Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

BIODIESEL
‘‘Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Industri Kimia’’
Dosen Pembimbing:
Meriatna, ST., MT

Kelompok V:
Fuji Fahrunnisa 160130114
Wanda Maulida 160130115
Umi Rohmawati Syafa’ah
Khairunnisak
Muhammad Fahrozi
Jamaluddin

Jurusan Teknik Indusri Fakultas Teknik


Universitas Malikussaleh
Lhokseumawe
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami juga
bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga
kami dapat mengumpulkan bahan – bahan materi makalah ini dari internet. Kami
telah berusaha semampu kami untuk mengumpulkan berbagai macam bahan
tentang Biodiesel.
Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna,
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami
mohon bantuan dari dosen pembimbing mata kuliah Industri Kimia.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan merupakan
alternatif bacaan yang berguna bagi pembaca lainnya. Kepada sumber yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam
penulisan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami
mengucapkan terima kasih.

Lhokseumawe, 19 September 2018

Kelompok V
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3 Tujuan .................................................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................. 4
2.1 Defenisi Biodiesel ............................................................................... 4
2.2 Sumber-sumber Biodiess ..................................................................... 4
2.3 Standar Mutu Biodiesel ....................................................................... 5
2.4 Keuntungan dan Kerugian Biodiesel ................................................... 7
2.5 Bahan Baku Pembuatan Biodiesel....................................................... 9
2.6 Alat yang Digunakan Memproduksi Biodiesel ................................. 11
2.7 Proses Pembuatan Biodiesel ............................................................... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 20
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 27
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 27
3.2 Saran .................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagaimana kita tahu bahwa minyak bumi masih menjadi komponen
penting dalam dunia pembangkitan kita. Kini, sumber daya minyak bumi semakin
langka dan cadangannya kian menipis. Sementara itu permintaan semakin naik
sehingga harga pun melangit. Oleh karena itu diperlukan suatu sumber energi baru
yang terbarukan yang bisa menggantikan peranan minyak bumi dalam dunia
pembangkitan kita. Biodiesel adalah salah satu energi Alternatif terbarukan.
Biodiesel merupakan produk dari reaksi kimia dari minyak nabati yang memiliki
sifat seperti solar. Minyak nabati tersebut dapat didapat dari berbagai macam jenis
tumbuhan semisal jarak, randu, kelapa , dan lain-lain yang notabenenya mudah
diproduksi bahkan di lahan kritis sekalipun (jarak). Dengan luas lahan kritis yang
ada di Indonesia lebih dari 20 juta hektar, biodiesel yang dihasilkan diproyeksikan
bisa mengcover kebutuhan minyak pada sistem kelistrikan kita tanpa mengganggu
lahan produktif yang ada.
Setelah krisis ekonomi 1998, sektor energi di Indonesia mengalami
dinamisasi perubahan cukup signifikan yang utamanya sangat dipengaruhi oleh
pertumbuhan permintaan energi dan perubahan regulasi akibat tingginya harga-
harga energi tak terbarukan (minyak bumi). Hal tersebut merupakan implikasi
langsung dari terus berkurangnya cadangan minyak bumi, baik itu di Indonesia
maupun dalam lingkup yang lebih luas (global). Terlebih lagi, sejak tahun 2004
Indonesia telah menjadi net importer minyak bumi. Sebagai akibatnya, sejak
tahun 2008 Indonesia juga telah keluar dari OPEC.
Sektor energi listrik termasuk sektor yang cukup terpengaruh dengan
dinamisasi tersebut, sebagaimana kita tahu bahwasanya selama ini minyak bumi
merupakan sumber energi yang cukup dominan dan penting dalam unit
pembangkitan kita. Data energi mix kita menunjukkan bahwa 24% dari total raw
material yang di convert menjadi energi listrik berupa minyak bumi. Selain itu,
minyak bumi sangat berperan untuk mengatasi adanya peak power tiap harinya.
Hal tesebut dikarenakan minyak bumi sangat dibutuhkan sebagai bahan bakar
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel, salah satu pembangkit yang flexible terhadap
perubahan permintaan daya yang cukup fluktuatif. Oleh karena itu, adanya
perubahan dari ketersediaan ataupun harga secara signifikan akan berpengaruh
juga secara signifikan pada ketersediaan dan keberlangsungan energi listrik.
Terlebih lagi, demand terhadap energi listrik saat ini terus meningkat tiap
tahunnya dengan rata-rata proyeksi pertumbuhan permintaan daya listrik per
tahun sekitar 7.7% sampai 2016. Tak boleh dilupakan juga bahwasanya perluasan
jangkauan listrik juga masih sangat dibutuhkan mengingat rasio elektifikasi kita
masih cukup rendah, sekitar 63,4%. Untuk itu penting dicarikan sebuah solusi
untuk permasalahan ini semisal dengan mencari bahan alternatif lain.
Kebutuhan energi nasional khususnya bahan bakar minyak (BBM) terus
meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan semakin
terbatasnya cadangan sumber daya minyak bumi, Indonesia harus mengimpor
BBM dalam jumlah besar untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak di
sektor transportasi dan energi.bPada tahun 2005, konsumsi minyak solar di
Indonesia mencapai 70.000 kiloliter per hari atau setara dengan 26 juta kiloliter
per tahun. Pada tahun yang sama, produksi minyak solar dalam negeri tidak lebih
dari 13 juta kilo liter per tahun, sehingga diperlukan impor minyak solar lebih dari
13 juta kilo liter. Dengan menyimak pola konsumsi minyak solar yang terus
meningkat khususnya pada sektor transportasi, diperkirakan bahwa volume impor
minyak solar ini akan terus meningkat bila tidak diambil kebijakan diversifikasi
bahan bakar dengan pemanfaatan energi terbaharukan.
Dalam rangka menjamin pasokan energi dalam negeri terutama
penyediaan energi bagi industri, transportasi dan rumah tangga, serta untuk
pengembangan ekonomi lebih lanjut, perlu dilakukan langkah-langkah
penghematan dan pengembangan diversifikasi energi, termasuk energi alternatif
yang terbaharukan. Salah satu energi alternatif yang dapat dikembangkan adalah
bahan bakar nabati (BBN) yang murah, dapat diperbaharui, aman dan ramah
lingkungan seperti halnya biodiesel.
Saat ini, sumber bahan bakar alternatif yang memiliki potensi besar untuk
dikembangkan adalah sumber daya hayati atau biofuel. Bahan Baku hayati untuk
biofuel dapat berasal dari produk-produk dan limbah pertanian yang sangat
berlimpah di Indonesia Di tengah kondisi finansial PLN yang kurang mendukung,
pengadaan energi alternatif perlu dilakukan. Sejumlah alternatif pengadaan energi
listrik memang dapat ditempuh dengan berbagai cara. Selain mengolah bahan
bakar dari fosil, energi terbarukan seperti panas bumi cukup menarik
dikembangkan. Namun penggunaan bahan bakar fosil memerlukan sistem
transportasi yang intensif. Demikian juga pengadaan bahan bakar gas yang perlu
sistem pipa rumit dan mahal. Sementara energi panas bumi hanya untuk beberapa
tempat di sejumlah pulau saja. Itu pun masih tergolong mahal. Dari sekian banyak
alternatif, efisiensi pengadaan energi patut memperhitungkan ketersediaan sumber
energi di tempat energi itu diperlukan. Oleh karena itu, energi hidro skala kecil,
mikrohidro, energi surya, energi angin, biofuel, dan energi biomassa masuk ke
dalam daftar pilihan. Saat ini, sumber bahan bakar alternatif yang memiliki
potensi besar untuk dikembangkan adalah sumber daya hayati atau biofuel. Bahan
baku hayati untuk biofuel dapat berasal dari produk-produk dan limbah pertanian
yang sangat berlimpah di Indonesia. Makalah ini akan membahas mengenai
biodiesel (salah satu jenis biofuel) sebagai salah satu alternatif pengganti bahan
bakar fosil.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja bahan baku pembuatan biodiesel dari CPO?
2. Apa saja peralatan yang digunakan dalam memproduksi biodiesel dari
CPO?
3. Bagaimana proses pembuatan biodiesel dari CPO?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bahan baku dari pembuatan biodiesel dari CPO
2. Mengetahui peralatan yang digunakan dalam memproduksi biodiesel dari
CPO
3. Mengetahui proses dalam pembuatan biodiesel dari CPO

