Anda di halaman 1dari 28

CRITICAL JURNAL REVIEW

Oleochemica; Industry Future Through Biotechnology

Oleh Kelompok 1 :

Alya Wena Sastia Munthe (4191131026)

Prihatni Yoshepine Bangun (4193131059)

Safirah Adilah (4193331011)

Salsabila Hirza (4191131031)

Tawarina Dameria Saragih (4203331030)

Yosepa Elda Sinaga (4192431006)

Kelas : PSPK DE 2019

Mata Kuliah : Kimia Agroindustri

Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Nasir Pulungan, S.Si., M.Sc.

PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kami rahmat kesehatan dan kesempatan, sehingga kami bisa menyusun atau
menyelesaikan Critical Journal Review (CJR). Tugas ini kami susun dalam rangka memenuhi
tugas CJR pada mata kuliah Kimia Agroindustri.

Kami berharap dengan adanya tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca agar pembaca
dengan mudah memahami dan mengerti topik yang dibahas dalam jurnal tersebut.

Dalam kesempatan ini kami juga berharap agar pembaca memberikan kritik dan saran
yang membangun agar menjadi lebih baik lagi. Akhir kata kami mengucapkan sekian dan
terima kasih.

Medan, 08 September 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 1
1.3 Manfaat........................................................................................................................ 1
1.4 Identitas Jurnal Review ............................................................................................... 2
BAB II RINGKASAN ISI JURNAL ......................................................................................... 3
2.1 Pendahuluan ................................................................................................................ 3
2.2 Pembahasan ................................................................................................................. 4
2.3 Kesimpulan.................................................................................................................. 9
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................................ 10
3.1 Pengertian Oleokimia dan Tahapan Pembuatan Oleokimia ...................................... 10
3.2 Produksi Oleokimia Melalui Proses Enzimatik ........................................................ 10
3.3 Produksi Oleokimia Enzimatik Asam Lemak ........................................................... 13
3.4 Produksi Eleokimia Melalui Proses Enzimatik dari Biodesel ................................... 14
3.5 Produksi Oleokimia Enzimatik dari Pelumas Hayati ................................................ 15
3.6 Produksi Oleokimia Enzimatik dari Ester Lilin ........................................................ 16
3.7 Produksi Oleokimia Enzimatik dari Lemak Intraesteri ............................................. 16
3.8 Produksi Oleokimia Enzimatik dari Kosmetik.......................................................... 19
3.9 Produksi Surfaktan Melalui Oleokimia ..................................................................... 20
3.10 Masa Depan Industri Oleokimia ............................................................................ 22
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 23
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 23
4.2 Saran .......................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 24
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 25

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak nabati dapat diekstraksi dengan beberapa metode seperti ekstraksi pelarut,
pengepresan mekanis dan teknologi air . Oleokimia adalah bahan kimia yang berasal dari
minyak dan lemak dengan cara yang mirip dengan petrokimia yang berasal dari minyak
bumi. asam lemak dan konsumsi alkohol berlemak pada tahun 2010 adalah 6 juta ton untuk
asam lemak dan 2,5 juta ton untuk alkohol berlemak. Konsumsi yang sangat besar tersebut
berasal dari aplikasi yang sangat besar termasuk perawatan pribadi, perawatan di rumah,
obat-obatan, bahan tambahan makanan, kertas, pertanian, pakan ternak, karet, cat, pelapis,
plastik, polimer, tekstil, bahan kimia industri, biofuel, deterjen, pelumas dll.. Dengan
pertambahan penduduk, kebutuhan produk berbasis asam lemak meningkat secara dramatis.
Konsumsi asam lemak dan alkohol lemak dunia diperkirakan masing-masing mencapai
7,5 dan 3,5 juta ton .Asam lemak, ester lilin, alkohol lemak dan gliserin adalah oleokimia
yang paling penting. Produk ini diproduksi oleh lipid Hidrolisis, esterifikasi, transestrifikasi
dan proses intraesterifikasi. Biaya modal yang diperlukan untuk memproduksi produk ini
sangat tinggikan termasuk menara khusus, boiler industri tugas berat, dan sistem kontrol
yang sangat rumit.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk menyelesaikan tugas dari mata kuliah Kimia Agroindustri yang telah diberikan
oleh dosen pengampu
2. Untuk menambah pengetahuan kita terhadap lingkungan pendidikan dalam dengan
materi “Masa Depan Industri Oleokimia melalui Bioteknologi.”
3. Untuk meningkatkan analisis kita terhadap permasalahan yang ada didalam Jurnal yang
kita review
4. Untuk menguatkan pengetahuan kita terhadap “Masa Depan Industri Oleokimia melalui
Bioteknologi.”

1.3 Manfaat
1. Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dalam materi “Masa Depan Industri
Oleokimia melalui Bioteknologi.”

2. Mengetahui kelebihan dan kelemahan Jurnal yang dikritik.


3. Mengetahui latar belakang dan alasan Jurnal tersebut dibuat.

1
1.4 Identitas Jurnal Review
1. Judul Artikel : “Oleochemica; Industry Future Through Biotechnology”
2. Nama Journal : Journal of Oleo Science
3. Tahun terbit : 2014
4. Pengarang artikel : Wael Abdelmoez and Ahmad mustafa
5. Penerbit : Chemical Engineering Department,Faculty of engineering, Minia
University
6. Kota terbit : Japan
7. Nomor ISSN : 1345-8957

2
BAB II RINGKASAN ISI JURNAL

Abstrak: Lipase merupakan kelas enzim yang paling banyak digunakan dalam sintesis
organik. Proses enzimatik telah diterapkan di berbagai industri karena spesifik, menghemat
bahan baku, energi dan bahan kimia, ramah lingkungan dan cepat dalam tindakan
dibandingkan dengan proses konvensional. Manfaat yang paling menonjol adalah suhu dan
tekanan proses yang moderat tanpa reaksi samping yang tidak diinginkan. Dalam dua dekade
terakhir, penelitian intensif dilakukan terhadap sintesis enzimatik oleokimia. Ulasan ini
memiliki fokus yang tajam pada proses enzimatik yang diterapkan saat ini untuk
memproduksi oleokimia yang berbeda seperti asam lemak, gliserin, biodiesel, biolubricant
dan ester alkil yang berbeda melalui proses yang berbeda termasuk hidrolisis, esterifikasi,
transesterifikasi dan intraesterifikasi.

2.1 Pendahuluan
Minyak nabati dapat diekstraksi dengan beberapa metode seperti ekstraksi pelarut,
pengepresan mekanis dan teknologi air subkritis. Oleokimia adalah bahan kimia yang berasal
dari minyak dan lemak dengan cara yang mirip dengan petrokimia yang berasal dari minyak
bumi. Dunia' asam lemak dan konsumsi alkohol berlemak pada tahun 2010 adalah 6 juta ton
untuk asam lemak dan 2,5 juta ton untuk alkohol berlemak. Konsumsi yang sangat besar
tersebut berasal dari aplikasi yang sangat besar termasuk perawatan pribadi, perawatan di
rumah, obat-obatan, bahan tambahan makanan, kertas, pertanian, pakan ternak, karet, cat,
pelapis, plastik, polimer, tekstil, bahan kimia industri, biofuel, deterjen, pelumas. Dengan
dunia' pertambahan penduduk, kebutuhan produk berbasis asam lemak meningkat secara
dramatis. Konsumsi asam lemak dan alkohol lemak dunia diperkirakan masing-masing
mencapai 7,5 dan 3,5 juta ton pada tahun 2020 Sejumlah penelitian telah dikembangkan
dalam dua puluh tahun terakhir untuk mengetahui apakah menggunakan proses enzimatik
dalam industri oleokimia mengarah pada perbaikan lingkungan dan menilai apakah mereka
dapat berperan dalam bergerak menuju produksi industri yang ekonomis dan lebih bersih.
Manfaat lingkungan dari proses enzimatik dibandingkan dengan proses konvensional di
berbagai industri telah dibahas dalam beberapa buku, artikel dan laporan selama dekade
terakhir. Semua setuju bahwa proses enzimatik menguntungkan lingkungan dibandingkan
dengan proses tradisional, karena mudah terurai secara hayati dan biasanya menyebabkan
pengurangan atau tidak ada toksisitas ketika mencapai lingkungan setelah digunakan dalam
produksi industry. Sifat-sifat ini memungkinkan produsen untuk menghasilkan produk
dengan kualitas yang sama atau terkadang bahkan lebih baik dengan lebih sedikit bahan baku,
bahan kimia, air, energi, dan dengan produksi limbah yang lebih sedikit bermasalah
dibandingkan proses tradisional. Aplikasi proses enzimatik skala besar sering terhambat oleh
kurangnya stabilitas operasional jangka panjang dan pemulihan dan penggunaan kembali
enzim yang sulit. Kelemahan ini seringkali dapat diatasi dengan imobilisasi enzim. Ada
beberapa alasan untuk menggunakan enzim dalam bentuk amobil. Selain penanganan enzim
yang lebih nyaman, ia menyediakan pemisahan yang mudah dari produk, sehingga
meminimalkan atau menghilangkan kontaminasi protein dari produk. Imobilisasi juga
memfasilitasi pemulihan yang efisien dan penggunaan kembali enzim yang mahal, dan

3
memungkinkan penggunaannya dalam operasi fixed-bed yang berkelanjutan. Lipase telah
diimobilisasi dengan beberapa metode, yaitu adsorpsi, ikatan kovalen dan jebakan. Tinjauan
ini akan membahas proses enzimatik yang diterapkan saat ini di bidang industri oleokimia.

