Anda di halaman 1dari 21

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

PENGERTIAN DAN SIFAT FISIK DAN KIMIA KULIT

Oleh
Kelas :D
Kelompok :2

Ahmad Pahlawan TK 200110170036


Rinto 200110170039
Delya Lusiana 200110170068
Amri Yavie Kharazi 200110170092
Devia A Lestari 200110170141
Dedek Andiana Koto 200110170162
Defika Firdiyani 200110170206
Ricky Andriadi Sembiring 200110170218
Shafira Ifti H 200110170276
Fadel Panwari 200110170286

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga

penyusun dapat menyelesaikan makalah Teknologi Hasil Ternak yang berjudul

“Pengertian dan Sifat Fisik dan Kimia Kulit” ini dengan selesai. Tanpa

pertolongan-Nya tentunya penyusun tidak akan sanggup untuk menyelesaikan

makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan

syafa’atnya di akhirat nanti.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya

kepada orang tua penyusun yang selalu memberikan doa beserta dukungannya dan

kepada Dr. Ir. Lilis Suryaningsih, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah

Teknologi Hasil Ternak, serta kepada semua pihak yang membantu menyelesaikan

makalah ini sehingga tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak yang terlibat, makalah

ini tidak akan selesai pada waktu yang sudah ditentukan.

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata

sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.

Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah

ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Akhir

kata, kami berharap makalah ini bermanfaat untuk pembaca.

Sumedang, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................. ii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................ iii

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................... 2
II KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Gambaran Umum Kulit ............................................................. 3


2.2 Kekuatan Tarik dan Kemuluran Kulit ....................................... 4
2.3 Suhu Kerut Kulit ...................................................................... 5

III PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Kulit ........................................................................ 6


3.2 Sifat Fisik dan Kimia Kulit ........................................................ 7

IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ............................................................................... 14


4.2 Saran .......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 15

LAMPIRAN .................................................................................. 16

ii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Pembagian Tugas ........................................................................

iii
I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan hasil samping ternak yang masih memiliki banyak

kandungan gizi di antaranya protein, lemak, dan mineral yang bermanfaat bagi

tubuh manusia, akan tetapi kebanyakan kulit digunakan sebagai bahan

penyamakan dan sedikit yang menggunakannya sebagai bahan pangan. Kulit

sebagai bahan pangan dapat diolah menjadi gelatin yang sangat bermanfaat bagi

industri.

Dalam proses penyamakan kulit, dibutuhkan berbagai macam zat kimia

yang sering disebut sebagai zat penyamak (tanning agent) yang berfungsi untuk

mengubah kulit mentah menjadi kulit yang tersamak. Zat penyamak berperan

dalam menstabilkan struktur kulit dengan cara membentuk ikatan transversal di

antara serat-seratnya. Dengan cara tersebut, kulit diproses menjadi material

yang memiliki ketahanan terhadap degradasi fisik dan kimia. Proses


penyamakan yang menyeluruh akan menghasilkan produk kulit yang

mempunyai karakteristik resistensi, kelunakan, kehalusan, dan wama yang

sesuai dengan permintaan pasar.

Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan pengetahuan tentang sifat

fisik dan kimia kulit ternak agar dapat menentukan teknologi pengolahan kulit

yang baik.

1.2 Identifikasi Masalah

(1) Apa pengertian teknologi kulit.

(2) Bagaimana sifat fisik dan kimia dari kulit.

1
2

1.3 Maksud dan Tujuan

(1) Mengetahui pengertian dari teknologi kulit.

(2) Mengetahui sifat fisik dan kimia dari kulit.


II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Gambaran Umum Kulit

Kulit hewan merupakan bahan mentah kulit samak, yang berupa tenunan

dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel hidup serta hasil-hasilnya. Ditinjau

secara histologi kulit hewan mamalia mempunyai struktur yang bersamaan, yang

terdiri dari 3 lapis yang jelas dalam struktur maupun asalnya(Soeparno,2001).


Secara histologis kulit mentah atau kulit segar terdiri dari tiga bagian yaitu
epidermis, korium dan sub kutis. Susunan kimia kulit segar terdiri dari air 64%,

protein 33%, lemak 2%, mineral 0,5% dan substansi 0,5% (Kanagy, 1977).