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Biodiesel


Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar yang terdiri
dari mono-alkyl ester yang dapat terbakar dengan bersih, berasal dari berbagai
minyak tumbuhan atau lemak hewan, biasanya berupa metil ester atau etil
esterdari asam lemak. Nama biodiesel telah disetujui oleh Departemen of Energy
(DOE), Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Material
(ASTM) sebagai industri energi alternatif. Berasal dari asam lemak yang sumbernya
renewable limit,dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan menghasilkan
emisi gas buang yang relatif lebih bersih dibandingkan bahan bakar
konvensional. Biodiesel tidak beracun, bebas daribelerang, aplikasinya sederhana dan
berbau harum.Biodiesel dapat ditulis sebagai B100.B100 menunjukkan bahwa
biodieseltersebut murni 100% terdiri atas mono-alkyl ester . Biodiesel campuran
ditandaiseperti " BXX", dimana " XX" menyatakan prosentase komposisi
biodiesel yangterdapat di campuran tersebut, dengan kata lain B20 adalah 20%
biodiesel, 80%minyak solar (Zuhdi dkk, 2003).

2.2 Sumber-sumber Biodiesel


Biodiesel termasuk golongan alkohol dengan nama kimia alkil ester,
bersifat sama seperti solar bahkan lebih baik nilai cetanenya. Biodiesel dibuat
lewat reaksi antara SVO (Straight Vegetable Oil) atau WVO (Waste Vegetable
Oil) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalisator soda-api (caustic-
soda atau NaOH) atau KOH. Hasilnya adalah metil ester (biodiesel) dengan
produk sampingan yaitu gliserin (Prihandana & Hendroko 2008).
Biodiesel berbeda dari minyak sayur atau straight vegetable oil (SVO)
yang dapat digunakan (secara murni atau campuran) sebagai bahan bakar pada
beberapa kendaraan yang mesinnya telah dimodifikasi. Terdapat berbagai macam
minyak yang dapat diproduksi menjadi biodiesel, meliputi:
1. Bahan baku minyak nabati murni; biji kanola dan minyak kedelai yang
paling banyak digunakan. Minyak kedelai paling banyak digunakan 90%
sebagai stok bahan bakar di Amerika.
2. Minyak jelantah;
3. Minyak Kelapa Sawit
4. Lemak hewan termasuk produk turunan seperti asam lemak Omega-3 dari
minyak ikan.
5. Algae juga dapat dipergunakan sabagai bahan baku biodiesel yang dapat
dibiakkan dengan menggunakan bahan limbah seperti air selokan tanpa
menggantikan lahan untuk tanaman pangan.
6. Lemak hewani sangat terbatas dalam persediaan dan tidak efisien
meningkatkan kadar lemak dalam tubuh hewan. Walaupun demikian,
produksi biodiesel dengan lemak hewani tidak dapat diacuhkan dan dapat
dijadikan sebagai pengganti penggunaan petro-diesel dalam jumlah kecil.
Hingga sekarang, investasi senilai 5 juta dollar sedang dibuat pabrik di
Amerika, direncanakan akan memproduksi 11.4 juta liter biodiesel dari
perkiraan 1 milyar kg lemak ayam setiap tahun dari peternakan ayam
lokal.