2.2 Pembahasan
Produksi Oleokimia melalui proses enzimatik
2.1 Asam lemak

Asam lemak saat ini diproduksi dengan modal yang sangat tinggi dan proses biaya
yang berjalan. Metode pemisahan lipid menjadi asam lemak dan gliserol yang saat ini
digunakan melibatkan kondisi suhu dan tekanan tinggi selama sekitar 6 jam untuk mencapai
96-99 yang diinginkan.kankonversi. Ketika kondisi ekstrim ini digunakan, polimerisasi lemak
dan pembentukan produk sampingan terjadi menghasilkan asam lemak gelap dan larutan
gliserol berair berwarna. Untuk menghilangkan warna dan produk sampingan, pemurnian
lebih lanjut dengan distilasi diperlukan. Pemisahan dan distilasi asam lemak dan gliserol
selanjutnya adalah proses yang intensif energi. Penghematan energi dan minimalisasi
degradasi termal mungkin merupakan daya tarik utama dalam menggantikan teknologi kimia
saat ini dengan teknologi biologis. Perbandingan antara kedua metode ditunjukkan dalam
penelitian Abdelmoez.

2.1.1 Ketidakmampuan lipase untuk mengkatalisis proses hidrolisis secara efisien

Abdelmoez1 bisa menghasilkan C.rugosalipase dengan fermentasi terendam dan


enzim yang dihasilkan langsung digunakan dalam hidrolisis minyak bunga matahari, konversi
tertinggi yang dicapai adalah 39,5 dari minyak bunga matahari asli yang diuji. Edwinoliver
bisa menghasilkan Aspergillus nigerlipase menggunakan beberapa residu agroindustri
melalui fermentasi solid state, kemudian lipase yang dihasilkan digunakan langsung dalam
hidrolisis tallow yang dihidrolisis menjadi yang tidak cukup dari sudut pandang industri.

Gambar 1. Perbandingan antara hidrolisis lemak kimia dan enzimatik

4
Di sisi lain dengan memanfaatkan enzim yang paling banyak digunakan C.
RugosalipasekanTipe VII, 746U/mg yang sangat mahal, Serri dapat mengkatalisis reaksi
hidrolisis minyak goreng sawit untuk mendapatkan konversi 97,12 kandengan enzyme
loading 7.46 KLU/ml iso-octane dengan oil loading 0.1 g/ml.

2.2.2 Kurangnya makalah ilmiah yang berhubungan dengan produksi enzim diikuti dengan
penggunaannya dalam pengolahan lemak
Sebagian besar karya ilmiah kurang membahas produksi lipase diikuti dengan
penggunaan lipase yang dihasilkan dalam pengolahan minyak dan lemak. Dengan kata lain
sebagian besar penelitian sekarang dibagi menjadi dua kategori, pertama hanya membahas
produksi lipase tanpa menggunakan lipase yang dihasilkan dalam aplikasi apa pun. Kedua
menggunakan lipase amobil yang disediakan oleh produsen enzim umum untuk digunakan
secara langsung dalam produksi asam lemak. Dengan demikian hubungan antara dua proses
fermentasikan produksi lipasekandan pengolahan lemak selanjutnyakanaplikasikan hilang.
Untuk menutup loop antara fermentasi dan hidrolisis, dan untuk memiliki pandangan yang
lengkap, protokol industri yang terintegrasi diperlukan

2.2.3 Biodiesel
Karena meningkatnya tekanan lingkungan pada gas rumah kaca yang berasal dari
bahan bakar fosil, biodiesel menjadi topik hangat di setiap negara. sumber energi dan bahan
bakar yang dapat dan terbarukan dengan emisi gas buang yang lebih rendah dari bahan
partikulat dan gas rumah kaca seperti CO, CO2dan Soks. Biodiesel konvensional diproduksi
dengan transesterifikasi trigliserida dari minyak nabati metanol dan alkohol atau etanol
kankanmenggunakan katalis alkali. Proses ini dilakukan pada suhu tinggi dan mengkonsumsi
panas, bahan kimia seperti NaOH katalisator dan asam kanagen sulfat penetralisir,sedangkan
reaksi samping tion menyebabkan pembentukan sabun. .

2.2.4 Rute produksi biodiesel


Saat ini bahan baku biodiesel dibagi menjadi tiga kategori minyak nabati seperti
minyak kedelai, kanola kan lemak hewani seperti Minyak goreng bekas dan minyak limbah
industri seperti minyak goreng sawit. Sebagian besar pabrik produksi biodiesel yang ada
didasarkan pada metode kimia. Katalis yang digunakan adalah katalis asam, seperti katalis
basa, seperti NaOH dan natrium metoksida. Metode basa lebih baik daripada katalisis asam
karena hasil biodiesel yang diperoleh tinggi dan waktu reaksi yang singkat. Umumnya, rasio
molar alkohol terhadap minyak yang besar diperlukan untuk proses katalisis basa untuk
mencapai hasil yang tinggi, dan proses distilasi akan diperlukan untuk pemulihan metanol
dan pemurnian biodiesel. Metode kimia memberikan hasil metil ester yang tinggikan
biodiesel dalam hubungan waktu yang sangat singkat.

5
Gambar 2. Diagram alir blok fermentasi dan hidrolisis enzimatik terintegrasi

Namun, mereka memiliki beberapa kelemahan seperti konsumsi energi yang tinggi,
kesulitan dalam memulihkan gliserol dan signifikan jumlah air limbah alkali. Selanjutnya
garam alkali asam lemak yang terbentukkansabun mandikanharus dihilangkan dengan
mencuci dengan air. Proses katalisis kimia masih merupakan metode yang paling populer
untuk penggunaan skala industri. Lipase dapat digunakan untuk mengkatalisis reaksi dalam
kondisi yang sangat ringan. Salah satu hambatan untuk implementasi industri produksi
biodiesel enzimatik adalah tingginya biaya biokatalis. Metode imobilisasi telah
diperkenalkan untuk meningkatkan stabilitas lipase dan memungkinkan penggunaan
berulang. Metanol menunjukkan tingkat dispersi yang tinggi dalam fase minyak dalam
reaktor batch. Namun, tegangan geser yang dihasilkan dari pengadukan akan mengganggu
pembawa enzim oleh agitasi fisik. Jadi lipase amobil mungkin tidak dapat digunakan
kembali untuk jangka waktu yang lama. Reaktor unggun yang dikemas. PBR adalah rezim
yang menjanjikan sebagai operasi berkelanjutan Metanol menunjukkan tingkat dispersi yang
tinggi dalam fase minyak dalam reaktor batch. Salah satu ruang lingkup utama untuk
penelitian ini adalah untuk menyoroti penggunaan reaktor unggun dikemas untuk produksi
biodiesel. Banyak penulis telah mengembangkan konfigurasi yang berbeda dari reaktor
unggun dikemas untuk mengoptimalkan proses enzimatik ini termasuk meningkatkan hasil,
stabilitas lipase dan menemukan rezim pemisahan yang berbeda untuk produk menggunakan
laju alir 6 ml/jam untuk tiga langkah reaksi, dan 1/3 molar setara metanol ke minyak
ditambahkan pada setiap langkah. Gliserol dipisahkan oleh sedimentasi gravitasi setelah
setiap langkah. Konversi ke FAME mencapai 90 dan reaksi tiga langkah terus digunakan
selama 100 hari.

Metanolisis minyak canola bebas pelarut dalam reaktor tempat tidur dengan
menggunakan Novozym 435 plus loofa dilakukan di penelitian Hagar, yang menggunakan
tempat tidur kolom kaca. Dalam sistem ini air disirkulasikan melalui kolom kaca berjaket
dengan menggunakan penangas air sehingga suhu sistem dapat diatur dan dijaga konstan
sesuai kebutuhan. Potongan loofa dipotong menjadi bentuk piringan berdiameter 1,5 cm.
Volume metanol yang sesuai ditambahkan pada tiga tahap: pada awal reaksi dan setelah 24

6
dan 48 jam. Dengan melewatkan 72 jam dari metanolisis, campuran yang diesterifikasi
disentrifugasi pada 5000 rpm selama 10 menit.