Komposisi kimia kulit berbeda-beda tergantung dari jenis bangsa, umur dan

jenis kelamin. Kulit terdiri dari air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin

dan enzim. Komposisi kimia kulit segar terdiri dari 64% air,33% protein, 2%

lemak,0,2% mineral dan 0,8% substansi lain. Dari 33% protein yang terkandung
didalam kulit terdiri dari 29% kalogen,0,3% elastin, 0,2% keratin, 1% globulin dan

albumin,0,75 mucin dan mukoid (Soeparno,2001).

Air dalam kulit mentah dan kulit samak dibagi menjadi 3 golongan yaitu air

bebas,air berasosiasi dan air terikat. Air bebas mudah menguap pada proses

pengeringan kulit. Air berasosiasi adalah air yang bergabung dengan zat-zat kulit

pada proses pengeringan kulit agas sukar menguap. Air terikat yaitu air yang terikat

pada protein, pada proses pengeringan sangat sukar menguap (Soeparno, 2001).

Protein pada kulit digolongkan menjadi dua yaitu protein fibrous dan protein

globular. Keduanya ini selalu terdapat dalam kulit mentah. Protein mempunyai

3
4

pengaruh besar pada kulit adalah kolagen. Kulit mentah sangat sedikit mengandung

protein glubolar. Albumin tidak larut dalam air dan larutan garam, sedangkan

glubolin larut dalam larutan garam tetapi tidak larut dalam larutan air. Albumin dan

globulin akan menjendal (presipitasi) bila dipanaskan (Anonimus, 1985).

Kelenjar lemak berfungsi untuk meminyaki atau melumasi sel-sel rambut dan

lapisan korneum pada epidermis. Banyak sedikitnya lemak yang terkandung di

dalam kulit mempengaruhi sifat-sifat fisik kulit diantaranya kekuatan tarik,

kemuluran, kuat tekuk dan ketahanan bengkuk serta mampengaruhi kekakuan dan

kelemasan kulit (De beukelar, 1978).


Karbohidrat dalam kulit berfungsi sebagai pelumas dan pelindung jaringan

mukoid berperan dalam pembentukan jaringan elastis dan berfungsi untuk

melumasi serabut elastis (Soeparno , 2001). Mineral yang penting dari kulit mentah

yaitu, Na, Ca, K, Mg, dan P. Ca berfungdi untuk rekatan sel-sel jaringan (Kanagy,

1977).

Sifat-sifat fisik kulit ialah ketahanan kulit terhadap pengaruh-pengaruh luar

antara lain pengaruh mekanik, kelembaban dan suhu luar. Kekerasan kulit dan
kekuatannya dipengaruhi oleh kadar air, protein fibrus, protein globuler dan lemak

yang ada dalam kulit.

2.2 Kekuatan Tarik dan Kemuluran

Kekuatan tarik kulit adalah daya kulit untuk menahan sejumlah beban

persatuan luas penampang kulit sampai batas retak dan putus. Kuat tarik kulit

adalah besarnya gaya maksimum yang diperlukan untuk menarik kulit sampai putus

dan dinyatakan dalam kg/cm2 dan Newton/cm2 (Anonimus, 1985).

Kekuatan tarik kulit dipengaruhi oleh kadar air, lemak, protein fibrous,

protein globular dan struktur jaringan (Nayudamma, 1975). Menurut Kanagy


5

(1977), sudut jalinan dan kadar lemak berpengaruh negatif terhadap kekuatan tarik

kulit, makin besar sudut jalinan dan kadar lemak kekuatan tarik akan turun. Protein

fibrous dan tebal korium yang tinggi akan menghasilkan kuat tarik yang tinggi.

Persentase kemuluran adalah persentase pertambahan panjang sampai kulit yang

ditarik hingga putus. Perhitungan besarnya kekuatan tarik dan kemuluran

didasarkan pada luas penampang contoh kulit, pertambahan panjang selama ditarik

dan beban yang dibutuhkan untuk menarik contoh kulit sampai putus

(Djojowidagdo, 1981). Persen kemuluran adalah berapa pertambahan panjang

contoh kulit yang ditarik hingga putus dinyatakan dalam persen. Perhitungan berapa
besarnya kekuatan tarik dan persen kemuluran didasarkan atas macam species, luas

penampang contoh kulit (cm2). Bertambahnya panjang dan beban yang dibutuhkan

sampai contoh kulit putus (Nayudamma , 1978 ).

