Anda di halaman 1dari 51

PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN EKSTRAK KULIT NANAS

DALAM PROSES BATING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN


KEMULURAN KULIT KAMBING BAGIAN PERUT YANG
DISAMAK KROM

OLEH
SITI ARFIANI ENDANG RA’IS
B1D016263

Proposal Diajukan Untuk Menyusun Skripsi

PAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2020
USULAN PENELITIAN
PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN EKSTRAK KULIT NANAS
DALAM PROSES BATING TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN
KEMULURAN KULIT KAMBING BAGIAN PERUT YANG
DISAMAK KROM

Oleh
Siti Arfiani Endang Ra’is
B1DO16263

Menyetujui :

Ir. Bulkaini, MP Dr. Wahid Yulianto, S.Pt., M.Food Sc


NIP. 196212311987031022 NIP. 19790708 200312
Pembimbing I Pembimbing II
Tanggal : Tanggal :

Mengesahkan
Fakultas Peternakan Universitas Mataram
Program Studi Peternakan
Ketua,

Dr. Ir. I Wayan Wariata, M.Si


NIP. 19611231 198703 1016

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan usulan proposal penelitian ini tepat pada waktu yang

direncanakan. Penulis berharap kegiatan penelitian ini nantinya dapat

menambah penguasaan ilmu dan teknologi peternakan khususnya tentang

penyamakan kulit kambing.

Melalui kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak, terutama dosen pembimbing baik secara moral maupun

bimbingan yang bermanfaat dan sekaligus meminta doa agar kegiatan

penelitian yang akan dilaksanakan dapat berjalan lancar dan berhasil.

Penulis menyadari adanya banyak kekurangan dalam penyusunan

proposal penelitian ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari pembaca untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir

kata, semoga 222proposal ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri

dan bagi pembaca.

Mataram, Juni 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................................... i

PENGESAHAN......................................................................................... ii

KATA PENGANTAR.............................................................................. iii

DAFTAR ISI............................................................................................. iv

DAFTAR TABEL..................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR................................................................................ vi

PENDAHULUAN.................................................................................... 1

Latar Belakang........................................................................................... 4

Tujuan dan Kegunaan Penelitian............................................................... 4

Hipotesis ................................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 5

Histologi Kulit............................................................................................ 5

Kulit Kambing............................................................................................ 6

Bagian-bagian Kulit.................................................................................... 7

Penyamakan................................................................................................ 8

Penyamakan krom....................................................................................... 11

Bating.......................................................................................................... 12

Nanas........................................................................................................... 12

Kulit nanas.................................................................................................. 14

Ekstraksi...................................................................................................... 15

Enzim bromelin........................................................................................... 15

4
Kekuatan tarik kulit..................................................................................... 16

Kemuluran kulit.......................................................................................... 18

MATERI DAN METODE PENELITIAN.............................................. 20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 32

LAMPIRAN.............................................................................................. 35

5
DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 1. Bahan-bahan penelitian……………………………………………. 20

Tabel 2. Alat-alat penelitian……………..…………………………………. 21

Tabel 3. Kekuatan tarik dan kemuluran kulit kambing bagian perut……..… 30

6
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN

1. Histologi kulit…………………………………………………. …..……… 6

2. Tofografi kulit……………………………………………..……. ………… 7

3. Ikatan antara zat penyamak dan kolagen………………………………… 11

4. Buah nanas ……………………………………………………………… 14

5. Kulit nanas……………………………………………………………….. 15

6. Sample kulit……………………………………………………………… 23

7. diagram alir proses pembuatan ekstrak kulit nanas…………..…………. 28

8. diagram alir proses penyamakan kulit……………………………………… 29

9. Skema bagian-bagian kulit ……………………………………………… 30

10. alat uji kekuatan tarik……………………………………………………

7
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kulit ternak pada dasarnya sama yaitu tersusun atas jaringan yang

secara histologi terdiri dari epidermis, khorium, atau dermis dan jaringan-jaringan

lain di dalamnya. Kulit sendiri merupakan salah satu hasil sampingan ternak yang

memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dengan sentuhan teknologi, kulit ternak

dapat diubah menjadi sepatu, tas, ikat pinggang, jaket dan juga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pangan seperti kerupuk kulit dan gelatin (Mustakim

et al., 2010).

Jenis kulit ternak yang biasa digunakan dalam proses pembuatan yaitu kulit

sapi, kerbau, domba dan kulit kambing. Kambing merupakan salah satu ternak

andalan untuk dikonsumsi dagingnya. Salah satu bagian yang dapat dimanfaatkan

dari ternak ini selain daging yaitu kulitnya. Kulit dari ternak kambing tidak begitu

saja langsung dimanfaatkan akan tetapi harus melalui proses pengolahan kulit.

Melalui proses pengolahan kulit maka akan dihasilkan kulit samak, kulit samak

yang dihasilkan dapat diolah menjadi berbagai produk sehingga mampu

meningkatkan nilai jual kulit (Mustakim et al., 2010).

8
Penyamakan merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengubah

kulit mentah menjadi kulit samak yang lebih stabil. Perubahan ini terjadi karena

adanya ikatan cross-linking antara protein pada kulit dengan bahan penyamak

pada penyamakan berlangsung sehingga kulit mentah yang lebih mudah

membusuk atau tidak stabil menjadi lebih tahan terhadap mikroorganisme dan

juga lebih stabil. Selain itu, penyamakan juga menyebabkan kulit menjadi lebih

tahan terhadap panas (Purba,2014). Penyamakan kulit dibagi menjadi empat

bagian yaitu: prnyamakan nabati, minyak, sintetis dan mineral (Mustakim dkk,

2010).

Dewasa ini, sebagian besar dunia samak disamak dengan krom yang

merupakan konsekuensi dari kemudahan proses, keluasan kegunaan produk

Selain itu kelebihan dari penyamakan krom sendiri diantaranya ialah kulit

samaknya lebih lemas, lebih tahan terhadap panas yang tinggi, kekuatan tariknya

lebih tinggi dan hasilnya lebih baik bila dilakukan proses pengecatan. Menurut

Susilawati (2003), salah satu kelebihan penyamakan krom yaitu mampu

menghasilkan kulit yang lemas dan kuat.

Proses penyamakan kulit didahului dengan rangkaian proses rumah basah

(beam house), salah satu tahapan yang penting adalah bating (proses pengikisan

protein). Bating adalah suatu proses untuk menghilangkan suatu protein yang

tidak diinginkan selama proses pembuatan kulit jadi secara enzimatis, tujuan dari

tahapan bating yaitu menghilangkan semua zat dalam kulit yang bukan kolagen

serta membuka ikatan kolagen kulit yang nantinya ikatan kolagen tersebut akan

9
mudah berikatan dengan bahan penyamak. Enzim yang harus terdapat dalam

agensia bating adalah enzim proteolitik misalnya orophon, pankreas, dan juga

nanas (Widowati et al., 2002).