Salah satu penelitian terpenting di bidang biodiesel dikembangkan oleh Hama yang
mengembangkan sistem pemisahan gliserol yang terbentuk terus menerus. Pipa baja tahan
karatkanpanjang, 1,5 m diameter dalam, 15,7 mm dan volume, 290,2 ml dikemas dengan
lipase amobil pada rasio pengepakan volumetrik 60 dan digunakan sebagai kolom reaksi.
Campuran reaksi disuplai ke bagian atas kolom menggunakan pompa pengukur diafragma
dan poli tetra fluoro etilena tabung. Untuk memudahkan pengukuran penghilangan gliserol,
tangki pemisah gliserol ditempatkan di bawah kolom reaksi. Berdasarkan perbedaan densitas
antara produk, di mana dalam ruang tertentu di tangki pemisah gliserol, produk sampingan
gliserol membentuk tetesan dan terakumulasi di bagian bawah tangki pemisahan karena
densitas dan hidrofilisitasnya yang tinggi. Kemudian, cairan yang keluar terutama terdiri dari
metil ester asam lemak dan sisa gliserida dikumpulkan sebagai efluen, di mana metanol
ditambahkan lebih lanjut sampai selesai.

Pada tahun 2007, Lvming Co. Ltd. mendirikan lini produksi enzimatik dengan
kapasitas 10.000 ton di Shanghai, Cina. Pabrik menggunakan teknik dari Beijing University
of Chemical Technology, dengan lipase amobil Candida sp. 99-125 sebagai katalis. Minyak
jelantah bernilai asam tinggi dari Shanghai digunakan sebagai bahan baku. Dosis enzim
adalah 0,4 terhadap berat minyak. Proses ini dilakukan dalam reaktor tangki berpengaduk,
dan sentrifus digunakan untuk memisahkan gliserol dan air. Hasil FAMEs mencapai 90
dalam kondisi optimal. Biaya lipase adalah 200 CNY/t biodiesel. Pabrik lain yang
melakukan katalisis enzimatik di Cina adalah Hainabaichuan Co. Ltd., Provinsi Hunan.
Pabrik menggunakan teknologi Universitas Tsinghua, dengan Novozyme 435 komersial
digunakan sebagai katalis.

2.2 Tantangan Utama yang terkait dengan produksi biodiesel enzimatik

2.2.1 Inaktivasi lipase yang disebabkan oleh alkohol

Untuk sintesis biodiesel, setidaknya sejumlah stoikiometrik metanol diperlukan untuk


konversi lengkap triasilgliserol TAGkanke FAME yang sesuai. Namun, metanolisis

7
berkurang secara signifikan dengan menambahkan N1/2 setara molar metanol pada awal
proses enzimatik. Inaktivasi ini disebabkan oleh alkohol rantai pendek polar merupakan
kendala utama untuk produksi biodiesel enzimatik. Penambahan bertahap metanol adalah
strategi yang paling umum dalam studi sebelumnya. Metanolisis minyak nabati untuk
produksi bodiesel adalah dilakukan dalam penelitian Shimada dengan menggunakan amobil
Candida antartikalipase sebagai katalis. Langkah pertama reaksi dilakukan pada suhu 30℃
selama 10 jam dalam campuran minyak / metano l 1:1, mol/mol dan 4kanlipase amobil
dengan gemetar pada 130 osilasi / menit. Setelah lebih dari metanol dikonsumsi dalam
pembentukan ester, setara molar kedua metanol ditambahkan dan reaksi dilanjutkan selama
14 jam. Ekivalen molar ketiga metanol akhirnya ditambahkan dan reaksi dilanjutkan selama
24 jamkantotal waktu reaksi, 48 jam. Proses tiga langkah ini mengubah 98.4 minyak ke metil
ester yang sesuai. Strategi penting lainnya adalah memilih pelarut yang tepat untuk
meningkatkan kelarutan metanol. T-butanol adalah pelarut yang baik dari substrat metanol,
karena lipase amobil mungkin dinonaktifkan oleh metanol yang tidak larut dalam sistem, dan
banyak penelitian sebelumnya difokuskan pada pelarut ini. Baru-baru ini glymes digunakan
sebagai pelarut dengan novozym 435 untuk mengkatalisis transesterifikasi minyak kedelai
dengan metanol. Ditemukan bahwa minyak kedelai sepenuhnya larut dengan glymes, yang
membentuk campuran reaksi homogen. Meskipun pelarut ini dapat memecahkan masalah
inaktivasi lipase yang disebabkan oleh metanol, kesulitan dalam memulihkan pelarut akan
membuat metode ini kurang kompetitif pada skala industri.

2.3 Pelumas
Pelumas merupakan pasar penting di seluruh dunia, konsumsinya diperkirakan mencapai
37 juta metrik ton per tahun. Biolubricants adalah alternatif lingkungan untuk pelumas
berbasis minyak mineral, menunjukkan kombinasi kinerja teknis yang sangat baik dengan
sifat ekologis yang menguntungkan. Ester semacam itu sangat cocok sebagai pelumas
kinerja tinggi untuk berbagai aplikasi industri dan otomotif seperti cairan hidrolik, cairan
pengerjaan logam, oli pengeboran, oli roda gigi, dan pelumas untuk rantai gergaji listrik.
Kehilangan cairan hidrolik diklaim setinggi 70‒80, mengakibatkan kontaminasi parah pada
tanah, air tanah, dan udara. Oleh karena itu, ada peningkatan permintaan akan pelumas atau
biolubricants yang ramah lingkungan, terutama di area yang mungkin bersentuhan dengan
air, makanan, atau manusia. Sekitar 40.000 metrik ton biolubricants dijual setiap tahun di
Uni Eropa dan jumlah yang hampir sama di Amerika Serikat. Produksi salah satu pelumas
terpenting yaitu trimetilolpropana trioleat dalam skala industri dicapai melalui reaksi
trimetilolpropana dengan asam lemak bebas atau ester yang dikatalisis oleh katalis kimia
homogen atau heterogen seperti resin asam, oksida asam, dan resin penukar ion organic
trimetilolpropana trioleat diproduksi dalam penelitian Akerman dan, menggunakan tiga
katalis yang berbeda, termasuk dua katalis asam heterogen yaitu asam silika-sulfat

2.4 Ester lilin


Peningkatan minyak nabati melalui produksi asam lemak alkil ester FAAE dengan
demikian merupakan subjek yang sangat penting terest di banyak industri. Ester lilin dapat
didefinisikan sebagai ester industri yang diproduksi dalam volume rendah tetapi dihargai
tinggi dengan margin keuntungan yang tinggi. Ester lilin adalah ester rantai panjang yang

8
terdiri dari asam lemak rantai panjang dengan alkohol yang berbeda Senyawa ini telah
digunakan dalam banyak aplikasi potensial seperti perilaku pembasahan yang sangat baik
pada muka dan tidak terasa berminyak saat diaplikasikan pada permukaan kulit. Ester lilin
adalah bahan utama dalam kosmetik, farmasi, pelumas, plasticizer dan industri kimia
lainnya50kan. Metode kimia dan enzimatik dapat digunakan untuk mensintesis ester lilin
dari berbagai bahan baku seperti olein sawit, stearin sawit, inti sawit, asam oleat, dengan
oleil alkohol, iso propil alkohol, iso butil alkohol, atas katalis yang berbeda. Katalis kimia
homogen dapat menyebabkan beberapa masalah seperti korosi peralatan, menangani bahaya
asam atau basa korosif dan konsumsi energi yang tinggi.
2.5 Lemak intraesteri
Kandungan asam lemak pada produk lemak khususnya dalam produksi margarin telah
memusatkan perhatian pada produk minyak sawit sebagai sumber lemak padat sebagai
pengganti lemak terhidrogenasi. Sebagian hidroproduk gen telah terbukti merugikan
kesehatan manusia karena pembentukantransasam lemak kanasam lemak transkan. Amerika
Serikat dan bagian dari Latin Amerika menerapkan peraturan pelabelan untuk TFA pada
produk makanan masing-masing pada bulan Januari dan Agustus 2006. Regulasi tersebut
juga mendorong industri makanan untuk mencari alternatif dalam memproduksi makanan
yang lebih sehat dantranslemak bebas.
2.6 Kosmetik
Monoester gliserol dan asam lemak panjang monogliserida, MG adalah molekul
hidrofilik dan hidrofobik yang digunakan secara luas dalam industri farmasi, pembuatan kue,
dan kosmetik sebagai pengemulsi, Selanjutnya, mereka secara umum diakui sebagai status
aman dan beberapa efek menguntungkan yang baru ditemukan dan sifat nutrisi telah
dilaporkan, seperti aktivitas antimikroba dari monolaurin, monomyristin, monolinolein, dan
monolinolenin. Proses saat ini untuk produksi MAG dan DAG terdiri dari gliserolisis kimia
berkelanjutan dari lemak dan minyak pada suhu tinggikans 220‒250 Ckanmenggunakan
alkali anorganik katalis garis di bawah atmosfer gas nitrogen dan produk dimurnikan melalui
distilasi vakum tinggi. Kelemahan utama dari proses ini termasuk konsumsi energi yang
tinggi, hasil yang rendah, dan kualitas produk yang buruk. Penggantian katalis anorganik
oleh lipase dalam sintesis gliserida parsial memiliki keunggulan katalisis pada tingkat yang
lebih rendah