2.3 Standar Mutu Biodiesel


Dari peraturan pengujian biodiesel berdasarkan peraturan dirjen migas No.
002/P/DM/MIGAS/1979 tanggal 25 mei 1979 tentang spesifikasi bahan bakar
minyak dan gas dan standar pengujian SNI (Standart Nasional Indonesia) dapat
dianalisa :
1. Angka Setana
Untuk bahan bakar motor diesel digunakan acuan Angka Setana, yaitu
dengan bahan referensi normal cetane (C16H34) yang tidak memiliki
keterlambatan menyala dan aromat methyl naphtalene (C10H7CH3) yang
keterlambatannya besar sekali. Angka Setana dari biodiesel sebesar
minimal 51 sedangkan standar dari solar sebesar 48, berarti angka Setana
biodiesel 1,05 lebih rendah daripada solar. Tetapi angka Setana dari
biodiesel yang dihasilkan masih termasuk dalam kisaran standar biodiesel
yaitu minimal 51. Pada mesin diesel udara dimampatkan sampai tekanan
30 sampai 40 kg/cm2, akibat pembakaran maka tekanan yang ada di dalam
ruang bakar mencapai 60 sampai 65 kg/cm2. Disini diharapkan tidak ada
keterlambatan dari nyala agar kenaikan tekanan tidak terlalu tinggi.
Kenaikan tekanan yang terlalu tinggi akan menyebabkan detonasi.
Hambatan lain yaitu proses pembakaran tidak sempurna sehingga
terbentuk jelaga.
Pada bahan bakar biodiesel yang memiliki Angka Setana 46,95 berarti
bahan bakar tersebut mempunyai kecenderungan menyala pada campuran
46,95 bagian normal angka Setana dan 53,05 bagian methyl naphtalena.
Apabila dilihat dari angka Setana biodiesel yaitu 51 maka dapat
digolongkan sebagai bahan bakar mesin diesel jalan cepat (mesin diesel
jalan cepat pada angka cetane 40 sampai 70). Makin tinggi angka
setananya maka makin rendah titik penyalaannya.
2. Kinematic Viscosity
Standar Kinematik viscosity dari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt sampai 6
cSt. Jika harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan
di dalam pipa, kerja pompa akan berat, penyaringannya sulit dan
kemungkinan kotoran ikut terendap besar, serta sulit mengabutkan bahan
bakar.
Sebaliknya jika viskositas terlalu rendah berakibat pelumasan yang tipis,
jika dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan keausan.
3. Spesific Gravity
Specific gravity dari biodiesel masih masuk dalam kisaran solar yaitu
antara 0,82 sampai 0,95. Dari pengujian spesific gravity pada 600F ini
juga dapat ditentukan oAPI.
4. Nilai Kalor
Standar minimal kalori yang dihasilkan oleh biodiesel adalah 17,65 Btu/lb.
Sebagai bahan bakar, biodiesel harus memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh SNI.

2.4 Keuntungan dan Kekurangan Biodiesel


Bio Diesel sama seperti bahan bakar lainnya yang ternyata memiliki
banyak kelebihan tetapi tetap memiliki beberapa kelemahan. Berikut ini beberapa
kelebihan maupun kelemahan yang dimiliki oleh bahan bakar jenis ini :
- Keuntungan Biodiesel
1. Biodiesel tidak beracun.
2. Terbuat dari sumber daya terbarukan (bahan bakar biodegradable.).
3. Berfungsi seperti solar pada umumnya
4. Menghasilkan polusi lebih sedikit dan lebih mudah terbakar dibandingkan
dengan bahan bakar diesel biasa.
5. Dapat dicampur dengan bahan bakar diesel biasa (konvensional) dan dapat
digunakan di sebagian besar jenis kendaraan saat ini, bahkan dalam bentuk
biodiesel B100 murni.
6. Biodiesel lebih aman dipakai dibandingkan dengan diesel konvensional.
7. Mengurangi bahaya kontaminasi tanah dan air bawah tanah selama
transportasi, penyimpanan dan penggunaan.
8. Tidak mengandung belerang, zat-zat yang dapat menyebabkan hujan asam.
9. Tidak ada biaya tambahan untuk konversi mesin dibandingkan dengan bahan
bakar biologis lainnya.
10. Sangat cocok untuk catalytic converter.
11. Membuat mesin lebih awet jika menggunakan biodiesel
12. Menghasilkan 78% lebih sedikit emisi karbon dioksida (CO2) daripada bahan
bakar diesel biasa.
13. Biodiesel dapat membantu mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar
fosil, dan meningkatkan keamanan dan kemandirian energi.
14. Biodiesel dapat diproduksi secara massal di banyak negara, contohnya USA
yang memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 50 juta galon
biodiesel per tahun.
15. Produksi dan penggunaan biodiesel melepaskan lebih sedikit emisi
dibandingkan dengan diesel konvensional, sekitar 78% lebih sedikit
dibandingkan dengan diesel konvensional.
16. Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara signifikan lebih
baik daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat
memperpanjang masa pakai mesin.
17. Biodiesel memiliki delay pengapian lebih pendek dibandingkan dengan diesel
konvensional.

-Kekurangan Biodiesel
1. Biodiesel secara signifikan lebih mahal dibandingkan dengan diesel
konvensional.
2. Cenderung mengurangi keekonomian bahan bakar.
3. Kurang cocok untuk digunakan dalam suhu rendah karena Biodiesel murni
memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah.
4. Tidak dapat dipindahkan/diangkut melalui pipa.
5. Menghasilkan lebih banyak emisi nitrogen oksida (NOx) yang dapat
mengarah pada pembentukan kabut asap.
6. Hanya dapat digunakan untuk mesin bertenaga diesel.
7. Menyebabkan tabung bahan bakar kendaraan tua menurun keawetannya
(tambah korosi). Biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi air
dibandingkan dengan diesel konvensional, hal ini bisa menyebabkan korosi,
filter rusak, pitting di piston, dll.
8. Lebih banyak mengikat uap air, yang dapat menyebabkan masalah dalam
cuaca dingin (misalnya: bahan bakar beku, deposit air di sistem penyaluran
bahan bakar kendaraan, aliran bahan bakar dingin, pengkabutan, dan
peningkatan korosi).
9. Biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari jagung yang dapat
menyebabkan kekurangan pangan dan meningkatnya harga pangan. Hal ini
bisa memicu meningkatnya kelaparan di dunia.
10. Biodiesel memiliki kandungan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan diesel konvensional, sekitar 11% lebih sedikit dibandingkan dengan
bahan bakar diesel konvensional.