2.3 Suhu Kerut

Suhu Kerut ialah suhu tertentu yang mengakibatkan contoh kulit mengalami

pengerutan. Peningkatan dan penurunan suhu kerut tergantung dari kadar air,

protein, elektrolit dan nonelektrolit, derajat keasaman selama penguluran


(Nayudama,1978). Banyaknya kadar air dalam molekul kolagen juga

mempengaruhi tinggi rendahnya suhu kerut, kandungan air yang tinggi

menyebabkan suhu keruh rendah, sebaliknya kandungan air rendah menyebabkan

suhu kerut tinggi (Soeparno, 2001).

Faktor-faktor yang menentukan sifat fisik kulit yaitu komposisi kimia dan

struktur jaringan kulit. Degradasi serabut-serabut kolagen akan menyebabkan mutu

kulit rendah dan kekuatan kulit juga rendah. Kekuatan kulit ditentukan oleh ukuran

serabut, banyaknya berkas serabut dan susunan berkas serabut kolagen, pada hewan

muda berkas serabut kolagen masih longgar, sehingga kekuatan kulit rendah dan
6

persentase kemulurannya tinggi. Semakin bertambah umur ternak maka susunan

kolagennya semakin stabil, sehingga suhu kerut kulitnya semakin tinggi (Kanagy,

1977).

Kerut maksimal dinyatakan sebagai pengerutan kulit yang disebabkan oleh

pemanasan dengan air mendidih selama 15 menit yang dinyatakan dalam persentase

(Nayudamma, 1978). Kandungan air dalam protein kolagen akan mempengaruhi

pengerutan kulit. Pada kulit perkamen nilai pengerutan lebih kecil dari kulit kering.

Hal ini disebabkan karena pada kulit perkamen serabutnya sudah banyak yang putus

dan kadar protein kulit perkamen lebih rendah dari kulit kering. Terputusnya
serabut akan mempengaruhi kekuatan kulit yaitu persentase kerut maksimal

(Nayudamma, 1978).
III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Kulit

Menurut Purnomo (1985), komoditas kulit digolongkan menjadi kulit

mentah dan kulit samak. Menurut Judoamidjojo (1974), kulit mentah adalah bahan

baku kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami

proses- proses pengawetan atau siap samak.


Menurut Purnomo (1985), kulit mentah dalam dunia perkulitan dibedakan

atas dua kelompok yaitu kulit dari hewan besar (hides) seperti sapi, kerbau, steer,

dan kuda, serta kelompok kulit yang berasal dari hewan kecil (skins) seperti

kambing, domba, calf, dan kelinci termasuk didalamnya kulit hewan besar yang

belum dewasa seperti kulit anak sapi dan kuda.

3.2 Sifat Fisik dan Kimia Kulit


3.2.1 Sifat Fisik

Faktor – faktor yang menentukan sifat fisik kulit yaitu komposisi kimia dan

struktur jaringan kulit. Degradasi serabut – serabut kolagen akan menyebabkan

mutu kulit rendah dan kekuatan kulit juga rendah. Kekuatan kulit ditentukan oleh

ukuran serabut, banyaknya bekas serabut dan susunan berkas serabut kolagen, pada

hewan muda berkas serabut kolagen masih longgar, sehingga kekuatan kulit rendah

dan persentase kemulurannya tinggi. Semakin bertambah umur ternak maka

susunan kolagennya semakin stabil, sehingga suhu kerut kulitnya semakin tinggi

(Kanagy, 1977).

7
1) Kekuatan Fisik

Sifat – sifat fisik kulit ialah ketahanan kulit terhadap pengaruh – pengaruh

luar antara lain pengaruh mekanik, kelembaban, dan suhu luar. Kekerasan kulit dan

kekuatannya dipengaruhi oleh kadar air, protein fibrus, protein globuler, dan lemak

yang ada dalam kulit.

a. Kekuatan kulit

Kekuatan tarik adalah besarnya beban yang dibutuhkan untuk menarik

contoh kulit berukuran panjang 5 cm, lebar 1 cm serta kecepatan penarikan 25 m

per menit hingga contoh kulit tersebut putus. Bentuk anyaman, kepadatan serabut
kolagen, keutuhan serabut kolagen dan sudut anyaman ikut menentukan besarnya

kekuatan tarik dan kemuluran (Soeparno dkk, 2001).