Lazimnya, enzim yang digunakan dalam proses bating ini yaitu agensia

enzim impor. Namun yang kita ketahui Indonesia terkenal dengan istilah Negara

agraris yang mana banyak menghasilkan sumber enzim proteolitik yang berasal

dari bahan nabati antara lain bromelin yang terkandung dalam buah nanas. Nanas

merupakan salah satu jenis buah yang diminati oleh masyarakat, nanas sendiri

memiliki bagian-bagian yang bersifat buangan antara lain adalah kulit yang

memilki tekstur yang tidak rata dan berduri kecil pada permukaan luarnya. Kulit

nanas sendiri sering kali dibuang karena hanya dianggap sebagai limbah, padahal

enzim bromelin juga terkandung dalam kulit nanas, hal ini sependapat dengan

Kurniawati (2019), menyatakan bahwa enzim bromelin pada buah nanas

terkandung pada daun, batang, kulit dan daging buah. Oleh sebab itu kulit nanas

dapat dimanfaatkan sebagai agensia bating pada proses penyamakan.`

Bromelin dapat diisolasi dari cairan buah nanas dengan cara

menghancurkan jaringan buahnya. Suhu optimum enzim protease daging buah

nanas 45-50 ºC, dengan kisaran suhu 30-60 ºC enzim masih bisa bekerja dengan

baik dan pH optimum 6-7 (Susilawati et al., 2002). Selama proses bating,

aktivitas enzim akan mempengaruhi hasil prosesnya. Makin besar konsentrasi

enzim dan makin lama waktu bating maka reaksi enzimatis yang terjadi makin

besar pula dan hal tersebut akan mempengaruhi sifat kekuatan tarik dan

kemuluran kulit.

10
Beberapa penelitian yang telah dilakukan yang mana berkaitan dengan

kekuatab tarik dan kemuluran kulit yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh

sahaya dkk dengan judul pengaruh penggunaan enzim papain sebagai bating pada

proses penyamakan fur kelinci terhadap kualitas fisik didapatkan kekuatan tarik

dengan penggunaan enzim papain sebesar 2% memeberikan kualitas fisik terbaik

dengan kekuatan tarik sebesar 2311,30 N/cm² dan kemuluran kulit dengan

penggunaan enzim papain sebesar 2% yaitu 49,00%.

penelitian oleh mustakim et al (2010) dengan judul perbedaan kualitas kulit

kambing peranakan etawa (PE) dan peranakan boor (PB) yang disamak krom

didapatkan hasil rata-rata kekuatan tarik kulit kambing PE sebesar 327,065

kg/cm2 , sedangkan kambing PB sebesar 266,131 kg/cm2 Berdasarkan data

tersebut kulit kambing PE mempunyai kekuatan tarik yang lebih baik daripada

kulit kambing PB dan untuk hasil kemuluran kulit didapatkan rata-rata kemuluran

kulit kambing PB sebesar 38,200 % dan kulit kambing PE sebesar 45,700 %.

Kasim et al (2013) dengan judul penelitian karakterisasi kulit kambing pada

persiapan penyamakan dengan gambir dan sifat kulit tersamak yang dihasilkan

Jika konsentrasi gambir 3% dan larutan mempunyai pH 8 didapatkan kekuatan

tarik sebesar 427,94 kg/cm². Sedangkan untuk konsentrasi gambir 9% dan

larutanya mempunyai pH 4 didapatkan kekuatan tarik yang didapatkan 418,48

kg/cm² Jika konsentrasi gambir 3% dan larutan mempunyai pH 8 didapatkan

kemuluran waktu putus 45,875%. Sedangkan untuk konsentrasi gambir 9% dan

larutanya mempunyai pH 4 didapatkan kemuluran 54,80%.

11
Penelitian sumiadi dan bulkaini (2005) dengan judul penggunaan ekstrak

pancreas sapi , bromelin, papain pada suhu dan pH optimum sebagai agensia

bating dalam proses penyamakan kulit. dari penelitian tersebut didapatkan hasil

ekstrak papaya dengan konsentrasi 3% dapat memberikan kekuatan tarik yang

tinggi yaitu 345,08 kg/cm² , diikuti dengan ekstrak pankreas 335,62 kg/cm²,

ekstrak nanas 322,66 kg/cm² dan orophon dengan kekuatan tarik 312, 93 kg/cm²

sedangkan hasil untuk kemuluran kulit paling rendah dari ekstrak papaya yaitu

22,8% lebih rendah dari ekstrak nanas sebanyak 24,4% dan kemuluran kedua

tertinggi dari ekstrak pankreas sebanyak 26,6% dan kemuluran tertinggi

didapatkan dari orophon yaitu 26,8%.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diadakan penelitian tentang

“pengaruh level penggunaan ekstrak kulit nanas dalam proses bating terhadap

kekuatan tarik dan kemuluran kulit kambing bagian perut yang disamak krom”

Tujuan dan kegunaan penelitian

Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh level

penggunaan ekstrak kulit nanas terhadap kekuatan tarik dan kemuluran kulit

kambing bagian perut yang disamak krom dalam proses bating.

12
Kegunaan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

bermanfaat bagi mahasiswa khususnya pengusaha penyamakan kulit agar dapat

memanfaatkan limbah kulit nanas sebagai agensia pada proses bating.

Hipotesis

H0 : penggunaan level ekstrak kulit nanas tidak memberikan pengaruh

terhadap kekuatan tarik dan kemuluran kulit kambing bagian perut yang

disamak krom.

H1 : penggunaan level ekstrak kulit nanas memberikan pengaruh nyata

terhadap kekuatan tarik dan kemuluran kulit kambing bagian perut yang

disamak krom.

13
TINJAUAN PUSTAKA

Histologi kulit

Pada dasarnya kulit terbagi atas tiga bagian yaitu: epidermis, dermis, dan

hypodermis. Epidermis merupakan lapisan kulit yang paling luar dan juga paling

tipis, kurang lebih satu persen dari total tebal kulit. Epidermis berasal dari lapisan

ectoderm yang terdiri dari sel-sel epitel. Sel-sel epitel tumbuh menjadi lapisan

epitel dan dapat menjadi bulu atau rambut, dan kelenjar sevaceous. Lapisan

epidermis terdiri dari protein keratin yang sama dengan keratin pada kuku,

telapak dan teracak, kulit keras dan bulu. Pada lapisan ini tidak adanya pembuluh

darah, jadi zat-zat makanan didapatkan dari pembuluh darah yang berada di

dermis (Setiyowati, 2006).

Dermis (kulit bagian tengah) merupakan lapisan utama tenunan kulit yang

akan diubah menjadi kulit samak. lapisan dermis paling utama terdiri atas

jaringan penghubung dan banyak terdapat pembuluh darah, kelenjar, serabut otot

halus, sel-sel pigmen, sel-sel syaraf dan sel-sel lemak (Setiyowati, 2006).

