Anda di halaman 1dari 29

PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN EKSTRAK KULIT NANAS DALAM

PROSES BATING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEMULURAN


KULIT KAMBING BAGIAN PUNGGUNG YANG DISAMAK KROM

Oleh

SHAUPA IRDAWATI
B1D016258

Proposal Diajukan untuk Menyusun Skripsi

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2020

i
USULAN PENELITIAN

PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN EKSTRAK KULIT NANAS DALAM


PROSES BATING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEMULURAN
KULIT KAMBING BAGIAN PUNGGUNG YANG DISAMAK KROM

Oleh

Shaupa Irdawati
B1DO16258

Menyetujui :

Ir. Bulkaini, MP Dr. Wahid Yulianto, S.Pt., M.Food.Sc


NIP. 196212311987031022 NIP. 19790708 200312 1001
Pembimbing I Pembimbing II
Tanggal :
Tanggal :

Mengesahkan

Fakultas peternakan universitas mataram


Program studi peternakan
Ketua,

Dr. Ir. I Wayan Wariata, M.Si


NIP. 19611231 198703 1016

KATA PENGANTAR

ii
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan proposal
penelitian ini tepat pada waktu yang direncanakan. Penulis berharap kegiatan
penelitian ini nantinya dapat menambah penguasaan ilmu dan teknologi peternakan
khususnya tentang penyamakan kulit kambing.
Melalui kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak, terutama dosen pembimbing baik secara moral maupun bimbingan yang
bermanfaat dan sekaligus meminta doa agar kegiatan penelitian yang akan
dilaksanakan dapat berjalan lancar dan berhasil.
Penulis menyadari adanya banyak kekurangan dalam penyusunan proposal
penelitian ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, semoga
proposal ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca.

Mataram, Mei 2020

Penulis

DAFTAR ISI

iii
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
Latar Belakang..................................................................................... 3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian......................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 4
Histologi Kulit...................................................................................... 4
Kulit Kambing...................................................................................... 6
Penyamaka n......................................................................................... 7
Kekuatan Tarik dan Kemuluran Kulit................................................... 10
BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN..................................... 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20
LAMPIRAN.................................................................................................... 23

DAFTAR GAMBAR

iv
Gambar 1. Potongan melintang kulit segar………………………………… 4

Gambar 2. Sampel kulit……………………………………………………. 14

Gamar 3. Skema bagian-bagian kulit………………………………………. 18

Gambar 4. Alat uji kekuatan tarik ………………………………………… 19

DAFTAR TABEL

v
Tabel 1. Bahan-bahan Penelelitian………………………………………… 11

Tabel 2. Alat-alat penelitian……………………………………………….. 12

vi
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kambing merupakan salah satu jenis ternak kecil di Indonesia, yang
mempunyai peran penting bagi manusia. Kambing dapat dimanfaatkan oleh
manusia melalui konsumsi daging yang mempunyai protein tinggi dan kulitnya
dapat dijadikan bahan baku dalam industri kulit. Daging kambing umumnya
digunakan untuk berbagai acara dan pemanfaatan kulit ini masih sangat kurang. 
Kulit merpakan hasil sampingan dari pemotongan ternak yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Pada umumnya kulit dimanfaatkan sebagai
bahan pembuat sepatu, jaket, dompet, ikat pinggang serta masih ada beberapa
produk-produk lain yang memanfaatkan kulit sebagai bahan bakunya, seperti
kerupuk kulit dan gelatin untuk bahan pangan. Komoditas kulit digolongkan
menjadi kulit mentah dan kulit samak. Kulit mentah adalah bahan baku kulit yang
baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses-proses
pengawetan atau siap samak. Produk kulit yang baik, dipengaruhi oleh perlakuan
pada saat sebelum penyamakan, saat proses penyamakan dan pada saat pengujian.
Perlakuan penyamakan kulit akan memperbaiki sifat-sifat kulit, antara lain kulit
lebih tahan terhadap panas, pengaruh kimia dan aktivitas mikroorganisme serta
meningkatkan kekuatan dan kelenturan kulit samak (Mustakim et al., 2010).
Penyamakan bertujuan untuk merubah kulit mentah menjadi kulit
tersamak agar tidak mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisme, reaksi kimia atau
kerusakan fisik. Penyamakan kulit secara umum dapat dibagi menjadi empat,
yaitu penyamakan nabati, penyamakan sintetis, penyamakan mineral, dan
penyamakan minyak (Said, 2012). Penyamakan kulit secara mineral dengan bahan
penyamak krom paling banyak digunakan diantara bahan penyamak mineral
lainnya. Hal ini disebabkan atom-atom krom valensi 3+ (Cr 3+) mampu bereaksi
dan membentuk ikatan dengan asam-asam amino dalam struktur protein kolagen
yang reaktif (Purnomo, 1992). Pada proses penyakaman, diperlukan bahan bantu
penyamakan, salah satunya yaitu bating.