2.5 Bahan Baku Pembuatan Biodiesel


Pada pembuatan biodiesel ini, bahan baku utama yang digunakan adalah
crude palm oil (CPO) dan methanol serta natrium hidroksida (NaOH) sebagai
bahan baku pendukung yang berfungsi sebagai katalis.
1. Crude Palm Oil (CPO)
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia dalam tahun 1979 tercatat
sebanyak 73 buah perkebunan kelapa sawit dengan luas areal 230.000 Ha.
Produksi per Ha nya, diperkirakan produksi kelapa sawit dunia adalah 2,5 juta
ton. CPO berasal dari bagian pericarp buah kelapa sawit. Kandungan yang
terdapat dalam minyak sawit (CPO) adalah 94% trigliserida, 5% asam lemak
bebas (FFA) dan selebihnya zat pengotor dan air. Minyak sawit (CPO) berwarna
kuning jingga kemerah – merahan dan agak kental.
Komposisi zat asam yang mengandung lemak dari minyak sawit
didominasi oleh palmitic, oleic, linoleic, dan zat asam lemak stearic ditambah
sedikit myristic, lauric, linoknic dan cuka capric (Allen dan Watts, 2000). Dari
table 2.3 dapat dilihat komposisi CPO dan table 2.4 sifat fisik CPO.

Tabel Komposisi CPO


Komposisi Fatty Acid Komposisi (%)
Jenuh
Lauric -
Myristic 1,4
Palmatic 40,1
Stearic 5,5
Aracidic -
Other -
Tak Jenuh
Palmitoleic -
Oleic 42,7
Linoleic 10,3
Linolenic -
Other -

Tabel Sifat fisik CPO


Parameter Nilai
Melting point, OC 35
Densitas 0,915
Nilai Iodin 54,2
Nilai Saponifikasi 199,1

2. Methanol
Methanol atau methyl alkohol atau sering juga disebut carbinol merupakan
larutan polar yang larut dalam air, alkohol, ester dan pelarut organic lainnya.
Methanol mempunyai rumus molekul CH3OH adalah alkohol aliphatic sederhana.
Reaksinya ditentukan oleh gugus hydroxyl fungsional, sedangkan reaksi terjadi
oleh gugus C – O atau O – H. Penggunaan methanol sebesar 85% digunakan
sebagai bahan baku serta bahan pelarut sintetis. Dalam hal ini methanol
direaksikan dengan trigliserida akan menghasilkan methyl ester.
Methanol mempunyai sifat fisik sebagai berikut : tidak berwarna, mudah
terbakar dan menguap, tidak berbau, mudah larut dalm air, sangat polar, dengan
spesifik gravitasi 0,7924 pada 20OC, titik didihnya 64,5OC, titik eku -97,5OC dan
flash point 12,2OC. Keberadaan methanol dalam proses transesterifikasi adalah
untuk memutuskan hubungan gliserin dengan zat asam lemak.

3. Kalium Hidroksida (KOH)


Kalium hidroksida adalah suatu senyawa anorganik dengan rumus kimia
KOH, dan umumnya disebut sebagai potash kaustik. Bersama dengan natrium
hidroksida, padatan tak berwarna
Tabel Sifat fisika dan kimia kalium hidroksida (KOH)
Sifat Fisika Sifat Kimia

1. Rumus molekul KOH Berbentuk solid

2. Titik didih 2408oF Berwarna putih atau kuning

3. Titik lebur 680oF Tidak berbau

4. Massa molar 56,1047 g/mol Mudah terbakar

5. Densitas 2,04 g/cm3 Bersifat korosif

Adapun fungsi dari KOH adalah :


· Menetralkan asam
· Sebagai bahan baku pembuatan sabun deterjen
· Memisahkan unsur belerang dari minyak bumi
· Membantu mengurangi zat warna dari kotoran yang berupa getah minyak bumi
Konsentrasi KOH yang diperlukan tergantung pada perbandingan molar antara
umpan dan methanol.

2.6 Alat yang Digunakan Memproduksi Biodiesel


a. Tangki ; tempat penyimpanan sementara

b. Separator ; sebagai alat pemisah biodiesel


c. Reaktor tangki berpengaduk ; sebagai tempat pencampuran bahan baku
dan terjadinya reaksi transesterifikasi

2.7 Proses Pembuatan Biodiesel


1. Proses Pemisahan Gum (Deguming)
Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir
yangteridiri dari fosfatida, protein, residu, karbihidrat, air dan resin tanpa
mengurangijumlah asam lemak bebas dalam minyak. Proses ini dilakukan dengan
carapenambahan asam fosfat ke dalam minyak lalu dipanaskan sehingga
akanmembentuk senyawa fosfolipid yang lebih mudah terpisah dari minyak.

2. Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang
cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat
organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar
reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah
(misalnya paling tinggi 120° C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam
jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah
stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi,
yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi
reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester
metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi
esterifikasi dapat dilihat sebagai berikut :

Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar


asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam
lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa
diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

3. Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-
alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol
adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya
paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia
ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids
Metil Ester, FAME). Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat
dilihat dibawah ini :
Gambar . Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi ester metil asam-asam
lemak
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa
adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan
dengan lambat (Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi
transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu
sebagai berikut :

Gambar Tahapan reaksi transesterifikasi

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil


asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah
produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi
eksoterm)
Skema Pembuatan Biodiesel dari CPO