Dermis sebagian besar terdiri atas serat-serat jaringan ikat padat yang

tersusun dari serabut kolagen, elastik, dan retikuler. Serabut-serabut ini yang

menentukan kualitas kulit jadi (Setiyowati, 2006).

Ihypodermis merupakan lapisan jaringan ikat longgar yang bentuknya

beragam, dari yang jaringan ikat longgar sampai jaringan ikat lemak. Lapisan ini

14
sebagian besar terdiri atas serabut kolagen dan elastis, dan juga mengandung sel-

sel lemak yang mana tergantung dari jumlah gizi dan lokasi kulit. Bila adanya

lemak yang merata, hypodermis akan membentuk bantal lemak yang disebut

panikulus adiposus, pada proses penyamakan kulit lapisan ini dibuang secara

mekanik dalam proses fleshing (Setiyowati, 2006).

Gambar 1. Histologi kulit (Prihandoko, 2009)

Kulit kambing

Ternak kambing termasuk dalam ternak ruminansia kecil yang mampu

hidup dan berkembang biak dengan baik di seluruh wilayah Indonesia. Dengan

keanekaragaman iklim dan letak geografis merespon ternak kambing untuk

mampu beradaptasi dengan baik. Kambing sendiri merupakan ternak penghasil

15
daging yang baik dan juga menghasilkan kulit yang digunakan dalam industri

perkulitan (Rotinsulu, 2015).

Kualitas kulit kambing tergantung dari jenis ternak, pakan dan kondisi

lingkungan. Kulit sendiri merupakan karkas yang paling tinggi nilainya diantara

yang lain dan merupakan bahan mentah yang akan diolah untuk memproduksi

kulit samak, kulit sendiri salah satu organ yang cukup berat, dimana berat kulit

kambing sendiri 8-12% (Rotinsulu, 2015).

Klasifikasi kambing

Menurut Tunnisa (2013), menyatakan bahwa sistematika kambing adalah

sebagai berikut:

Kingdom: Animals

Phylum: Chordate

Group: Cranita (vertebrata)

Class: Mammalia

Order: Artiodactyla

Sub order: Ruminantia

Famili: Bovidae

Sub famili: Caprinae

Genus: Capra

Spesies: Capra hircus, Capra ibex, Capra caucasica dll

16
Bagian-bagian kulit

Secara topografi kulit dibagi menjadi:

a) Daerah krupon, merupakan daerah terpenting, meliputi kira-kira 55% dari

seluruh kulit, memiliki jaringan kuat dan rapat, serta merata dan padat.

b) Daerah leher dan kepala, meliputi kira-kira 23% dari seluruh kulit. relatif

lebih tebal dari daerah krupon, dan jaringanya longgar serta kuat sekali.

c) Daerah perut, paha, dan ekor, meliputi kira-kira 22% dari seluruh luas kulit

bagian ini paling tipis dan longgar ( Prihandoko, 2009).

Gambar 2. Tofografi kulit (Prihandoko, 2009).

Penyamakan

Penyamakan adalah proses memperbaiki sifat kulit yang mentah menjadi

stabil dengan adanya perlakuan-perlakuan tertentu seperti aksi bakteri, zat kimia

dan perlakuan fisik (Nurmandito, 2011). Menurut Setiawan (2015), penyamakan

17
kulit merupakan proses pengolahan kulit binatang yang melalui beberapa tahapan

proses sehingga kulit binatang yang masih utuh dirubah menjadi kulit yang siap

digunakan untuk pembuatan produk-produk hilir seperti sepatu, dompet, ikat

pinggang, jok kursi dan sebagainya.

Industri penyamakan kulit industri yang mengolah kulit mentah (hides atau

skins) menjadi kulit yang tersamak (leather) dengan menggunakan bahan

penyamak. Pada proses penyamakan bagian kulit akan bereaksi dengan bahan

penyamak, kecuali kulit yang mengandung kolagen. Hasil penyamakan akan

berbeda dengan kulit yang belum disamak (mentah) dalam hal organoleptis, fisis

maupun kimiawinya. Tujuan dari penyamakan sendiri yaitu untuk menghindari

kulit yang cepat rusak akibat mikroorganisme, kimia dan sebagainya. Dalam

industri penyamakan kulit, ada tiga pokok tahapan penyamakan kulit: beam

house, tanning, finishing (Wanurmarahayu, 2010).

Menurut Wanumarahayu (2010), menyatakan bahwa Penyamakan dapat

dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan bahan yang digunakan yaitu:

1. penyamakan nabati yang bahan samaknya berasal dari tumbuh-

tumbuhan yang mengandung penyamak nabati misalnya (kulit akasia,

segawe, mahoni, gambir, buah pinang dan sebagainya).

2. Penyamakan minyak dengan bahan yang berasal dari minyak hewan

(minyak ikan hiu) dan

3. penyamakan mineral yang menggunakan bahan penyamak mineral

contohnya krom dan formalin.

18
Dalam industri penyamakan kulit, ada tiga pokok tahapan penyamakan

kulit: beam house, tanning, finishing (Wanurmarahayu, 2010).

1) Proses pra penyamakan (Beam House Operation) meliputi perendaman,

pengapuran, pembuangan daging, pembuangan daging, pembuangan

kapur, pengikisan protein, pengecatan dan pengasaman.

Adapun fungsi dari beberapa proses tersebut yaitu:

a) Perendaman (soaking) perendaman merupakan tahapan pertama dari

proses penyamakan yang bertujuan mengembalikan kadar air kulit

yang hilang selama proses pengawetan, sehingga kadar airnya

mendekati kadar air kulit segar. Fungsi dari perendaman adalah

membuang zat-zat padat, seperti pasir, kerikil, parasit, sisa darah,

urin, kotoran, dan lain-lain. Untuk mencegah proses pebusukan

dalam perendaman maka dapat dilakukan dengan cara: agar air tetap

dingin, terutama di musim panas perlu digunakan thermometer dan

penambahan sedikit bakterisida.

b) Pengapuran (liming) berfungsi untuk menghilangkan epidermis,

menghilangkan kelenjar-kelenjar keringat dan lemak, menghilangkan

zat-zat kulit yang tidak diperlukan dan menghilangkan atau

memudahkan pelepasan lapisan subcutis dari lapisan kulitnya.

c) Pembuangan daging dan bulu (flseshing dan scudding) bertujuan

untuk menghilangkan sisa-sisa daging dan lemak yang masih melekat

pada kulit. proses pembuangan bulu bertujuan untuk menghilangkan

sisa-sisa bulu beserta akarnya yang masih tertinggal pada kulit.

19
d) Pembuangan kapur (deliming) bertujuan untuk menurunkan pH kulit,

karena pada pengapuran biasanya memiliki pH yang tinggi yang

disebabkan sisa kapur yang masuk masih terdapat pada kulit. proses

buang kapur biasanya menggunakan garam ammonium sulfat (ZA).

