dengan pembuatan
kolam stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah untuk metralisasi zat-zat pencemar
sebelum air limbah dialirkan ke sungai.
b. Secara Buatan
Pengolahan air limbah dengan bantuan alat dilakukan pada instalasi
Pngolahan Air Limbah (IPAL). Pengolahan air dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu
primary treatment(Pengolahan pertama), Secoandary treatment (Pengolahan kedua),
dan tertiary treatment (pengolahan lanjutan).

Pengolahan limbah tersier (tertiary treatment) adalah setiap proses yang terjadi
setelah perawatan sekunder. Hal ini dapat memoles proses yang meningkatkan padatan
tersuspensi penghapusan atau proses penghapusan nutrisi. Penghapusan hara mencakup
proses seperti nitrifikasi / denitrifikasi, amonia pengupasan, fosfor curah hujan, dan aplikasi
tanah atau aliran darat.

Beberapa jenis dari tertiary treatment, diantaranya :

1. Ultrafitration dan Reverse Osmosis


2. Adsorpsi Karbon Aktif
3. Ion Exchange
4. Sarigan Pasir
5. Nitrifikasi
B. Saran
Diperlukannya kesadaran masyarakat akan pentingnya berperan untuk membuang
limbah tidak langsung ke laut tetapi membuang ke tempat pengolahan air limbah. Kemudian
diharapkan kepada pemerintah memberikan subsidi/anggaran khusus buat IPAL kemudian
melakukan sosialasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pengolahan air limbah.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Latar Muh. TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR.


https://repository.uinjkt.ac.id

Cok Istri Putri Kusuma Kencanawati. 2016. Sistem Pengolahan Air Limbah.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/5099c1d958ba3deb
6270dea7d2bc8bf6.pdf

Sahlan, Abdul razak, Sistem Pengolahan Air LImbah Pada Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) : Studi Kasus PLTU Muara Karang. https://stt-pln.e-
journal.id/powerplant/article/download/800/530/

Bangun, Suci Fitriana. 2014. PENGOLAHAN KETIGA (TERTIARY


TREATMENT) https://id.scribd.com/doc/227564379/Makalah-Pengolahan-
Air-Limbah-Tertiary-Treatment
DAFTAR PUSTAKA

http://dinadinadino.blogspot.com/2012/07/makalah-pengolahan-air-limbah.html
http://ketutsumada.blogspot.com/2012/03/pengolahan-air-limbah-industri.html
________. 2010. Proses Pemurnian. Bandung : ITB.
http://www.kochmembrane.com/sep_uf.html
Neumann, Dr Stefan and Phil Fatula. 2009. Principles of Ion Exchange in
Wastewater Treatment. Asian Water.
www.google.com

Anda mungkin juga menyukai