Flowsheet Pembuatan Biodiesel dari CPO

Pada proses pembentukan biodiesel dengan bahan baku berupa CPO


(Crude Palm Oil), harus diketahui terlebih dahulu apakah mengandung asam
lemak bebas >2% atau 2% maka harus melewati tahap esterifikasi terlebih dahulu
baru kemudian melakukan tahap transesterifikasi agar ALB tidak memiliki
kecenderungan yang besar untuk membentuk sabun selama proses terjadi. Dalam
proses ini kandungan ALB-nya >2% sehingga perlu dilakukan tahap esterifikasi
agar didapatkan produk berupa metil ester.
Bahan baku CPO yang berada pada TK-01 (Tangki 1) dikeluarkan dari
tangki melalui pipa dengan bantuan gaya gravitasi menuju ke heater untuk
dipanaskan hingga temperatur 110oC (+5oC, -5oC). Hal ini dilakukan agar air
pada CPO menguap karena sifat air yang mudah bereaksi dengan katalis asam
maupun basa yang dapat mengakibatkan lambatnya kerja katalis. Proses
pemanasan ini juga dikarenakan struktur CPO yang berupa semi-padatan sehingga
harus dipanaskan agar tidak membeku, lalu didinginkan menggunakan kondenser
hingga temperatur 60oC agar CPO tidak kembali membeku. Kemudian CPO
dialirkan dengan bantuan pompa menuju ke Reaktor 2.
Di dalam reaktor ini CPO dicampur dengan methanol dari TK-02 dan
katalis asam sulfat (H2SO4) dari TK-03 yang sebelumnya telah dilakukan
pengadukan dalam Reaktor 1 dan kemudian dialirkan melalui pipa dengan
bantuan pompa menuju Reaktor 2.
Dalam Reaktor 2 terjadi proses esterifikasi pada temperatur 60oC menggunakan
pengadukan dengan kecepatan 300rpm. Perbandingan yang digunakan antara
CPO dan methanol adalah 1:6 dengan hasil konversi mencapai 65%. Pada dinding
luar Reaktor 2 dipasang jaket pendingin agar temperatur selama proses bisa dijaga
konstan dan methanol tidak menguap.
Keluaran dari Reaktor 2 dialirkan melalui pipa dan bantuan pompa menuju ke
Separator 1 untuk memisahkan hasil proses Reaktor 2 yang berupa metil ester,
CPO, air, katalis, dan sisa methanol menjadi metil ester + CPO + uap methanol
pada bagian atas Separator 1 dan sisanya berupa H2SO4 + H2O terpisah menuju
ke bagian bawah separator. Produk bawah dari separator ini kemudian dialirkan
menggunakan pipa menuju ke TK-07 sebelum dilakukan tindakan selanjutnya.
Bisa di recovery untuk menghasilkan H2SO4 pekat atau dibuang.
Metil ester dan CPO hasil pemisahan pada Separator 1 kemudian
dialirkan menggunakan pipa dengan bantuan pompa menuju Reaktor 4 untuk
melalui tahap transesterifikasi. Sebelumnya, methanol dan katalis basa KOH
dihomogenkan dalam Reaktor 3 sehingga terbentuk Kalium Metoksida. Senyawa
ini lah yang dialirkan menuju Reaktor 4. Dalam reaktor ini terjadi proses
pencampuran metil ester dan CPO dengan Kalium Metoksida selama kurang lebih
2 jam dengan temperatur 58-65oC. Reaktor 4 ini dilengkapi pemanas dan
pengaduk, yaitu saat pemanasan juga dilakukan pengadukan dengan kecepatan
kurang lebih 300 rpm. Hasil akhir dari Reaktor 4 ini adalah metil ester dengan
konversi sekitar 94-98%.
Keluaran dari Reaktor 4 kemudian dialirkan ke Separator 2 untuk
memisahkan gliserol dan metil ester dengan pengendapan. Gliserol akan berada
pada lapisan bawah karena berat jenisnya yang lebih besar dari metil ester.
Kemudian gliserol dipisahkan dan ditampung ke TK-08, metil ester diambil untuk
melaluiproses pencucian.
Metil ester hasil kerja Separator 2 ini kemudian dialirkan ke alat Washing untuk
menghilangkan senyawa pengotor dan tidak diinginkan seperti gliserol dan
methanol. Temperatur pencucian ini dilakukan sekitar 55oC. Pencucian dilakukan
hingga tercapai pH campuran normal (pH 6.8 – 7.2). Setelah mengalami
pencucian, keluarannya akan dialirkan menuju ke Drier untuk menghilangkan
kadar air dalam metil ester dengan lama waktu kurang lebih 10 menit pada suhu
sekitar 1300C. Proses pengeringan ini dilakukan dengan cara memberikan panas
secara sirkulasi, dimana ujung pipa sirkulasi di tempatkan di tengah permukaan
cairan pada Drying.
Tahap akhirnya adalah mengalirkan metil ester yang telah dikeringkan
menuju ke alat Filterization atau proses filtrasi untuk menghilangkan partikel-
partikel pengotor biodiesel saat proses pembentukan berlangsung seperti karat
atau kerak dari dinding reaktor, kerak dari dinding pipa, ataupun kotoran dari
bahan baku yang digunakan. Filtrasi ini dilakukan dengan menggunakan filter
berukuran 10 mikron. Metil ester yang telah di filtrasi ini kemudian ditampung ke
TK-06 yang telah sudah merupakan metil ester (biodiesel) murni dan siap
digunakan sebagai campuran solar ataupun digunakan sendiri sebagai bahan
bakar.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen di


laboratorium. Pembuatan biodiesel dari minyak sawit menggunakan katalis
Heterogen (CaO) dibantu dengan radiasi gelombang mikro. Kondisi optimum
diperoleh dengan memvariasikan kekuatan microwave, dan katalis. Biodiesel
yang dihasilkan dianalisa densitas, yield, FFA, Angka asam dengan metode uji
laboratorium dan Konversi menggunakan Gas Chromatography. Bahan baku
biodiesel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Refined Palm Oil dan
metanol 98% (MERCK). Katalis yang digunakan yaitu katalis homogen asam
sulfat pekat 98% untuk esterifikasi dan katalis heterogen kalsium oksida (CaO)
96% untuk reaksi transesterifikasi.
Aktivasi katalis dilakukan sebelum reaksi transesterifikasi, dengan
memanaskan CaO pada furnace dalam temperature 500oC selama 1 jam. Pada
penelitian ini digunakan variable bebas dan variable tetap. Variabel bebas yang
dipelajari adalah konsentrasi katalis 1%, 3%, 5% dari berat minyak dan kekuatan
daya gelombang mikro 200 watt, 300 watt, dan 400 watt. Sedangkan variable
tetap adalah perbandingan mol metanol dan minyak sebesar 18:1, waktu reaksi 20
menit, kecepatan pengadukan transesterifikasi 600 rpm, jumlah katalis asam sulfat
3% dari berat minyak sebanyak 100 gram untuk setiap sampel. Langkah pertama
yang dilakukan dengan pengurangan FFA melalui reaksi esterifikasi terlebih
dahulu untuk mengubah asam lemak menjadi ester dengan pemanasan
konvensional selama 60 menit dengan temperature 650C dijaga konstan sampai
reaksi selesai. Hasil transesterifikasi didiamkan selama 24 jam di corong pemisah
dan hasil esterifikasi pada lapisan bawah corong pisah akan digunakan pada reaksi
transesterifikasi. .Langkah selanjutnya dalam penelitan ini adalah pretreatment
katalis kalsium oksida dengan kalsinasi katalis CaO di dalam tungku dengan
temperature 500oC selama 1 jam, lalu dicampurkan dengan metanol yang akan
direaksikan dan diaduk selama 15 menit dengan kecepatan pengadukan 300-400
rpm. Setelah perlakuan katalis selesai, reaksi metanolis dilakukan pada reaktor
batch berupa labu reaksi yang dihubungkan dengan kondensor pada microwave
konvensional seperti yang ditunjukkan gambar 2. Reaksi dilakukan untuk semua
variasi katalis dan daya gelombang mikro. Hasil transesterifikasi didiamkan pada
corong pisah selama 6 jam dan biodiesel dipisahkan dari gliserol, katalis lalu
dicuci dengan aquades dengan perbandingan 1:1, temperature aquades 50-60oC
untuk memisahkan sabun dari crude biodiesel. Pencucian dilakukan di corong
pisah selama 2 kali dan biodiesel dikeringkan pada oven laboratorium dengan
temperature 90oC selama 6 jam untuk menghilangkan kadar air. Dari hasil uji
biodiesel akan didapatkan perolehan yield biodiesel, FFA hasil transesterifikasi,
angka asam, densitas, dan konversi biodiesel yang dianalisa gas kromatografi AS
2000.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam pembuatan biodiesel menggunakan minyak kelapa sawit sebagai