Garam ini akan memudahkan proses pembuangan kapur karena tidak

ada pengendapan-pengendapan dan tidak terjadi pembengkakan kulit.

e) Pelumatan (bating) bertujuan untuk membuka atau melemaskan kulit

lebih sempurna secara enzimatik

f) Pengasaman (pikling) berfungsi untuk mengasamkan kulit sampai pH

tertentu sebelum proses penyamakan krom, jadi dilakukan penurunan

pH kulit dari ± 7 sampai menjadi pH ± 3.

2) Proses penyamakan

Tujuan dari proses penyamakan sendiri untuk menstabilkan kulit yang

masih mentah sehingga tidak mudah rusak. Penyamakan sendiri

menggunakan garam-garam yang berasal dari logam-logam aluminium,

zirkanium, ferrum, cobalt, dan yang terpenting adalah chromium.

3) Proses pasca penyamakan proses ini bertujuan untuk membentuk sifat-

sifat tertentu pada kulit terutama berhubungan dengan kelemasan,

kepadatan, dan warna kulit. proses ini terdiri dari netralisasi, pewarnaan,

dan peminyakan (Prihandoko, 2009).

20
Penyamakan krom

Bahan penyamak mineral yang paling sering digunakan diantara yang lain

yaitu krom. Hal ini dikarenakan atom-atom krom bervalensi 3 yang dapat

bereaksi dan membentuk ikatan dengan asam-asam amino dalam struktur

proteinkolagen yang reaktif. Kelebihan penyamakan menggunakan penyamakan

krom adalah kulit samak yang dihasilkan lebih lemas, tahan terhadap panas yang

tinggi, kekuatan tariknya lebih tinggi, dan pada proses pengecatan didapatkan

hasil yang lebih baik (Mustakim et al., 2017)

Menurut Prihandoko (2009), Zat penyamak krom dalam bentuk chromium

sulfat basa (Cr(SO₄OH) berkaitan dengan kolagen kulit dan membentuk ikatan

silang sebagai berikut:

Gambar 3. Ikatan antara zat penyamak dengan kolagen (Prihandoko, 2009)

21
Bating

Bating merupakan salah satu proses penting dalam penyamakan, bating

sendiri berperan dalam hasil kulit yang sudah jadi seperti halnya kekuatan tarik

dan kemuluran kulit yang memenuhi standar industri. Proses bating juga

merupakan proses enzimatik yang bertujuan untuk menghilangkan akar-akar

rambut, pigmen, dan menghilangkan perasa kulit agar tidak mudah mengadakan

kontraksi dan menghilangkan lemak yang tidak dapat hilang sempurna pada

proses sebelumnya (Lutfie et al., 1993).

Pembuangan hal-hal di atas jika tidak sempurna, maka terjadi penetrasi zat

penyamak dan hasil penyamakan yang didapatkan juga tidak sempurna, oleh

sebab itu tingkat kelemasan kulit berpengaruh pada tinggi rendahnya tingkatan

bating yang dilakukan, selain itu lama perendaman dan konsentrasi bating yang

terlalu tinggi dapat mengakibatkan “over bating” yang dapat dilihat dari turunya

kekuatan tarik bahkan menyebabkan kerapuhan (Lutfie et al., 1993).

Menurut Widowati et al (2002), menyatakan bahwa ada banyak sekali

bahan yang dapat digunakan sebagai agensi dalam proses bating seperti orophon,

pankreas, dan juga nanas.

Nanas

Tanaman nanas merupakan salah satu tanaman pangan yang tersebar di

wilayah Indonesia. Tanaman ini sangat mudah tumbuh dengan baik di berbagai

jenis tanah dan iklim. Adapun klasifikasi tanaman berdasarkan taksonominya :

22
Divisio spermatofita, subdivision Angiospermae, class Monocotyldonae, Genus

Ananas, species Ananas comusus L (Kwartiningsih, 2005).

Kandungan yang terkandung dalam buah nanas terdiri dari: vitamin C,

thianin, riboflavin, niacin, asam phantothenic, vitamin B-6, asam folat, kolin,

betaine, vitamin A, beta karoten, vitamin K, serotonin, asam folat, kolin, dan juga

enzim bromelin (Kurniawati, 2019).

Menurut Murniati (2006), hampir semua bagian pada nanas dapat

dimanfaatkan, yaitu untuk bahan pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

Misalnya:

1. Buah: buah nanas dapat dikonsumsi langsung maupun yang sudah dalam

produk olahan seperti: buah kalengan, manisan, selai jelly, sari buah dan

beberapa produk lainya. Enzim yang terkandung dalam buah nanas yaitu

bromelin, enzim ini dapat digunakan untuk memperbaiki produk daging

kornet, mengurangi waktu dan memperbaiki pemanggangan rot dan

pembungkus sosis.

2. Kulit buah: kulitnya dapat diolah menjadi sirup atau dimanfaatkan sebagai

campuran pakan ternak.

3. Batang buah: batang buah dapat diambil tepungnya, kadar tepung yang

terkandung berkisar antara 10-15% dari serat segar.

4. Daun: daunya dapat digunakan untuk membuat kertas dan tissue, filter rokok

dan pembersih lensa.

Tanaman nanas mengandung enzim yang sama efektifnya dengan enzim

papain yaitu enzim proteolitik yang mana fungsinya yaitu mendegradasi kolagen,

23
enzim ini disebut enzim bromelin. Enzim bromelin merupakan jenis enzim

proteolitik yang berasal dari nabati yang dapat diekstrak dari tanaman nanas,

enzim bromelin pada buah nanas terkandung pada daun, batang, kulit dan daging

buah (Kurniawati, 2019).

Gambar 4. buah nanas (Audies, 2015).

Sistematika tanaman nanas

Menurut setiawan (2015), menyatakan bahwa sistematika tanaman nanas

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kingdom : Plantae

2. Divisi : Spermatophyta

3. Kelas : Angiospermae

4. Ordo : Farinosae

5. Famili : Bromeliaciace

6. Genus : Ananas

7. Spesies : Ananas comasus L.merr

24
Kulit nanas

Kulit nanas merupakan produk hasilolahan industry yang terdiri dari sisa

daging buah, kulit, dan kulit terluar. Jika kulit nanas tidak dimanfaatkan bisa

menyebabkan pencemaran lingkungan. Kulit nanas merupakan sumber potensial

untuk pemanfaatan senyawa bioaktif yang terkandung didalamnya, terutama

enzim bromelin (Audies, 2015).

Gambar 5. kulit nanas (Audies, 2015)

Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat suatu padatan atau cairan

dengan bantuan pelarut. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif

yang dapat larut dan senyawa tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein

dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavoloid dan lain-lain.

Diketahuinya sewanyawa aktif simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut

dan cara ekstraksi yang tepat (Rini, 2016).