2.3 Kesimpulan
Mengganti proses kimia dengan yang enzimatik dengan demikian menjadi subjek yang
sangat menarik akhir-akhir ini. Namun manfaat ekonomi dari penggantian metode kimia
dengan yang enzimatik masih diragukan sampai sekarang. Karena enzim mahal, maka perlu
dicari rute yang ekonomis untuk produksi enzim dan juga untuk menemukan beberapa sistem
yang dapat menjaga stabilitas enzim di dalam proses untuk memiliki produktivitas tinggi
dengan jumlah enzim yang lebih sedikit, dengan kata lain untuk menutupi biaya enzim
dengan margin keuntungan produk. Oleokimia berbasis proses enzimatik merupakan isu yang
sangat menjanjikan terutama setelah kebutuhan berkelanjutan akan produk ramah lingkungan
dan berkelanjutan oleh konsumen.

9
BAB III PEMBAHASAN

Minyak sawit mulai digunakan secara komersial sebagai bahan baku produk oleokimia
sejak tahun 1990-an. Minyak sawit mampu menggantikan minyak bumi, minyak nabati
lainnya dan minyak hewani, sehingga pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku produk
oleokimia berkembang dengan pesat.
Perkembangan ini terutama didorong oleh harga minyak sawit yang lebih rendah
dibandingkan minyak/lemak alami lainnya dan ketersediaannya yang tinggi di pasar dunia.
Oleokimia adalah bahan kimia yang diperoleh dari lemak dan minyak. Oleokimia sawit
merupakan hasil konversi minyak sawit (CPO, RBDPO, Olein, Stearin, PFAD dan PKO)
melalui teknologi proses fisika/kimia/biologi ataupun kombinasinya menjadi produk-produk
asam lemak (fatty acid), alkohol lemak (fatty alcohol), metil ester dan gliserol.

3.1 Pengertian Oleokimia dan Tahapan Pembuatan Oleokimia


Oleokimia adalah bahan kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak melalui proses
splitting trigliserida (triacylgliserol) menjadi turunan asam-asam lemaknya dan gliserol.
Proses tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun enzymatis. Keunggulan oleokimia dari
petrokimia ialah bahwa oleokimia adalah produk yang terbarukan, biodegradable, lebih aman
(tidak beracun). Oleokimia dasar yang banyak diproduksi antara lain fatty acids, fatty
alcohols, fatty methyl ester, fatty amines dan gliserol.

Oleokimia dasar tersebut dapat diproses lebih lanjut menjadi produk akhir yang
mempunyai nilai lebih tinggi. Produksi oleokimia dasar yang telah dilakukan dalam industri
adalah melalui proses termal, yaitu, melalui proses pemecahan lemak (fat splitting),
esterifikasi, transesterifikasi dan hidrogenasi. Alternatif lain untuk proses termal tersebut
adalah reaksi enzimatik yang memanfaatkan enzim lipase dari mikroorganisme sebagai
biokatalisator bagi reaksi penguraian minyak/lemak (hidrolisis) menjadi gliserin asam-asam
lemak murni. Kemudian asam lemak hasil hidrolisis tersebut difraksinasi dengan cara
destilasi.Diagram proses pembuatan oleokimia dari minyak sawit maupun inti sawit melalui
proses splitting.

Jenis-jenis hasil produksi dari eleokimia adalah

- Pembuatan oleokimia dari virgin coconut oil (vco) melalui proses fraksinasi dan
esterifikasi
- Prospek pemanfaatan oleokimia berbasis minyak sawit pada industri makanan dan
minuman

3.2 Produksi Oleokimia Melalui Proses Enzimatik


1. Enzim

Suatu sel tumbuhan mengandung lebih kurang 5 - 50 x 108 molekul enzim. Enzim-
enzim ini masing-masing bergaris tengah antara 20 - 100 Ǻ, berat 10.000 sampai beberapa
juta Dalton, dan tersusun dari asam-asam amino sebanyak 100 sampai 10.000 buah. Enzim
atau disebut juga fermen merupakan suatu golongan biologis yang sangat penting dari

10
protein. Enzim disebut biokatalisator karena semua perombakan zat makanan dalam
organisme hanya dapat terjadi jika didalamnya terdapat enzim. Zat-zat yang diuraikan oleh
enzim digolongkan sebagai substrat. Fungsi enzim pada umumnya dapat merombak sesuatu
zat dalam bentuk yang lebih kecil untuk kemudian diuraikan menjadi zat-zat yang siap
diresorpsi. Jika suatu enzim mengalami perubahan dalam bentuknya, misalnya denaturasi
(perusakan), maka struktur kimianya sebagai protein atau proteida akan mengalami
perombakan. Daya katalitiknya menghilang, tetapi susunan rangkaian asam amino masih
terdapat lengkap. Bagian enzim sebagai pembawa protein disebut apo-enzim dan yang
bersifat katalitik disebut ko-enzim. Dalam ko-enzim terdapat daya kerja yang spesifik, karena
itu enzim disebut juga biokatalisator yang spesifik atau katalisator biospesifik. Suatu ko-
enzim dapat mengkatalisi suatu substrat secara berulang kali. Oleh sebab enzim terdiri atas
pembawa protein (koloidal) dan gugus prostetis atau ko-enzim, maka reaksi kimianya dapat
ditulis sebagai berikut :
apo-enzim + ko-enzim holo-enzim
Ko-enzim sebagai golongan yang aktif secara kimiawi bersifat katalitik dan dapat
dirubah. Disini sifat katalitiknya berlainan. Seperti yang kita ketahui bahwa suatu katalisator
tidak mengalami perubahan dalam reaksinya, tetapi pada biokatalisator terjadi perubahan,
tetapi setelah itu terdapat reaksi yang sekunder dengan enzim kedua, sehingga keadaan
semula dipulihkan kembali. Pembawa protein bertanggung jawab terhadap berlangsungnya
daya komponen ko-enzim, yaitu pusat semua aktifitas dan ko-enzim tersebut merupakan
organ pelaksana terjadinya perubahanperubahan (reaksi) dalam metabolisme. Molekul-
molekul yang mengalami perubahan ini adalah substrat. Protein (pembawa) menentukan
molekul-molekul yang mana dapat bereaksi dengan ko-enzim sebagai partner reaksinya.
Enzim dapat diklasifikasikan atas beberapa bagian, antara lain :
1. Esterase : pancreatic lipase, liver esterase, ricinus lipase, chlorophyllase,
phosphatases, azolesterase.
2. Proteinase dan Peptidase : pepsin, trypsin, erepsin, rennin, papain, bromelin,
cathepsin, ficin, aminopeptidase, carboxypeptidase, dipeptidase.
3. Amidase : urease, arginase, purine amidase.
4. Karbohydrase : sucrase, emulsin, amylase.
5. Oxidase : dehydrogenase, catalase, peroxidase, tyrosinase, laccase, indophenol
oxidase, uricase, luciferase.
2. Enzim pada Kelapa sawit

