INDUSTRI OLEOKIMIA
MIKROALGA SEBAGAI FEEDSTOCK INDUSTRI
OLEOKIMIA (BIODIESEL)
UNIVERSITAS INDONESIA
Kelompok Pelumas
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kuasa-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini dibuat atas
dasar pemicu ketiga dari mata kuliah Industri Oleokimia. Penulis juga berterima kasih
kepada seluruh pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian laporan ilmiah ini, yaitu:
1. Dosen mata kuliah Industri Oleokimia, Dr. Dianursanti, S.T, M.T dan Dr.Tania Surya
Utami, S.T, M.T yang telah membimbing penulis selama proses penulisan makalah
ini.
2. Seluruh rekan mata kuliah Industri Oleokimia, seluruh angkatan, serta segala pihak
yang telah membantu penulis.
Penulis menyadari kekurangan yang terdapat dalam makalah ilmiah ini. Untuk itu,
penulis meminta maaf atas semua kesalahan yang terjadi pada laporan ini. Penulis juga
mengharapkan saran, kritik, dan umpan balik dari para pembaca untuk tulisan ini. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak dan berharap
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
1 BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
BAB 3. KESIMPULAN
3
2 BAB 2
PEMBAHASAN
atau langsung menjadi makanan ternak. Tidak hanya itu mineral dari alga juga dapat
dimanfaatkan untuk kultivasi alga atau menjadi produk bernilai tambah tinggi. Sedangkan
biomas algae (algae mass) dapat dijadikan bahan baku untuk biogas : methane; Synthesis
Gas; Liquid Fuels (via gas) : Jetfuel, diesel; Alkohol : etanol,metanol; Food; Fertilizer.
Botryococcus sp., Chlorella sp., Dunaliella sp., Nannochloropsis sp. dan berbagai jenis
diatomae (Sazdanoff, 2003 dan Chisty, 2007). Komponen minyak alga mengandung
beragam jenis hidrokarbon rantai panjang. Pernet et al. (2003) menyatakan bahwa variasi
pada komponen asam-asam lemak pada mikroalga bersifat spesifik spesies dan variasi
asam-asam lemak tersebut dipengaruhi oleh proses kultur atau produksi alganya.
Prediksi Schultz (2006) akan dihasilkan minyak alga sebesar 7660 liter untuk setiap
hektarnya. Angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan minyak nabati yang
dihasilkan dari tumbuhan-tumbuhan dengan luas lahan yang sama.hal ini terlihat pada
Tabel 2.1. Alga Versus Plant.
g. Cryptophyta
Cryptophyta adalah kelompok uniseluler yang unik yang tidak memiliki kedekatan
dengan kelompok alga lainnya. Kelompok ini merupakan organisme eukaryotik, dan
mereka juga memiliki kerongkongan. Semua spesies kelompok ini memiliki flagel,
bersifat motil, dan memiliki satu atau dua kloroplast serta memiliki chlorophyl a dan
c, phycocyanin dan phycoeretrin serta beberapa carotenoid yang memberikan warna
kecokelatan pada tubuh mereka. Cryptomonas (Air tawar, air laut;). memiliki 1-2
kloroplas cokelat dan dapat melakukan fotosintesa ataupun bertahan hidup
menggunakan bakteri. Pada umumnya tidak digunakan sebagai pakan pada
lingkungan budidaya, namun demikian populasi di alam merupakan makanan bagi
rotifer, kerang, tiram, dan larva udang.
h. Phyrrophyta
Dalam kelompok ini terdapat dinoflagellata yang merupakan suatu kelompok
organisme uniseluler yang unik yang memiliki dua flagella dan umum dijumpai di
air tawar maupun air laut. Kelompok ini merupakan organisme eukaryotik.. Salah
satu ciri khas kelompok organisme ini adalah keberadaan dinding sel yang terbuat
dari lapisan selulosa. Akan tetapi ada beberapa organisme yang tidak memiliki
dinding sel ini. Organisme ini memiliki dua flagella. Banyak organisme dari
golongan ini yang memiliki trichocyst, yaitu struktur protein yang dapat dikeluarkan
dari permukaan sel untuk melindungi diri dari predator. Fenomena ‘red tide’ adalah
peristiwa yang dihubungkan dengan ledakan (berkumpulnya) dinoflagellata karena
adanya pigmen kemerahan yang terakumulasi dalam organisme-organisme ini dan
dalam jumlah yang besar yang terjadi pada kondisi lingkungan tertentu. Beberapa
dinoflagellata menyebabkan peracunan pada kerang-kerangan dan menyebabkan
pengakumulasian neurotoxin dalam konsentrasi tinggi. Beberapa spesies merupakan
parasit bagi ikan yang menyebabkan masalah seperti ‘velvet disease’. Sebagian besar
spesies bukan merupakan makanan ikan karena ukurannya terlalu besar untuk
dikonsumsi.