25
Enzim bromelin

Enzim bromelin adalah jenis enzim proteolitik yang berasal dari nabati

yang dapat diekstrak dari tanaman nanas dimana enzim ini mampu

menghidrolisis ikatan peptide pada kandungan protein menjadi asam amino,

penelitian menunjukan tiap 100 gram buah nanas terdapat 24-39% enzim

bromelin. Cara kerja enzim ini yaitu memutuskan ikatan peptide dan

menghasilkan senyawa yang lebih sederhana. Enzim bromelin terdapat dalam

semua bagian tumbuhan nanas, kurang lebih setengah dari protein yang terdapat

dalam nanas mengandung protease bromelin. Komponen utama dari protease

bromelin adalah fraksi proteolitik sulfhidril (Kurniawati, 2019).

Aktivitas enzim bromelin dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah, pH,

konsentrasi, dan waktu, buah yang matang biasanya memiliki pH 3,0-3,5 dan

pada keadaan asam enzim bromelin terdenaturasi dan mengalami perubahan

konformasi struktur sehingga kurang aktif (Kurniawati, 2019).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa enzim bromelin memiliki

banyak manfaat, salah satunya yang telah diaplikasikan dalam masyrakat seperti

untuk mengempukan daging. Enzim ini terbukti lebih efektif dalam

pengempukan daging dibandikan dengan enzim papain yang diekstrak dari daun

papaya (Kurniawati, 2019).

Kekuatan tarik kulit

Kekuatan tarik kulit merupakan kemampuan seberkas serabut kulit

persatuan luas penampang untuk menahan sejumlah beban sampai batas retak

26
dan putus. Kekuatan tarik kulit adalah uji fisik kulit yang merupakan suatu

indikator untuk mengetahui kualitas kulit. Semakin tinggi kekuatan tarik kulit

samak, maka semakin tinggi pula kualitas kulitnya. Rata-rata kekuatan tarik kulit

kambing yang disamak krom dengan menggunakan berbagai jenis agensia bating

pada tingkat dalam kulit dapat larut dalam jumlah banyak terutama protein dalam

bentuk globular menyebabkan bahan-bahan penyamak kulit dapat masuk secara

merata dan keseluruh serabut kulit (serabut kolagen), sehingga serabut kulit dapat

tersamak secara merata dan dapat menyebabkan kulit mempunyai kekuatan tarik

yang tinggi (Samiadi & Bulkaini, 2005).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kekuatan tarik

kulit yaitu:

1. penelitian yang telah dilakukan oleh sahaya et al (2012) dengan judul

pengaruh penggunaan enzim papain sebagai bating pada proses

penyamakan fur kelinci terhadap kualitas fisik didapatkan kekuatan

tarik dengan penggunaan enzim papain sebesar 2% memeberikan

kualitas fisik terbaik dengan kekuatan tarik sebesar 2311,30 N/cm².

2. penelitian oleh mustakim et al (2010) dengan judul perbedaan

kualitas kulit kambing peranakan etawa (PE) dan peranakan boor

(PB) yang disamak krom didapatkan hasil rata-rata kekuatan tarik

kulit kambing PE sebesar 327,065 kg/cm2 , sedangkan kambing PB

sebesar 266,131 kg/cm2 Berdasarkan data tersebut kulit kambing PE

mempunyai kekuatan tarik yang lebih baik daripada kulit kambing

PB.

27
3. Kasim et al (2013) dengan judul penelitian karakterisasi kulit

kambing pada persiapan penyamakan dengan gambir dan sifat kulit

tersamak yang dihasilkan Jika konsentrasi gambir 3% dan larutan

mempunyai pH 8 didapatkan kekuatan tarik sebesar 427,94 kg/cm².

Sedangkan untuk konsentrasi gambir 9% dan larutanya mempunyai

pH 4 didapatkan kekuatan tarik yang didapatkan 418,48 kg/cm²

4. Penelitian sumiadi dan bulkaini (2005) dengan judul penggunaan

ekstrak pancreas sapi , bromelin, papain pada suhu dan pH optimum

sebagai agensia bating dalam proses penyamakan kulit. dari penelitian

tersebut didapatkan hasil ekstrak papaya dengan konsentrasi 3% dapat

memberikan kekuatan tarik yang tinggi yaitu 345,08 kg/cm² , diikuti

dengan ekstrak pankreas 335,62 kg/cm², ekstrak nanas 322,66 kg/cm²

dan orophon dengan kekuatan tarik 312, 93 kg/cm²

Kemuluran kulit

kulit adalah pertambahan panjang kulit akibat menahan sejumlah beban

sampai pada batas putusnya seberkas serabut kulit. Kemuluran kulit adalah uji

fisik kulit yang merupakan indikator kualitas kulit. Makin rendah kemuluran

kulit samak, makin baik kualitasnya (Samiadi & Bulkaini, 2005).

Kemuluran kulit sudah sering dilakukan penelitian seperti:

1. penelitian sahaya et al tentang pengaruh penggunaan enzim papain

sebagai bating agent pada proses penyamakan fur kelinci terhadap kualitas

28
fisik didapatkan kemuluran kulit dengan penggunaan enzim papain

sebesar 2% yaitu 49,00%.

2. Penelitian mustakim et al (2010) dengan judul perbedaan kualitas kulit

kambing peranakan etawa (PE) dan peranakan boor (PB) yang disamak

krom didapatkan hasil kemuluran kulit rata-rata kemuluran kulit kambing

PB sebesar 38,200 % dan kulit kambing PE sebesar 45,700 %.

3. Penelitian kasim et al (2013) dengan judul penelitian karakterisasi kulit

kambing pada persiapan penyamakan dengan gambir. Jika konsentrasi

gambir 3% dan larutan mempunyai pH 8 didapatkan kemuluran waktu

putus 45,875%. Sedangkan untuk konsentrasi gambir 9% dan larutanya

mempunyai pH 4 didapatkan kemuluran 54,80%.

4. Penelitian oleh samiadi dan bulkaini (2005), dengan judul penggunaan

ekstrak pancreas sapi , bromelin, papain pada suhu dan pH optimum

sebagai agensia bating dalam proses penyamakan kulit. hasil untuk

kemuluran kulit paling rendah dari ekstrak papaya yaitu 22,8% lebih

rendah dari ekstrak nanas sebanyak 24,4% dan kemuluran kedua tertinggi

dari ekstrak pankreas sebanyak 26,6% dan kemuluran tertinggi didapatkan

dari orophon yaitu 26,8%.

29
MATERI DAN METODE PENELITIAN

Materi Penelitian

Penelitian ini menggunakan kulit kambing lokal jantan segar dengan

kisaran umur antara 1-1,5 tahun sebanyak 3 lembar kulit dipotong searah

garis punggung menjadi 6 potong. berat kulit rata-rata 1,366 kg yang

diperoleh di rumah potong hewan (RPH), kulit nanas diperoleh di sekitaran

jalan yang berada di wilayah Mataram.