bahan baku telah ditemukan bahwa kandungan asam lemak bebas masih cukup
tinggi untuk melakukan reaksi metanolisis , sebelum reaksi dilakukan , kita perlu
mengurangi persentase asam lemak bebas dalam minyak sawit dengan
mengkonversi asam lemak bebas ( FFA ) menjadi ester melalui reaksi esterifikasi.
Rasio molar metanol dengan minyak adalah 18:1 , lalu ditambahkan ke 100 gr
minyak dan 3 % asam sulfat ( H2SO4 ) dari berat minyak . Esterifikasi dilakukan
dengan pemanasan konvensional selama 1 jam pada suhu 65oC (Buathip T et al,
2013). Diketahui kandungan FFA pada minyak sebanyak 1,06 % dan setelah
pengurangan FFA melalui esterifikasi , asam lemak bebas ( FFA ) telah berubah
menjadi 0,20 % . Menurut Garpen ( 2004) kadar FFA diperbolehkan dalam katalis
basa adalah < 1 % atau setara dengan 2 mg KOH/g sampel ( Berrios , 2007) .
Reaksi esterifikasi membutuhkan metanol dan katalis asam untuk mengubah FFA
menjadi ester dan air. Penggunaan katalis asam untuk reaksi ini memiliki alasan
yaitu tidak menyebabkan reaksi saponifikasi dengan kandungan FFA tinggi. Studi
tentang pembuatan biodiesel melalui pemanasan batch konvensional telah
dilakukan oleh banyak orang dan tentunya lebih mahal karena energi yang dipakai
lebih tinggi dan waktu proses yang lama ,
Padil (2010) telah melakukan penelitian tentang transesterifikasi minyak
nabati dengan menggunakan CaO dengan pemanasan batch konvensional dan
dihasilkan konversi methyl ester sekitar 73,03 % dan 73,38 % reaksi ini
membutuhkan suhu sekitar 105oC dengan waktu reaksi 1,5 jam . Ini berarti
menggunakan pemanas konvensional membutuhkan waktu reaksi yang lama
untuk membuat FAME (Fatty Acid Methyl Ester), namun kita dapat mengurangi
semua itu dengan microwave . Dalam hal ini microwave komersial digunakan
reactor skala batch . Metode batch memiliki beberapa keuntungan jika kita
bandingkan dengan metode continous karena lebih mudah dalam mengontrol
proses dan tidak perlu banyak peralatan untuk melakukan percobaan.
Transesterifikasi membutuhkan banyak metanol untuk mengubah trigliserida
menjadi metil ester , itu sebabnya dalam penelitian menggunakan perbandingan
molar tinggi antara metanol dan minyak (18:01) , hal itu akan membuat
keseimbangan reaksi akan bergerak ke arah kanan (produk) dan membuat
konversi metil ester menjadi lebih tinggi , karena 3 mol metanol dan 1 mol
trigliserida akan membentuk 3 mol metil ester dan 1 mol gliserol. (Bradshaw dan
Meuly , 1994).
Dalam percobaan ini telah dilakukan reaksi transesterifikasi dengan
berbagai katalis 1 % , 3 % dan 5 % dari berat minyak untuk setiap sampel dan
juga kekuatan daya microwave 200 watt , 300 watt , dan 400 watt . wakty setiap
reaksi adalah sama yaitu 20 menit dan kecepatan pengadukan yang sama juga
untuk setiap sampel yaitu 600 rpm . Produk utama metanolisis adalah biodiesel (
metil ester ) , dan gliserol. Biasanya proses pembuatan biodiesel dengan katalis
heterogen akan membuat 3 lapisan , bagian bawah adalah katalis yang digunakan ,
bagian tengah adalah gliserol dan atas adalah produk ( biodiesel), tapi dari
percobaan ini didapatkan 4 lapisan dengan pemanasan microwave dibawah 300oC
. lapisan bagian atas adalah metanol berlebih yang belum bereaksi atau diduga
tidak bereaksi , di tengah adalah biodiesel , di lapisan 3 adalah gliserol dan lapisan
4 adalah katalis. Diasumsikan bahwa pada suhu rendah metanol tidak dapat
terkonversi penuh menjadi biodiesel karena reaksi waktu yang singkat . Tetapi
pada 300oC - 400oC ,,semua metanol telah diubah menjadi biodiesel dan hanya
menghasilkan 3 lapisan . Lapisan adalah biodiesel , lapisan tengah adalah gliserol
dan lapisan 3 adalah katalis. Hasil yang ditampilkan produk dapat dilihat pada
gambar 4.1. Kita bisa melihat dari data yang ditampilkan hasil tertinggi adalah
300 watt daya microwave dan katalis 1 % CaO menghasilkan 91% yield biodiesel.
Dan yield terendah pada 200 watt daya dan dengan katalis 1 % CaO yang hanya
memiliki 60,48% yield biodiesel. Itu berarti 300 watt lebih baik daripada 200 watt
. kekuatan daya gelombang mikro telah dipelajari Putra,RP dkk ( 2012) , mereka
mendapatkan hasil sekitar 60,11% yield biodiesel dalam 20 menit reaksi pada
200 watt dengan katalis 1 % CaO. Tapi untuk kondisi reaksi dengan suhu 300
watt dengan konsentrasi katalis 3 % dan 5 % , yield biodiesel adalah berkurang
dari 91,15% menjadi 86,6 % dan 77,34 % . Diduga bahwa terjadi human error saat
pencucian biodiesel. Karena berdasarkan grafik di atas bahwa 200 watt dan 400
watt daya gelombang mikro , yield biodiesel akan naik untuk katalis yang lebih
tinggi
. Penggunaan katalis dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh, dalam hal
waktu dan suhu reaksi tergantung pada karakteristik masing-masing katalis.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan menggunakan NaOH sebagai katalis basa
homogen dan membentuk biodiesel sebesar 98 % pada 260 Watt dan suhu operasi
50oC selama 20 menit.