1
Bating adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau seluruh
zat kulit yang bukan kolagen agar diperoleh kulit jadi yang mempunyai kelemasan
yang diinginkan. Proses bating pada penyamakan kulit akan menyebabkan zat –
zat kulit yang tidak diperlukan seperti protein elastin, globular dan epidermis
hilang sehingga dimudahkan terjadinya pengikatan krom dengan kolagen kulit.
Saat ini pemakaian bahan bating dalam skala perusahaan masih menggunakan
bahan impor yang harganya relatif mahal. Diperlukan bahan bating yang alami
dan murah untuk menekan biaya bagi pengusaha kecil salah satunya
menggunakan ekstrak kulit nanas (Farid dan Amalia, 2015).
Nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu jenis buah tropis
Indonesia, mempunyai sifak mudah rusak dan busuk sehingga tidak tahan lama
disimpan. Zat yang terdapat pada nanas yaitu karbohidrat, protein, lemak, asam
nikotin, kalsium, fosfor, besi, asam organik dan enzim nanas. Daging buah nanas
berwarna kuning pucat dengan bau yang harum dan rasa yang manis (Oktaviani
et., al 2017). Selain daging buah nanas, kulit nanas juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan penyamakan dalam proses bating. Kulit nanas memiliki enzim
bromeline yang mempunyai protease dan mampu berperan sebagai agensi bating
(Untari, 2007).
Sifat fisik kulit merupakan ketahanan kulit terhadap pengaruh-pengaruh
luar antara lain pengaruh mekanik, kelembaban dan suhu luar. Kekerasan kulit
dan kekuatannya dipengaruhi oleh kadar air, protein fibrus, protein globuler, dan
lemak yang ada di dalam kulit. Sifat fisik kulit dikatakan bagus apabila kulit
memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan persentase kemuluran yang rendah.
Kekuatan tarik kulit merupakan daya kulit untuk menahan sejumlah beban
persatuan luas penampang kulit sampai batas retak dan putus. Kekuatan tarik
kulit merupakan besarnya gaya maksimum yang diperlukan untuk menarik kulit
sampai putus dan dinyatakan dalam kg/cm 2. Presentase kemuluran adalah
persentase pertambahan pertambahan panjang kulit yang ditarik sampai putus
(Soeparno et al., 2011).

2
Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh level penggunaan ekstrak kulit nanas dalam proses bating
terhadap kekuatan tarik dan kemuluran kulit kambing bagian punggung yang
disamak krom.

2. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh level
penggunaan ekstrak kulit nanas dalam proses bating terh adap kekuatan tarik dan
kemuluran kulit kambing bagian punggung yang disamak krom.

3. Kegunaan penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang
salah satu bahan penyamak yang digunakan dalam teknologi penyamakan kulit,
khususnya bagi mereka yang tertarik dan mendalami teknologi penyamakan kulit
serta bagi mahasiswa pada umumnya dan diharapkan dapat dijadikan sebagai
acuan untuk dilaksanakannya penelitian lebih lanjut

3
TINJAUAN PUSTAKA

1. Histologi Kulit
Kulit merupakan organ tunggal dengan berat sekitar 10% dari berat badan.
Kulit kambing memiliki berat sekitar 8 – 12% dari berat badan. Kulit pada ternak
mempunyai fungsi antara lain melindungi hewan dari pengaruh luar, melindungi
jaringan yang ada di bawahnya, memberi bentuk, menerima rangsang dari
lingkungan, dan mengatur suhu tubuh. Kulit ternak secara histologi tersusun atas
jaringan yang terdiri dari epidermis, korium atau dermis dan jaringan-jaringan lain
yang terdapat di dalamnya. Sifat fisik kulit mentah dipengaruhi oleh keadaan
ternak waktu masih hidup, sifat-sifat tersebut dibawa pula setelah kulit mengalami
pengawetan dan penyamakan. Setiap jenis kulit ternak mempunyai karakteristik
sendiri-sendiri. Karakteristik kulit dipengaruhi oleh jenis ternak, bangsa, iklim,
dan pakan (Soeparno et al., 2011).
Struktur alami kulit ternak memiliki peran yang penting bagi kulit samak
yang dihasilkan. Struktur kulit dari berbagai jenis hewan berbeda-beda, sehingga
kulit samak masing-masing jenis ternak mempunyai keunikan sendiri-sendiri.
Histologi kulit segar sangat penting bagi penyamak dan ahli kimia kulit samak,
dan yang lebih penting lagi adalah perubahan-perubahan struktur yang terjadi
ketika kulit diubah menjadi kulit samak (Soeparno et al., 2011).