Bahan dan alat penelitian

Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan-bahan Penelitian

o Persentase Satu
No Bahan-bahan
s bahan an

s
1 L 10% dari berat Gra
Ca(OH)2
i kulit m
Air 500% dari berat Liter

30
kulit
5% dari berat Gra
Na2S
kulit m
m
Kaporit 0,5% dari berat Gra
in
kulit m
2 D (NH4)2S 0,5% dari berat Gra
g
el kulit m
150% dari berat
i Air Liter
kulit
m
0,5% dari berat Mili
in H2SO4 (1:10)
kulit liter
g
Table 1. Bahan-bahan penelitian

3 B 300% dari Lite


Air
a berat kulit r
Penolpthalein - -
ti Ekstrak kulit  0, 10, 20 dan Pers

n nanas 30 en

Alat-alat penelitian

Alat penelitian yang digunakan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat-alat penelitian

No Nama Me K K Kegunaan
alat rek a e

31
p p
a e
si k
ta a
s a
n
Timba Oh 2,  - Untuk menimbang
ngan aus 8 kulit
Por k
tab g
le
Timba Oh 2 0, Untuk menimbang
ngan aus k 1 bahan- bahan
digital g gr
therm - 1 - Untuk mengukur
omet 5 suhu air
er 0°
C
Pisau  -    - Untuk
fleshi menghilangkan
ng bulu dan daging
yang masih
menempel setelah
proses
Pipet  -    - Untuk mengambil
tetes bahan kimia dalam
bentuk cairan
Jangk Mit 1 0, Untuk mengukur
a oto 5 0 panjang dan lebar
soron yo 0 1 sampel kulit samak
g m m
m m

32
Tabel 2. Alat-alat praktikum

Mal  -    - Untuk membuat


plasti mal dan untuk
k memberi kode
pada kulit
Betel  -    - Untuk melubangi
kulit yang akan diuji

Pipet  -    - Untuk mengambil


tetes bahan kimia dalam
bentuk cairan
Pesa  -    - Untuk mengukur
wat kekuatan tarik dan
schoo kemuluran kulit
per
Gelas  - 1  - Untuk mengukur
ukur lit air
er
Embe  - 1  - Wadah untuk
r 5 larutan dan
plasti lit melarutkan kulit
k er
Piring  -    - Untuk meletakan
plasti bahan kimia yang
k sudah ditimbang
sebelum dilarutkan
Sarun  -    - Digunakan ketika
g pelarutan
tanga bahan, peremasan
n kulit dan
karet buang bulu
Gunti  -    - Untuk memotong

33
ng sampel kulit
yang akan diuji
Barbe  -    - Sebagai beban saat
l dan uji
batu kekuatan tarik dan
kemuluran kulit
Pengg v-   3 Untuk mengukur
aris tec 0 kulit yang di uji
c
m
Sendo  -    - Untuk mengambil
k bahan-bahan kimia

Kekuatan tarik adalah besar gaya maksimal yang diperlukan untuk menarik

kulit sampai putus yang dinyatakan dalam kg/cm². kekuatan tarik merupakan

salah satu parameter yang menjadi patokan terhadap kualitas kulit tersamak,

karena dapat menggambarkan kekuatan ikatan (kasim et al., 2012).

Kekuatan tarik kulit diukur menggunakan alat pesawat schooper pada

sampel uji kulit. Berdasarkan batasan tersebut kekuatan tarik dapat dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

B
KT = = kg/cm2
LXT

Keterangan : KT = Kekuatan tarik (kg/cm2)

B = Beban (kg)

L = Lebar kulit (cm)

T = Tebal kulit (cm)

34
Gambar 6. Sample kulit (Hakim, 2014).

Kemuluran Kulit

Kemuluran kulit adalah pertambahan panjang kulit akibat menahan

sejumlah beban sampai pada batas putusnya seberkas serabut kulit (Samiadi &

Bulkaini, 2005).

Presentase kemuluran adalah persentase pertambahan pertambahan

panjang kulit yang ditarik sampai putus dan dinyatakan dalam persen. Persentase

kemuluran dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

P 2−P1
%K = x 100%
P1

Keterangan : %K = Persentase kemuluran

P2 = panjang akhir

P1 = Panjang awal

Metode Penelitian

Lokasi dan waktu penelitian

35
Penelitian ini bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil

Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Mataram dan dilaksanakan Selama dua

minggu.

Pelaksanaan penelitian

Pada penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu tahap persiapan

penelitian, tahap pendahuluan, tahapan penyamakan dan tahap akhir (uji sampel)

A. Persiapan penelitian

Pada tahapan ini peneliti menyiapkan masing-masing bahan dan alat yang

akan digunakan pada saat penelitian guna memperlancar jalannya proses

peneitian.

B. Proses pendahuluan

1. Pembuatan ekstrak kulit nanas

Pembuatan ekstrak kulit nanas dimulai dengan buah nanas yang dicuci

terlebih dahulu yang mana bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang

menempel pada kulit nanas, kemudian nanas dikupas menggunakan pisau dan

diambil bagian kulitnya. Kulit nanas yang sudah dikupas kemudian

dipisahkan antara daging dan kulit, setelah itu kulit dipotong kecil-kecil dan

diblender. Kulit nanas yang sudah diblender kemudian disaring sehingga

didapatkan ekstrak kulit nanas. Ekstrak kulit nanas dalam penelitian ini

menggunakan konsentrasi 0%, 10%, 20% dan 30%. Pemberian volume

36
ekstrak kulit nanas dalam 250 ml aquades dapat diketahui dengan cara

perhitungan sebagai berikut:

a. konsentrasi 0%

0 x
=
100 250 ml

100 x=0 x 250 ml

0
x=
100

x=0 ml

b. konsentrasi 10%

10 x
=
100 250 ml

100 x=10 x 250 ml

2500
x=
100

x=25 ml

c. Konsentrasi 20%

20 x
=
100 250 ml

37
100 x=20 x 250 ml

5000
x=
100

x=50 ml

d. Konsentrasi 30%

30 x
=
100 250 ml

100 x=30 x 250 ml

7500
x=
100

x=75 ml

Buah Nanas

Dikupas
(Kulit Nanas)

Blender

Disaring

38
Ampas kulit Ekstrak Kulit Nanas
nanas

Gambar 7. Diagram alir pembuatan ekstrak kulit nanas

2. penimbangan kulit

Penimbangan kulit dilakukan agar mengetahui berat awal kulit segar.

3. pencucian kulit

Pencucian kulit sebelum dilakukan proses penyamakan sangat penting

dikarenakan Untuk membersihkan kotoran-kotoran dan darah yang masih

menempel pada kulit, setelah kulit bersih dari kotoran dan darah yang

menempel kulit lalu ditiriskan pada kayu yang sedikit miring supaya airnya

cepat menetes.