Gambar Grafik Perbandingan Terhadap Yield Biodiesel Dengan


Variasi Katalis dan Daya Gelombang Mikro.
Suhu operasi 500C selama 20 menit. ( Santoso dan Wijaya, 2009). Seperti
kita ketahui katalis homogen akan menghasilkan yield yang lebih tinggi tetapi
membutuhkan biaya produksi yang lebih besar dan pemisahannya sulit. Analisis
oleh Trace Gas Chromatography AS 2000 digunakan untuk menentukan jenis
senyawa yang terkandung dalam metil ester dari minyak sawit , dan untuk
menghitung persentase konversi Fatty Acid Methyl Ester ( FAME ) pada biodiesel
yang terbentuk . Analisis ini menghasilkan puncak spektrum masing-masing
menunjukkan jenis metil ester tertentu. Berdasarkan data dari GC , berbagai jenis
metil ester untuk biodiesel dapat diketahui. Analisis senyawa biodiesel dilakukan
terhadap puncak fragmentasi yang dapat diidentifikasi sebagai senyawa biodiesel
berdasarkan kemiripan dengan senyawa standar. Senyawa A dikatakan mirip
dengan senyawa standar jika memiliki berat molekul yang sama , pola serupa,
fragmen, dan nilai indeks kesamaan yang tinggi . Untuk menggunakan GC kita
membutuhkan larutan standar,heksana dan sampel. Dalam penelitian ini
digunakan 2 ml heksana dan dicampur dengan 0,2 ml minyak. Setelah itu diisi
dalam botol sampel untuk dianalisa dengan GC yang terhubung ke perangkat
lunak komputer .
Tabel Senyawa yang terkandung dari Biodiesel Minyak Sawit

Dari tabel di atas terlihat bahwa Biodiesel dari minyak sawit memiliki
senyawa utama metil ester antara lain metil palmitat, metil palmitoleat, metil
stearat dan metil oleat dimana konversi tertinggi dimiliki oleh metil palmitat
karena asam lemak ini merupakan asam lemak dominan pada minyak kelapa
sawit. Senyawa lain yang dihasilkan dari analisis dengan Gas Chromatography,
kemungkinan sebuah turunan alkil ester asam lemak. Di dalamnya ada juga metil
ester tak jenuh, yaitu metil ester palmitoleate (C16:1) meskipun persentasenya
sangat kecil. Hasil konversi yang dihitung dari masing-masing sampel yang
dianalisa oleh GC dapat ditampilkan dalam lampiran. Dan grafik di bawah ini
dapat menggambarkan tentang jumlah konversi yang terbentuk. Dari grafik di atas
kita bisa mendapatkan kesimpulan bahwa kondisi tertinggi adalah untuk daya 400
watt dan 5 % Kalsium Oksida . Daya 400 watt juga menghasilkan konversi metil
ester tertinggi dari yang lainnya , dan terlihat pada grafik jumlah katalis juga
mempengaruhi konversi metil ester, semakin banyak jumlah katalis, hasil
konversi semakin besar. Dalam grafik kita dapat melihat bahwa konversi biodiesel
terlalu kecil untuk 200 watt dan 300 watt. Handayani SP (2010) telah
membuktikan penggunaan microwave dalam pembuatan biodiesel dengan katalis
basa homogen pada 300 watt , konversi biodiesel kurang dari 70% . Hal ini diduga
bahwa daya yang diberikan masih kecil , sehingga belum mampu mereaksikan
minyak dan metanol dalam waktu 10 menit. Biodiesel mulai terbentuk pada 400
watt dan rasio mol minyak terhadap metanol adalah 1:12 . Metanol yang tidak
bereaksi dari pembuatan biodiesel dengan daya 200 watt dan 300 watt dalam
waktu 20 menit juga masih terlihat, dan hal ini mengakibatkan konversi metil
ester tidak sempurna, sedangkan untuk daya microwave 400 watt.

Gambar Hasil Konversi Metil Ester Analisa Gas Kromatografi.