Enzim yang sangat berpengaruh dalam pembentukan asam lemak dan gliserol adalah
enzim lipase. Enzim lipase banyak terdapat pada biji-bijian yang mengandung minyak,
seperti kacang kedelai, biji jarak, kelapa sawit, kelapa, biji bunga matahari, biji jagung dan
juga terdapat dalam daging hewan dan dalam beberapa jenis bakteri. Dalam buah kelapa
sawit, selain enzim lipase terdapat juga enzim oksidase, yaitu enzim peroksidase. Enzim
lipase yang terdapat pada kelapa sawit ini adalah ricinus lipase yang cara kerjanya sangat
mirip dengan pancreatic lipase. Enzim lipase bertindak sebagai biokatalisator yang
menghidrolisa trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksidase
berperan dalam proses pembentukan peroksida yang kemudian dioksidasi lagi dan pecah
11
menjadi gugusan aldehid dan keton. Senyawa keton ini jika dioksidasi lagi akan pecah
menjadi asam. Indikasi dari aktifitas enzim lipase ini dapat diketahui dengan mengukur
kenaikan bilangan asam. Enzim lipase ini sangat aktif, bahkan pada kondisi yang baik,
minyak sawit jarang diproduksi dengan kandungan asam lemak bebas dibawah 2 % atau 3 %,
dan pada kondisi yang optimum, kandungan asam lemak pada minyak bisa mencapai 60 %
atau lebih. Enzim lipase akan mengalami kerusakan pada suhu 60 o C, dan aktifitas enzim ini
lambat pada buah yang baru dipanen, tetapi aktifitasnya akan cepat meningkat apabila buah
mengalami luka. Buah yang baru dipanen dan dilepas dari tandannya pada umumnya telah
mengalami luka, tetapi hal ini tidak cukup untuk memberi peluang berkembangnya aktifitas
enzim lipase secara optimum. Salah satu perlakuan secara mekanik untuk melukai buah sawit
ini adalah dengan melakukan perajangan sampai berukuran ± 1 cm. Rajangan ini kemudian
dikempa dengan menggunakan mesin kempa atau dengan screw-type press.
Salah satu produk oleokimia yang dapat diperoleh dari minyak sawit adalah asam
lemak. Bagi Indonesia, kebutuhan akan asam lemak ini akan semakin meningkat pada tahun-
tahun mendatang, karena asam lemak ini banyak dipakai pada berbagai industri seperti
industri ban, kosmetik, plastik, cat, farmasi, deterjen dan sabun. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan suatu langkah dalam pemenuhan asam lemak di Indonesia. Selama ini penyebab
utama kurangnya minat para pengusaha untuk memproduksi asam lemak adalah karena
proses pembuatannya yang dinilai tidak ekonomis, dan juga karena minyak sawit pada saat
ini sudah memiliki pangsa pasar yang baik sebagai bahan minyak makan.
3. Hidrolisa Secara Langsung Buah Kelapa Sawit Secara Enzimatik

Hidrolisa secara langsung buah kelapa sawit dengan mengaktifkan enzim lipase
sebagai biokatalisator yang terdapat pada buah kelapa sawit merupakan suatu alternatif
proses yang dapat dilakukan untuk memperoleh asam lemak. Enzim lipase yang terdapat
pada buah sawit akan membantu air dalam menghidrolisa trigliserida menjadi asam lemak
dan gliserol.

Hidrolisa CPO secara enzimatik dilakukan dengan cara immobilized enzim lipase.
Pada proses ini, kebutuhan energi yang diperlukan relatif kecil jika dibandingkan dengan
proses hidrolisa CPO dengan H2O pada suhu dan tekanan tinggi. Pada proses ini,
pemakaian enzim lipase dilakukan dengan cara berulang- ulang (reuse), karena harga
enzim lipase yang sangat mahal. Reaksi yang terjadi pada proses hidrolisa secara enzimatik
adalah sebagai berikut :

CH2RCOO CH2OH
CHRCOO + 3 H2O CHOH + 3 RCOOH

CH2RCOO CH2OH

trigliserida air gliserol asam lemak

Reaksi ini dilakukan pada kondisi optimum aktifitas enzim lipase yaitu pada suhu 35
o
C dan pH 4,7-5. Derajat pemisahan pada proses ini mampu mencapai 90%.

12
4. Keunggulan dan Kelemahan

Jika proses ketiga dibandingkan dengan proses pertama dan kedua, dimiliki kelebihan dan
kekurangan, antara lain :

1. Hidrolisa minyak sawit dengan air pada suhu dan tekanan tinggi mampu menghasilkan
pemisahan asam lemak dengan gliserol sampai 99%, tetapi proses ini menggunakan
CPO yang telah diolah dari tandan, disamping itu juga dapat merusak komponen-
komponen minor yang terdapat dalam minyak sawit. Pada proses hidrolisa CPO secara
enzimatik, kebutuhan energi relatif kecil. Kekurangan dari proses ini adalah harga
enzim lipase yang sangat mahal. Pemakaian enzim lipase secara berulang-ulang dapat
dilakukan, tetapi hal ini memerlukan tambahan proses untuk mendapatkan enzim lipase
yang mempunyai kemampuan yang sama seperti semula. Disamping itu, karena sifat
enzim yang sangat sensitif terhadap temperatur dan pH, maka kemungkinan kerusakan
pada enzim lipase secara tiba-tiba tentu saja dapat terjadi, sementara pemenuhan enzim
lipase ini relatif sulit dilakukan karena faktor biaya dan supplier enzim lipase yang
terbatas di pasaran.
2. Hidrolisa dengan mengaktifkan enzim lipase yang terdapat pada buah kelapa sawit jika
ditinjau dari segi ekonomi dan teknik sangat baik sekali, karena sesuai dengan
tujuannya yaitu untuk menghasilkan asam lemak dan gliserol, maka proses ini tidak
perlu lagi melakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap tandan buah segar menjadi
minyak. Tetapi, sampai saat ini penelitian di bidang ini belum ada yang dipublikasikan.

3.3 Produksi Oleokimia Enzimatik Asam Lemak


Salah satu produk oleokimia yang dapat diperoleh dari minyak sawit adalah asam
lemak. Bagi Indonesia, kebutuhan akan asam lemak ini akan semakin meningkat pada tahun-
tahun mendatang, karena asam lemak ini banyak dipakai pada berbagai industri seperti
industri ban, kosmetik, plastik, cat, farmasi, deterjen dan sabun. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan suatu langkah dalam pemenuhan asam lemak di Indonesia. Selama ini penyebab
utama kurangnya minat para pengusaha untuk memproduksi asam lemak adalah karena
proses pembuatannya yang dinilai tidak ekonomis, dan juga karena minyak sawit pada saat
ini sudah memiliki pangsa pasar yang baik sebagai bahan minyak makan.
Selama ini produksi asam lemak dari kelapa sawit diperoleh dengan cara hidrolisa
minyak sawit dengan menggunakan air pada suhu sekitar 240 ℃ – 260 ℃ dan tekanan 45 –50
bar. Cara lain yang digunakan adalah dengan menghidrolisa minyak sawit secara enzimatik,
yaitu dengan menggunakan enzim lipase. Ditinjau dari segi ekonomi dan teknik, kedua cara
ini dinilai kurang efisien karena untuk pembuatan asam lemak ini diperlukan terlebih dahulu
satu pabrik pengolahan CPO sebagai bahan bakunya. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu
dikaji suatu alternatif proses pembuatan asam lemak yang lebih murah. Alternatif proses yang
dikaji adalah dengan memproduksi secara langsung asam lemak dari buah segar kelapa sawit
secara enzimatik, yaitu dengan cara mengaktifkan enzim lipase yang terdapat pada buah
kelapa sawit.

13
3.4 Produksi Eleokimia Melalui Proses Enzimatik dari Biodesel
Karena meningkatnya tekanan lingkungan pada gas rumah kaca yang berasal dari bahan
bakar fosil, biodiesel menjadi topik hangat di setiap negara.sumber energi dan bahan bakar
yang dapat dan terbarukan dengan emisi gas buang yang lebih rendah dari bahan partikulat
dan gas rumah kaca seperti CO, CO2, dan sock. Biodiesel konvensional diproduksi dengan
trensesterifikasi trigliserida dari minyak nabati dan alcohol menggunakan katalis alkali.
Proses ini dilakukan pada suhu tinggi dan mengkonsumsi panas, bahan kimia seperti NaOH.
Minyak nabati merupakan salah satu hasil tanaman yang berpotensi sebagai sumber
energi indonesia. Namun minyak tersebut tidak bisa digunakan secara langsung karena
memiliki viskositas yang tinggi, angka yang rendah, adanya asam lemak bebas, volatilitas
yang rendah, adanya gum dan terbentuknya endapan yang tinggi bila digunakan sebagai
bahan bakar secara langsung. Oleh karena itu, diubah ke bentuk lain yaitu menjadi alkil ester
(biodesel).
Produksi biodesel dari minyak nabati pada dasarnya adalah reaksi metanolisis, yaitu
reaksi trigliserida dengan methanol dihasilkan metil ester asam lemak dan gliserol. Reaksi ini
dapat dilakukan secara kimiawi menggunakan katalis dengan energi tinggi, dan dapat secara
enzimatik.
Gliserol dapat diperoleh dari minyak sawit mentah (CPO) melalui beberapa proses.
Pertama yaitu proses saponifikasi minyak/lemak dengan basa (NaOH), namun proses ini
memiliki kekurangan yaitu reaksinya sangat lambat sehingga tidak pernah digunakan. Kedua
yaitu proses transesterifikasi minyak/lemak dengan alcohol, pada proses ini hasil utamanya
adalah metil ester (biodesel) sedangkan gliserol merupakan hasil samping. Kadar gliserol
merupakan parameter yang menunjukkan keberhasilan pembuatan biodesel. Semakin kecil
kadar gliserol terikat, semakin besar pula konversi dari biodesel, maka proses ini bukan
merupakan proses yang baik untuk memproduksi gliserol. Ketiga yaitu proses hidrolisa
trigliserol dengan H2O (air).
Secara alami, hidrolisa minyak sawit terjadi karena dipicu oleh enzim lipase yang
dibantu oleh sinar matahari pada kondisi atmosfir. Adapun reaksi hidrolisa yang terjadi
adalah sebagai berikut :
C3H8(OOCR)3 + 3H2O → C3H8(OH)3 + 3HOOCR
Trigliserida Air Gliserol Asam Lemak
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana
gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil esters
(biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan
baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak
bekas/lemak daur ulang. Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada ini
pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan karena
alkohol larut dalam minyak.

