Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Sampah

Sampah adalah semua buangan padat yang dihasilkan dari seluruh kegiatan manusia dan hewan yang
tidak berguna atau tidak diinginkan (Tchobanoglous, Theissen dan Eliassen, 1993). Sampah adalah
limbah padat yang terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus
dikelola supaya tidak membahayakan bagi lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Budi
Utomo dan Sulastoro,1999). Pengelolaan dan penanganan sampah kini menjadi masalah yang kian
mendesak di kota-kota, sebab apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan
terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan. Berdasarkan data (BPS Bandung, 2001), dari 384 kota
yang menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut ke
TPA adalah sebesar 4,2%, yang dibakar sebesar 37,6%, yang dibuang ke sungai 4,9% dan yang tidak
tertangani 53,3% (Bappenas, 2002). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah
penanganan sampah di TPA yang masih konvensional dan semakin pesatnya pertambahan penduduk
dan arus urbanisasi yang telah menyebabkan timbulan sampah pada perkotaan semakin tinggi. Besarnya
timbulan sampah tersebut jika tidak ditangani dengan tepat akan menyebabkan permasalahan baik
langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah
tersebut diperlukan pengelolaan dan penanganan terhadap sampah.

B. Sumber Sampah

Menurut Budi Utomo dan Sulastoro (1999). Sumber/asal sampah dapat dipilahkan menjadi 7 macam,
yaitu:

1. Daerah pemukiman/rumah tangga, umumnya merupakan sampah basah/organik.

2. Daerah komersial, meliputi sampah yang berasal dari pasar, pertokoan, restoran.

3. Daerah institusional, terdiri atas sampah yang berasal dari perkantoran, sekolah, tempat ibadah dan
lain-lain. Umumnya merupakan sampah kering.

4. Daerah terbuka, antara lain sampah yang berasal dari pembersihan jalan, trotoar, taman dan lain-lain.
Umumnya merupakan sampah organik dan debu.

5. Daerah industry, yaitu sampah yang berasal dari sisa-sisa kegiatan industri, sangat tergantung kepada
jenis industrinya.

6. Daerah pembangunan, pemugaran dan pembongkaran, semua bahan yang berasal dari kegiatan
tersebut, dapat berupa pecahan bata, kayu, besi, dan lain-lain.

7. Rumah sakit/poliklinik, sampah di lokasi ini dapat berasal dari sampah kantor, sampah bekas operasi,
pembalut, dan lain-lain.

C. Jenis-Jenis Sampah Menurut Gelbert dkk (1996), jenis-jenis sampah dapat digolongkan sebagai
berikut: 1. Sampah Organik Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan – bahan hayati
yang dapat didegradasi oleh mikroba. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami.
Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya
sampah dari dapur, sisa – sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung , sayuran,
kulit buah, daun dan ranting.
2. Sampah Anorganik Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan nonhayati,
baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sebagian besar
sampah anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara keseluruhan dan sebagian
lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga
misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng,

D. Komposisi Sampah

Faktor yang mempengaruhi produksi sampah: (Alhamda dan Sriani, 2015)

1. Jumlah penduduk dan kepadatannya Setiap pertambahan penduduk akan diikuti oleh kenaikan
jumlah sampah, demikian juga daerah perkotaan yang padat penduduknya memerlukan pengolahan
sampah yang baik.

2. Tingkat aktivitas Semakin banyak kegiatan atau aktivitas, maka akan berpengaruh pada jumlah
sampah. 3. Pola hidup atau tingkat ekonomi Banyak barang yang dikonsumsi manusia juga berpengaruh
pada jumlah sampah.

4. Letak geografi Daerah pegunungan, daerah pertanian akan menentukan jumlah-jumlah sampah.

5. Iklim Iklim tropis, sub tropis juga ikut berperan mempengaruhi jumlah sampah.

6. Musim Musim gugur, musim semi, musim buah-buahan juga mempengaruhi jumlah sampah.

7. Kemajuan teknologi Pembungkus plastik, daun, perkembangan kemasan makanan juga


mempengaruhi banyaknya jumlah sampah.

E. Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk menangani
sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan pengelolaan
sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport,
pengolahan dan pembuangan akhir (Kuncoro Sejati, 2009).