C. proses penyamakan kulit kambing

Penyamakan kulit kambing dengan samak chrome terdiri dari:

1. Pengapuran (liming)

Tujuan dari pengapuran yaitu untuk mempercepat proses buang bulu,

proses pengapuran dibuat larutan sesuai dengan perlakuan yaitu: Air 500%,

Na₂S 5%, Ca(OH)₂ 10%, Kaporit 0,5% dari berat kulit. kulit yang sudah

direndam kemudian diremas-remas selama 1 jam kemudian direndam selama

1 malam.

39
Setelah melalui proses liming kulit dibuang bulunya dan sisa daging

yang masih menempel. Kulit selanjutnya dicuci, pada proses ini dibuat

larutan sebanyak 150% Air, 0,5% (NH₄)₂ SO₄ dari berat kulit. dalam larutan

tersebut kulit diremas-remas selama 15 menit kemudian dimasukan sedikit

demi sedikit H₂SO₄ yang telah diencerkan dengan air sebagai perbandingan

(1:10) sebanyak 0,5% dari berat kulit, larutan tersebut dituangkan sedikit

demi sedikit sambil meremas-remas kulit, pengadukan atau peremasan

dilakukan selama 1 jam proses ini dikatakan selesai apabila irisan penampang

kulit ditetesi indikator ρρ (phenolpthlein) berwarna kekuningan/ tak berwarna

ρH larutan menunjukan angka 8.

2. Pengikisan protein dan pemberian enzim (Bating)

Bating adalah pemberian perlakuan pada masing-masing kulit yang

sudah melalui proses pengapuran dengan cara: enam lembar kulit diambil

secara acak dengan tingkat presentase dan perlakuan yang berbeda yaitu

dibuat larutan ekstrak kulit nanas. Konsentrasi ekstrak kulit nanas yang

digunakan yaitu 0%, 10%, 20% dan 30%. Pada proses bating dibuat larutan

yang terdiri dari air yang telah dipanaskan pada suhu 38°C sebanyak 300%

dari berat kulit. Proses ini dikatakan selesai apabila kulit ditekan dengan ibu

jari sulit kembali, kulit dibuat gelembung lalu apabila ditekan mudah kempes

dan kulit ditetesi indikator ρρ (phenolpthlein) berwarna kekuningan atau tak

berwarna setelah itu kulit dicuci.

3. Pengasaman (Pickling)

40
Dalam proses ini dibuat larutan NaCl sebanyak 10% dan air 100% dari

berat kulit serta 1% H₂SO₄ (1:10) yang telah diencerkan. Kekentalan larutan

tersebut harus mencapai 7-10°Be (pengetesan kekentalan larutan dengan

Beumnemeter). Kekentalan larutan haruslah mencapai angka 7-10°Be jika

kekentalan belum mencapai standar maka harus ditambah NaCl sampai

kekentalan larutan mencapai 7-10°Be setelah itu kulit dimasukan kedalam

larutan yang sudah disiapkan dan diremas-remas selama 10 menit.

Penambahan asam sulfat dilakukan sedikit demi sedikit yang mana

sebelumnya sudah diencerkan 10 kali, pencampuran asam sulfat bersamaan

dengan kulit yang diremas selama 1 jam dan direndam satu malam.

4. penyamakan (taming)

Penyamakan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan bahan

penyamak krom. cairan bekas pickling dapat digunakan kembali pada proses

penyamakan yang mana ditambahkan Chromosal B yang dilarutkan dengan

air secukupnya, setiap sepertiga bagian kulit diaduk dan diremas-remas

selama 1 jam. Untuk menigkatkan basisitas, larutan ditambah Na₂CO₃

sebanyak 1%. Na₂CO₃ dilarutkan dengan air, kemudian dimasukan kedalam

larutan penyamak setiap sepertiga bagian kulit diaduk dan diremas-remas

selama 1 jam.

5. Uji rebus (Boiling test)

Uji rebus adalah uji untuk menentukan kemasakan pada penyamakan

kulit .proses boiling sendiri dilakukan dengan pemotongan kulit bagian tepi

41
dan diukur luasnya (X cm² sebelum direbus). Setelah itu potongan kulit

dimasukan kedalam air rebusan pada suhu 50° C dan mengalami perubahan

sampai dengan suhu 100° C (selama 3-5 menit). Potongan kulit diangkat dan

diukur luasnya (Y cm² sesudah penyamakan dinyatakan cukup baik (cukup

masak) apabila pengerutan kulit > 10%, larutan penyamakan ditambah

Na₂CO₃ sebanyak 0,1% dan kulit diremas-remas selama 1 jam, kemudian

kulit dilakukan uji rebus lagi. Setelah penyamakan cukup masak, kulit

diangkat dari larutan penyamak dan diangin-anginkan pada papan kuda-kuda

atau dibentangkan pada papan pembentang.

6. Sample uji

Sampel uji ini dilakukan setelah proses penyamakan selesai, yang diuji

adalah kekuatan tarik dan kemuluran kulit. Sampel uji ini diambil pada

bagian perut.

Gambar 8 . Skema bagian-bagian kulit (Hakim, 2014)

Keterangan: K= Kropon

L= Leher

42
P= Perut

Kulit mentah kambing

penimbangan Bating
Ekstrak kulit nanas 0%, 10%, 20% dan
30%, air panas 38°c sebanyak
300%, tes indikator pp

Pencucian
15 menit, ditiriskan
pada bidang miring Pengasaman
43 Nacl 10%, H₂SO₄ 1%, diremas 10
menit, asam sulfat diencerkan 10
kali, remas 1 jam, rendam 1
malam
Liming
Air 500%, Na₂S 5%, Ca(OH)₂
10%, Kaporit 0,5%, kulit
diremas selama 1 jam, Penyamakan
direndam 1 malam Penambahan cromosal b pada air bekas
picling diremas 1 jam, naco₃ 1%
remas 1 jam

Uji rebus
Buang daging Air mendidih 50°-100°c (3-5 menit),
Na₂CO₃ 0,1% remas 1 jam, di angin-
Cuci 15 menit, Air 150%,
anginkan
(NH₄)₂ SO₄ 0,5%,
remas selama 1 jam,
tes dengan indikator
pp Pengujian

Gambar 9. Diagram alir penyamakan kulit

D. Cara uji Kemuluran Kulit

Kulit yang sudah tersamak dan dipotong sesuai dengan ukuran mal kulit

yang ditentukan lalu diukur kemulurannya dengan menggunakan penggaris

pada saat berlangsungnya uji kekuatan tarik pada kulit.

E. Cara uji kekuatan tarik

Kulit yang sudah tersamak dipotong kecil-kecil berukuran 3x11 cm

kemudian ditarik menggunakan alat yang sudah disiapkan (tensile strength

44
tester) lalu diberi beban sampai kulit retak dan putus, yang diambil pada kulit

bagian perut kulit.