2.2.1 Jenis Mikroalga untuk Kultivasi dalam Waste Water
Pada umumnya tiap jenis mikroalga memiliki potensi mampu bertahan hidup dan
berkembangbiak dalam air limbah namun harus tetap pada batasan konsentrasi senyawa
yang terkandung dan karakteristik dari air limbahnya harus pada batasan yang bisa
diterima oleh algae. Dari beberapa penelitian, disebutkan bahwa kultivasi alga dalam air
10
keempat minyak nabati tersebut. Komposisi trigliserida dari kempat minyak nabati
tesebut akan dijadikan patokan untuk pemilihan jenis algae.Analisa komposisi
trigliserida dalam beberapa minyak nabati menggunakan alat HPLC.
Pemilihan strain mikroalga untuk memproduksi minyak didasarkan pada sifat strain
yang memiliki komponen trigliserida (TAG) dengan rantai karbon diatas C14,
mempunyai kemiripan dengan komponen trigliserida pada CPO (Tabel 2.2.
Komponen Trigliserida CPO), mempunyai kadar lipid yang tinggi, mempunyai
kandungan biomassa yang tinggi, mudah dipanen, dan tahan terhadap kondisi di luar
ruangan.
dapat dijadikan acuan dalam menentukan teknik kultivasi, harvesting serta ektraksi
yang akan dilakukan.
Kandungan minyak pada beberapa spesies mikroalga ditunjukan oleh Gambar 2.4.
Kandungan Minyak Pada Beberapa Spesies Mikroalga.
Faktor lain yang menentukan pertumbuhan alga adalah media yang digunakan. Biasanya
media yang digunakan tergantung dari jenis alga yang akan dikembangbiakan. Semakin
mendekati karakteristik tempat asal alga maka semakin mudah untuk alga
menyesuaikan diri.
Petumbuhan mikroalga terdiri dari 5 fase dari awal penambahan inokulan hingga
fase dimana terjadi penurunan jumlah sel dalam kultivasi seperti Gambar 2.4. Kurva
Fase Pertumbuhan Mikroalga.
Salah satu langkah penting dalam kultivasi mikroalga adalah menentukan spesies
spesifik yang akan digunakan untuk menghasilkan minyak yang selanjutnya
dimanfaatkan sebagai biofuel. Selanjutnya, media dan nutrisi pada proses kultivasi juga
harus disesuaikan dengan jenis mikroalga yang dibudidayakan sehingga dapat tercapai
kondisi optimum dimana mikroalga tersebut dapat menghasilkan yield yang tinggi
(Ferreira at al, 2019).
Pada prinsipnya kultivasi ganggang mikro dapat dilakukan dengan kultur sistem
terbuka (raceway) atau tertutup (photobioreactor). Pada sistem terbuka, proses
pencampuran dan sirkulasi media diperoleh dari suatu roda penggerak (seperti turbin).
Sepanjang hari, biakan diberikan nutrisi secara kontinu di depan roda penggerak dan
beroperasi sepanjang waktu untuk mencegah sedimentasi (pengendapan). Sementara itu
pendinginan diperoleh melalui penguapan. Suhu berfluktuasi seiring dengan siklus harian
dan musiman. Sistem raceway dapat memanfaatkan CO2 lebih efisien daripada
fotobioreaktor. Kelemahan dari metode kultivasi ini adalah produktivitas mikroalga bisa
14
dipengaruhi oleh kontaminasi. Namun, kelebihan dari metode kultivasi kolam raceway
dianggap lebih ekonomis serta membutuhkan sedikit biaya untuk membangun dan
mengoperasikannya.
nitrogen dan fosfor yang penting untuk pertumbuhan mikroalga. Contoh lainnya yakni
sembilan puluh persen dari kandungan nitrogen di dalam air limbah domestik biasanya
berada dalam bentuk senyawa ammonia. Namun pada konsentrasi tertentu amonia dapat
menjadi toksik terhadap mikroalga. Penelitian Abeliovich dan Azov (1975) menunjukkan
bahwa konsentrasi amonia diatas 2 mM dan pH diatas 8 dapat menghambat pertumbuhan
dan fotosintesis dari Scenedesmus obliquus. Fotosintesis dari alga lain seperti Chlorella
pyrenoidosa, Anacystis nidulans dan Plectonema boryanum juga terhambat pada
konsentrasi amonia yang sama.