Gambar 1. Potongan melintang kulit segar

4
Keterangan :

. Epidermis

. Akar rambut

. Kelenjar sebasea

. Kelenjar keringat
Pembuluh darah
. arteri

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tersusun dari beberapa lapisan.
Lapisan epidermis merupakan lapisan sel-sel epitel. Susunan lapisan epidermis
terdiri dari stratum korneum, stratum insidum, stratum granulosum dan stratum
germinativum. Pada lapisan epidermis tidak terdapat pembuluh darah, jadi zat
makanannya diperoleh dari pembuluh darah limpa yang terdapat di korium. Sel-
sel epitel ini tidak hanya tumbuh menjadi epidermis, tetapi juga dapat menjadi
rambut, kelenjar sudoriferous dan kelenjar sebaseus. Menurut (Purnomo, 1985)
epidermis merupakan lapisan yang paling atas dan memiliki ketebalan ± 1%,
keras (merupakan sel-sel tua/mati), dan akan hilang bersama-sama bulunya pada
proses pengapuran dan pembuangan bulu.
Korium atau derma adalah bagian dari kulit yang akan diubah menjadi
kulit samak. Korium mempunyai jaringan yang terdiri atas jaringan kolagen,
elastin dan retikulin (Judoamidjojo, 1981). Kolagen adalah protein utama pada
jaringan ikat. Jaringan ikat terdapat hampir di semua komponen tubuh ternak
(Soeparno et al., 2011). Korium bukan merupakan sel-sel, akan tetapi merupakan
serabut-serabut yang tersusun sebagai anyaman halus yang dipersatukan menjadi

5
berkas-berkas korium. Serabut-serabut tersebut merupakan serabut kolagen yang
di dalam air akan membengkak serta pada pemanasan menghasilkan gelatin
(terutama bila dipanaskan dengan asam dan basa kuat). Lapisan korium akan
semakin padat dan kuat bila ternak semakin tua (Purnomo, 1985).
Kolagen merupakan bagian terbesar atau penyusun utama serta bagian
pokok pembentuk kulit samak (Judoamidjojo, 1981). Jaringan serat kolagen ini
tersusun secara tidak beraturan. Sarafnya menuju ke segala arah dan tidak terdapat
ujung pangkalnya serta bercabang-cabang. Sepotong serat kolagen sebenarnya
terdiri dari serabut-serabut yang lebih kecil yang disebut fibril-fibril. Diantara
fibril-fibril tersebut terdapat substansi interfibril yang merupakan semacam
protein cair yang larut dalam alkali. Dalam proses persiapan penyamakan
substansi ini dibuang dengan maksud melonggarkan tenunan untuk memudahkan
proses penyamakan. Lapisan korium terdiri dari dua lapisan yaitu pars papilaris
dan pars retikularis. Pars papilaris sangat penting karena lapisan ini menentukan
rupa dari kulit. Pada lapisan ini terdapat rajah (grain layer) yang tipis tetapi kuat
yang merupakan batas antara lapisan epidermis dan lapisan korium. Pars
retikularis sebagian besar merupakan tenunan kolagen, tenunan lemak, elastin,
dan retikulin (Nurwantoro, 2003).
Subkutis (hipodermis) berfungsi sebagai penghubung antara bagian kulit
dengan bagian daging ternak. Serat-seratnya horizontal dan sedikit, maka mudah
dilepas dari kulitnya. Ruang-ruang subkutis biasanya terisi dengan jaringan lemak.
Seperti halnya lapisan epidermis, lapisan subkutis ini juga akan dihilangkan pada
proses pengapuran (buang daging) (Purnomo, 1985).

2. Kulit Kambing
Hasil ikutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah kulit. Kulit
kambimg merupakan bahan baku yang tidak hanya dibutuhkan oleh industri besar,
tetapi juga dibutuhkan oleh industri kecil yang memproduksi hasil kerajinan kulit.
Cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan potensi kulit kambing sebagai
komoditas, yaitu pengawetan kulit dan penyamakan kulit (Murtijo, 1993).

