Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat

organik selama ribuan tahun yang tersimpan dilapisan bumi dalam jumlah yang
sangat besar. Minyak bumi terutama digunakan untuk menghasilkan berbagai
macam bahan bakar diantaranya LPG, gasoline, avigas, jet fuel, kerosin, solar, dan
bahan lain seperti aspal, minyak pelumas, bahan pelarut, lilin, dan bahan
petrokimia.
Minyak bumi mentah (crude oil) adalah cairan coklat kehijauan hingga
hitam yang terdiri dari karbon dan hidrogen. Minyak bumi merupakan campuran
yang sangat komplek, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon tunggal mulai
dari yang paling ringan seperti metana sampai dengan aspal yang berat dan
berwujud padat. Produk sikomersial minyak bumi di mulai pada tahun 1857 dan
sejak itu produksi terus meningkat.
Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori
yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa
binatang dan tumbuhan-tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai, jutaan
tahun yang lalu, seperti dalam swamps, delta atau shallow dalam laut. Disana
bahan organik akan terdekomposisi secara parsial dengan bantuan bakteri.
Karbohidrat dan protein dipecah menjadi gas-gas atau komponen yang larut dalam
air dan terbawa pergi oleh air tanah. Sedangkan lemak-lemak yang tertinggal dan
bahan-bahan yang terlarut, diubah secara perlahan-lahan menjadi minyak bumi
melalui reaksi yang menghasilkan bahan-bahan dengan titik didih rendah. Cairan
minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat berpindah ke pasir alam atau
reservoir batu kapur

1.2.

Sekilas Tentang PT. Pertamina Persero

I.2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero)


Pertamina didirikan berdasarkan UU No. 08 tahun 1971 dengan nama
Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. Bidang usahanya
adalah melaksanakan pengelolaan minyak dan gas bumi untuk memperoleh hasil
yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan negara serta memenuhi
kebutuhan bahan bakar migas dalam negeri.
Dalam bidang pengolahan minyak bumi, sampai saat ini Pertamina memiliki
tujuh unit pengolahan yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, antara lain:
Tabel 1.2 Kapasitas Unit Pengolahan Pertamina di Indonesia
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Unit Pengolahan
Unit Pengolahan (UP) I

Daerah
PangkalanBrandan

Kapasitas
(Barrel/hari)
5.000

Unit Pengolahan (UP)

Dumai&SeiPakning
180.000
II
Unit Pengolahan (UP) Plaju&
Sungai
134.000
III
Gerong
Unit Pengolahan (UP)
Cilacap
300.000
IV
Unit Pengolahan (UP)
Balikpapan
252.000
V
Unit Pengolahan (UP)
Balongan
125.000
VI
Unit Pengolahan (UP)
KasimSorong
10.000
VII
JUMLAH

1.010.000

Sumber :LitbangPE UP II Dumai


Note : UP I idle/ dihentikanproduksinya

1.2.2. Sejarah Pertamina Unit Pengolahan II Dumai

Saat ini, Pertamina UP II dumai mengoperasikan 2 buah kilang, dengan


kapasitas total sekitar 180 MBSD, yaitu :
1.

Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 130 MBSD

2.

Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD


Pembangunan kilang Pertamina Unit Pengolahan II Dumai dilaksanakan

mulai bulan April 1969 dan merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far
East Sumitomo Japan. Pembangunan kilang dikukuhkan dalam SK direktur utama
Pertamina No.334/Kpts/DM/1967. Pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan
oleh kontraktor asing, yaitu:
1. IHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk pembangunan mesin
dan instalasi.
2. TAISEI construction, Co, untukpembangunankonstruksikilang.
Unit yang pertama didirikana dalah Crude Distilation Unit (CDU/100)
yang selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak
mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100 MBSD. Tetapi
saat ini, Pertamina UP II Dumai beroperasi dengan menggunakan bahan baku
SLC 85 % dan Duri Crude Oil 15 %, dengan kapasitas pengolahan rata-rata 127
MBSD. Peresmian kilang ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 8
September 1971 dengan nama Kilang Putri Tujuh. Produk yang dihasilkan dari
kilang ini antara lain:

Naphtha

Kerosene

Solar/Automotive Diesel Oil (ADO)

Bottom Product berupa 55 % volume Low Sulphur Wax Residu (LSWR)


untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat.
Pada tahun 1972, Kilang Putri Tujuh mengalami perluasan untuk

mengolah bottom product menjadi bensin premium dan komponen mogas dengan
mendirikan unit-unit baru seperti:
1. Platforming Unit.