14
Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun
dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga
kandungan air dalam alcohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan mempengaruhi hasil
biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB dan trig;iserida tinggi.
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung,
umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium
metoksida.
Salah satu faktor yang sangat penting yang mempengaruhi produksi biodiesel enzimatik
adalah konfigurasi reaktor. Salah satu ruang lingkup utama untuk penelitian ini adalah untuk
menyoroti penggunaan reaktor unggun dikemas untuk produksi biodiesel.
Banyak penulis telah mengembangkan konfigurasi yang berbeda dari reaktor unggun
dikemas untuk mengoptimalkan proses enzimatik; ini termasuk meningkatkan hasil, stabilitas
lipase dan menemukan rezim pemisahan yang berbeda untuk produk. Shimada menggunakan
laju alir 6 ml/jam untuk tiga langkah reaksi, dan 1/3 molar setara metanol ke minyak
ditambahkan pada setiap langkah. Gliserol dipisahkan oleh sedimentasi gravitasi setelah
setiap langkah. Konversi ke FAME mencapai 90,dan reaksi tiga langkah terus digunakan
selama 100 hari.
Salah satu penelitian terpenting di bidang biodiesel mengembangkan system pemisahan
gliserol yang terbentuk terus menerus. Pipa baja tahan karatkanpanjang, 1,5 m; diameter
dalam, 15,7 mm; dan volume, 290,2 mlkandikemas dengan lipase amobil pada rasio
pengepakan volumetrik dan digunakan sebagai kolom reaksi. Campuran reaksi disuplai ke
bagian atas kolom menggunakan pompa pengukur diafragma dan poli tetra fluoro
etilenakanPTFEkantabung Untuk memudahkan pengukuran penghilangan gliserol, tangki
pemisah gliserol ditempatkan di bawah kolom reaksi. Berdasarkan perbedaan densitas antara
produk, di mana dalam ruang tertentu di tangka pemisah gliserol, produk sampingan gliserol
membentuk tetesan dan terakumulasi di bagian bawah tangki pemisahan karena densitas dan
hidrofilisitasnya yang tinggi. Kemudian,
cairan yang keluar terutama terdiri dari metil ester asam lemak dan sisa gliserida
dikumpulkan sebagai efluen, di mana metanol ditambahkan lebih lanjut sampai selesai.
Tantangan Utama Yang Terkait dengan Produksi Biodiesel Enzimatik. Inaktivasi lipase
yang disebabkan oleh alcohol. Untuk sintesis biodiesel, setidaknya sejumlah stoikiometrik
metanol diperlukan untuk konversi lengkap triasilgliserolkan yang sesuai. Namun,
metanolisis berkurang secara signifikan dengan menambahkan N1/2 setara molar metanol
pada awal proses enzimatik. Inaktivasi ini disebabkan oleh alkohol rantai pendek polar
merupakan kendala utama untuk produksi biodiesel enzimatik. Penambahan bertahap metanol
adalah strategi yang paling umum dalam studi sebelumnya.

3.5 Produksi Oleokimia Enzimatik dari Pelumas Hayati


Pelumas merupakan pasar penting di seluruh dunia,konsumsinya diperkirakan
mencapai 37 juta metrik ton per tahun. Biolubricants adalah alternatif lingkungan untuk
pelumas berbasis minyak mineral, menunjukkan kombinasi kinerja teknis yang sangat baik
dengan sifat ekologis yang menguntungkan. Ester semacam itu sangat cocok sebagai pelumas

15
kinerja tinggi untuk berbagai aplikasi industri dan otomotif seperti cairan hidrolik, cairan
pengerjaan logam, oli pengeboran, oli roda gigi, dan pelumas untuk rantai gergaji listrik.
Minyak jarak berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan pelunak karet
berbasis hayati menggantikan bahan pelunak sintetik. Minyak jarak berpotensi sebagai
sumber bahan baku alternatif untuk bahan pelunak berbasis hayati menggantikan bahan
pelunak sintetik berbasis petroleum atau ester. Minyak jarak yang termasuk minyak nabati
pada dasarnya bersifat sebagai physical softener yaitu bahan yang dapat meningkatkan
plastisitas kompon sehingga memudahkan proses pencampuran.
Potensi bahan pelunak karet berbasis hayati yang dibuat melalui reaksi hidrogenasi
minyak jarak. Reaksi hidrogenasi minyak jarak dengan senyawa diimide akan mengadisi
ikatan rangkap C=C dalam minyak tersebut. Senyawa diimid dihasilkan melalui reaksi
oksidasi hidrasin hidrat olehhidrogen peroksida menggunakan katalis logam. Pada reaksi
transfer hidrogenasi terbentuk hasil samping berupa gas N dan air. Air harus dipisahkan agar
diperoleh minyak terhidrogenasi yang murni. Mutu minyak jarak terhidrogenasi yang tinggi
diperoleh dari hasil reaksi transfer hidrogenasi yang optimal. Mutu minyak jarak
terhidrogenasi diklasifikasikan terutama berdasarkan bilangan iod minyak tersebut. Minyak
terhidrogenasi tipe I mempersyaratkan bilangan iod sebesar 0-5 sedangkan tipe II sebesar 55-
80.Minyak jarak terhidrogenasi memiliki rantai molekul lurus yang menyerupai minyak
parafinik sehingga cocok digunakan untuk jenis karet sintetik seperti EPDM dan IIR.

3.6 Produksi Oleokimia Enzimatik dari Ester Lilin


Ester lilin dapat didefinisikan sebagai ester industri yang diproduksi dalam volume
rendah tetapi dihargai tinggi dengan margin keuntungan yang tinggi. Ester lilin adalah ester
rantai panjang yang terdiri dari asam lemak rantai panjang dengan alkohol yang berbeda
Senyawa ini telah digunakan dalam banyak aplikasi potensial seperti perilaku pembasahan
yang sangat baik pada antar muka dan tidak terasa berminyak saat diaplikasikan pada
permukaan kulit. Ester lilin adalah bahan utama dalam kosmetik, farmasi, pelumas,
plasticizer dan industri kimia lainnya.

3.7 Produksi Oleokimia Enzimatik dari Lemak Intraesteri


Sekitar 80% minyak kelapa sawit digunakan untuk produk pangan dan 20% untuk
produk nonpangan (oleokimia). Menurut Basiron dan Weng (2004), produk tradisional untuk
pangan adalah minyak goreng, shortening, margarin, vanaspati, produk bakery,
konfeksioneri, reduced fat spreads, es krim, whip krim, mayones, salad dressings, formulasi
bebas asam lemak trans, keju berbahan dasar sawit, bubuk santan, mikroenkapsulasi
dan minyak sawit merah/olein. Olein sawit mempunyai beberapa manfaat antara lain,
resisten terhadap kerusakan oksidatif, mempunyai vitamin E sebagai antioksidan alami,
dan dapat dicampur minyak nabati lain agar sesuai di iklim yang lebih dingin. Sedangkan
untuk aplikasi nonpangan walau hanya 20% tetapi mempunyai nilai tambah yang tinggi.
Minyak kelapa sawit yang dapat digunakan langsung adalah sabun, poliol, poliuretan,
pelapis poliakrilamid, tinta