6
Menurut Ibrahim et al. (2005), kulit kambing merupakan salah satu hasil
samping dari pemotongan hewan yang ada di Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
dan yang bukan dari RPH. Ketersediaan kulit kambing sebagai hasil samping dari
ternak masih sangat terbatas dan lokasi penyamakan kulit tidak selalu berdekatan
dengan tempat pemotongan hewan, hal ini menyebabkan industri harus
menumpuk kulit mentah. Kulit mentah ini mudah mengalami kerusakan oleh
mikroorganisme sehingga perlu dilakukan proses pengawetan seperti pemberian
garam dan pengeringan. Kulit mentah awet kering dapat disimpan sampai waktu
tertentu sesuai dengan kapasitas penyamakan pada industri (Kasim et al., 2013).

3. Penyamakan
Penyamakan adalah proses konversi protein kulit mentah menjadi kulit
samak yang stabil, tidak mudah membusuk, dan cocok untuk beragam kegunaan.
Mekanisme penyamakan kulit pada prinsipnya adalah memasukkan bahan tertentu
yang disebut bahan penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat kulit
sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dengan serat kulit.
Penyamakan biasanya dilakukan dengan menggunakan garam basa krom trivalen.
Reaksi garam-garam krom dengan gruf karboksilat dari protein kulit (kolagen)
menjadikan kulit tersebut memiliki suhu stabilitas hidrotermal tinggi, yaitu
memiliki suhu pengerutan lebih tinggi dari pada 100 oC, dan tahan terhadap
serangan mikroorganisme. Penyamakan merupakan tahap paling penting dalam
produksi kulit samak. Pada proses penyamakan, kolagen akan memfiksasi bahan
penyamak pada situs-situs reaktifnya (Soeparno et al., 2011 ).
Secara umum penyamakan kulit memiliki tiga tahapan yaitu, tahap
pendahuluan (beam house operation) yang meluputi perendaman, pembuangan
lemak, pengapuran, buang bulu, buang daging, pengapuran ulang, buang kapur,
pengikisan protein, dan pengasaman, tahap penyamakan, dan tahap finishing yang
meliputi pemeraman, pemerahan, pengetaman, penetralan, pengecatan dasar,
peminyakan, fiksasi, pengurangan kadar air, perataan rajah, pengeringan,

7
pembasahan kembali, pelemasan, pementangan, pengamplasan, pengecatan tutup,
dan pengkilapan (Said, 2012).
Seperti kita ketahui bahwa kulit mentah baik yang berasal dari hewan
seperti sapi, kerbau, kambing, maupun reptil merupakan jaringan kolagen.
Kolagen merupakan protein yang mudah rusak apabila terlalu asam atau terlalu
basa, serta mudah rusak oleh mikroorganisme. Akan tetapi apabila kolagen
tersebut bereaksi dengan zat penyamak, baik zat penyamak yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan (nabati), zat penyamak mineral (misalnya krom), zat penyamak
minyak atau zat penyamak sintetis, kulit akan lebih tahan terhadap pengaruh
asam, basa, dan mikroorganisme (walaupun tidak mutlak), serta sifat fisik kulit
akan berubah menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan kulit mentahnya
(seperti sifat kelemasannya, ketahanan terhadap panas/dingin, gesekan, dan lain-
lainnya) (Purnomo, 1991).
Penyamakan krom (chorme) merupakan penyamakan yang dimulai dengan
pH rendah atau keadaan asam yaitu antara pH 2 sampai pH 3. Oleh sebab itu kulit
perlu pengasaman agar mendapatkan kondisi yang diinginkan. Penyamakan krom
menggunakan krom sebagai bahan penyamak. Krom merupakan bahan penyamak
yang termasuk bahan mineral (Sutyasmi, 2015). Krom sebagai bahan penyamak
mineral banyak digunakan Karena karakteristik kulit yang dihasilkan lebih baik
dan kegunaannya yang lebih luas. Proses penyamakan kulit dengan menggunakan
bahan samak krom meliputi beberapa tahapan antara lain proses perendaman
(Soaking), pengapuran (Liming), buang kapur (Deliming), pengikisan protein
(Bating), dan pengasaman (Pickling) (Samiadi, 2008).
Perendaman (Soaking) adalah proses yang bertujuan untuk
mengembalikan kadar air yang hilang selama proses pengawetan berlangsung
khususnya untuk kulit yang diawetkan dengan cara dikeringkan sehingga kadar
airnya mendekati atau sama dengan kadar air kulit hewan segar yang baru
dipotong, membersihkan kulit yang diawetkan dari bahan-bahan pengawet, dan
membersihkan kotoran-kotoran lain yang melekat (Said, 2012). Hal yang harus
diperhatikan bahwa untuk daerah tropis seperti di Indonesia, proses perendaman

