Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang DHDT


DHDT yang merupakan singkatan dari Distillate Hydrotreating adalah suatu

proses hidrogenasi katalitik dengan menggunakan katalis terseleksi untuk


memperbaiki (improve) kualitas cracked diesel atau light cooker gas oil yang
dimana menggunakan prinsip dari Hydrotreating. Hydrotreating atau disebut juga
Hydroprocessing adalah proses hidrogenasi katalitik untuk menjenuhkan
hidrokarbon dan menghilangkan sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam dari aliran
proses.
Unit alat DHDT ini digunakan pada Pertamina Unit Pengilangan II Dumai.
Unit alat DHDT Pertamina UP II ini dirancang untuk mengolah sekitar 12,659
BPSD LCGO. Light Coker Gas Oil (LCGO) dihasilkan oleh Delayed Coking Unit
(DCU). LCGO mengandung sejumlah unsaturated material dan impurities.
Melalui proses Hydrotreating ini, bahan unsaturated material ini dapat dikonversi
menjadi saturated material dan impurities juga dapat dihilangkan dari minyak.
Umpan distillate/diesel hydrotreater adalah straight run diesel atau cracked diesel.
Cracked diesel sangat mungkin mengandung nitrogen yang tinggi. Kandungan
nitrogen yang tinggi akan mempengaruhi tingkat color stability produk diesel.
Produk unit hydrotreating dapat berupa hydrotreated heavy naphtha atau
hydrotreated diesel. Hydrotreated heavy naphtha merupakan intermediate product
yang kemudian merupakan umpan unit platforming, Hydrotreated heavy naphtha
harus mempunyai kandungan sulfur dan nitrogen maksimum 0,5 ppmwt dan
kandungan logam maksimum 2 ppmwt, sedangkan hydrotreated diesel merupakan
produk jadi siap dipasarkan dengan kandungan sulfur antara 10 ppmwt, 30
ppmwt, atau 500 ppmwt.

1.2

Sejarah Pertamina Unit Pengolahan II Dumai


Pertamina didirikan berdasarkan UU No. 08 tahun 1971 dengan nama

Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. Dimana, bidang


usahanya yaitu melaksanakan pengelolaan minyak dan gas bumi untuk
memperoleh hasil yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan negara
serta memenuhi kebutuhan bahan bakar migas dalam negeri. Kilang Pertamina UP
II Dumai terletak di tepi pantai timur Sumatera berjarak sekitar 200 km dari
Pekanbaru. Kilang minyak pertamina UP II Dumai yang lebih dikenal dengan
nama Kilang Putri Tujuh ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar
minyak didalam negeri. Dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari
Minas Crude / SLC (80-85 %) dan Duri Crude Oil (15-20 %) yang disuplai oleh
PT. Caltex Pasific Indonesia (CPI), dengan kapasitas pada unit promernya (Crude
Deestillation Unit) sebesar 130.000 BPSD. Kilang ini memiliki kapasitas
pengolahan sebesar 100.000 BPSD, dan saat ini beroperasi pada kapasitas
127.000 BPSD. Produk-produk yang dihasilkan oleh Pertamina UP II adalah LPG,
avtur, premium 88, kerosin, avtur automotive diesel oil (ADO), refinery fuel,
Green cokes, LSWR.
Dalam bidang pengolahan minyak bumi, sampai saat ini Pertamina memiliki
tujuh unit pengolahan yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, antara lain :
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Unit Pengolahan
Unit Pengolahan (UP) I
Unit Pengolahan (UP)
II

Daerah
Pangkalan Brandan

Plaju & Sungai

III

Gerong

IV
Unit Pengolahan (UP)

(Barrel/hari)
5.000

Dumai & Sei Pakning 180.000

Unit Pengolahan (UP)


Unit Pengolahan (UP)

Kapasitas

134.000

Cilacap

300.000

Balikpapan

252.000

V
6.
7.

Unit Pengolahan (UP)


VI
Unit Pengolahan (UP)
VII

Balongan

125.000

Kasim Sorong

10.000

JUMLAH

1.010.000

Hingga saat ini, Pertamina UP II Dumai telah mengoperasikan 2 buah


kilang, dengan kapasitas total sekitar 180 MBSD, yaitu :
1

Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 130 MBSD

Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD


Pembangunan kilang Pertamina Unit Pengolahan II Dumai dilaksanakan
mulai bulan April 1969 dan merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far
East Sumitomo Japan. Pembangunan kilang dikukuhkan dalam SK direktur utama
Pertamina No.334/Kpts/DM/1967. Pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan
oleh kontraktor asing, yaitu:
1. IHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk pembangunan mesin
dan instalasi.
2. TAISEI construction, Co, untuk pembangunan konstruksi kilang.
Unit yang pertama didirikan adalah Crude Distilation Unit (CDU/100) yang
selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak mentah
jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100 MBSD. Produk yang
dihasilkan dari kilang ini antara lain :
a

Naphtha

Kerosene

Solar/Automotive Diesel Oil (ADO)

Bottom Product berupa 55 % volume Low Sulphur Wax residu (LSWR)


untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat.

Pada tahun 1972, Kilang Putri Tujuh mengalami perluasan untuk mengolah
bottom product menjadi bensin premium dan komponen mogas dengan
mendirikan unit-unit baru seperti:
1

Platforming Unit.

Naphtha Rerun Unit.

Hydrobon Unit.

Mogas Component Blending Plant.


Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh

Kilang Pertamina UP II Dumai saat ini adalah :


1

Premium

Jet Petroleum Grade

Aviation Turbin.

Kerosin

Automotive Diesel Oil (ADO)

Sedangkan non-BBM antara lain :


1

LPG

Green Coke.

1.3

Tujuan Penulisan
Tujuan dari Penulisan Makalah Distillate Hydrotreating ini bertujuan untuk

memahami lebih rinci mengenai pengertian, fungsi, cara kerja, dan instrumeninstrumen yang dipakai dalam unit alat DHDT ini.

