Anda di halaman 1dari 2

PELONGGARAN PSSB, UNTUK KEPENTINGAN SIAPA ?

Oleh :

Delya Lusiana

Mahasiswa Fakultas Peternakan UNPAD

Pemerintah telah memilih pembatasan sosial bersekala besar (PSBB) sebagi langkah

untuk membendung penyebaran virus covid-19. Pilihan itu diperkuat dengan penerbitan praturan

pemerintah Nomor 21 tahun 2020. Namun seletah dilakukan evaluasi, pemerintah bersiap
melakukan modifikasi terhadap PSBB yaiu adanya pelonggaran-pelonggaran terhadap PSBB.

Hal ini dipacu oleh masyarkat yang merasa terlalu dikekang akan stres yang menyebabkan

sistem kekebalan tubuh menurun, banyak keluhan masyarakat yang sulit mencari nafkah dan

berbelanjahal tersebut disampaikan oleh Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik

Hukum dan Keamanan.

Namun pernyataan tersebut mendapat banyak pro dan kontra seperti dibantah oleh

beberapa tokoh salah satunya yaitu, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim yang

mempertanyakan alasan Mahfud MD melakukan relaksasi dengan pernyataan PSBB membuat

masyarakat sulit berbelanja hanya dibuat-buat. Padahal pada realitanya tempat penyediaan

kebutuhan dasar atau pokok seperti pasar tradisional tetap buka saat PSBB. Rencana relaksasi

atau pelonggaran PSBB ini hanya untuk melonggarkan sejumlah pebisnis saja dan bukan seperti

apa yang dilontarkan oleh Mahfud MD. Mereka sejumlah para pebisnis hampir bangkrut,

sehingga mendesak pemerintah untuk melonggarkan kebijakan PSBB.

Hal ini dibuktikan juga bahwa pemerintah justru telah melanggar asas keadilan dalam

undang-undang kekarantinaan kesehatan. Dalam UU karantina kesehatan disebutkan bahwa

keselamatan masyarakat adalah hal yang paling utama. Namun dengan adanya pelonggaran

PSBB ini justru akan lebih banyak memakan korban. Seharusnya baik dalam keadaan lockdown

ataupun karantina wilayah atau PSBB pemerintah wajib menanggung untuk memenuhi

kebutuhan rakyatnya. Sehingga tidak ada masyarakat yang merasa kesulitan ekonomi saat PSBB.
Hal ini agar masyarakat patuh pada peraturan saat pandemi seperti ini dan agar covid-19 segera

berakhir. Namun sangat di sayangkan dengan sistem pemerintahan seperti ini ala kapitalis

tidaklah seperti yang diharapkan. Tentunya sistem kapitalis akan mencari solusi yang seminim

mungkin mengeluarkan uang untuk rakyatnya. Apalagi kondisi keuangan negara sedang

bermasalah dikarenakan hutang menumpuk dan banyak terjadinya korupsi.

Namun hal ini sangat berbeda jauh dengan islam yang pernah dicontohkan kekhalifahan

Umar bin Khathab ra. Ketika ada kasus wabah menular, maka negara akan melakukan karantina

wilayah tempat wabah tersebut berada. Dengan sistem penjagaan yang sangat ketat, agar tidak
ada warga yang bebas keluar masuk wilayah tersebut. Hal ini menunjukan bahwa keamanan

adalah kebutuhan warga yang di jamin oleh negara, baik negara ketika dalam kondisi aman

araupun saat terkena bencana atau pandemi seperti ini

Masih mencontohkan sistem pemerintahan islam. Saat ada wabah negara wajib menjamin

kebutuhan tiap individu yang terdampak. Mengenai dana untuk menjamin kebutuhan warga

negara diambil dari uang kas negara. Sumber uang kas negara ini diperoleh dari pengelolaan

sumber daya alam seperti hutan, tambang, dan perairan. Hanya saja, penerapan sistem

perekonomian di negeri ini yang kapitalistik yang meneybabkan negara kesulitan untuk

memastikan jaminan bagi rakyat. Negara tidak memiliki otoritas penuh atas sumber daya alam

karena telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan swasta dan asing. Karenanya perlu

dipertimbangka kembali untuk menentukan model sistem ekonomi dan sistem hidup yang

mampu menjamin kesejahteraan rakyat. Pilihannya hanya jatuh pada sistem islam yaitu khilafah.

Anda mungkin juga menyukai