8
harus dilakukan sesingkat mungkin dalam upaya mencegah pertumbuhan
mikroorganisme. Penggunaan air dingin akan meminimalisir perkembangan
mikroorganisme. Penggunaan air yang bersuhu tinggi menyebabkan kulit menjadi
kendor dan serabut akan tampak sangat besar (Said, 2012). Menurut (Yusuf,
2011) perendaman dianggap cukup apabila kulit menjadi lemas, lunak, tidak
memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220%
- 250% dari berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit
segar (60% - 65%).
Pengapuran (Liming) adalah proses yang bertujuan untuk menghilangkan
epidermis dan bulu, menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak,
menghilangkan zat-zat yang bukan kolagen yang aktif menghadapi zat-zat
penyamak (Yusuf, 2011). Dalam proses pengapuran ini akan mengakibatkan
penemaran yaitu sisa-sisa Ca(OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang terlarut, dan bulu
yang terlepas.
Buang kapur (Deliming) merupakan proses yang bertujuan untuk
menghilangkan kapur yang terikat oleh kolagen dan kapur tidak terikat yang
berada di antara serat kolagen dan menurunkan pembengkakan yang terjadi pada
saat proses pengapuran. Prinsip dilakukannya proses buang kapur adalah kapur
yang tertinggal di dalam kulit harus dihilangkan, oleh sebab itu penyamakan harus
dilakukan pada suasana asam (Said, 2012).
Pengikisan protein (Bating) adalah proses yang bertujuan untuk membuat
permukaan (grain) pada kulit samak terlihat lebih bersih, halus dan lembut, agar
dihasilkan kulit samak yang bertekstur lunak, lembut dan elastis serta untuk
mendegradasi lemak dan protein-protein globular. Proses bating dapat dilakukan
di dalam drum, dimana kulit-kulit dimasukkan ke dalam drum kemudian ditambah
dengan air sebanyak 300-400%. Kulit yang berkategori berat cukup ditambah air
sebanyak 200-300%. Prosedur bating disesuaikan dengan tipe kulit dan sifat kulit
samak yang diharapkan (Said, 2012).
Pengasaman (Pickling) adalah proses yang bertujuan untuk menyiapkan
kondisi kulit agar sesuai dengan kondisi larutan penyamak sehingga bahan

9
penyamak mudah masuk, terdistribusi dan bereaksi dengan kolagen kulit,
menetralkan sisa-sisa kapur dan menghilangkan flek-flek besi yang berasal dari
Na2S saat dilakukan proses pengapuran. Proses dihentikan bila pH telah mencapai
3-3,5. Produk kulit yang telah mengalami proses pengasaman (pickling) disebut
kulit pikel (Said, 2012). Pikel adalah suatu cairan yang terdiri dari campuran
antara asam dengan garam dapur yang berfungsi untuk mengawetkan kulit
(Gumilar et al., 2010), dan meningkatkan kecepatan meresapnya zat penyamak
sehingga dapat menghindari kerusakan rajah, juga merupakan proses awal yang
penting pada tahapan pengolahan kulit (Judoamidjojo, 1981). Pada prinsipnya
proses pengasaman (pickle) membuat kondisi kulit menjadi asam, yaitu dengan
menurunkan pH kulit yang semula pHnya 7 menjadi pH 3 (Fahidin dan Muslich,
1999).

4. Kekuatan Tarik dan Kemuluran Kulit


Kulit mentah ataupun yang disamak diukur dan dinyatakan kekuatannya
dengan kekuatan tarik dan kemuluran. Kekuatan tarik (kg/cm2) ialah besarnya
beban (kg) yang dibutuhkan untuk menarik contoh kulit berukuran panjang 5 cm,
lebar 1 cm serta kecepatan penarikan 25 m/menit hingga contoh kulit tersebut
putus. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kekuatan tarik dan mulur suatu
kulit antara lain kadar protein, air dan lemak, kepadatan berkas serabut kolagen,
dan keutuhan serabut kolagen. Kulit yang kuat tariknya tinggi pada umumnya
kemuluran rendah, kuat tarik yang rendah persen kemulurannya selalu tinggi
(Soeparno et al., 2011).

MATERI DAN METODE PENELITIAN

10
Materi Penelitian

Penelitian ini menggunakan kulit kambing lokal jantan segar dengan kisaran
umur antara 1,5-2 tahun sebanyak 3 lembar kulit dipotong searah garis punggung
menjadi 6 potong. berat kulit rata-rata 1,366 kg yang diperoleh di rumah potong
hewan (RPH), kulit nanas diperoleh di pasar Kebon Roek.