Tabel 2. 5. Keuntungan Dan Kekurangan Penggunaan Waste Water Dibandingkan Sumber Organik Karbon
Lainnya
Kelebihan lain dari mikroalga sebagai bahan baku bahan bakar nabati adalah
bahwa mikroalga dapat ditumbuhkan secara efektif dengan input air bersih yang sedikit
dan tidak memerlukan banyak lahan seperti tanaman penghasil bahan bakar nabati yang
lain, sehingga dapat menghemat penggunaan air bersih. Sebagai contoh, mikroalga dapat
dibudidaya dekat dengan laut untuk dapat memanfaatkan garam dan air payau. Oleh
karena itu muncul ketertarikan terhadap budidaya mikroalga di perairan asin. Namun,
medium potensial lain yang dapat digunakan adalah limbah cair. Masalah utama yang
dihadapi dalam pemanfaatan limbah cair adalah konsentrasi nutrien yang sangat tinggi,
khususnya konsentrasi total N dan total P, serta logam beracun, yang memerlukan
pengolahan menggunakan bahan kimia dengan harga yang mahal untuk
19
Gambar 2.9. Diagram Alir Yang Menunjukkan Bagaimana Sumber Limbah Cair Dapat Digunakan Untuk
Produksi Bioenergi Berkelanjutan Berbasis Mikroalga
2.3.3 Perbandingan Kultivasi Mikroalga dalam Waste Water dan Fresh / Sea
Water
Penelitian yang dilakukan Zuka et al. (2012) menunjukan perbandingan
pertumbuhan mikroalga dengan media freshwater dan wastewater. Gambar 6a dan 6b
menunjukan rata-rata pertumbuhan mikroalga pada wastewater (0.08 g alga kering/ L-
hari) lebih tinggi dibanding freshwater (0.051 g alga kering/ L-hari) maupun mix (50/50,
freshwater dan wastewater) yaitu 0.054 g alga kering/ L-hari. Penelitian ini membuktikan
bahwa wastewater layak dijadikan alternatif media kultivasi mikroalga.
20
(a) (b)
Gambar 2.10. Perbandingan Rata-Rata Pertumbuhan Mikroalga Pada Freshwater Dan Wastewater
padatan mikroalga yang terdapat pada medium yang dialirkan. Setelah terisi mikroalga,
filter diambil untuk diukur biomassa yang tertahap. Metode sentrifugasi yaitu metode
separasi berdasarkan densitas dengan menggunakan gaya sentripental. Mikroalga yang
memiliki densitas lebih besar akan tertahan di bagian dasar tabung. Flokulasi merupakan
pemanenan dengan cara membentuk mikroalga dalam kumpulan yang lebih besar
sehingga mudah diambil biomassanya. Untuk membentuk kumpulan, mikroalga diberi
flokulan yang dapat berupa bahan kimia seperti alum dan NaOH, dan bahan alami, seperti
chitosan. Berikut ini Tabel 2.6. Perbandingan Kelebihan Dan Kekurangan Masing-
Masing Metode Harvesting.
dengan 1 mol trigliserida (dari minyak alga) dan katalis (asam atau basa) direaksikan di
dalam stirred reactor dimana suhu diatur pada 55-60°C (dibawah titik didih methanol
65°C) sehingga reactor tdak perlu diberi tekanan. akan menghasilkan campuran ester
lemak dan gliserin dengan bantuan katalis. Proses transesterifikas dilakukan dalam dua
tahap:
1. Tahap pertama, minyak mikroalga dikombinasikan dengan 75% hingga 90% dari
metanol dan katalis dan dibiarkan bereaksi hingga mencapai kesetimbangan.
Kemudian, gliserin yang terbentuk dipisahkan dengan sentrifugasi dan sisanya
10% hingga 25% dari methanol dan katalis akan digunakan untuk reaksi kedua
2. Tahap kedua, gliserin hasil campuran minyak, methanol dan katalis dipisahkan
kembali dengan sentrifugasi sehingga diperoleh biodiesel yang siap untuk
diproses lebih lanjut.
Microalgae yang merupakan bahan bakar nabati generasi ketiga merupakan sumber
bahan bakar yang relatif baru, sehingga sebagaimana diajukan oleh teori learning rate
maka sangat wajar apabila produk turunan dari microalgae masih mahal. Dengan seiring
meningkatnya kapasitas terpasanmg pabrik maka akan semakin murah pula harga per unit
dari bahan bakar atau produk lainnya.