Kekuatan tarik kulit adalah daya kulit untuk menahan sejumlah beban

persatuan luas penampang kulit sampai batas retak dan putus. Kuat tarik kulit

adalah besarnya gaya maksimum yang diperlukan untuk menarik kulit sampai putus

yangdiinyatakan dalam kg/cm2 dan newton/cm2.

Kekuatan tarik kulit dipengaruhi oleh kadar air, lemak, protein fibrous,
protein globular, dan struktur jaringan (Nayudamma, 1975). Menurut Kanagy

(1977), bahwa sudut jalinan dan kadar lemak berpengaruh negatif terhadap

kekuatan tarik kulit. Makin besar sudut jalinan dan kadar lemak, maka kekuatan

tarik akan turun. Protein fibrous dan tebal korium yang tinggi akan menghasilkan

kuat tarik yang tinggi.

b. Kemuluran kulit

Persentase kemuluran adalah persentase pertambahan panjang sampai kulit

yang ditarik hingga putus. Perhitungan besarnya kekuatan tarik dan kemuluran

dudasarkan pada luas penampang contoh kulit, pertambahan panjang selama ditarik

8
dan beban yang dibutuhkan untuk menarik contoh kulit sampai putus

(Djojowidagdo, 1981).

Persen kemuluran adalah berapa pertambahan panjang contoh kulit yang

ditarik hingga putus dinyatakan dalam persen. Perhitungan berapa besarnya

kekuatan tarik dan persen kemuluran didasarkan atas macam spesies, luas

penampang contoh kulit (cm2). Bertambahnya panjang dan beban yang dibutuhkan

sampai contoh kulit putus (Nayudamma, 1978).

Susut kerut ialah suhu tertentu yang mengakibatkan contoh kulit

mengalami pengerutan. Peningkatan dan penurunan suhu kerut tergantung dari


kadar air, protein, elektrolit dan non elektrolit, derajad keasaman selama penguluran

(Nayudamma, 1978). Banyaknya kadar air dalam molekul kolagen juga

mempengaruhi tinggi rendahnya suhu kerut, kandungan air yang tinggi

menyebabkan suhu kerut rendah, sebaliknya kandungan air rendah menyebabkan

suhu kerut tinggi (Soeparno, dkk 2001).

2) Topografis Kulit
Menurut Judoamidjojo (1974), secara topografis kulit dibagi menjadi :

a. Daerah krupon, merupakan daerah terpenting, meliputi kira-kira 55% dari

seluruh kulit, memiliki jaringan kuat dan rapat, serta merata dan padat.

b. Daerah leher dan kepala, meliputi kira-kira 23% dari seluruh kulit. Relatif

lebih tebal dari daerah krupon, dan jaringannya longgar serta kuat sekali.

c. Daerah perut, paha, dan ekor, meliputi kira-kira 22% dari seluruh luas kulit.

Bagian ini paling tipis dan longgar.

2) Histologis Kulit

9
Menurut Purnomo (1985) dan Judoamidjojo (1981), secara histologis kulit

pada umumnya dibagi menjadi tiga lapisan, dari luar ke dalam yaitu epidermis,

dermis (corium), dan subcutis.

Epidermis. Mann (1980) menyatakan bahwa epidermis adalah lapisan luar

kulit. Strukturnya seluler dan terdiri dari lapisan sel-sel ephitel yang berkembang

dengan sendirinya. Sel-sel terdalam dari epidermis selalu dalam proses berkembang

membentuk sel-sel baru.

Menurut Bienkiewicz (1983), stratum basale terdiri dari lapisan sel-sel

berbentuk silindris (keratinosit) yang terbentang pada papilla dermis, yang


dihubungkan oleh membran basal. Lapisan ini disebut juga stratum germinativum.

Stratum spinosum, stratum mucosum terdiri dari beberapa lapisan dari sel-sel

polyhedral, yang memiliki inti dan sitoplasma yang lebih terang. Stratum

granulosum terdiri dari satu hingga tiga lapisan sel-sel berbentuk kumparan.