Gambar 10. Alat uji kekuatan tarik (Hakim, 2014)

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dan empat perlakuan yaitu penggunaan level ekstrak kulit nanas

yang berbeda (P0), 0% (P1), 10% dan (P3), 20% dan P4 (30%). P0 (0%)

digunakan sebagai control yang mana artinya sebagai pembanding, kulit kambing

tidak diberi ekstrak kulit nanas. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak empat

kali pengulangan.

45
Variable yang diamati meliputi kekuatan tarik dan kemuluran kulit kambing

bagian peurt dengan pengaruh level ekstrak kulit nanas yang berbeda. Rancanga

ini dapat dilihat dalam table berikut :

Tabel 3. Kekuatan tarik dan kemuluran kulit kambing

Perlakuan (P)
Ulangan
0% (P0) 10%(P2) 20%(P3) 30%(P4)
1 P0.1 P2.1 P31 P41
2 P0.2 P2.2 P32 P42
3 P0.3 P23 P33 P43
4 P0.4 P24 P34 P44
Jumlah
rata-rata
%

SD        

Keterangan:

P = Perlakuan

SD = Standar deviasi

Analisis Data

Mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan level ekstrak kulit nanas

terhadap kekuatan tarik dan kemuluran kulit kambing yang disamak krom,

maka data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisa varian berdasarkan

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jika ada pengaruh perlakuan maka

dilanjutkan dengan uji jarak ganda Duncan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Audies, annisa. 2015. Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Nanas (Ananas
comocus. L) Terhadap Pertumbuhan Sterptococus Mutans Penyebab Karies
Gigi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas, Padang, P 30
.
Husniah, imratul. 2020. Uji Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak Kulit Nanas Madu
(Ananas comasus L. Merr.) Terhadap Methicillin Resistance Staphylococcus
aureus. Skripsi. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran,
Bandarlampung, P 48

Hakim, S. 2014. Perbedaan Penggunaan Papain Powder Dengan Getah Buah Papaya
Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketebalan Kulit Kambing Yang Disamak
Krom. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram, P 13-20

Kasim, A., Hazli N., dan Sri M. 2012. Aplikasi Gambir Sebagai Bahan Penyamak
Kulit Melalui Penerapan Penyamakan Kombinasi. Jurnal Litbang Industri.
Vol 2 No. 2 Hal 59
.
Kurniawati W. A. 2019. Uji Efektifitas Enzim Bromelin Ekstrak Buah Nanas
(Ananas Comusus L.Merr) Berbasis Sediaan Gel Terhadap Degradasi Dentin

47
Menggunakan Scanning Electron Microcope (SEM). Skripsi, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember, Jember, P 25.

kwartiningsih, E., Ln. Nuning S. M. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi
Vinegar.Ekuilibrium Vol. 4 No.1 Hal: 8-12.

Lutfie, M., Whidiati, E. R., dan Kasmin, N. 1993. Penelitian Jumlah Penggunaan
Bating Agent Pada Penyamakan Kulit Sarung Tangan ( Fashion Glove) Dari
Kulit Kelinci. Vol. IX No. 16 Hal. 4.

Mustakim, A., dan Kurniawan, A. P. 2010. Perbedaan Kualitas Kulit Kambing


Peranakan Etawa (Pe) Dan Peranakan Boor (Pb) Yang Disamak Krom. J.
Ternak Tropika Vol 11. No. 1: 3.

Muin, N. A. 2014. Pengaruh Perbedaan Bagian Kulit Dan Lama Perendaman Dalam
Larutan Asam Cuka (CH₃COOH) Terhadap Kualitas Kerupuk Kulit Kerbau.
Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanudin, Makasar, P 8-9.

Mustakim, A., S. W. Umam, K., dan Umaya, L. 2017. Pengaruh Presentase Kuning
Telur Itik Dan Asam Formiat Dalam Proses Peminyakan Terhadap Kekuatan
Fisik Kulit Ayam Pedaging Samak Khrom. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Ternak, Vol.2 No. 1 Hal 29-38.

Prihandoko, A. 2009. Sifat Fisik Kulit Samak Khrom Domba Ekor Gemuk Dan
Domba Ekor Tipis Awet Garam. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Bogor. P 7, 10

Purba, J. 2014. Penentuan Konsentrasi Krom Dan Gambir Pada Penyamakan Kulit
Ikan Tuna (Thunnus albacore). Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian Institute
Pertanian Bogor, Bogor, p 15.

Rini, S. A. Anggy. 2016. Pemanfaatan Ekstrak Kulit Buah Nanas (Ananas Comosus
L. Merr.) Untuk Sediaan Gel Hand Sanitizier Sebagai Antibakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Skripsi. Fakultas Matemitakia
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, Semarang. P 21

Rotinsulu, D. M., Hendra Inal, J. A. D. Kalele, E. Tangkere. 2015. Pengamatan Post-


Mortem Kualitas Kulit Kambing Di Kota Manado, Jurnal LPPM Bidang Sains
Dan Teknologi, Vol 2 No. 1, Hal 1.

Samiadi dan Bulkaini, 2005. Penggunaan Ekstrak Pancreas Sapi, Bromelin, Papain
Pada Suhu Dan Ph Optimum Sebagai Agensia Bating Dalam Proses
Penyamakan Kulit. Buletin Peternakan Vol. 29 (1).

48
Setiawan, A., Putut H. R., dan Sumardianto. 2015. Pengaruh Penggunaan Gambir
(Uncaria Gambier) Sebagai Bahan Penyamak Pada Proses Penyamakan Kulit
Terhadap Kualitas Fisik Kulit Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal
Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Vol. 4, No. 2, Hal. 124-132.

Setiyowati, A. 2006. Gambaran Histologi Kulit Domba Barbados Cross Dan


Komposit Sumatera Yang Diberi Ransum Dengan Tingkat Protein Berbeda.
Skripsi, Fakultas Kedoteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor, p 20-21.

Susilawati, Titik P. W., Sri, S. dan Susila R. J. 2002. Pengaruh Ekstrak Nanas
(Ananas Comosus) Sebagai Agensia Bating Terhadap Kekuatan Tarik Dan
Suhu Kerut Kulit Kelinci Lokal Samak Nabati, Majalah Barang Kulit Karet
Dan Plastik, Vol.XVIII No.1, Hal 2.

Tunnisa, R. 2013. Keragaman Gen IGF-1 Pada Pada Populasi Kambing Kacang Di
Kabupaten Jeneponto. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Makasar. Makasar. P 25

Wanurmarahayu, C. 2010. Rancang Bangun Sistem Bisnis Berbasis Internet (E-


Business) Untuk Agroindustry Kulit Samak (Leather). Skripsi, Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor, p 4.

49
LAMPIRAN

Jadwal pelaksanaan penelitian dicantumkan pada bar chart berikut ini:

Pelaksanaan pada bulan


No Kegiatan
ke…
5 6 7 8 9
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Penyusunan skripsi
4. Evaluasi

50
51

Anda mungkin juga menyukai