16
printer, termoplastik teknik, bahan bakar (pengganti diesel), pelumas bor
(pengganti non-toksik untuk diesel), sedangkan sebagai oleokimia adalah asam lemak,
ester lemak, alkohol lemak dan nitrogen lemak serta gliserol.
Banyak juga aplikasi minyak kelapa sawit sebagai produk baru yang
berbahan dasar oleokimia. Pada industri pangan digunakan monogliserida dalam emulsi
produk pangan seperti margarin, spreads dan salad dressing, trigliserida berantai sedang
dari palm kernel oil (PKO) untuk industri kosmetik, makanan kesehatan dan balita,
pembungkus makanan, pelumas dan agrokimia. Kemudian surfaktan yang diturunkan dari
oleokimia berbahan dasar minyak sawit yang dapat digunakan sebagai inert ingredient
dalam formulasi pestisida, agen pendispersi, emulsifier, pelarut, carrier dan diluents
(Basiron dan Weng 2004).
Proses interesterifikasi ada dua macam yaitu interesterifikasi kimia dan interesterifikasi
enzimatik. Interesterifikasi secara kimia sadalah salah satu metode untuk menghasilkan
bahan baku minyak dan lemak untuk dipergunakan dalam proses produksi margarin,
pastry dan shortening. Proses ini menggunakan sodium metoksida atau sodium etoksida
sebagai katalis dengan konsentrasi 0.2 - 0.3%. Selama reaksi berlangsung warna minyak
dan lemak akan berubah menjadi kecoklatan dan lamanya reaksi kurang lebih 30
menit.
Sebagai substrat dalam proses interesterifikasi adalah campuran minyak dan
lemak dengan perbandingan tertentu. Proses interesterifikasi kimia tidak
menghasilkan asam lemak trans dan sampai sekarang masih tetap dipergunakan
untuk proses industri oleokimia dan proses cocoa butter substitute dan
equivalent. Proses reaksi selama interesterifikasi kimia berlangsung secara random
atau acak dalam penyususnan posisi asam lemak dalam trigrliserida, sehingga hasil
interesterifikasi ini harus dilakukan pengendalian yang ketat yaitu dengan melakukan
pengontrolan secara fisik dan waktu reaksi relatif singkat. Secara umum proses
interesterifikasi kimia berlangsung dengan tiga macam reaksi sekaligus yaitu: 1)
Alkoholisis (form monoacylglyceraol), 2) Acidolisis (acid interchange), 3)
Transesterifikasi (rearrangement of fats).
Proses interesterifikasi kimia tidak begitu ramah lingkungan apabila dibandingkan
dengan interesterifikasi enzim, karena mempunyai limbah kimia yang dapat mencemari
lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik. Proses interesterifikasi secara kimia
adalah proses yang mempunyai resiko tinggi dari segi keamanan karena katalis sodium
metoksida ini adalah sangat reaktif, sehingga dari segi penangan selama proses
interesterifikasi memerlukan investasi dan fasilitas keamanan yang sangat mahal.
Natrium metoksida mudah terbakar.

17
Selain proses Interesterifikasi kimia yang sudah lama berkembang maka kemudian
dikembangkan teknologi dengan memakai enzim yang disebut proses interesterifikasi
enzimatik. Proses interesterifikasi enzimatik bertujuan untuk menghasilkan minyak dan
lemak bebas asam lemak trans untuk dipergunakan sebagai bahan baku produksi
margarin, pastry, shortening dan minyak goreng. Enzim Lipozyme ® TL IMini tersedia
dalam bentuk granula dan teknik imobilisasi enzim dengan menggunakan granula silica
berpori, tidak dapat larut dalam minyak dan lemak akan tetapi dapat mengalami kerusakan
didalam air. Karakteristik Lipozyme ® TL IM antara lain adalah aktivitas enzim, densitas,
dan ukuran partikel granula. Aktivitas enzim Lipozyme ® TL IM dalam berat kering adalah
350 IUN/g dan dalam Volume basis (packed bed) adalah 140 M-IUN/M3. Densitas berat
kering yang dimiliki adalah sebesar 450 kg/m3. Densitas berat basah adalah sebesar
420 kg/m3, dan densitas absolut adalah sebesar 1830 kg/m3. Ukuran partikel berkisar
antara: 300-1000um. Suhu yang digunakan untuk reaksi interesterifikasi enzim
Lipozyme® TL IM adalah berkisar 55-75oC, dan suhu yang optimum adalah 70oC.

18
Interesterifikasi enzimatik ini mempunya reaksi yang sangat spesifik dan teratur
yaitu hanya melakukan reaksi spesifik pada posisi n1-3 glyserida dan proses
interesterifikasi enzim stabil dalam suhu 55oC-75oC. Sistim proses interesterifikasi
enzimatik dapat dilakukan dengan sistim fedbatch dan sistim continue. Enzim dapat
digunakan secara berulang-ulang hingga 10-20 kali. Kondisi penyimpanan Lipozyme ®
TL IM disarankan pada suhu 0-10oC dalam kemasan yang tertutup rapat kedap udara,
kering, kelembaban ruangan yang terkontrol sesuai spesifikasi dan menghindari sinar
matahari secara langsung. Perbandingan biaya untuk proses interesterifikasi kimia dan
enzim adalah jauh lebih murah biayanya jika dibandingkan dengan proses hidrogenasi.
Perbandingan biaya interesterifikasi enzimatik adalah jauh lebih murah dibanding
interesterifikasi kimia (Anonim 2007a). Interesterifikasi secara kimia tidak specifik
melainkan secara acak atau random dan mempunyai hasil reaksi sampingan, sedangkan
interesterifikasi enzimatik berlangsung secara spesifik dan bisa dilakukan proses
kontinu (continuously process), tidak menghasilkan reaksi sampingan. Enzim lipase sudah
lama dikenal dan sudah dipergunakan dalam proses interesterifikasi enzimatik untuk
proses pembuatan Cocoa Butter Equivalent (CBE) yaitu untuk dipergunakan sebagai
bahan baku industri konfektioneri. Skema reaksi proses interesterifikasi enzimatik, dari 2
macam jenis minyak akan menghasilkan 6 macam trigliserida sedangkan interesterifiaksi
kimia akan menghasilkan 40 macam trigliserida secara random.
Sekarang proses interesterifikasi enzimatik terus dikembangkan salah satu
aplikasinya adalah untuk proses pemurnian minyak kasar CPO yaitu proses degumming
dengan memakai enzim. Metoda proses serupa telah di aplikasikan dalam industri di
negara USA yaitu dalam proses degumming minyak kasar kedele dan hasil
produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan proses secara reaksi kimia (Novozymes
2004a).

3.8 Produksi Oleokimia Enzimatik dari Kosmetik


Produk-produk kosmetik dan personal care yang berbasis pada oleokimia adalah sabun
perlengkapan mandi seperti shower gel/bath foam, sabun cair, suplemen pemerkaya sabun
dan sediaan-sediaan produk perawatan diri seperti perawatan rambut dan kulit, make up dan
pewarna, gigi dan mulut serta kuku. Bahan baku dasar dari produk-produk tersebut adalah
asam-asam lemak yang dapat berasal dari CPO, PKO ataupun lemak sapi. Komposisi asam-
asam lemak dari jenis-jenis minyak dan lemak tersebut disajikan pada Tabel 1.

19
Indonesia memiliki beberapa jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku
oleokimia, antara lain minyak sawit, olein kelapa sawit, minyak inti sawit dan minyak kelapa.
Dari minyak-minyak tersebut dihasilkan oleokimia dasar seperti asam lemak, fatty alkohol,
FAME, fatty amines dan gliserol. Bahan baku, olekimia dasar yang dihasilkan, serta
turunannya serta aplikasinya disajikan pada Tabel 2.

 Komposisi utama produk Personal Cares & Kosmetik


Secara garis besar, kosmetik dan produk-produk perawatan diri terdiri dari empat bahan
utama yang berperan sebagai surfaktan, emulsifier, agen penstabil produk dan sebagai
emolient atau pelembab. Surfaktan yang digunakan dalam produ!<-produk kosmetik dan
personal care antara lain AES (Alcohol ethoxysulfates), AS (Alcohol Sulfate), FAS (Fatty
Alcohol Sulfate) , SLS (Sodium Lauryl Sulfate), FAE (Fatty Alcohol Ethoxylate) dan betain.
Emulsifier yang digunakan adalah Alcohol Ethox, FA Sulfate, PEG Ester, Sorbit FA Ester,
Castor Oil, Fatty Acids dan Bees Wax. Adapun agen penstabil produk yang digunakan antara
lain Fatty Alcohol, Hydro Triglyceride, Partial Glyceride, Natural Wax, Microwax, Vaseline,
Bees Wax dan pelembab yang digunakan adalah FA Ester, Glycerol Ester, Triglyceride,
Silicone, Glycerol, Sorbitol dan Glycol.

 Bahan-Bahan penyusun kosmetik


Bahan-bahan penyusun kosmetik dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan dasar dan
bahan tambahan. Bahan dasar yang digunakan adalah surfactant, emulsifier, faktor pengatur
kestabilan, Self-emulsifying WaxlEmollientlhumectant, SolventlPropelant, e.G ethyl alcohol,
Propane, butane. Bahan tambahan yang digunakan antara lain Fragrance, Preservative, Active
Ingredient e.g Collagene, Deodorant, UV Absorber, Auxiliary e.g. triethanol amine, mg -
sulfate, Pigment, Color, Thickener e.g Sodium alginate.