F. Penimbulan Sampah Sampah pada dasarnya tidak diproduksi, tetapi ditimbulkan.

Timbulan sampah yang dihasilkan untuk suatu kota sangat tergantung dari jumlah penduduk dan
aktivitas masyarakat yang ada di daerah tersebut. Untuk kotakota di Indonesia, timbulan sampah rata-
rata adalah 2,5-3,5 liter/orang/hari. Menurut SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan
Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, bila data pengamatan lapangan belum
tersedia, maka untuk menghitung besaran timbulan sampah dapat digunakan nilai timbulan sampah
sebagai berikut: 1. Satuan timbulan sampah kota besar = 2–2,5 liter/orang/hari, atau 0,4-0,5
kg/orang/hari. 2. Satuan timbulan sampah kota sedang atau kecil = 1,5–2 liter/orang/hari, atau 0,3 – 0,4
kg/orang/hari.

G. Penanganan di Tempat Adapun yang dimaksud dengan penanganan sampah di tempat atau pada
sumbernya adalah semua perlakuan terhadap sampah yang dilakukan sebelum sampah ditempatkan di
lokasi tempat pembuangan.

Suatu material yang sudah dibuang atau tidak dibutuhkan, sering sekali masih memiliki nilai ekonomis.
Penanganan sampah di tempat, dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanganan
sampah pada tahap-tahap selanjutnya dan mengurangi volume sampah yang akan dibuang ke TPA.
Peran serta masyarakat merupakan hal yang penting dalam pengelolaan sampah. Dalam program jangka
panjang setiap rumah tangga disarankan mengelola sendiri sampahnya melalui prinsip 4R. Adapun
prinsip 4R yang bisa diterapkan dalam keseharian yaitu sebagai berikut (Kuncoro Sejati, 2009) :

1. Reduce (mengurangi) Meminimalisasi barang atau material yang kita gunakan, seperti :

a. Membawa tas belanja sendiri untuk mengurangi sampah kantong plastic pembungkus barang
belanja. b. Membeli kemasan isi ulang daripada membeli kemasan baru setiap habis sekali pakai

c. Membeli susu, makanan kering, detergen dan lain-lain dalam paket yang besar daripada membeli
beberapa paket kecil untuk volume yang sama. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin
banyak sampah yang dihasilkan.

2. Reuse Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-
barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang
sebelum menjadi sampah.

3. Recycle (daur ulang) Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas
kegiatan pemilahan, pengumpulan pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk / material
bekas pakai.Tidak semua barang bisa didaur ulang. Material yang dapat didaur ulang antara lain adalah :
a. Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, krim kopi baik yang putih bening maupun yang berwarna
terutama gelas atau kaca yang tebal.

b. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas yang berlapis (minyak
atau palstik).

c. Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jerigen, ember dan lain-lain.

d. Sampah basah organik dapat diolah menjadi kompos.

4. Replace (mengganti) Mengganti barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang
lebih tahan lama dan ramah lingkungan. Misalnya mengganti kantong tas keresek dengan keranjang dan
mengurangi pemakaian styrofoam. Karena kedua bahan ini (tas keresek dan styrofoam) tidak bisa
terdegradasi secara alami.

H. Pengumpulan Cara pengumpulan atau pengambilan sampah dilakukan dengan 2 cara yaitu (Kuncoro
Sejati, 2009):

1. Langsung : kendaraan pengangkut mengambil sampah dan langsung di bawa ke tempat pengolahan.

2. Tidak langsung : sampah diangkut dari wadahnya dengan gerobak pengangkutan sampah atau
sejenisnya untuk terlebih dahulu dikumpulkan di TPS dan kemudian diambil oleh kendaraan pengangkut
dibawa ke TPA.. Faktor yang perlu diperhatikan adalah jarak antara tempat-tempat pengumpulan
sementara. I. Pengangkutan Pengangkutan sampah adalah proses pemindahan dari suatu tempat atau
berbagai tempat ke suatu lokasi pengumpulan sampah tersebut. Jenis peralatan pengangkutan adalah
truk biasa, dump truk, arm roll truk, multi loader truk (Kuncoro Sejati, 2009).

J. Pengolahan Berbagai alternatif yang tersedia dalam proses pengolahan sampah diantaranya adalah
(Kuncoro Sejati, 2009) :
1. Transformasi fisik, meliputi pemisahan sampah dan pemadatan yang bertujuan untuk mempermudah
penyimpanan dan pengangkutan.