Pada kultivasi microalgae Kumar et al.(2019) melakuka review terhadap penelitian
terkait dan mentabulasikan hasil beberapa penelitian pada Tabel 2.8. Tabulasi
Keekonomian Produk Alga Dan Cost Breakdown Fungsi Dari Metode Kultivasi Dan
Kapasitas. Dapat terlihat dengan membandingkan teknologi untuk kultivasi microalgae
bahwa harga lipid atau biomassa sangat bergantung dengan teknologi yang digunakan
dan juga kapasitas, hal ini sesuai dengan sixth-ten/seventh-ten rule yang menjelaskan
penurunan harga per unit sebagai efek dari peningkatan kapasitas. Didapatkan bahwa
harga microalgae termurah didapatkan pada metode kultivasi menggunakan kolam
terbuka (ORP) dengan kapasitas yang besar. Hal ini menjadikan insentif bagi pengusaha
untuk membuat ORP besar karena akan menjadikan produk turunan microalga kompetitif
dibandingkan produk existing.
28
Tabel 2. 8. Tabulasi Keekonomian Produk Alga Dan Cost Breakdown Fungsi Dari Metode Kultivasi Dan
Kapasitas
3 BAB 3
KESIMPULAN
4 DAFTAR PUSTAKA
Chew, K. W., Yap, Y. J., Show, P. L. Ng, H. S., Juan, J. C., Ling, T. C., Duu-Jong, L.,
Jo-Shu, C. 2017. ‘Microalgae Biorefinery: high value products perspectives’
Bioresource Technology 229 p53-62
Kumar, M. A., Budolla, V. 2019.’Chapter 12 ~ Future Prospects of Biodiesel Production
by Microalgae : A short Review’ Recent Developments in Applied Microbiology
and Biochemistry, p161-166.
Algencal.it. 2019. Microalage | Algencal. [online] Available at :
http://www.algencal.it/microalgae/?lang=en (Accessed : 27 Sept. 2019)
Basmal J. 2008. Peluang dan Tantangan Produksi Mikroalga Sebagai Biofuel. Squalen
3(1): 34-39.
Topare NS, Renge VC, Khedkar SV, Chavan YP, Bhagat SL. 2011. Biodiesel from Algae
Oil as an Alternative Fuel for Diesel Engine. International Journal of Chemical,
Environmental and Pharmaceutical Research 2(2-3): 116-120.
[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2007. Official Methods of
Analysis. 18th ed. Maryland: Association of Official Analytical Chemists inc.
[AOCS] American Oil Chemist’ Society. 1990. Official Methods and Recommended
Practices of the American Oil Chemists’ Society. USA: AOCS Champaign.
Noer Abyor Handayani, Dessy Ariyanti. 2012. POTENSI MIKROALGA SEBAGAI
SUMBER BIOMASA DAN PENGEMBANGAN PRODUK TURUNANNYA .
Semarang. TEKNIK – Vol. 33 No.2 Tahun 2012, ISSN 0852-1697
Patmawati, dkk. 2014. PRODUKSI BIODIESEL DARI BIOMASSA Chlamydomonas
sp. ICBB 9113 DIKULTIVASI MENGGUNAKAN MEDIA YANG MURAH:
EFEKTIFITAS DARI BEBERAPA METODE EKSTRAKSI. Bogor. Widyariset,
Vol. 17 No. 2, Agustus 2014 269–276
Spolaore, P., Joannis-Cassan, C., Duran, E., dan Isambert, A., (2006), “Commercial
Applications of Microalgae”, Journal of Bioscience and Bioengineering, 101, hal 87-
96
Pulz, O., dan Scheibenbogen, K., (1998), “Photobioreactors: design and performance
with respect to light energy input”, Advanced of Biochemical Engineering
Biotechnology., 59, hal 123–151
31
Pulz, O., dan Gross, W., (2004), “Valuable products from biotechnology of microalgae”,
Application of Microbiology Biotechnology., 65, hal 635–648.
Harun, R., Singh, M., Forde, G.M., dan Danquah, M.K., (2010), Bioprocess engineering
of microalgae to produce a variety of consumer products”, Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 14, hal 1037–1047.
John, R.P., Anisha, G.S., Nampoothiri, K.M., dan Pandey, A., (2011), “Micro and
macroalgal biomass: A renewable source for bioethanol”, Bioresource Technology,
102, hal. 186–193.