Bahan dan alat penelitian

Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan-bahan Penelelitian


No Proses Nama bahan Persentase bahan Satuan
1 Liming Air 500% dari berat kulit Liter
Ca(OH)2 10% dari berat kulit Gram
Kaporiet 0,5% dari berat kulit Gram
Na2S 5% dari berat kulit Gram
2 Deliming Air 150% dari berat kulit Liter
(NH4)2S 0,5% dari berat kulit Gram
H2SO4 (1:10) 0,5% dari berat kulit Mili liter
3 Bating Air 300% dari berat kulit Liter
Ekstrak kulit nanas   Gram
Penolpthalein - -

Alat-alat penelitian

Alat penelitian yang digunakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat-alat penelitian

11
No Nama alat Merek Kapasitas Kepekaan Kegunaan
1 Timbangan Ohaus 2,8 kg  - Untuk mengetahui berat
Petable kulityang akan digunakan
2 Timbangan Ohaus 2 kg 0,1 gr Untuk menimbang bahan
digital Compartion yangakan digunakan
3 Ember plastic  - 15 liter  - Wadah untuk melarutkan
kulit
4 Pisau  -    - Untuk menghilangkan bulu
dan daging yang masih
menempel
5 Bangku  -    - Tempat menaruh kulit saat
buang bulu
6 Sarung tangan  -    - Digunakan ketika pelarutan

bahan, peremasan kulit dan

buang bulu
7 Sendok  -    - Untuk mengambil bahan-
bahankimia
8 Wajan kecil  -    - Untuk menaruh bahan
kimia yangsudah ditimbang
sebelum dilarutkan
9 Pipet tetes  -    - Untuk mengambil bahan
kimia dalam bentuk cairan
10 Map plastic  -    - Untuk membuat mal dan
untukmemberi kode pada
kulit
11 Gelas ukur  - 1 liter  - Untuk mengukur air
12 Gunting  -    - Untuk memotong sampel
kulit
yang akan diuji
13 Betel  -    - Untuk melubangi kulit yang
akan diuji
14 Jangka sorong Mitotoyo 150 mm 0,01 mm Untuk mengukur panjang
danlebar sampel kulit

12
samak
15 Pesawat  -    - Untuk mengukur kekuatan
schooper tarik dan kemuluran kulit
16 Barbel dan  -    - Sebagai beban saat uji
batu kekuatan tarik dan
kemuluran kulit
17 Penggaris v-tec   30 cm Untuk mengukur kulit yang
di uji
0
18 Thermometer  - 150 c  - Untuk mengukur suhu air
yang dipanaskan pada
proses bating

Variable yang Diamati

Kekuatan Tarik Kulit

Kekuatan tarik adalah daya kulit menahan sejumlah beban persatuan luas
penampang kulit sampai batas retak dan putus (Samiadi, 1974). Kekuatan tarik kulit
diukur menggunakan alat pesawat schooper pada sampel uji kulit. Berdasarkan
batasan tersebut kekuatan tarik dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :

13
B
KT = = kg/cm2
LXT

Keterangan : KT = Kekuatan tarik (kg/cm2)

B = Beban (kg)

L = Lebar kulit (cm)

T = Tebal kulit (cm)

Gambar 2. Sampel kulit

Kemuluran Kulit

Presentase kemuluran adalah persentase pertambahan pertambahan panjang


kulit yang ditarik sampai putus dan dinyatakan dalam persen. Persentase kemuluran
dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

P 2−P1
%K = x 100%
P1

Keterangan : %K = Persentase kemuluran

P2 = panjang akhir

P1 = Panjang awal

14
Metode Penelitian

Lokasi dan waktu penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium teknologi pengolahan hasil ternak
fakultas peternakan universitas mataram dan dilaksanakan Selama dua minggu.
Pelaksanaan penelitian
Pada penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu tahap persiapan
penelitian, tahap pendahuluan, tahapan penyamakan dan tahap akhir (uji sampel)

15
A. Persiapan penelitian
Pada tahapan ini peneliti menyiapkan masing-masing bahan dan alat
yang akan digunakan pada saat penelitian guna memperlancar jalannya proses
peneitian.
B. Proses pendahuluan

1. penimbangan kulit
Penimbangan kulit dilakukan untuk mengetahui berat kulit segar.
2. pencucian kulit
Untuk membersihkan kotoran-kotoran dan darah yang masih menempel pada
kulit, lalu ditiriskan pada kayu yang sedikit miring supaya airnya cepat
menetes.
C. proses penyamakan kulit kambing
Penyamakan kulit kambing dengan samak chrome terdiri dari:
1. Pengapuran (liming)
Pengapuran bertujuan untuk mempercepat proses buang bulu, proses pengapuran
dibuat larutan sesuai dengan perlakuan yaitu: Air 500%, Na₂S 5%, Ca(OH)₂ 10%,
Kaporit 0,5% dari berat kulit. Dalam larutan tersebut kulit diremas-remas
menggunakan sarung tangan selama 1 jam, kemudian direndam selama 1 malam.
Setelah proses liming selesai maka kulit dibuang bulunya dan sisa daging yang
masih menempel pada kulit. Kulit selanjutnya dicuci, pada proses ini dibuat
larutan sebanyak 150% Air, 0,5% (NH₄)₂ SO₄ dari berat kulit kemudian kulit
dimasukan dalam larutan tersebut dan diremas-remas selama 15 menit lalu
dimasukan sedikit demi sedikit H₂SO₄ yang telah diencerkan dengan air sebagai
perbandingan (1:10) sebanyak 0,5% dari berat kulit kemudian dituangkan sedikit
demi sedikit, pengadukan atau peremasan dilakukan selama 1 jam proses ini
dikatakan selesai apabila irisan penampang kulit ditetesi indikator ρρ
(phenolpthlein) berwarna kekuningan/ tak berwarna ρH larutan menunjukan angka
8.
2. Pengikisan protein dan pemberian enzim (Bating)

16
Bating adalah pemberian perlakuan pada masing-masing kulit yang sudah melalui
proses pengapuran dengan cara: enam lembar kulit diambil secara acak dengan
tingkat presentase dan perlakuan yang berbeda yaitu dibuat larutan ekstrak kulit
nanas. Pada proses bating dibuat larutan yang terdiri dari air yang telah dipanaskan
pada suhu 38°C sebanyak 300% dari berat kulit. Proses ini dikatakan selesai
apabila kulit ditekan dengan ibu jari sulit kembali, kulit dibuat gelembung lalu
apabila ditekan mudah kempes dan kulit ditetesi indikator ρρ (phenolpthlein)
berwarna kekuningan atau tak berwarna setelah itu kulit dicuci.
3. Pengasaman (Pickling)
Dalam proses ini dibuat larutan NaCl sebanyak 10% dan air 100% dari berat kulit
serta 1% H₂SO₄ (1:10) yang telah diencerkan. Kekentalan larutan tersebut harus
mencapai 7-10°Be (pengetesan kekentalan larutan dengan Beumnemeter). Apabila
kekentalan larutan belum mencapai 7-10°Be maka harus ditambah NaCl sampai
kekentalan larutan mencapai 7-10°Be kemudian kulit dimasukan kedalam larutan
tersebut dan diremas-remas selama 10 menit. Asam sulfat yang telah diencerkan
10 kali, dimasukan sedikit demi sedikit sambil kulit diremas-remas selama 1 jam
kemudian kulit direndam didalam larutan di atas selama 1 malam.
4. penyamakan (taming)
Penyamakan dilakukan dengan menggunakan bahan penyamak krom. Pada bagian
ini cairan bekas pickling ditambah Chromosal B dilarutkan dengan air secukupnya,
kemudian dimasukan kedalam larutan pickling setiap sepertiga bagian kulit diaduk
dan diremas-remas selama 1 jam. Untuk menigkatkan basisitas, larutan ditambah
Na₂CO₃ sebanyak 1%. Na₂CO₃ dilarutkan dengan air, kemudian dimasukan
kedalam larutan penyamak setiap sepertiga bagian kulit diaduk dan diremas-remas
selama 1 jam.
5. Uji rebus (Boiling test)
Uji rebus adalah uji kemasakan penyamakan kulit. Pada proses ini dilakukan
dengan cara kulit dipotong pada bagian tepi dan diukur luasnya (X cm² sebelum
direbus). Rebus air sehingga mencapai 50° C, kemudian potongan kulit dimasukan
kedalam air rebus dan perubahan air hingga mencapai 100° C (selama 3-5 menit).

17
Potongan kulit diangkat dan diukur luasnya (Y cm² sesudah penyamakan
dinyatakan cukup baik (cukup masak) apabila pengerutan kulit > 10%, larutan
penyamakan ditambah Na₂CO₃ sebanyak 0,1% dan kulit diremas-remas selama 1
jam, kemudian kulit dilakukan uji rebus lagi. Setelah penyamakan cukup masak,
kulit diangkat dari larutan penyamak dan diangin-anginkan pada papan kuda-kuda
atau dibentangkan pada papan pembentang.
6. Sample uji
Sampel uji ini dilakukan setelah proses penyamakan selesai, yang diuji adalah
kekuatan tarik dan kemuluran kulit. Sampel uji ini diambil pada bagian punggung.