BAB II
ISI
4

2.1 Distillate Hydrotreater


Distillate hydrotreating adalah suatu proses hidrogenasi katalitik dengan
menggunakan katalis terseleksi untuk memperbaiki (improve) kualitas cracked
diesel atau light coker gas oil.
Proses hydrotreating bertujuan mengolah Light Coker Gas Oil (LCGO) dari
Delayed Coker Unit (DCU) dengan menjenuhkan material yang tidak stabil dari
hasil cracking dan membuang impurities seperti sulfur dan nitrogen dengan
bantuan gas hydrogen bertekanan. Campuran produk dari hasil reaksi dipisahkan
dikolom stripper dan splitter.
Unit DHDT Pertamina UP II

dirancang untuk mengolah 12,659 BPSD

LCGO. Light Coker Gas Oil (LCGO) dihasilkan oleh Delayed Coking Unit
(DCU).
LCGO mengandung sejumlah unsaturated material dan impurities. Melalui
proses hydrotreating unsaturated material dikonversi ke saturated material dan
impurities dihilangkan dari minyak (oil).
Unit Unibon Hydrotreater menggunakan katalis UOP jenis S-12. Katalis ini
terdiri dari oksida cobalt dan molybdenum yang dimasukkan (impregnated) pada
base alumina. Selama periode start up oksida logam (metal oxides) dikonversi
kedalam bentuk sulfida yang akan mem-promote aktivitas katalis selama operasi
normal.
Reaksi

hidrogenasi

muncul dalam reaktor

dan effluent reaktor

diumpankan ke seksi fraksionasi untuk pemisahan. Produk dari Unit Distillate


Hydrotreating adalah Light Kero sebagai komponen produk kero atau sebagai
komponen produk diesel.

2.2 Teori Proses Dehydrotreating


Hydrotreating atau disebut juga hydroprocessing adalah proses hidrogenasi
katalitik untuk menjenuhkan hidrokarbon dan menghilangkan sulfur, nitrogen,
5

oksigen, dan logam dari aliran proses. Hydrotreating bisa dilakukan untuk umpan
diesel untuk perbaikan kualitas diesel terutama untuk mengurangi kandungan
sulfur dalam diesel (spesifikasi produk diesel dari tahun ke tahun semakin ketat
terutama dalam hal kandungan sulfur maksimum) dan juga untuk mengurangi
kandungan nitrogen dalam diesel yang dapat menyebabkan terjadinya color
unstability produk diesel. Unibon Distillate Hydrotreating adalah suatu proses
hidrogenasi katalitik dengan menggunakan katalis terseleksi untuk memperbaiki
(improve) kualitas cracked diesel atau light coker gas oil.
Ada 2 tujuan

reaksi hydrotreating, pertama adalah penjenuhan dari

material yang tidak jenuh (unsaturated) dan yang

kedua adalah reaksi

penghilangan impurities. Reaksi hydrotreating dipromote oleh katalis S-12, yang


dirancang UOP dan severitas reaksi akan tergantung pada variabel-variabel proses
operasi. Proses hydrotreating bertujuan mengolah Light Coker Gas Oil (LCGO)
dari Delayed Coker Unit (DCU) dengan menjenuhkan material yang tidak stabil
dari hasil cracking dan membuang impurities seperti sulfur dan nitrogen dengan
bantuan gas hidrogen bertekanan. Reaksi yang terjadi di dalam reaktor adalah
penjenuhan

olefin

(hydrodesulfurization),

(penjenuhan

hidrokarbon),

penghilangan

nitrogen

penghilangan

sulfur

(hydrodenitrification),

penghilangan oksigen (deoksigenasi), penghilangan logam (demetalisasi), dan


penghilangan halida. Campuran produk hasil reaksi dipisahkan di kolom stripper
dan splitter. Reaksi hidrogenasi muncul dalam reaktor dan effluent reaktor
diumpankan ke seksi fraksionasi untuk pemisahan. Produk dari Unit Distillate
Hydrotreating adalah Light Kerosene sebagai komponen produk kerosene atau
sebagai komponen produk diesel.

2.2.1 Penjenuhan olefin (Olefin saturation)


Reaksi penjenuhan olefin yang umum terjadi adalah sebagai berikut :

2.2.2

Reaksi Penghilangan Belerang (Sulfur Removal Reaction)

Umumnya reactor inlet temperature 315-340 oC akan memberikan


kecepatan reaksi hidrogenasi yang cukup dan tidak akan menyebabkan
rekombinasi olefin dan hydrogen sulfide (namun tergantung komposisi feed,
tekanan operasi, dan LHSV). Reaksi hydrodesulfurization (HDS) yang umum
terjadi di hydrocracker adalah sebagai berikut :

Untuk unit naphtha hydrotreater, karena heavy naphtha produk naphtha


hydrotreater akan digunakan sebagai umpan unit platforming maka batasan
maksimum kandungan sulfur dalam produk heavy naphtha adalah 0,5 ppm, agar
tidak meracuni katalis platforming yang sangat sensitif terhadap impurities.
Sedangkan untuk unit distillate/diesel hydrotreater,kandungan sulfur outlet
reactor dapat dijaga sesuai keinginan kita (spesifikasi produk diesel Indonesia saat
ini masih 500 ppm sulfur, sedangkan spesifikasi diesel di negara maju sudah ada
yang mencapai maksimum 30 ppm atau bahkan maksimum 10 ppm sulfur). Untuk
7

mengatur kandungan sulfur dalam produk dapat dilakukan dengan mengatur


temperature reactor (naiknya suhu reaktor akan mengurangi kandungan sulfur
dalam produk).
2.2.3

Penghilangan Nitrogen (Nitrogen Removal)

Biasanya kandungan nitrogen dalam umpan lebih sedikit daripada


kandungan sulfur dalam umpan. Namun, reaksi penghilangan nitrogen jauh lebih
sulit daripada reaksi penghilangan sulfur, yaitu kurang lebih 5 kali lebih sulit.
Penghilangan nitrogen di unit naphtha hydrotreater terutama sangat penting
jika naphtha hydrotreater mengolah cracked feed. Sedangkan untuk unit
distillate/diesel hydrotreater, walaupun tidak ada batasan maksimum nitrogen
dalam produk diesel, namun kandungan nitrogen dalam produk diesel akan
mempengaruhi color stability. Semakin rendah kandungan nitrogen, maka
semakin tinggi color stability-nya.
Reaksi penghilangan nitrogen yang umum terjadi adalah sebagai berikut :

2.2.4

Penghilangan Oksigen (Oxygen Removal)

Reaksi yang terjadi pada penghilangan oksigen adalah :