Tidak ditemukan metanol sisa yang tidak bereaksi. Jumlah katalis terlihat
mempengaruhi persentase konversi. Hal ini ditunjukkan dalam gambar 4 untuk
daya microwave 200 watt dan 400 watt, konversi yang dihasilkan tinggi kecuali
daya 300 watt . diduga bahwa pada daya 300 watt terdapat human error atau
reaksi katalitik rendah .sehingga hanya dimiliki 6 sampel data untuk
menggambarkan persentase konversi yang dipengaruhi oleh katalis. Untuk daya
400 watt memiliki hasil yang memuaskan untuk 1% katalis sampai 5% katalis
dari berat minyak. Untuk daya 200 watt ,penambahan katalis juga mempengaruhi
konversi biodiesel tetapi tidak terlalu banyak karena pada daya 200 watt , minyak
sawit belum dikonversi setinggi 400 watt menjadi FAME. Penambahan CaO
sebagai katalis heterogen masih memiliki masalah di dalamnya , karena CaO lebih
mudah untuk menyerap CO2 di udara dan tidak tahan dalam udara lembab . Jadi
kita perlu persiapan sebelumnya, dengan mengaktivasi CaO dalam tungku sekitar
500oC dalam satu jam untuk menghilangkan kadar air dalam Kalsium Oksida.
Kalsinasi juga bisa menghilangkan CO2 dari partikel CaO, sehingga membentuk
banyak poripori pada kalsium oksida . Ukuran CaO yang digunakan sekitar 200
mesh, produktivitas akan lebih baik bila luas permukaan katalis per satuan massa
lebih besar . Memperbesar luas permukaan katalis per satuan massa dapat
dilakukan dengan mengurangi ukuran katalis padat . Kita juga perlu mencampur
metanol dengan katalis lalu dilakukan pengadukan dengan kecepatan 300-400
rpm selama 10-15 menit . Untuk mendapatkan kondisi yang optimal pada
transesterifikasi , katalis CaO akan diaktifkan oleh Metanol . Sejumlah kecil CaO
akan bereaksi dengan metanol dan diubah menjadi Ca(OCH3) 2 dan Ca(OH)2
tetapi beberapa CaO yang tersisa tidak berubah . Mula-mula CaO akan bereaksi
dengan metanol dan membentuk Ca(OCH3)2 dan selanjutnya H2O yang
dihasilkan selama pembentukan Ca(OCH3)2 akan bereaksi dengan CaO
membentuk Ca(OH)2. (Ayato Kawashima, dkk, 2009). Oleh karena itu, perlu
dilakukan aktivasi katalis sebelum reaksi. Katalis CaO lebih aktif dan telah lama
dipelajari untuk transesterifikasi karena harganya yang murah, memiliki energi
aktivasi yang tinggi ( Liu et al , 2008) dan sedikit larut dalam metanol
dibandingkan alkali tanah hidroksida logam seperti SrO dan Ba (OH)2 yang
sepenuhnya terlarut dalam media reaksi ( Granados et al , 2007) . Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Granados et al ( 2007) menyimpulkan bahwa
meskipun CaO sangat aktif dalam reaksi transesterifikasi , keberadaan H2O akan
menyebabkan terbentuknya Ca(OH)2 yang akan membentuk layer tipis pada
permukaan pori CaO sehingga aktivitas katalitik CaO akan menyerupai aktivitas
katalitik Ca(OH)2. Tingginya nilai angka asam dapat membuat masalah baru
untuk produk biodiesel. Menurut Diaz dan Galindo (2007),bahan bakar mesin
diesel yang ideal adalah bahan bakar dengan rantai hidrokarbon yang sepenuhnya
jenuh. Jumlah asam yang dimiliki biodiesel dari minyak sawit juga sangat rendah,
ini berarti Biodiesel mengandung asam lemak bebas yang sangat sedikit. Dengan
demikian, biodiesel tidak bersifat korosif dan tidak merusak injektor mesin diesel.
Bilangan asam yang didapatkan sesuai dengan standar SNI yaitu dibawah ≤ 0,8%.
Dari grafik terlihat bahwa hasil bilangan asam pada 200 watt dan 400 watt dengan
jumlah katalis yang sama memiliki angka asam sesuai dengan standar biodiesel
dalam ASTM D-6751 yang mengizinkan bilangan asam tertinggi adalah 0,5%.
Penambahan katalis mempengaruhi nilai bilangan asam pada daya 200 watt. Hal
tersebut ditunjukkan bahwa jumlah katalis 1% memiliki angka asam 018% , pada
penambahan 3% CaO terjadi kenaikan angka asam tapi grafik turun kembali ke
0,18% ketika penambahan katalis dalam 5%, kondisi yang sama juga terjadi pada
daya 400 watt.dapat disimpulkan bahwa penambahan katalis CaO sebanyak 5%
berat minyak merupakan titik terendah dri setiap daya microwave, dengan kata
lain kondisi inilah yang terbaik dengan angka asam yang kecil.

Gambar Analisa Angka Asam


Densitas biodiesel dalam percobaan ini dapat dilihat pada gambar 6.
Ditunjukkan bahwa daya microwave mempengaruhi densitas. daya yang lebih
tinggi dapat mengurangi nilai densitas yang juga dipengaruhi oleh penambahan
CaO sebagai katalis, dan kondisi terbaik berada pada daya 400 watt . Densitas
standar Eropa EN-12414 memiliki persyaratan minimum adalah 860 kg/m3 dan
maksimum adalah 900 kg/m3, katalis dalam kondisi ini tidak mempengaruhi hasil
secara signifikan. grafik dari pengukuran densitas dapat dilihat pada gambar 6.
Dalam daya microwave 400 watt menunjukkan bahwa hasil uji densitas adalah
860 kg /m dengan variasi katalis 1%, 3%, dan 5% dari berat minyak. Ini adalah
hasil terbaik sesuain dengan standar biodiesel Eropa EN-12414. Menurut
Prihandana et al., (2006), densitas biodiesel yang melebihi ketentuan akan
membuat reaksi pembakaran tidak sempurna. Dengan demikian dapat
meningkatkan emisi dan membuat mesin diesel cepat rusak. Biodiesel dengan
densitas 860 kg/m3 dapat menghasilkan pembakaran sempurna.

Gambar Hasil Analisa Densitas


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
 Biodiesel merupakan senyawa metil-ester dari proses
esterifikasi/transesterifikasi minyak nabati atau lemak hewani, salah
satunya minyak kelapa sawit (CPO)
 Proses transesterifikasi merupakan proses utama pembuatan biodiesel
karena disini kunci terbentuk methyl oleat yang disebut sebagai biodiesel.
Pada tahapan proses harus ditentukan pereaksi dan katalis yang akan
digunakan, untuk bahan baku CPO maka sebaiknya pereaksi yang
digunakan methanol dengan katalis NaOH atau KOH.
 Dari proses reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit didapatkan produk
samping berupa gliserin
DAFTAR PUSTAKA

https://aprianiwulan.wordpress.com/2014/12/03/flowsheet-pembuatan-biodiesel-
dengan-bahan-baku-cpo/
https://aprianiwulan.files.wordpress.com/2014/12/flowsheet-pembuatan-
biodiesel2.png

https://www.academia.edu/9325739/BAB_III_METODOLOGI_PERCOBAAN

https://www.scribd.com/document/123138856/MAKALAH-Biodiesel

http://chemeng-education.blogspot.co.id/2010/10/pembuatan-biodiesel-dari-
minyak-kelapa.html

http://ams-bloq.blogspot.co.id/2008/10/pembuatan-biodiesel-dari-cpo.html

Anda mungkin juga menyukai