2. Pembakaran (incinerate), merupakan teknik pengolahan sampah yang dapat mengubah sampah
menjadi abu, sehingga volumenya dapat berkurang hingga 90-95%. Meski merupakan teknik yang
efektif, tetapi bukan merupakan teknik yang dianjurkan. Hal ini disebabkan karena memerlukan biaya
yang sangat besar untuk membangun tempat pembakaran sampah tersebut. Selain itu juga diperlukan
tempat yang jauh dari segala kegiatan untuk menghindari asap, bau dan kemungkinan terjadinya
kebakaran. Di samping itu teknik baru ini akan berfungsi dengan baik bila kualitas sampah yang diolah
memenuhi syarattertentu, seperti tidak terlalu banyak mengandung sampah basah dan mempunyai niali
kalor yang cukup tinggi. Di Indonesia proses ini sulit diterapkan mengingat persentase sampah adalah
sampah organik atau sampah basah dengan kandungan air yang tinggi sehingga diperlukan proses
pengeringan terlebih dahulu untuk kemudian bisa dibakar

3. Pembuatan kompos (composting), yaitu mengubah sampah melalui proses mikrobiologi menjadi
produk lain yang dapat dipergunakan. Hasil dari proses ini adalah kompos dan biogas. Cara
pengomposan merupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai
ekonomi. Pengomposan merupakan pengolahan sampah dengan cara penguraian dan pemantapan
bahan-bahan organik secara biologis dalam suhu tinggi dengan hasil akhir berupa bahan yang cukup
bagus untuk diaplikasikan ke tanah. Teknologi pengomposan sampah beragam, baik secara aerob
maupun anaerob, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang biasanya digunakan
adalah cacing dan mikroorganisme dekomposer. Pengomposan secara aerob paling banyak digunakan,
karena murah dan mudah dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang sulit. Dekomposisi
bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sementara
pengomposan secara anaerob memanfaatkan mikroorganisme anaerob dalam mendegradasi bahan
organik.

4. Energy recovery, yaitu transformasi sampah menjadi energi, baik energi panas maupun energi listrik.
Metode ini telah banyak dikembangkan di negara maju.

K. Pembuangan Akhir Pembuangan akhir sampah harus memenuhi syarat kesehatan dan kelestarian
lingkungan. Mengingat pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan bersifat terpusat. Metode
yang saat ini banyak digunakan di TPA adalah metode open dumping, yaitu sampah yang ada hanya
ditempatkan begitu saja tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi
sampah organik sehingga kapasitas TPA tidak lagi terpenuhi. Metode ini bersifat murah, sederhana,
tetapi menimbulkan risiko seperti terjangkitnya penyakit menular, timbulnya pencemaran, bau dan
kotor. Adapun metode yang direkomendasikan adalah sanitary landfill, yaitu pada lokasi TPA dilakukan
kegiatan tertentu untuk mengolah timbunan sampah. Metode ini hampir sama dengan dengan
penumpukan, tapi cekungan yang telah terisi sampah kemudian ditutupi dengan tanah (Budi Utomo dan
Sulastoro, 1999). L. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Menurut Budi Utomo dan Sulastoro (1999),
pemilihan lokasi TPA harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain : 1. Kebutuhan lokasi a. Luas.
b. Volume tampungan, dipengaruhi oleh jumlah penduduk, jenis penghasil timbulan, tingkat pemadatan.
2. Pertimbangan hidrologi dan klimatologi a. Curah hujan. b. Karakteristik aliran air. c. Evaporasi/
penguapan. d. Gerakan air tanah. e. Karakteristik angin. 3. Pertimbangan geologi a. Bentang alam. b.
Jenis tanah dan batuan, mempengaruhi pemanfaatan sebagai tanah penutup. 4. Pertimbangan
lingkungan Suatu TPA berdampak terhadap lingkungan sekitar, baik dampak positif maupun dampak
negatif. Yang harus diupayakan adalah mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif.
Untuk keperluan perlindungan lingkungan, maka TPA dengan volume tampungan tertentu wajib
dilengkapi dengan studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Wajib AMDAL harus dilakukan
untuk penyesuaian terhadap luas kawasan TPA dengan daya tampung TPA dan perubahan paradigma
dari tempat pembuangan/penampungan akhir menjadi tempat pengolahan akhir. Pengelolaan sampah
di mana konsep 3R menjadi bagian dri kegiatan AMDAL TPA. Untuk incinerator biasanya untuk kapasitas
yang kecil (

Anda mungkin juga menyukai