Chisti, J., (2007), Biodiesel from microalgae”, Biotechnology Advances, 25, hal 294–306
Mata, T.M., Martins, A.A., dan Caetano, N.S., (2010), “Microalgae for biodiesel
production and other applications: A review”, Renewable and Sustainable Energy
Reviews, 14, hal 217–232
Terry, K.L., dan Raymond, L.P., (1985), System design for the autotrophic production of
microalgae. Enzyme Microbial Technology,7, hal 474–87
Sheehan, J., Dunahay, T., Benemann, J., dan Roessler, P., (1998), “A look back at the
U.S. Department of Energy's Aquatic Species
Program—biodiesel from algae”, National Renewable Energy Laboratory, Golden, CO;
Report NREL/TP-580–24190.
Carvalho, A.P., Meireles, L.A., dan Malcata, F.X., (2006), “Microalgal reactors: a review
of enclosed system designs and performances”, Biotechnology Programme, 22, 1490–
506
Molina, G.E., Acién, F.F.G., García C.F., dan Chisti, Y., (1999), Photobioreactors: light
regime, mass transfer, and scaleup. Journal of Biotechnology, 70, hal 231–47.
Pulz O., (2001), Photobioreactors: production systems for phototrophic microorganisms.
Application of Microbiology Biotechnology, 57, 287–93
Tredici, M.R., (1999), Bioreactors, photo. In: Flickinger MC, Drew SW, editors.
Encyclopedia of bioprocess technology: fermentation, biocatalysis and
bioseparationWiley; hal 395–419
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 2018. Implementasi Biofuel, Solusi
Penyediaan Bahan Bakar di Indonesia. Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi. 2018
Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Neraca Energi Indonesia (Indonesian Balance
Energy) 2013-2017. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
32
Surfactant and Bioenergy Research Center. 2008. Mikroalga Potensi Masa Depan
Biodesel Indonesia. Di dalam : Pengembangan Bahan Bakar Berbasis CPO dan
Mikroalga Sebagai Penyokong Ketahanan Energi di Indonesia. Seminar Bioergi :
Bogor. Perhimpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian IPB.
Becker EW. 1984. Biotechnology and exploitation of the green algae Scenedesmus
obliquus in India. J Biomass 4:1–19.
Tjitrosomo SS. 1984. Botani Umum 3. Bandung: Angkasa.
Lee, R.E. 2008.Phycology - 4th Edition. USA: Cambridge University Press.
Bold HC, Wynne MJ. 1985. Introduction to Algae. USA: Prentice Hall, Inc.
Suryanto H, Yanuar U, Sukarni S. 2009. Studi Eksporasi Potensi Mikroalga Laut Sebagai
Sumber Energi Terbarukan. Seminar Nasional Teknik Mesin IV. Surabaya.
Chisti, Y. 2007. Biodiesel from microalgae. Biotechnology Advances 25:294-306.
Ferreira GF, Pinto LF, Filho RM, Fregolente LV, 2019. A review on lipid production
from microalgae: Association between cultivation using waste streams and fatty
acid profiles. Renewable and Sustainable Energy Reviews 109: 448–466.
Zhong Jiang J. 2001. Advances in Biochemical Engineering Biotechnology.VerlagBerlin
Heidelberg: Scheper.
Zuka Z, McConnell B, Farag I. 2012. Comparison of Freshwater and Wastewater Medium
for Microalgae Growth and Oil Production. Journal of American Science 8(2): 392-
398.
Poelman E, Pauw N, Jeurisssen B. 1997. Potential of electrolytic flocculation for recovery
of microalgae. J Resource Conserv Recycl 19:1-10.
Sánchez M, A., Garci A, Camacho G, Molina GF, Chisti Y. 2002. Growth and
characterization of microalgal biomass produced in bubble column and airlift
photobioreactors: studies in fed-batch culture. Enzyme Microb. J Technol 31: 1015–
1023.
Ugwu CU, Aoyagi H, Uchiyama H. 2008. Photobioreactors for mass cultivation of algae.
J Bioresource technol 99: 4021-4028.
Polsri.ac. [online] Available at :
http://eprints.polsri.ac.id/4116/3/03.BAB%20II%20TIINJAUAN%20PUSTAKA.
pdf (Accessed : 01 Oktober 2019)
Santoso, Arif., Rahmania A, Darmawan, Joko P. 2011. ‘Mikro Alga Untuk Penyerapan
Emisi Co2 Dan Pengolahan Limbah Cair Di Lokasi Industri’. Bogor: Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB.
Ni Kadek E.J, A.A.Md. Dewi A, Ida Bagus W.G. 2015. ‘Pengaruh Jenis Media Terhadap
Pertumbuhan Nannochloropsis Sp.’ Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri.
Issn: 2503-488x, Vol. 3. No. 2. (1-9).
33