Stratum lucidum terdiri dari 2-3 lapisan sel-sel datar, yang terisi oleh eleidine. Pada

pewarnaan dengan eosin, stratum ini akan berwarna merah terang. Menururt

Bienkiewicz (1983), ketebalan epidermis pada kulit hewan berbulu lebat sekitar 1%
dari total ketebalan kulit, sedangkan pada kulit hewan yang jarang bulunya (babi),

ketebalannya sekitar 5%.

Menurut Fahidin dan Muslich (1999), pada penyamakan kulit biasanya

lapisan epidermis harus dibuang sampai bersih. Hanya penyamakan fur (berikut

bulunya) yang tidak dibuang lapisan epidermisnya.

Dermis (Corium). Menurut Mann (1980), dermis adalah bagian pokok

tenunan kulit yang akan diubah menjadi kulit samak. Dermis terutama terdiri dari

jaringan penghubung dan mengandung sel-sel pigmen, pembuluh darah, dan syaraf.

Dermis (corium) terdiri dari lapisan thermostat atau rajah dan lapisan retikula atau

10
corium asli, papiller, disebut juga termostatik (stratum papilare seutermostaticum)

dan reticular (stratum reticularis).

Nama lapisan papiller berasal dari papillae yang menutupi dermis dan

menembus ke epidermis. Nama lapisan retikula berasal dari jaringan-jaringan

pembuluh yang dibentuk di dalamnya. Lapisan retikula pada kulit hewan besar

meliputi kira-kira 75-80% sedang pada kulit hewan kecil 45-50% dari seluruh tebal

kulit. Menurut Mann (1980), dermis sebagian besar tersusun dari tenunan-tenunan

pengikat yang terdiri dari kolagen, elastin dan retikula.

Hypodermis. Menurut Fahidin dan Muslich (1999), hypodermis, atau


tenunan subcutis adalah tenunan pengikat longgar yang menghubungkan corium

dengan bagian-bagian lain dari tubuh. Hypodermis sebagian besar terdiri dari serat-

serat kolagen dan elastin dan mengandung sel-sel lemak. Judoamidjojo (1981)

menambahkan bahwa kandungan lemak domba Merino dapat mencapai 20% dari

bobot kulitnya, sedangkan pada sapi hanya 0,75%. Bila kadar lemaknya tinggi

maka kulit dapat lebih berlemak setelah disamak sehingga tidak disukai. Menurut

Mann (1980), pada proses penyamakan kulit, lapisan ini dibuang secara mekanik
dalam proses fleshing.

3.2.2 Sifat Kimia

Komposisi kimia kulit berbeda-beda tergantung dari jenis bangsa, umur ,

dan jenis kelamin. Kulit terdiri atas air, protein, lemak, garam, mineral, dan zat-zat

lain (Fahidin ,1997). Komposisi kimia kulit terdiri atas air 64%, protein 33%, lemak

2%, garam mineral 0,5%, dan zat-zat lainnya 0,5%. Dari 33 % protein yang

terkandung di dalam kulit terdiri dari 29% kolagen, 0,3% elastin, 2% keratin, 1 %

albumin dan globulin, dan 0,7 % mucin dan mucoid (Soeparno, 2001).

Tabel 2. Komposisi Substansi Kimia Kulit Mentah Segar

11
Komponen Persentase (%)

Air 64,0

Protein 33,0

Protein Fibrous - Elastin 0,3

- Kolagen 29,0

- Keratin 2,0

Protein Globular - Albumin, Globulin 1,0

- Mucin, Mucoid 0,7

Lemak 2,0

Garam Mineral 0,5

Zat Lain-Lain 0,5

Sumber : Sharephouse (1978).

Terlihat dalam tabel bahwa kandungan protein pada kulit memiliki

persentase yang tinggi, maka perlu segera dilakukan proses pengawetan dan
penyamakan agar kulit dapat tahan lama. Menurut Purnomo (1985) kulit mentah

terdiri dari beberapa komposisi kimia yang menyusunnya yaitu ± 65%, lemak ±

1,8%, bahan mineral ± 0,2%, dan protein ±33%. Fahidin dan Muslich (1999)

menyatakan bahwa protein kulit dibagi lagi menjadi dua golongan, yaitu protein

berbentuk (fibrous protein), terdiri dari kolagen, keratin dan elastin, dan protein tak

berbentuk (globular protein), terdiri dari albumin dan globulin.