2.2.5 Penghilangan Logam (Metal Removal)


Sebagian besar impurities metal terjadi pada level part per billion (ppb) di
dalam naphtha. Biasanya katalis naphtha hydrotreater atau distillate hydrotreater
mampu menghilangkan senyawa metal ini pada konsentrasi yang cukup tinggi,
yaitu hingga 5 ppmwt atau lebih, dengan basis intermittent pada kondisi normal
operasi. Impurities metal ini tetap berada di dalam katalis hydrotreater dan
dianggap sebagai racun katalis permanent karena meracuni katalis secara
permanen, tidak dapat dihilangkan dengan cara regenerasi katalis. Beberapa
logam yang sering terdeteksi dalam spent catalyst hydrotreater adalah arsenic,
iron, calcium, magnesium, phosphorous, lead (timbal), silicon, copper, dan
sodium.
Iron biasanya ditemukan terkonsentrasi pada bagian atas catalyst bed
sebagai iron sulfide. Sedangkan arsenik walaupun jarang ditemukan lebih dari 1
ppbwt pada straight run naphtha, namun sangat penting diperhatikan karena
merupakan potensi racun katalis platformer (yang berupa logam platina). Lead
yang terkandug dalam spent catalyst hydrotreater beberasal dari kontaminasi
fasilitas tangki oleh leaded gasoline atau dari reprocessing leaded gasoline di
crude distillation unit. Sodium, calcium, dan magnesium biasanya berasal dari
adanya kontak umpan dengan salt water (misalnya terkontaminasi oleh ballast
water) atau additives.
Penghilangan metal dapat dilakukan di atas temperatur 315C hingga metal
loading sekitar 2-3% berat total katalis. Dengan metal loading diatas 3%, katalis
akan mendekti tingkat penjenuhan yang setimbang, sehingga memungkinkan
terjadinya metal breakthrough (metal dalam umpan tidak dapat lagi dihilangkan
dan terikut ke downstream process).

Reaksi penghilangan metal terjadi dengan mekanisme sebagai berikut :

2.2.6. Penghilangan halida (Halide Removal)


Halida organik dapat didekomposisi di unit Naphtha
Hydrotreater menjadi hydrogen halide yang kemudian diserap
oleh wash water yang diijeksikan di outlet reaktor atau diambil
sebagai stripper gas. Dekomposisi organic halide jauh lebih sulit
daripada desulfurization. Biasanya maximum organic halide
removal sekitar 90%, tetapi dapat lebih kecil jika kondisi operasi
hanya di-set untuk penghilangan sulfur dan nitrogen saja. Untuk
alasan ini, maka analisa periodic terhadap kandungan chloride
dalam hydrotreated naphtha harus dilakukan,karena tingkat
kandungan chloride ini akan digunakan untuk mengatur jumlah
injeksi chloride di Platformer (chloride di Platformer dibutuhkan
untuk menjaga suasana asam katalis Platformer).
Reaksi penghilangan senyawa halida yang umum terjadi adalah sebagai
berikut :

10

2.2.7. Lain - lain


Beberapa proses hydrocracking mungkin terjadi, khususnya pada saat akhir
dari cycle operasi dimana temperatur reaktor

naik. Reaksi hydrocracking

dibatasi untuk menjaga produk overhead tidak melampaui 1-2 %vol dari satuan
umpan, dibawah keadaan yang normal. Semua

reaksi hydrotreating

adalah

eksotermis karena itu temperatur outlet reaktor dibatasi sekitar 400 C maksimum
atau delta temperatur pada sekitar 55C maksimum.
2.3 Feed dan Produk Hydrotreating
Unit hydrotreating dapat berupa naphtha hydrotreater atau distillate/diesel
hydrotreater. Umpan naphtha hydrotreater adalah naphtha yang dapat berupa
straight run naphtha, naphtha dari tangki penyimpan, ataupun cracked naphtha.
Jika umpan naphtha berasal dari tangki maka harus diyakinkan bahwa tangki
dilengkapi dengan gas atau nitrogen blanketing. Jika tangki tidak dilengkapi
dengan gas atau nitrogen blanketing, maka naphtha kemungkinan akan bereaksi
dengan oksigen (yang berasal dari udara; biasanya tangki naphtha adalah floating
roof yang sangat mungkin terdapat kebocoran seal sehingga dapat menyebabkan
udara luar masuk ke dalam tangki) yang kemudian akan menyebabkan
terbentuknya gums. Gums ini biasanya terbentuk pada preheater atau bahkan pada
permukaan katalis.
Sedangkan umpan distillate/diesel hydrotreater adalah straight run diesel
atau cracked diesel. Jika mengolah cracked diesel, maka perlu diketahui batasan
maksimumnya karena cracked diesel membawa cracked material/olefin yang akan
mempengaruhi operasi hydrotreater. Selain itu cracked diesel sangat mungkin
mengandung nitrogen yang tinggi. Kandungan nitrogen yang tinggi akan
mempengaruhi tingkat color stability produk diesel.
Produk unit hydrotreating dapat berupa hydrotreated heavy naphtha atau
hydrotreated diesel. Hydrotreated heavy naphtha merupakan intermediate product
yang kemudian merupakan umpan unit platforming. Hydrotreated heavy naphtha
harus mempunyai kandungan sulfur dan nitrogen maksimum 0,5 ppmwt dan
kandungan logam maksimum 2 ppmwt. Sedangkan hydrotreated diesel

11

merupakan produk jadi siap dipasarkan dengan kandungan sulfur antara 10


ppmwt, 30 ppmwt, atau 500 ppmwt.
2.4 Diskripsi dari Aliran Proses (Description of Process Flow)
Unit Distillate HDT terdiri dari sebuah seksi reaktor dan sebuah seksi
fraksionasi. Pada seksi reaktor, umpan dicampur dengan hydrogen rich recycle
gas stream, dipanaskan didalam combined feed exchanger serta di fired heater
dan kemudian mengalir kedalam reaktor. Didalam reaktor ini perbaikan yang
diinginkan dari light coker gas oil terjadi. Efluen produk reaktor dipakai
sebagai media pemanas dicombined feed exchanger.
Pendinginan akhir dari efluen reaktor dicapai di fin fan condenser. Air
diinjeksikan ke efluen reaktor sebelum memasuki condenser dengan tujuan
untuk mencegah deposisi (deposition) dari garam-garam yang dapat
menyebabkan korosi (corrode) dan penyumbatan (foul) condenser. Setelah
didinginkan, produk masuk ke High Pressure Separator, dimana hydrocarbon
liquid, air dan gas di-recycle sebagai recycle gas dan sejumlah kecil gas divent ke fuel gas system untuk menjaga minimum 75 % H2 di recycle gas.
Air di-drain dari water boot dan hydrocarbon liquid di kirim ke seksi
fraksionasi, dimana ia dipisahkan menjadi light dan heavy kerosene.
2.4.1

Seksi Reaktor

Seksi reaktor terdiri dari :


1.
2.
3.
4.

Reactor feed and combined feed / effluent exchanger.


Reactor charge heater 220-H1.
Reactor 220-V2 dan 220-V3.
Fin fan condenser 220-E2 ABCD.

2.4.2

Reactor Feed And Combined Feed /Effluent Exchanger

Umpan untuk Unit Distillate Hydrotreating adalah LCGO dari trim cooler
di Unit Delayed Coking. Ia mengalir ke Feed Surge Drum 220-V1 melalui line
6. Surge Drum dilengkapi dengan level indicator dengan High & Low Alarm. Ia
dilengkapi dengan split range pressure control system 220-PRC2 dan safety valve

12

220-PSV1.Sistem split range akan menolong untuk mendapatkan tekanan yang


konstan di surge drum selama operasi normal.
Apabila tekanan surge drum jatuh ke nilai dibawah setting pressure, split
range control valve no. 2B akan secara otomatis membuka dan gas mengalir dari
make up compressor suction drum melalui line 2 ke surge drum selama tekanan
surge drum naik ke nilai diatas setting pressure, split range control valve no.2A
secara otomatis membuka dan gas yang berlebihan (excessive gas) mengalir ke
flare, control valve menutup pada saat tekanan turun kembali ke normal.
Gas oil dari feed surge drum mengalir ke suction dari feed charge pumps
220-P1AB, melalui line 8. Kedua pompa adalah multi stage, yang digerakkan
dengan motor listrik. Untuk melindungi pompa ini dari kerusakan yang
disebabkan oleh low flow, pompa dilengkapi dengan automatic shutdown device
system yang digerakkan (actuated) oleh low flow signal 220-FRCAL-51.
Pada keadaan flow rate jatuh ke nilai dibawah rate yang dibolehkan
(allowable rate), pompa akan stop secara otomatis. Untuk initial start up terdapat
bypass switch untuk low flow shutdown.
Feed dipompa ke reactor charge heater melalui sederetan combined
feed/effluent exchanger 220-E1ABCDE melalui line 8 dan flow controller 220FRCAL-51. Sebelum masuk ke Combine Feed Exchanger (CFE), feed dicampur
dengan hydrocarbon rich gas dari recycle gas compressor. Temperatur outlet CFE
dijaga konstan dengan memakai 220-TRC-47 yang mengontrol CFE by pass flow.
2.4.3

Reactor Charge Heater 220-H1.

Setelah dipanaskan (preheated) di sederetan CFE, feed mengalir ke reactor


charge heater melalui line 10. Feed dipanaskan di Reactor Charge Heater (220H1) ke temperatur yang diinginkan (kira-kira 315C) dan dikontrol oleh 220TRC-36. Heater adalah tipe cylindrical forced draft dengan automatic shut down
devices.

Heater akan shut down secara otomatis pada keadaan berikut :


13

1.
2.
3.
4.

High pressure dari reactor charge heater cabin (220-PIAH-24).


High pressure dari stripper reboiler heater cabin (220-PIAH-138).
High pressure dari splitter reboiler heater cabin (220-PIAH-175).
High temperature dari combined flue gas ke air preheater inlet (220-TIAH-

5.
6.
7.
8.
9.

7).
Low pressure dari combustion air dari air preheater outlet (220-PIAL-8).
Low pressure dari pilot gas (220-PIAL-10).
Low pressure dari atomizing steam (220-PIAL-11).
Low flow dari recycle gas ke reactor circuit (220-FRAL-52).
Dengan menekan emergency push button.

2.4.4

Reaktor 220-V2 dan Reaktor 220-V3.

Setelah dipanaskan sampai sekitar 315C, feed masuk reaktor melalui inlet
distributor, kemudian ke liquid/vapor distributor tray untuk mendapatkan
distribusi yang baik melintasi daerah bagian-bagian (sectional area) dari katalis.
Ketika feed turun melalui bed katalis, reaksi muncul dan panas dibangkitkan.
Outlet reaktor 220-V2 dilengkapi dengan High Temperature Alarm 220TRAH-38, yang di set pada 399 C untuk mencegah reaksi perengkahan yang
berlebihan (excessive cracking reactions).
Cold recycle gas dibawa ke efluen reaktor 220-V2 untuk meng-quench
reaksi. Aliran quench dikontrol dengan temperatur inlet reaktor no.2, 220-TRC41. Reaktor ini juga dilengkapi dengan inlet dan outlet pressure gauge serta outlet
temperature recorder high alarm 220-TRAH-44. Efluen reaktor mengalir ke CFE
220-E1 melalui line 10.
2.4.5

Finfan Condenser 220-E2 ABCD dan High Pressure Separator

220V4.
Dari CFE efluen reaktor mengalir ke empat prallel fin fan cooler melalui
line 10.Sulfur dan nitrogen dalam feed dikonversikan ke hidrogen sulfida (H2S)
dan ammonia (NH3).
Kedua material ini bergabung (combine) untuk membentuk garam
ammonium yang dapat mengeras (solidify) dan mengendap (precipitate) ketika
efluen reaktor didinginkan.

14

Air diinjeksikan ke efluen reaktor untuk mencegah garam menyumbat tube


condenser.
Didalam fin fan coolers 220-E2 A/B/C/D efluen reaktor didinginkan sampai
49C dan kemudian masuk High Pressure Separator 220-V4 melalui line 8.
Didalam high pressure separator gas, hydrocarbon liquid dan air dipisahkan
tersendiri (individually).
Gas dikirim ke suction drum dari recycle gas compressor 220-V5 melalui
line 8 dan sejumlah kecil gas dikirim ke feed drum sebagai gas blanketing.
Recycle compressor suction drum dilengkapi dengan monel wire mesh
untuk menghindari liquid entainment ke recycle gas compressor. Dari suction
drum 220-V5 gas dikirim ke recycle gas compressor melalui line 8. Dengan
menggunakan recycle gas compressor 220-C1 A/B gas di-recycle dan dicampur
dengan feed sebelum mengalir ke reaktor dan sejumlah lain dipakai sebagai
quench di dalam line inlet reaktor 220-V3.
Gas hidrogen diperoleh dari unit platforming, mengalir melalui line 4 ke
make up compressor suction drum 220-V6 dimana setiap liquid yang terbawa
(carried over) dipisahkan. Liquid dikirim dan dicampur dengan produk liquid
high pressure separator ke seksi fraksionasi. Gas H2 dari suction drum di kirim ke
make up compressor 220-C1 A/B melalui line 4. Hidrogen ditekan (compressed)
dan dikirin ke sistem recycle gas melalui line 3.Kecepatan make up hidrogen
dicatat dengan 220-FRQI-68. Make up compressor dilengkapi dengan spill back
control valve 220-PV-66. Wash water yang dikumpulkan didalam water boot dari
high pressure separator di-drain ke sour water system pada level controller 220LC-60. Liquid dari HPS dikirim ke seksi fraksionasi melalui line 6 pada level
controller 220-LC-63.

2.5 Seksi Fraksionasi.


2.5.1
Product Stripper 220-V8.

15

Sebelum masuk kolom stripper, HPS liquid dipanaskan didalam sederet


exchanger; stripper feed/light kerosene exchanger 220-E4, stripper feed/heavy
kerosene exchanger 220-E5 ABCDE dan stripper feed/bottom exchager 220-E6.
Dari exchanger feed mengalir ke kolom stripper melalui line 6 diatas tray
no. 6 pada sekitar 266C. Hidrogen sulfida dan material yang ringan mengalir ke
upper section dari stripper dan yang lebih berat ke bottom section. Sebagian dari
bottom stripper dipompa melalui line 4 ke stripper reboiler heater 220-H2.
Didalam reboiler, fraksi bottom dipanaskan sampai sekitar 330C untuk
meyakinkan penghilangan yang sempurna (complete removal) dari H2S, sebelum
mengalir ke seksi splitter.
Sisanya dikirim ke kolom splitter melalui line 6 dan stripper feed/bottom
exchanger 220-E6. Vapor meninggalkan puncak (top) dari kolom stripper,
didinginkan didalam fin fan condenser 220-E7 dan cooler 220-E8, kemudian
dikirim ke stripper receiver drum 220-V9.
Didalam stripper receiver drum 220-V9, gas, air dan hydrocarbon liquid
dipisahkan. Hydrocarbon liquid dipompa dengan pompa overhead stripper 220P2 AB, sebagian dari hydrocarbon liquid dikirm kembali ke puncak stripper
sebagai reflux untuk mengontrol end point dari produk overhead. Kecepatan
reflux dikontrol dengan flow controller 220-FRC-159 (cascade dengan receiver
drum level controller, 220-LICAHL-166). Sisanya dikirim melalui line 2 ke LP
flash drum di HC Unibon pada flow control 220-FRCQI-156. Air secara manual
didrain ke sour water system.
Net gas dikirim ke suction drum dari Unit Amine LPG Recovery melalui
line 4.Tekanan stripper receiver drum dikontrol dengan pressure controller 220PRC-165.

2.5.2

Product Splitter 220-V10.

16

Bottom stripper pada level controller 220-LC-130 masuk kolom splitter


diatas tray no.10 dan dipisahkan menjadi 2 fraksi : light kerosene sebagai top
product dan heavy kerosene sebagai bottom product. Beberapa dari bottom
splitter dipompa melalui line 6 ke splitter reboiler heater sampai sekitar 273C,
untuk mencapai vaporisasi yang diinginkan. Sisa heavy kerosene dipompa dan
didinginkan di stripper feed/heavy kerosene exchanger 220-E5 ABCDE , cooler
220-E11, trim cooler 220-E12 dan kemudian dikirim ke penampungan (storage).
Produk overhead meninggalkan puncak kolom melalui line 14 dan
dikondensasikan didalam overhead condenser 220-E7.
Tekanan kolom dikontrol dengan pressure controller 220-PRC-199, dan
splitter receiver dikontrol dengan sistem bypass yang dilengkapi dengan pressure
differential controller 220-PDIC-201. Low pressure di splitter receiver akan
membuka pressure differential controller untuk menjaga tekanan yang konstan.
Produk overhead dikirim ke suction dari pompa splitter overhead 220-P4A
atau B. Beberapa dari produk overhead dipompa ke puncak kolom sebagai reflux
pada level controller 220-LICAHL-200. Temperatur puncak dari kolom sekitar
228C.
Sisanya dipompa ke stripper feed/light kerosene exchanger 220-E4 melalui
line 3. Setelah dipakai untuk memanaskan (preheat) feed stripper, lalu dikirim ke
tanki penampungan sebagai produk light kerosene melalui light kerosene product
cooler 220-E10. Aliran dari produk light kerosene dikontrol oleh temperatur
puncak column dengan temperature controller 220-TRC-171.
2.6 INFORMASI PERANCANGAN (DESIGN INFORMATION)
2.6.1
Diskripsi
Proses hydrotreating dengan katalis fixed bed adalah untuk meng-up
grade kualitas LCGO menjadi komponen produk blending yang lebih stabil.
Product stripper dan low pressure product splitter melengkapi penghilangan
H2S, kontrol flash point, dan menghasilkan light dan heavy blending component
untuk produk blending akhir kerosene dan diesel.

17

2.6.2
Basis Perancangan (Design basis)
1. Rate Of Flow.
Rate of flow

: LCGO

Charge rate M3/Hr

: 83,86

Stripper net of gas NM3/Hr

: 1048

Stripper Net OVH liquid M3/Hr

: 0,24

Stripper Reboiler rate M3/Hr

: 94,5 liquid return to column 190,26

reboiler
rate total.
Splitter light kero product , M3/Hr

: 11,43

Splitter heavy kero product M3/Hr

: 73,34

Splitter OVH reflux M3/Hr

: 53,15

2. Kualitas Umpan (Quality of feed) :


Feed stock

: Coker Gas Oil

API Gravity

: 44,0

IBP/EP,C

: 155/307

Sulfur content wt

: 0,1

2.7 VARIABEL -VARIABEL PROSES (PROCESS VARIABLES)


Pengertian tentang efek dari feed stock dan variabel operasi adalah sangat
penting,

untuk mengontrol

kondisi reaksi hydrotreating. Tiap perubahan

variabel proses akan mempengaruhi severitas reaksi dan kecepatan deaktivasi dari
katalis. Pengaruh umum dari perubahan variabel-variabel operasi ini ditunjukkan
dibawah ini.
2.7.1

Temperatur Reaktor

Berbeda dengan tekanan reactor yang tidak bisa dimainkan, temperatur


reaktor dapat dimainkan tergantung kebutuhan kandungan sulfur dan nitrogen

18

yang diinginkan pada produk keluar reaktor (untuk naphtha hydrotreater biasanya
maksimum sulfur dan nitrogen adalah 0,5 ppmwt). Reaksi desulfurisasi mulai
terjadi pada temperature 230 C dengan kecepatan reaksi yang meningkat dengan
makin tingginya temperature. Namun di atas temperature 340 C, pengaruh
temperatur terhadap reaksi penghilangan sulfur sangat kecil.
Penghilangan senyawa chloride dengan konsentrasi rendah (<10 wtppm)
akan terjadi pada temperature yang sama dengan penghilangan senyawa sulfur.
Penjenuhan olefin juga seperti penghilangan senyawa chloride dan sulfur, semakin
tinggi temperature maka reaksi penjenuhan olefin semakin cepat. Namun biasanya
penjenuhan olefin membutuhkan temperature yang jauh lebih tinggi. Karena
reaksi penjenuhan olefin sangat eksotermis maka kandungan olefin pada feed
harus dimonitor dan jika mungkin dibatasi agar reactor peak temperature tetap
dalam

acceptable

temperature

range

dan

tidak

terjadi

temperature

excursion/runaway.
Pada temperature yang sangat tinggi, kondisi keseimbangan membatasi
tingkat penjenuhan olefin. Hal ini dapat menyebabkan residual olefin dalam
produk menjadi lebih besar pada temperature yang lebih tinggi daripada pada
temperature yang lebih rendah. Saat memproses naphtha dengan jumlah light end
yang sangat besar dengan katalis baru, H2S dapat bereaksi dengan olefin tersebut
untuk membentuk merkaptan.
Namun, jika hydrotreater memiliki 2 unit reactor, maka temperature inlet
reactor kedua akan cukup rendah (karena di-quenching dengan hydrogen) untuk
menghilangkan residual olefin yang dapat bereaksi membentuk merkaptan.
Dekomposisi senyawa oksigen dan nitrogen memerlukan temperatur yang lebih
tinggi daripada desulfurization ataupun penjenuhan olefin. Unit hydrotreater
dengan kandungan nitrogen dan oksigen yang sangat tinggi harus didisain dengan
tekanan reactor yang tinggi dan LHSV yang rendah untuk menjamin konversi
yang tinggi. Reaksi penghilangan logam memerlukan temperature minimum
315C.

19

Oleh karena itu temperature minimum ini yang direkomendasikan, karena


pada temperature dibawah 315C, kecepatan reaksi penghilangan contaminant
sangat rendah. Temperatur harus dijaga cukup tinggi untuk menjamin agar
combined feed (recycle gas plus naphtha) ke charge heater semuanya berbentuk
uap. Temperatur operasi reactor bervariasi tergantung jenis feed, yaitu antara 285
C s/d 385 C. Cracked feed akan memerlukan temperature yang lebih tinggi
karena biasanya mengandung sulfur, nitrogen, dan olefin yang lebih tinggi.
Reaktor delta T untuk reaksi hydrotreater biasanya antara 10 s/d 55 C. Jika
kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin dalam produk keluar reactor meningkat,
maka temperature reactor dapat dinaikkan sebagai kompensasi untuk
mempertahankan tingkat kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin dalam produk
keluar reactor. Jika kenaikan temperature tidak dapat meningkatkan kualitas
produk atau kenaikan temperature sudah tidak mungkin karena keterbatasan
disain mechanical reactor (biasanya didisain hingga 400 C), maka diperlukan
catalyst regeneration atau penggantian katalis. Saat ini pelaksanaan catalyst
regeneration sudah jarang dilakukan untuk katalis-katalis hydrotreater karena
tidak ekonomis. Dibawah limit (400C), kenaikan temperatur reaktor akan
menaikkan tingkat konversi dan kecepatan deaktivasi katalis.
Pada operasi diatas limit 400C temperatur bed katalis maksimum,
pembentukan coke menjadi sangat cepat dan peningkatan performance katalis
yang diamati hanya sedikit. Temperatur inlet reaktor harus selalu dikontrol pada
minimum

yang

diperlukan

untuk

mencapai

reaksi

hidrotreating

yang

dikehendaki.
2.7.2

Feed Boiling Range (Rentang titik didih umpan)

Karena end

point

dari

umpan

naik

maka juga akan memerlukan

temperatur yang lebih tinggi untuk menghilangkan kandungan nitrogen dan


logamnya. Juga penghilangan sulfur lebih sulit. Disamping itu, umpan yang
lebih berat akan mengandung lebih banyak coke
mendeaktivasi katalis

yang nantinya akan

dan memperpendek cycle operasi.

20

Pressure drop reaktor akan juga naik bila unit dioperasikan dengan feed
yang lebih berat disebabkan oleh akumulasi padatan didalam bed katalis.Oleh
karena itu, umur katalis (catalyst life) berkurang karena akumulasi yang cepat
dari coke pada reaktor dengan pressure drop yang lebih tinggi.
Untuk kondisi operasi yang normal, perubahan temperatur inlet reactor
hydrotreater untuk mengkompensasi adanya perubahan kualitas feed biasanya
tidak diperlukan. Namun, jika umpan diimpor dan memiliki kualitas yang jauh
berbeda dari biasanya, maka kualitas produk naphtha akan sangat berubah,
sehingga diperlukan pengaturan temperatur inlet reactor. Perubahan kandungan
olefin umpan juga akan mempengaruhi panas reaksi.
2.7.3

Liquid Hourly Space Velocity (LHSV)

Jumlah katalis yang dibutuhkan untuk tiap satuan umpan akan tergantung
pada feed properties, kondisi operasi, dan kualitas produk yang diperlukan.
Liquid Hourly Space Velocity (LHSV) didefinisikan sebagai (feed, m3/jam)/
(volume katalis, m3), sehingga satuan LHSV adalah 1/jam. Kenaikan feed rate
dengan volume katalis yang tetap akan menaikkan nilai LHSV. Untuk
memperoleh tingkat konversi reaksi yang sama, maka sebagai kompensasinya
maka temperatur reaksi (temperatur inlet reaktor) harus dinaikkan. Namun
kenaikan temperatur catalist akan menyebabkan peningkatan kecepatan
pembentukan coke pada permukaan katalis sehingga akan mengurangi umur
katalis.
Kenaikan space velocity (feed rate) akan menghendaki temperature
reaktor

yang lebih tinggi untuk mempertahankan konversi yang sama dan

akan mengakibatkan peningkatan kecepatan deaktivasi. Pada pengurangan


yang besar dari LHSV, umpan (feed) akan berkontak dengan katalis untuk
waktu yang lebih lama, menghasilkan lebih banyak coke.
Untuk tujuan ini unit tidak boleh dioperasikan pada feed rate dibawah
minimum LHSV yang diberikan . Alasan utama adalah bahwa distribusi flow
yang tidak baik melalui bed katalis dapat dihasilkan pada LHSV yang sangat
rendah.
21

2.7.4

Hydrogen Purity (Tekanan Parsial Hidrogen)

Secara umum desulfurization dan denitrification meningkat dengan


meningkatnya reactor pressure (atau tepatnya hydrogen partial pressure). Namun
biasanya reactor pressure bukan suatu variabel operasi yang dapat dimainkan.
Pada operasi normal, tekanan reactor di-set semaksimal mungkin seperti disain.
Namun ada sering terjadi kendala seperti ketidakmampuan compressor untuk
mempertahankan tekanan reactor/system seperti disain, hal ini dapat dikompensasi
dengan menaikkan purity recycle gas. Untuk straight run naphtha desulfurization,
biasanya digunakan tekanan 20 s/d 35 kg/cm2g. Namun jika kandungan nitrogen
dan/atau sulfur dalam feed tinggi, maka tekanan yang dibutuhkan lebih tinggi.
Cracked naphtha biasanya mengandung nitrogen dan sulfur yang jauh lebih
besar daripada straight run naphtha, sehingga membutuhkan tekanan yang lebih
tinggi, yaitu hingga 55 kg/cm2g. Tekanan setinggi ini juga dibutuhkan untuk
menghilangkan semua organic halides. Pemilihan tekanan operasi dipengaruhi
oleh tingkat hydrogen to feed ratio disain, karena kedua parameter ini
menentukan tekanan partial hydrogen dalam reactor. Hydrogen partial pressure
dapat ditingkatkan dengan meningkatkan ratio gas to feed pada inlet reactor.
Ini adalah 2 term yang dapat dipertukarkan (interchangeable) karena pada
tekanan sistem yang diberikan purity dari recycle gas akan menentukan tekanan
parsial hidrogen dalam reaktor. Kenaikan purity hydrogen (dalam hal ini tekanan
parsial ) akan menaikkan reaksi hydrotreating dan akan menurunkan kecepatan
deaktivasi dari katalis. Purity hydrogen harus dijaga minimum 75% atau lebih.
2.7.5

Hydrogen / Hydrocarbon Ratio

Batasan minimum hydrogen to hydrocarbon ratio (Nm 3/m3 atau SCFB)


tergantung pada konsumsi hydrogen, karakteristik umpan, dan kualitas produk
yang diinginkan. Untuk reaksi desulfurization, recycle gas dengan kandungan
H2S hingga 10% dan dengan kandungan CO dan nitrogen yang besar tidak
membahayakan katalis. Namun untuk penghilangan nitrogen dan penghilangan
seluruh sulfur diperlukan kemurnian hydrogen dalam recycle gas yang tinggi
(minimum 70%), dan CO merupakan racun katalis sementara.

22

Kenaikan kecepatan sirkulasi gas menaikkan hydrogen to hydrocarbon


ratio. Kenaikan hydrogen to hydrocarbon ratio akan menaikkan reaksi
hydrotreating

dan

akan menurunkan kecepatan deaktivasi katalis. Disain

minimum H2/HC ratio adalah 204 NM3/M3.


2.7.6

Injeksi Wash Water

Injeksi wash water pada unit hydrotreater diperlukan untuk menghilangkan


ammonia dalam recycle gas. Adanya ammonia dalam recycle gas walaupun dalam
jumlah sangat kecil (biasanya sekitar 200-400 ppm tergantung dari jenis
umpannya) akan sangat mengganggu aktivitas katalis karena ammonia akan
mengisi active site katalis.
NH3 + H2O NH4OH
Selain itu juga untuk mencegah terjadinya fouling akibat pembentukan
garam ammonia (terutama pada fin fan cooler effluent reactor, upstream high
pressure separator karena pada temperature rendah senyawa garam mudah
mengendap).
NH3 + H2S NH4HS
Pembentukan NH4HS adalah akibat dari reaksi senyawa ammonia
anorganik (NH3) dengan senyawa sulfur anorganik (H 2S). Fungsi wash water
adalah melarutkan NH4HS agar tidak mengendap pada bagian dalam fin fan
cooler yang akan menyebabkan plugging. Jumlah injeksi wash water yang
direkomendasikan biasanya antara 3 s/d 8% volume on feed hydrotreater atau
untuk implementasi yang lebih akurat adalah dengan melihat kandungan NH 4HS
yang terlarut dalam sour water di high pressure separator. Kandungan NH4HS
dalam sour water diusahakan sekitar 8%wt (di bawah 8%wt pelarutan oleh wash
water dianggap kurang efektif sehingga injeksi wash water harus ditambah dan di
atas 8%wt akan menyebabkan sour water yang dialirkan ke unit sour water
stripper menjadi korosif sehingga injeksi wash water harus dikurangi.
Injeksi wash water biasanya dilakukan pada inlet fin fan cooler upstream
high pressure separator. Temperatur wash water tidak boleh terlalu tinggi.

23

temperatur wash water harus cukup rendah sehingga minimal 20% dari injeksi
wash water masih tetap berbentuk cair pada outlet fin fan cooler (inlet high
pressure separator).
2.8 PERALATAN (Equipment).
2.8.1. REAKTOR (220-V2 & 220- V3).
Unit hydrotreationg kilang Dumai dilengkapi dengan

dua seri

aliran

reaktor. Unit hydrotreating didirikan pada plant site yang dirancang dengan
pertimbangan yang dibuat oleh kontraktor atau pemakai (costumer)
konsultasi dengan
1

setelah

lisensor, kontraktor atau costumer seperti yang dikehendaki.

Tipe reaktor.
Reaktor unit hydrotreating kilang Dumai adalah hot type

reactor. Dinding reaktor dirancang untuk menahan full design


temperature 430C. Shell side reaktor dibuat dari metal khusus
ASTM A-387 Gr 11 (11/4 Cr - 1/2 Mo) yang dilapisi (cladded)
dengan stainless steel A-240-TP 4105 (13 Cr -TP 410).
2

Tipe

inlet distributor dan distributor

tray

untuk reaktor no.1 (220-V2).


Reaktor no.1 (220-V-2) dilengkapi dengan inlet distributor tipe spray (lihat
gambar no.1) dan juga dilengkapi dengan liquid /vapor distributor tray (lihat gb.
no. 3). Distributor ini diapakai untuk menjamin distribusi yang baik dari umpan
dalam bed katalis, dengan maksud untuk mencapai reaksi hidrogenasi yang baik
didalam bed katalis.
Reaktor no. 2 (220- V-3) dilengkapi dengan inlet distributor tipe radial
(lihat gbr..3), tanpa distributor tray. Ini karena feed ke reaktor no. 2 adalah
vapor sementara start up ke reaktor no.1 mungkin campuran antara liquid dan
vapor.
2.8.2

CHARGE PUMP (220 -P1 A/B) (Pompa Umpan)

Unit dilengkapi dengan 2 buah charge pump yang digerakkan oleh motor
(motor driven). Pompa-pompa ini adalah multi stage centrifugal pumps. Tiap

24

stage berfungsi seperti pompa yang terpisah, mempunyai impeller, diffuser dan
wear rings. Untuk memproteksi pompa ini dari kerusakan karena low flow,
pompa dilengkapi dengan automatic shutdown device. In case aliran feed jatuh
kebawah nilai setting flow, 220-FRCAL akan memberikan signal ke automatic
shutdown system dan automatic shut down akan men-shut down-kan pompa
secara otomatis. Pompa ini adalah type yang tidak boleh dijalankan dengan
kerangan discharge valve tertutup untuk waktu tertentu. Tujuannya adalah karena
pompa dapat menjadi panas dengan sangat cepat disebabkan discharge yang
tertutup dan merusak seals serta internalnya.
2.8.3

RECYCLE & MAKE UP COMPRESSOR (220-C1A/B)

HDT Unibon kilang Dumai dilengkapi dengan 2 set gas compressor 220-C1
A&B. Jenis kompresor adalah horizontal, heavy duty, single stage, multi
cylinders, non lubricated. Recycle & make up compressor digerakkan oleh steam
turbine. Dalam keadaan normal satu kompresor beroperasi , yang lain sebagai
spare.
2.8.4

CHARGE HEATER ( 220-H1)

Reactor charge heater HDT Unibon adalah heater jenis silinder. Umpan
dipanaskan dalam pass tube heater sekitar 315C melalui seksi konveksi dan
radiasi dari heater. Heater ini juga dilengkapi dengan set kombinasi burner fuel
oil dan fuel gas. Tube heater dibuat dari baja 9 Cr-1 Mo alloy steel. Untuk
melindungi heater dari high pressure draft, ia dilengkapi dengan sebuah
automatic shut down device. Pada kejadian (induce atau force draft) gagal,
pressure indicator dan high pressure alarm 220-PIAH - 24 mengirim sinyal ke
automatic shut down system dan heater akan stop secara otomatis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

25

1. Hydrotreating atau disebut juga hydroprocessing adalah proses hidrogenasi


katalitik untuk menjenuhkan hidrokarbon dan menghilangkan sulfur,
nitrogen, oksigen, dan logam dari aliran proses
2. Ada 2 tujuan pada reaksi hydrotreating, pertama adalah penjenuhan dari
material yang tidak jenuh (unsaturated) dan yang kedua adalah reaksi
penghilangan impuritis.
3. Unit hydrotreating dapat berupa naphtha hydrotreater atau distillate/diesel
hydrotreater.
4. Hydrotreated heavy naphtha merupakan intermediate product yang
kemudian merupakan umpan unit platforming.
5. Unit Distillate HDT terdiri dari sebuah seksi reaktor dan sebuah seksii
fraksionasi
6. Seksi reaktor terdiri dari :
a. Reactor feed and combined feed / effluent exchanger.
b. Reactor charge heater 220-H1.
c. Reactor 220-V2 dan 220-V3.
d. Fin fan condenser 220-E2 ABCD.
7. Seksi fraksionasi terdiri dari :
a.
b.

Product Stripper.
Product Splitter.

8. Variabel -Variabel Proses hydrotreater adalah : Hydrogen / Hydrocarbon


Ratio, Hydrogen purity , Tekanan parsial hidrogen, Liquid Hourly Space
Velocity (LHSV) , Feed Boiling Range , Temperatur Reaktor.
9. Peralatan hydrotreating adalah : hydrotreating reactor (V-2 dan V-3),
stripper (V-8), splitter (V-10) , Feed surge drum (V-1), heater (H-1, H-2, H3), vessel (V-7), suction drum (V-5, V-6), separator (V-4, V-9, V-11).
3.2 Saran
Penjelasan tentang aliran proses pada DHDT seharusnya dapat diadopsi
dengan menggunakan bahasa yang lebih sederhana sehingga lebih mudah
memahaminya saat dibaca maupun saat mencocokkannya dengan flow chart yang
telah disediakan.

26

DAFTAR PUSTAKA
Buku Pintar Migas Indonesia, Bab IV, 2008. manual proses Dehydrotreating
kilang minyak pertamina UP II Dumai
Devold, Havard., Oil And Gas Production Handbook: An Introduction To Oil And
Gas Production
Nazwir. 2004. Evaluasi Kinerja Heater HCC Unibon Unit 212 H-3 di UP II
Dumai. Program Studi D3 Teknik Kimia UNRI : Pekanbaru

LAMPIRAN

27

28

Anda mungkin juga menyukai