Keterangan: K= Kropon
L= Leher
P= Perut
Gamar 3. Skema bagian-bagian kulit

D. Cara uji Kemuluran Kulit


Kulit yang sudah tersamak dan dipotong sesuai dengan ukuran mal kulit yang
ditentukan lalu diukur kemulurannya dengan menggunakan penggaris pada saat
berlangsungnya uji kekuatan tarik pada kulit.
E. Cara uji kekuatan tarik
Kulit yang sudah tersamak dipotong kecil-kecil berukuran 3x11 cm kemudian
ditarik menggunakan alat yang sudah disiapkan (tensile strength tester) lalu diberi

18
beban sampai kulit retak dan putus, yang diambil pada kulit bagian punggung
(Krupon) kulit.

Gambar 4. Alat uji kekuatan tarik

Analisis Data
Mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan ekstrak kulit nanas terhadap kekuatan
tarik dan kemuluran kulit kambing yang disamak krom, maka data yang terkumpul
dianalisis menggunakan analisa varian berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

DAFTAR PUSTAKA

Fahidin Dan Muslich. 1999. Ilmu Dan Teknologi Kulit. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Farid, A. J. dan Amalia, U. 2015 . Karakteristik Kulit Samak Ikan Nila


(Oreochromis niloticus) Dengan Penambahan Bating Agent Alami Dari

19
Pankreas Sapi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas
Diponegoro. Semarang.

Fahidin Dan Muslich. 1999. Ilmu Dan Teknologi Kulit. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Gumilar J., W. S. Putranto. Dan E. Wulandari. 2010. Pengaruh Penggunaan Asam


Sulfat (H2SO4) Dan Asam Formiat (HCOOH) Pada Proses Pikel Terhadap
Kualitas Kulit Jadi (Leather) Domba Garut. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 10 No.
1. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.

Ibrahim, L. Juliyarsi, I. Dan Melya, S. 2005. Ilmu Dan Teknologi Pengolahan Kulit.
Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Judoamidjojo, R.M. 1981. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan. Angkasa.


Bandung.

Kasim, A. D. Novia, S. Mutiar, J. dan Pinem. 2013. Characterization Of Goat Skin


On Preparation Of Leather Tanned With Gambier And Properties Of
Leather. Majalah Kulit, Karet Dan Plastik. Vol.29 No.1. ISSN 182-6971.

Mustakim, A.S.Widati Dan A.P. Kurniawan. 2010. Perbedaan Kualitas Kulit


Kambing Peranakan Etawa (Pe) Dan Peranakan Boor (Pb) Yang Disamak
Krom. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Malang.

Murtijo, B.A. 1993. Memelihara Kambing Sebagai Ternak Potong Dan Perah.
Kanisius, Yogyakarta.

Nurwantoro Dan S. Mulyani. 2003. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas


Peternakan, Universitas Diponegoro. Semarang.

Purnomo, E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Kanisius. Yogyakartta.

Purnomo, E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi


Teknologi Kulit. Yogyakarta.

20
Purnomo,E. 1991, Penyamakan Kulit Reptil, Akademi Penyamakan Kulit. Kanisius.
Yogyakarta.

Said, M.I. 2012. Ilmu Dan Teknologi Pengolahan Kulit. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Makasar.

Soeparno., R.A. Rihastuti, Indratiningsih, dan S. Triatmojo. 2011. Dasar Teknologi


Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Sutyasmi, S. 2015. Sifat Fisik, Kimia, Dan Morfologik Kulit Jaket Kambing
Tersamak Menggunakan Krom Hasil Recovery Air Limbah Penyamakan.
Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik. Yogyakarta.

Samiadi. 2008. Penyamakan Kulit Dengan Bahan Penyamak Chrome. Fakultas


Peternakan Universitas Mataram. Mataram.

Samiadi. 1974. Pengaruh Posisi Terhadap Kekuatan Tarik Pada Pengawetan Kulit
Sapi Mentah Dengan Sinar Matahari. Skripsi. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Untari, S. 2007. Penyamakan Kulit Kelinci Dengan Teknologi Tepat Guna Sebagai
Bahan Kerajinan Kulit Dan Sepatu Dalam Menunjang Agribisnis Tenak
Kelinci. Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik. Yogyakarta.

Yusuf, Y. 2011. Industri Penyamakan Kulit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan


Lingkungan. Prodi Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam. UHAMKA. Jakarta

21
LAMPIRAN

Jadwal pelaksanaan penelitian dicantumkan pada bar chart berikut ini:

Pelaksanaan pada bulan ke…


No Kegiatan
5 6 7 8 9
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Penyusunan skripsi
4. Evaluasi

22
23

Anda mungkin juga menyukai