Pada umumnya kulit segar setelah dikeringkan kadar airnya akan turun

menjadi 1 – 15 %, sehingga perbandingan antara kulit segar dan kulit kering

menjadi 220 – 250 berbanding 100. Perbandingan tersebut umumnya digunakan

12
sebagai patokan didalam proses perendaman yaitu pengembalian kulit kering

menjadi segar.

Protein kulit kira–kira merupakan 80% dari total berat kering kulit.

Macamnya banyak dan komposisinya sangat kompleks. Protein kulit dapat dibagi

dalam 2 golongan yaitu :

a. Protein yang berbentuk diantaranya yang terpenting adalah kolagen. Juga elastin

dan keratin.

b. Protein yang tidak berbentuk, diantaranya adalah globulin dan albumin.

Menurut Purnomo (1985), kandungan air dari tiap bagian kulit tidaklah

sama, bagaian yang paling sedikit mengandung air adalah krupon (bagian

punggung), selanjutnya berturut-turut adalah bagian leher dan bagian perut. Kadar

air berbanding terbalik terhadap kadar lemak. Jika kadar lemaknya tinggi maka

kadar airnya rendah.

13
IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Teknologi pengolahan kulit merupakan suatu pengetahuan mengenai

bagaimana caranya mempertahankan kualitas kulit dalam waktu yang lebih

lama

2. Sifat fisik kulit terdiri dari kekuatan dan kemuluran kulit sedangkan sifat

kimia meliputi kadar air, protein, lemak, garam, mineral, dan zat-zat lain.

4.2 Saran

Saran yang diharapkan pada makalah ini adalah semoga kedepannya dapat

menambah materi yang akan disam[aikan ahar wawasan mengenai teknologi kulit

lebih luas lagi

14
DAFTAR PUSTAKA

Bienkiewicz, K. 1983. Physical Chemistry of Leather Making. Robert E. Krieger


Publishing Company. Florida.
De beukelar,F.L.1978. Preservation of Hides and Skins. In the chemistry and
Technologi of leathe. O , Flaherty, W.T. Roddy and R.M. Lollar. Robert E.
Krieger publ co. Huntington, New york.

Djojowidagdo, S. B. Wikantandi dan Suparno. 1988. Pengaruh beberapa cara


pengawetan kulit mentah terhadap kekuatan tarik dan kemuluran kulit
samak jadi. Laporan penelitian Lembaga penelitian UGM, Yogyakarta.

Fahidin.1977. Pengolahan Hasil Ternak Unit Pengolahan Kulit. Sekolah


Pembangunan (SNAKMA). Badan Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan
Pertanian. Departemen Pertanian.
Fahidin dan Muslich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Judoamidjojo, M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi
Hasil Pertanian. FATEMETA. Institut Pertanian Bogor.
Judoamidjojo, M. 1981. Teknik Penyamakan Kulit untuk Pedesaan.
Penerbit Angkasa. Bandung.
Kanagy, J. H. 1977. Physical and Performance Properties of Leather. Capt 64 Vol
IV. Pada: The Chemistry and Technology of Leather. F O’flaherty. W.
Roddy and R. M. Lollar eds Robert E.Kregen Publishing Co, Houtington,
New York

Mann, I. 1980. Rural Tanning Techniques. Food and Agriculture Organization of


The United Nations. Rome.
Nayudamma, J. 1978. Shrinkage Phenomena. Kregen Publishing Co, Houtington,
New York

Purnomo, E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi


Teknologi Kulit. Departemen Perindustrian. Yogyakarta.

15
Soeparno, Indratiningsih, Suharjono Triatmojo, Rihastuti. 2001. Dasar teknologi
Hasil Ternak. Jurusan Tekhnologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

16
LAMPIRAN

No. Nama NPM Tugas

1 Ahmad Pahlawan KT 200110170036 Penutup

2 Rinto 200110170039 Pendahuluan

3 Delya Lusiana 200110170068 Cover + Daftar Isi+

Kata Pengantar

4 Amri Yavie Kharazi 200110170092 Editor

5 Devia A Lestari 200110170141 Penutup

6 Dedek Andiana Koto 200110170162 pembahasan

7 Defika Firdiyani 200110170206 Tinjauan Pustaka

8 Ricky Andriadi 200110170218 Tinjauna Pustaka

Sembiring

9 Shafira Ifti H 200110170276 PPT

10 Fadel Panwari 200110170286 Pembahasan

17

Anda mungkin juga menyukai