3.9 Produksi Surfaktan Melalui Oleokimia


Penggunaan produk oleokimia terbesar adalah sebagai bahan aktif surfaktan (metil
ester sulfonat, alcohol sulfat, fatty amine, gliserol ester, dan lain-lain ) pada berbagai produk
dan industri (>70%). Surfaktan adalah suatu zat yang bersifat aktif permukaan (surface active
agent) yang dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua bahan baik cairan-cairan,
cairan padatan atau cairan gas. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan memungkinkan
dua atau lebih senyawa dapat saling bercampur homogen. Pada umumnya molekul surfaktan
mempunyai dua gugus yang terdiri dari bagian kepala dalam jumlah yang sedikit yang

20
terpisah pada kedua ujung rantai molekul, yaitu gugus hidrofil (menyukai air atau larut dalam
air) atau lipofob (menolak minyak) dan bagian ekor dalam jumlah yang cukup besar yang
disebut sebagai gugus hidrofob (tidak menyukai air tetapi larut dalam minyak) atau lipofil
(menolak air) Oleh karena itu surfaktan dapat diaplikasikan sebagai bahan utama pada
industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan emulsifier pada industri
kosmetik dan farmasi, kertas, bahan emulsifier pada industri cat, bahan antifoaming pada
industri kimia, industri pangan dan industri lainnya serta bahan emulsifier dan sanitasi pada
industri pangan.

Surfaktan Metil Ester Surfonat (MES) merupakan golongan baru dalam surfaktan
anionik yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam proses chemical flooding, karena
MES berfungsi menurunkan tegangan antarmuka atau Interfacial Tension (IFT) minyak
dengan air sehingga dapat bercampur secara homogen. Metil Ester turunan dari trigliserida
(minyak atau lemak) yang disintesa melalui esterifikasi dan transesterifikasi.

Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol membentuk
ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Ester asam karboksilat
ialah suatu senyawa yang mengandung gugus - CO2R dengan R dapat berupa alkil.
Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat balik. Dengan esterifikasi, kandungan asam
lemak bebas dapat dihilangkan dan diperoleh tambahan ester. Reaksi ini dilaksanakan dengan
menggunakan katalis padat atau katalis cair.

RCOOH + CH3OH ↔ RCOOCH3 + H2O

Asam Lemak Metanol Metil Ester Air

Reaksi esterifikasi berkatalis asam berjalan lebih lambat, namun metode ini lebih
sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam lemak bebas relatif tinggi.
Karena, dari bentuk reaksi di atas, FFA yang terkandung di dalam trigliserida akan bereaksi
dengan methanol membentuk metil ester dan air. Jadi, semakin berkurang FFA, methanol
akan berekasi dengan trigliserida membentuk metil ester.

Reaksi transesterifikasi secara umum merupakan reaksi alkohol dengan trigliserida


menghasilkan methyl ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa. Alkohol yang umumnya
digunakan adalah methanol dan ethanol. Reaksi ini cenderung lebih cepat membentuk metil
ester dari pada reaksi esterifikasi yang menggunakan katalis asam. Namun, bahan baku yang
akan digunakan pada reaksi transesterifikasi harus memiliki asam lemak bebas yang kecil
(<2%) untuk menghindari pembentukan sabun. Penggunaan katalis basa dalam jumlah ekstra
dapat menetralkan asam lemak bebas di dalam trigliserida. Sehingga, semakin banyak jumlah
katalis basa yang digunakan, maka metal ester yang terbentuk akan semakin banyak.

Metil Ester Sulfonat (MES) merupakan salah satu surfaktan anionik yang dapat dibuat
dengan menggunakan bahan baku metil ester dari minyak inti sawit dan metil ester dari CPO.
MES dibuat melalui proses sulfonasi dengan menggunakan pereaksi kimia yang mengandung
gugus sulfat atau sulfit. Reaksi sulfonasi metil ester dengan H2SO4 yaitu sebagai berikut :

21
RCOOCH3 + H2SO4 → R – CH – C – OCH3 + H2O

SO3H O

Methyl Ester Asam Sulfat Metil Ester Sulfonat Air

3.10 Masa Depan Industri Oleokimia


Industri oleokimia merupakan satu dari tiga jalur hilirisasi sawit yang dikembangkan di
Indonesia. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, kapasitas produksi dan realisasi produksi
oleokimia menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Dalam periode 2016-2020,
industri oleokimia dasar mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dari segi jumlah
perusahaan mengalami peningkatan dari 19 perusahaan menjadi 21 perusahaan. Total
kapasitas produksi industri oleokimia dasar berbasis sawit juga mengalami peningkatan dari
18 juta ton menjadi hampir 20 juta ton. Jika dirinci industri oleokimia dasar menunjukkan
hampir semua jenis oleokimia dasar mengalami pertumbuhan kapasitas produksi dan
pertumbuhan yang relatif cepat terjadi pada industri methyl ester. Faktor yang mendorong
terjadinya pertumbuhan industri oleokimia adalah adanya ekosistem hilirisasi yang diciptakan
pemerintah dengan instrumen kombinasi kebijakan pajak ekspor (duty dan levy) ekspor sawit
dan produk turunannya yang komprehensif dan progresif serta kebijakan hilirisasi termasuk
mandatory B-30. Kedua kebijakan tersebut menciptakan insentif bagi industri oleokimia
berbasis minyak sawit domestik. Industri oleokimia juga memiliki prospek yang besar
sebagai substitusi petrokimia baik dalam konteks strategi substitusi impor maupun promosi
ekspor. Strategi tersebut memberikan manfaat sosial, ekonomi dan ekologi baik bagi
Indonesia maupun bagi masyarakat dunia.

22
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Oleokimia adalah bahan kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak melalui proses
splitting trigliserida (triacylgliserol) menjadi turunan asam-asam lemaknya dan gliserol.
Proses tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun enzymatis. Produksi oleokimia secara
enzimatis yang dapat dihasilkan berupa asam lemak, biodiesel, pelumas hayati, ester lilin,
lemak intraesteri, dan enzimatik kosmetik.

Faktor yang mendorong terjadinya pertumbuhan industri oleokimia adalah adanya


ekosistem hilirisasi yang diciptakan pemerintah dengan instrumen kombinasi kebijakan pajak
ekspor (duty dan levy) ekspor sawit dan produk turunannya yang komprehensif dan progresif
serta kebijakan hilirisasi. Industri oleokimia juga memiliki prospek yang besar sebagai
substitusi petrokimia baik dalam konteks strategi substitusi impor maupun promosi ekspor.
Strategi tersebut memberikan manfaat sosial, ekonomi dan ekologi baik bagi Indonesia
maupun bagi masyarakat dunia.

4.2 Saran
Dalam mengkritisi suatu jurnal, diperlukan sikap serius dalam memahami materi yang
terdapat dalam jurnal sehingga dalam mengkritisi tidak hanya sekedar meringkas saja.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdelmoez, Wael., and Mustafa, Ahmad.,(2014), Oleochemica; Industry Future Through


Biotechnology.Journal of Oleo Science,63(6):545-554.

Cahyandari, D., & Muhammad, E.,(2007), Produksi Biodiesel Dari Minyak Jarak
Pagar Melalui Proses Enzimatis. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah,
5(2), 141-148.

Hadisoebroto, K.,(2005), Prospek Pemanfaatan Oleokimia Berbasis Minyak Sawit Untuk


Industri Kosmetika, Personal Care, Cleaning & Washing Products. Seminar Nasional
Pemanfaatan Oleoklmia Berbasis Minyak Sawit pada Berbagai lndustri. -(-): 67-71.

Muis. A.,(2018), Pembuatan Oleokimia Dari Virgin Coconut Oil (Vco) Melalui Proses
Fraksinasi Dan Esterifikasi. Jurnal Penelitian Teknologi Industri. 10(2). 75-86.

Priatni, A.,(2016), Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Kadar Gliserol


dan Konstanta Michaelis (Km) pada Hidrolisa CPO secara Enzimatis.
Jurnal Riset Teknologi Industri, 3(6), 22-26.

Purwaningtyas, E. F., dan Pramudono, B.,(2009), Pembuatan Surfaktan Polyoxyethylene dari


Minyak Sawit: Pengaruh Rasio Mono-Digliserida dan Polyethylen Glykol.Jurnal
Reaktor,(12) (3):175-182.

Puspitasari, S., & Cifriadi, A. (2012). Kajian pembuatan bahan pelunak karet berbasis hayati
dari minyak jarak melalui reaksi hidrogenasi. Jurnal Warta Perkaretan, 31(1), 50-56.

Tambun, R.,(2018),Proses Pembuatan Asam Lemak Secara Langsung dari Buah Kelapa
Sawit.Jurnal Chemistry and Technology of Enzymes.(4)2.

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai