PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat
organik selama ribuan tahun yang tersimpan dilapisan bumi dalam jumlah yang
sangat besar. Minyak bumi terutama digunakan untuk menghasilkan berbagai
macam bahan bakar diantaranya LPG, gasoline, avigas, jet fuel, kerosin, solar, dan
bahan lain seperti aspal, minyak pelumas, bahan pelarut, lilin, dan bahan
petrokimia.
Minyak bumi mentah (crude oil) adalah cairan coklat kehijauan hingga
hitam yang terdiri dari karbon dan hidrogen. Minyak bumi merupakan campuran
yang sangat komplek, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon tunggal mulai
dari yang paling ringan seperti metana sampai dengan aspal yang berat dan
berwujud padat. Produk sikomersial minyak bumi di mulai pada tahun 1857 dan
sejak itu produksi terus meningkat.
Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori
yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa
binatang dan tumbuhan-tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai, jutaan
tahun yang lalu, seperti dalam swamps, delta atau shallow dalam laut. Disana
bahan organik akan terdekomposisi secara parsial dengan bantuan bakteri.
Karbohidrat dan protein dipecah menjadi gas-gas atau komponen yang larut dalam
air dan terbawa pergi oleh air tanah. Sedangkan lemak-lemak yang tertinggal dan
bahan-bahan yang terlarut, diubah secara perlahan-lahan menjadi minyak bumi
melalui reaksi yang menghasilkan bahan-bahan dengan titik didih rendah. Cairan
minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat berpindah ke pasir alam atau
reservoir batu kapur
1.2.
Unit Pengolahan
Unit Pengolahan (UP) I
Daerah
PangkalanBrandan
Kapasitas
(Barrel/hari)
5.000
Dumai&SeiPakning
180.000
II
Unit Pengolahan (UP) Plaju&
Sungai
134.000
III
Gerong
Unit Pengolahan (UP)
Cilacap
300.000
IV
Unit Pengolahan (UP)
Balikpapan
252.000
V
Unit Pengolahan (UP)
Balongan
125.000
VI
Unit Pengolahan (UP)
KasimSorong
10.000
VII
JUMLAH
1.010.000
2.
mulai bulan April 1969 dan merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far
East Sumitomo Japan. Pembangunan kilang dikukuhkan dalam SK direktur utama
Pertamina No.334/Kpts/DM/1967. Pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan
oleh kontraktor asing, yaitu:
1. IHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk pembangunan mesin
dan instalasi.
2. TAISEI construction, Co, untukpembangunankonstruksikilang.
Unit yang pertama didirikana dalah Crude Distilation Unit (CDU/100)
yang selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak
mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100 MBSD. Tetapi
saat ini, Pertamina UP II Dumai beroperasi dengan menggunakan bahan baku
SLC 85 % dan Duri Crude Oil 15 %, dengan kapasitas pengolahan rata-rata 127
MBSD. Peresmian kilang ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 8
September 1971 dengan nama Kilang Putri Tujuh. Produk yang dihasilkan dari
kilang ini antara lain:
Naphtha
Kerosene
mengolah bottom product menjadi bensin premium dan komponen mogas dengan
mendirikan unit-unit baru seperti:
1. Platforming Unit.
mentah yang diolah (100 persen Crude Intake) hanya dapat dihasilkan sekitar
37,5persen produk BBM, 62 persen LSWR (Residu), dan sisanya sekitar 0,5
persen gas. Sedangkan dengan mengolah LSWR lebih lanjut di unit proses
produksi Hydrcocracker Complex dapatdihasilkan produk BBM sekitar 93,34
persen dan sisa berupa produk gas yang digunakan sebagai bahanbakar (fuel) di
unit-unit proses produksi kilang.
Selain itu dihasilkan produk padat berupa green coke dan calcined coke.
Produk ini digunakan kalangan industri untuk bahan elektroda dalam proses
peleburan biji alumunium. Kilang Dumai mengolah minyak mentah jenis
Sumatera Light Crude (SLC) dan jenis Duri Crude Oil (DCO) yang dihasilkan
oleh PT Caltex Pacific Indonesia. Kilang Dumai menghasilkan berbagai macam
produk BBM dan produk non BBM.
Kilang Sei Pakning terletak di tepi pantai Sungai Pakning dengan areal
seluas 40 hektare. Kilang minyak ini dibangun pada November 1968 oleh
Kontraktor Refican Ltd. (Refining AssociatesCanada Limited). Selesai dibangun
dan mulai berproduksi pada bulan Desember 1969. Pada awal beroperasi kapasitas
produksi 25.000 barel per hari.
Pada September 1975 seluruh operasi Kilang Sei Pakning beralih dari
Refican
kepada
Pertamina.
Selanjutnya
kilang
ini
mulai
mengalami
water treatment plant(WTP) Sejangat dan Water IntakeSungai Dayang. Selain itu
pengoperasian boiler (penghasil steam), pengoperasian WDcP (WaterDecoloring
Plant) dan RO (Reverse Osmosis). Juga pengoperasian Power Plant (pembangkit
listrik) danpengoperasian udara kempa (compression air).Power plant sendiri di
Kilang Sei Pakning digunakan untuk menyuplai listrik.
Kilang minyak Sungai Pakning mengolah SLC (Sumatera Light Crude)
sekitar 83 persen; LCO (Lirik CrudeOil) sekitar 15 persen; juga SPC (Selat
Panjang Crude) dan Slop Oil masing-masing satu persen.Dari proses produksi
yang ada dihasilkanlah jenis-jenis produk gas & losses (1 persen); stright
runnaptha (SRN) sebesar 8 persen; kerosene (16 persen); solar/ADO (Automotive
Diesel Oil) (17 persen); danLSWR (58 persen).Naptha dari Sungai Pakning
dikirim ke Dumai dengan kapal laut untuk selanjutnya diolahdi Kilang Dumai
(Secondary Processing).Kerosene dan diesel dikirim dengan kapal ke Depot Siak
dan Tank Car ke Bengkalis dan sekitarnya. Disamping itu kadang dikirim juga ke
Belawan, Padang, Tembilahan, Krueng Raya, dan Tanjung Gerem.Sedangkan
produk LSWR dikirim dengan kapal laut ke Kilang Dumai untuk diproses di High
Vacuum Unit(HVU) dan selanjutnya diolah di Hydrocracker Unit (HCU).
Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh
Kilang Pertamina UP II Dumai saat ini adalah :
1. Premium
2. Jet Petroleum Grade
3. Aviation Turbin.
4. Kerosin
5. Automotive Diesel Oil (ADO)
Sedangkan non-BBM antara lain :
1. LPG
2. Green Coke.
3. Calcined coke
1.3.
Ruang Lingkup
Tujuan
yang mencakup
produk utama, produk samping, energi, dan limbah untuk industri proses
pengolahan minyak dan gas bumi.
2. Memahami dan dapat menggambarkan diagram alir proses dan sistem
pemroses yang digunakan di Pertamina UP II Dumai.
3. Mendapatkan gambaran tentang wujud pengoperasian sistem pemrosesan atau
fasilitas yang berfungsi sebagai sarana pengolahan minyak dan gas bumi.
4. Merupakan tugas kelompok yng diberikan oleh Ibu Nirwna selaku Dosen mata
kuliah Pengilangan Minyak Bumi dan Nabati.
BAB II
7
PEMBAHASAN
2.1 Proses Terbentuknya Minyak Bumi
Minyak bumi yang sering disebut dengan crude oil adalah cairan coklat
kehijauan hingga hitam yang terdiri dari unsur karbon dan hidrogen. Minyak bumi
terbentuk dari perubahan zat-zat organik secara alami selama ribuan tahun di
dalam lapisan bumi, dalam jumlah yang sangat besar. Minyak bumi merupakan
campuran yang sangat kompleks, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon
tunggal mulai dari yang paling ringan seperti gas metana sampai bahan aspal yang
berat dan berwujud padat. Komposisi minyak bumi dari satu tempat ke tempat
lain berbeda beda. Hal ini disebabkan perbedaan tekanan, temperatur, kehadiran
logam dan mineral serta letak geologis proses pembentukan minyak bumi itu
sendiri.
Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori
yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa
binatang dan tumbuh-tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai jutaan
tahun yang lalu, contohnya dalam swamps, delta atau shallow dalam laut. Di sana
bahan organik akan terdekomposisi secara parsial oleh bantuan bakteri.
Karbohidrat dan protein dipecah menjadi gas-gas atau komponen yang larut dalam
air dan terbawa pergi oleh air tanah sedangkan lemak-lemak yang tertinggal dan
bahan-bahan yang terlarut dalam lemak diubah secara perlahan-lahan menjadi
minyak bumi melalui reaksi yang menghasilkan bahan-bahan dengan titik didih
rendah. Cairan minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat berpindah ke pasir
alam atau reservoir batu kapur. Pembentukan lapisan petroleum diperkirakan
kurang dari 300 juta tahun. Reaksi pembentukan minyak bumi pada temperatur
200 o F diduga memerlukan katalais. Di alam sudah terdapat katalis alami dan
bahan-bahan radioaktif yang dapat mempercepat reaksi kimia pembentukan
minyak bumi.
2.2 Komposisi Minyak Bumi
Hampir semua senyawa dalam minyak bumi terdiri atas atom karbon dan
hidrogen (hidrokarbon). Berbagai seri hidrokarbon dapat ditemui dalam minyak
bumi. Seri utama yang dapat diketahui berada dalam minyak bumi adalah:
CnH2n+2, CnH2n, CnH2n-2, CnH2n-4, CnH2n-6, CnH2n-8, CnH2n-10, CnH2n-14 dan CnH2n-20.
Selain senyawa hidrokarbon, didalam minyak bumi juga terdapat senyawa
senyawa yang mengandung belerang, oksigen dan nitrogen. Komposisi kimia dari
senyawa - senyawa dalam minyak bumi sangat bervariasi, namun komposisi
elemental pada umumnya adalah tetap.
Tabel 2.1 Komposisi Elemental dalam Minyak Mentah
Elemen
Komposisi ( %w/w)
Karbon (C)
84-87
Hidrogen (H)
11-14
Sulfur (S)
0-3
Nitrogen (N)
0-1
Oksigen (O)
0-2
Komposisi yang konstan ini terjadi karena suatu minyak disusun dari
beberapa seri homolog hidrokarbon. Setiap seri mempunyai komposisi elemental
yang konstan. Kandungan Sulfur dan Nitrogen disebabkan dekomposisi protein
yang tidak sempurna selama proses pembentukan, sedangkan Oksigen bertambah
sesuai dengan kenaikan titik didih fraksi.
2.3 Senyawa Hidrokarbon dan Non Hidrokarbon
Komposisi minyak mentah dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu senyawa
hidrokarbon dan non-hidrokarbon.
mempunyai cincin hanya satu atom hidrogen yang dilepaskan dari setiap
cincin karbon. Karakteristik dari golongan senyawa aromatic ini terdiri dari
struktur benzene segi enam. Contohnya : piren, benzopiren, metilpiren,dll
d. Senyawa olefin(CnH2n)
Hidrokarbon yang termasuk dalam seri ini dapat bereaksi langsung
dengan klor, brom, asam klorida, dan asam sulfat. Senyawa tak jenuh ini
bereaksi dengan dan melarut dalam asam sulfat, sehingga dapat dihilangkan
dari minyak mentah. Olefin dengan titk didih rendah kemungkinan tidak
ditemukan dalam minyak mentah, tetapi berada dalam produk perengkahan.
Senyawa golongan ini agak jarang terdapat dalam minyak bumi oleh karena
senyawa ini merupakan hasil dekomposisi dari tipe golongan hidrokarbon
lainnya. Olefin pada konsentrasi tinggi dapat kita peroleh pada produk dari
thermal cracking atau catalytic cracking. Contoh olefin adalah etena (etilen),
propena, dan butena.
2.3.2 Senyawa Non Hidrokarbon
Di dalam minyak bumi juga terdapat pengotor-pengotor lainnya (non
hidrokarbon) yang dapat mengganggu keberlangsungan proses karena dapat
merusak katalis dan menyebabkan kerusakan alat, seperti garam, sulfur,
logam-logam, pasir pasir mineral dan air.
a. Garam
Unsur ini adalah klorida yang selalu menimbulkan kesulitan pada
kolom fraksinasi. Garam dapat terurai menjadi asam menyebabkan korosi
terutama pada dinding atas kolom. Garam ini juga sering menimbulkan
terjadinya penyumbatan pada tray dan heat exchanger.
b. Sulfur
Senyawa sulfur yang merupakan komponen terbesar dalam minyak
bumi, dapat menyebabkan korosi. Jumlah dan tipe senyawa sulfur yang
11
12
b.
d.
141,5
131,5
sp.gr 60 / 60
API (derajat) =
Klasifikasi minyak bumi berdasarkan API grafity ditampilkan dalam tabel
II.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Klasifikasi minyak mentah berdasarkan API Gravity
Jenis Minyak
API Gravity
Spesific Gravity
39
39-35
35-32,1
32,1-24,6
24,6
0,83
0,83-0,85
0,85-0,865
0,865-0,905
0,905
Mentah
Ringan
Ringan Sedang
Berat Sedang
Berat
Sangat Berat
14
dominasi parafin
10
Ultra parafinik
30
Parafinik
30-40
Naftenik
40-60
Aromatik
16
ASTM
(oC)
TBP
( C)
o
<30
Rentan
g Kasar
Atom C
Nama
Fraksi/produk
C1-C4
Gas Kilang
<30
30-100
30-90
C4-C7
Nafta ringan
80-200
85-190
C7-C11
Nafta berat
165-280
190-270
C10-C16
Kerosin
215-340
270-320
C12-C19
290-440
320-430
C16-C28
>440
>430
>C25
Residu
17
2.5.9 BMCI
Harga BMCI menghubungkan titik didih rata-rata fraksi distilasi
dengan densitasnya..Indeks ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
sifat parafin, campuran, atau aromatik suatu minyak mentah.
2.5.10 Characterizing Factor (K)
K adalah indikasi suatu crude apakah bersifat parafinik atau aromatik.
K didefinisikan sebagai :
K = (Tmbap)1/3/sg
Dimana :
untuk
mengubah
atau
Treating Process
Secondary Processing
Proses pemisahan dan perlakuan secara fisis pada umumnya merupakan
proses pengolahan pertama (Primary Processing), sedangkan proses konversi dan
perlakuan yang disertai dengan perubahan kimia dari senyawa-senyawa
merupakan proses lanjutan (Secondary Processing).
Distilasi atmosferik
18
Distilasi vakum
Pada distilasi vakum pengoperasiannya dengan menurunkan tekanan
operasi hingga vakum agar temperature didih masing masing fraksi minyak
bumi turun. Tekanan vakum dihasilkan oleh sistem ejektor yang menurunkan
tekanan menjadi sekitar 40 mmHg.
Ekstraksi
Ekstraksi dengan pelarut merupakan salah satu proses yang tertua
dalam pengilangan minyak bumi. Pada awalnya, ekstraksi terutama untuk
meningkatkan kualitas kerosen, akan tetapi pada perkembangannya lebih
banyak digunakan untuk peningkatan kualitas minyak pelumas.
Absorpsi
Proses ini merupakan proses pemisahan campuran gas dengan
menyerapnya dan melarutkannya ke dalam cairan atau gas pelarut.. Absorpsi
biasanya dilakukan untuk mendaur ulang uap yang mengkondensir dari gas
basah.
Contoh reaksi:
K2CO3 + CO2
+ H2O
2 KHCO3
Kristalisasi
Proses ini merupakan suatu proses pemisahan berdasarkan titik leleh,
contohnya adalah dewaxing dari minyak pelumas, pembuatan lilin (wax).
19
Hydrocracking
Hydrocracker merupakan unit perengkahan minyak bumi (umpan
berupa gas oil yang merupakan hidrokarbon berantai panjang) menjadi
hidrokarbon berantai pendek menggunakan gas hidrogen dan katalis.
Contoh reaksi:
C10H22 +
n-dekana
katalis
H2
hidrogen
C6H14 + C4H10
heksana
butane
CH3--(CH2 )5--CH3
n-heptana
+
metilsikloheksana
H2
hydrogen
Polimerisasi
20
Pada
polimerisasi,
hidrokarbon
dengan
berat
molekul
kecil
C4H8
2C3H6
C6H12
Alkilasi
CH3
CH3- C-CH2-CH3
CH3
Etena
Isobutana
Isoheksana
21
Mercaptan oxidation
Mercaptan Oxidation bertujuan untuk menghilangkan kandungan
merkaptan. Umpan berupa kerosen masuk ke reaktor bersama udara. Di dalam
reaktor, merkaptan dioksidasi oleh udara menjadi disulfida dengan bantuan
katalis.
Acid/caustic treating
Doctor treating
Amine treating
Desulfurisasi
Keberadaan sulfur pada umpan Platforming dapat mengganggu
selektivitas dan kestabilan katalis. Kandungan sulfur maksimum yang
diijinkan adalah 0,5 ppm (yang sering digunakan adalah 0.2 ppm). Reaksi
desulfurisasi berlangsung baik pada temperatur 315-340 oC dan sulfur terpisah
dalam bentuk H2S. Reaksi yang terjadi adalah :
merkaptan
R-S-H
H2
R-H
H2S
sulfida
R-S-R
H2
2 R-H
H2S
disulfida
R-S-S-R +
H2
2 R-H
2 H2S
tiofen
C6H8 S
+ 4H2
C6H14
H2S
H2S
C-C-C-C-C-S + CH4
2. Denitrifikasi
Kandungan nitrogen maksimum adalah 0.5 ppm, dimana kelebihan
kandungan nitrogen akan mengganggu recycle gas dan kestabilan pada aliran
overhead akibat pembentukan NH4Cl. Penyingkiran senyawa nitrogen lebih
22
C
+
5H2
C-C-C-C-C
+ NH3
C
N
Piridin
3. Hidrogenasi Olefin
Olefin menggangu kestabilan temperatur dalam Platformer, karena
akan terpolimerisasi dan menyebabkan fouling dalam reaktor dan unit HE.
Selain itu senyawa ini akan menimbulkan endapan karbon pada katalis.
Contoh reaksi yang terjadi :
C-C-C-C=C-C
H2
C-C-C-C-C
CH4
+
phenol
H2
H2O
benzene
23
5. Dekomposisi Halida
Dekomposisi senyawa halida jauh lebih sulit dibanding dekomposisi
sulfur. Senyawa halida maksimum yang dapat dihilangkan hanya sampai 90%,
tetapi sulit tercapai pada kondisi reaksi desulfurisasi. Penghilangan senyawa
halida terjadi sesuai reaksi berikut ini :
R-Cl
H2
HCl
R-H
CH3
CH3
1,2-dimetilsikloheksana
CH3 +
o-xylena
3H2
hydrogen
24
b. Isomerisasi naftena :
CH3
metilsiklopentana
sikloheksana
c. Dehidrosiklisasi :
CH3
CH3--(CH2 )5--CH3
n-heptana
metilsikloheksana
H2
hidrogen
H2
hidrogen
C6H14 + C4H10
heksana
butana
C4H8
2C3H6
C6H12
25
CH3
CH2=CH2 + CH3-CH-CH3
CH3- C-CH2-CH3
CH3
Etena
Isobutana
Isoheksana
2n m
CnHm + n H2O
n CO
H2
H2O
CO2
+ H2
+ H2O
2KHCO3
+ K2CO3
KOH
+ KHCO3
b. KOH
+ CO2
KHCO3
26
CO2
+ R2NH
R2NCOOH
R2NCOOH
KOH
KHCO3
2.7
3 H2
CH4
H2O
(eksoterm)
CO2 +
3 H2
CH4
2 H2O
(eksoterm)
produk tersebut harus memenuhi spesifikasi tertentu agar layak untuk dikonsumsi.
Produk-produk yang dihasilkan antara lain:
2.7.1 LPG (Liquified m Gas)
a. RVP (Reid Vapor Pressure)
RVP menunjukkan kandungan fraksi ringan (C2) yang terdapat dalam
LPG. Kadar C2 maksimum yang diijinkan adalah 0,2 % volume.
Komposisi
psi
A
80
Butana
B
100
Butana , sedikit propana
C
125
Butan,propana
D
175
Propana, sedikit butana
E
200
Propana
b. Kandungan Fraksi C5 dan fraksi yang lebih berat.
27
Kandungan i-C5, n-C5 dan fraksi yang lebih berat dalam LPG
maksimum 2 % volume. Apabila kandungan fraksi tersebut melebihi 2 %
volume, maka nilai kalor LPG menjadi lebih rendah dari yang seharusnya.
2.7.2 Bensin (motor gasoline)
a. Octane Number (ON)
Octane Number atau bilangan oktan adalah tolak ukur kualitas
antiknocking besin. Knocking atau peletupan prematur adalah peledakan
campuran uap bensin dan udara dalam silinder mesin Otto sebelum busi
menyala, dimana peristiwa ini mengurangi daya mesin tersebut. Skala ON
didasarkan pada konvensi bahwa n-heptan (n-C7H16) memiliki ON nol (rentan
terhadap knocking) dan i-oktan (2,2,4-trimetilpentan) memiliki ON 100 (tahan
terhadap knocking). Bensin dikatakan berbilangan oktan X (0<X<100) apabila
karakteristik antiknocking bensin tersebut sama dengan karakteristik
antiknocking campuran X%-volume i-oktan dengan (100-X) %volume nheptan. Bensin premium mempunyai spesifikasi bilangan oktan minimum 88
dan untuk premix minimum 94. Untuk skala bilangan oktan yang lebih besar
dari 100, didefinisikan sebagai berikut :
ON 100
( PN 100)
3
b. Engine Deposit
Deposit yang terbentuk dalam ruang pembakaran dipengaruhi oleh
angka oktan bensin, sehingga tendensi pembentukan deposit merupakan faktor
28
29
BAB III
DESKRIPSI PROSES DISTILLATION UNIT
3.1 Crude Distillation Unit (CDU)
30
Rentang Pendidihan
(oC)
Rentang kasar
atom C n-parafin
Nama fraksi/produk
31
ASTM
<30
TBP
<30
C1 - C 4
Gas kilang
30-100
30-90
C4 - C 7
80-200
85-190
C7 - C11
Nafta
165-280
190-270
C10 - C16
Kerosin
215-340
270-320
C12 - C19
290-440
320-430
C16 - C28
>400
>430
> C25
Residu yang diperoleh akan rusak (terurai) jika terus didistilasi pada
tekanan atmosferik dengan temperatur yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu,
residu ini didistilasi lagi pada tekanan vakum.
3.3
sehingga perlu dibersihkan terlebih dahulu karena kehadiran zat-zat ini dapat
mempercepat laju korosi bahan konstruksi unit pengolahan, menyebabkan
pengendapan kerak serta penyumbatan pada peralatan kilang. Pengolahan awal
yang dilakukan adalah desalting atau pemisahan garam. Minyak bumi mentah
dipompa dan dipanaskan lalu dicampur dengan air sebanyak 3-10% volume
minyak mentah pada temperatur 90 - 150 oC. Garam-garam akan larut dan fasa air
dan minyak akan memisah dalam tangki desalter.
Minyak mentah yang tidak mengandung garam dan padatan tersebut
dipanaskan lagi dengan minyak residu panas lalu heater sebelum diumpankan ke
kolom distilasi atmosferik. Produk atas kolom distilasi utama (gas kilang dan
straight run gasoline) ini umumnya masih perlu distabilkan agar tidak terlalu
banyak mengandung hidrokarbon-hidrokarbon yang sangat mudah menguap
seperti butana di dalam kolom distilasi lain yang disebut kolom stabilisasi. Produk
samping dan bawah yang berupa cairan dilucuti oleh kukus dan diuapkan lagi
untuk menyempitkan rentang titik didihnya. Pelucutan ini diselenggarakan dalam
kolom-kolom pelucut kecil yang disusun setelah kolom distilasi utama.
32
Peralatan utama:
Crude Distillation Tower (CDU/ T-1), atmospheric sidestream stripper (T-2)
terdiri dari T-2A (kerosin), T-2B (LGO) dan T-2C (HGO).
Peralatan Pendukung :
Fraksionasi akumulator (D-1), KO drum (D-2, D-5 & D-3), heater (H-1 & H-2).
33
pompa ke unit penukar panas E-1 sampai E-7 sehingga temperaturnya mencapai
210oC dan dialirkan ke tungku pemanas, heater H-1 untuk memanaskannya
34
sampai dengan temperature 330oC. Kemudian umpan masuk ke kolom distilasi (T1) untuk memisahkan crude oil tersebut berdasarkan fraksi-fraksi titik didihnya.
Proses pemisahan ini dilakukan pada tekanan atmosferik. Produk atas
menghasilkan fraksi minyak teringan
melewati penukar panas E-8 lalu masuk ke tangki akumulator D-2, D-5 dan D-3
untuk memisahkan gas-gas yang ringan dengan naphtha. Gas-gas tersebut
dibuang ke flare sedangkan fasa cairnya sebagian dikembalikan ke kolom distilasi
dan sebagian lagi diambil sebagai produk naphtha (Straight Run Naphtha).
Dari tray 32, dengan menggunakan pompa ditarik side stream yang disebut
TPA (Top Pump Around) yang setelah melalui penukar panas E-1 dan didinginkan
dengan menggunakan pendingin air laut dalam E-10 dan dikembalikan ke puncak
menara. Produk samping dari kolom distilasi tersebut dimasukkan ke kolom
stripper, T-2. Fraksi kerosene diambil dari tray 24 dan mengalir ke stripper T-2A
secara gravitasi. LGO (Light Gas Oil) diambil dari tray 12 dan mengalir ke
stripper T-2B secara gravitasi untuk dihilangkan fraksi ringannya. Sedangkan
HGO (Heavy Gas Oil) mengalir ke stripper T-2C. Di kolom ini, fraksi-fraksi
tersebut di-stripping dengan steam untuk mengambil fraksi-fraksi ringannya
sehingga diperoleh kerosin, LGO, dan HGO. Sebagian dari setiap aliran samping
ini dikembalikan ke kolom distilasi sebagai refluks dan sebagian lagi diambil
sebagai produk untuk komponen blending (pencampuran). Produk bawah (bottom
product) berupa long residu (LSWR) sebanyak 56% yang diumpankan ke dalam
Heavy Vacuum Unit( HVU -110.
3.4 Variabel Proses Crude Distillation Unit
1. Flash Zone Temperature
Semakin tinggi flash zone temperature maka semakin banyak yield produk
yang dihasilkan, dan sebaliknya semakin sedikit yield bottom CDU. Namun flash
zone temperatue tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan terjadinya
thermal
decomposition/cracking
umpan.
Temperature
thermal
36
Penyebab
Troubleshooting
produk
naphtha tinggi.
fraksi
kerosene
Turunkan temperature
draw off kerosene dengan
tidak sampai mengganggu
spesifikasi produk
kerosene.
Derajat
naphtha-kerosene
atau
kerosene-diesel rendah.
zone.
Perubahan temperature draw
off produk.
masing-masing produk.
Senyawa-senyawa
tidak
terpisahkan
sempurna di desalter.
37
Supply
air
pendingin
top
CDU
bermasalah/tidak
38
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
39
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Distilasi. http://wikipedia.com. Diakses 27 Maret 2016.
Budhiarto, Adhi, 2008. Buku Pintar Migas Indonesia.
40
Manual
High
Vacuum
RU
II
Dumai..
PT.Pertamina(Persero)
Putra, Zulfan Adi. 2008. Buku Pintar Migas Indonesia.
Ramadahan,Hapip.2009.Laporan Kerja Praktek PT.Pertamina RU II Dumai.
Pekanbaru:Fakultas Teknik Universitas Riau
Yunidar, Evaluasi Performance Heat Echanger E-1 s/d E-7 Train A (Pre Heater)
Crude Distilation Unit, Laporan Kerja Praktek Pertamina UP II Dumai,
Riau : Prodi D3 Teknik Kimia UNRI, 2004
41