2. Naphtha Rerun Unit.


3. Hydrobon Unit.
4. Mogas Component Blending Plant.
Perluasan selanjutnya dilakukan pada tanggal 2 April 1980 dengan
ditandatanganinya persetujuan perjanjian kerjasama antara Pertamina dengan
Universal Oil Product (UOP) dari Amerika Serikat dengan kontraktor utama
Technidas Reunidas Centunion dari Spanyol berdasarkan lisensi proses dari UOP.
Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan
oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup
beberapa proses dengan teknologi tinggi yang terdiridari unit-unit proses sebagai
berikut :
1. High Vacuum Distillation Unit (110)
2. Delayed Coking Unit (140)
3. Coke Calciner Unit (170)
4. Naphtha Hydrotreating Unit (200)
5. Hydrocracker Unibon(211/212)
6. Distillate Hydrotreating Unit (220)
7. Continous Catalyst Regeneration-Platforming Unit (300/310)
8. HydrobonPlatforming Unit/PL-1 (301)
9. Amine-LPG Recovery Unit (410)
10. Hydrogen Plant (701/702)
11. Sour Water Stripper Unit (840)
12. Nitrogen Plant (940)
13. Fasilitas penunjang operasi kilang (utilitas)
14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru.
Dibangunnya Kilang Hydrocracker Complex ini bertujuan untuk
memproses lebih lanjut LSWR (LowSulfur Waxy Residu) yang dihasilkan oleh
Crude Distilling Unit (CDU) Dumai dan CDU Sungai Pakning, sehingga dapat
menghasilkan produk-produk BBM yang siap pakai. Dari 100 persen minyak

mentah yang diolah (100 persen Crude Intake) hanya dapat dihasilkan sekitar
37,5persen produk BBM, 62 persen LSWR (Residu), dan sisanya sekitar 0,5
persen gas. Sedangkan dengan mengolah LSWR lebih lanjut di unit proses
produksi Hydrcocracker Complex dapatdihasilkan produk BBM sekitar 93,34
persen dan sisa berupa produk gas yang digunakan sebagai bahanbakar (fuel) di
unit-unit proses produksi kilang.
Selain itu dihasilkan produk padat berupa green coke dan calcined coke.
Produk ini digunakan kalangan industri untuk bahan elektroda dalam proses
peleburan biji alumunium. Kilang Dumai mengolah minyak mentah jenis
Sumatera Light Crude (SLC) dan jenis Duri Crude Oil (DCO) yang dihasilkan
oleh PT Caltex Pacific Indonesia. Kilang Dumai menghasilkan berbagai macam
produk BBM dan produk non BBM.
Kilang Sei Pakning terletak di tepi pantai Sungai Pakning dengan areal
seluas 40 hektare. Kilang minyak ini dibangun pada November 1968 oleh
Kontraktor Refican Ltd. (Refining AssociatesCanada Limited). Selesai dibangun
dan mulai berproduksi pada bulan Desember 1969. Pada awal beroperasi kapasitas
produksi 25.000 barel per hari.
Pada September 1975 seluruh operasi Kilang Sei Pakning beralih dari
Refican

kepada

Pertamina.

Selanjutnya

kilang

ini

mulai

mengalami

penyempurnaan secara bertahap sehingga kapasitas produksinya dapat lebih


ditingkatkan. Pada akhir 1977 kapasitas produksi meningkat menjadi 35.000 barel
per hari dan April 1980 naik menjadi 40 barel per hari. Kemudian mulai 1982
kapasitas produksi sesuai dengan design, yaitu 50.000 barel per hari.
Bagian operasi Kilang Sungai Pakning terdiri atas: CDU, ITP (Instalasi Tanki
danPengapalan), utilities,dan laboratorium.
ITP di Kilang Sei Pakning adalah untuk menangani pengoperasian tangki
crude dan produk. Juga untukproses loading (muat) dan unloading (bongkar)
minyak mentah atau produk. Selain itu, pengelolaanseparator (penampung
sementara buangan minyak).Faslitias utilities di Kilang Sei Pakning mengelola
5

water treatment plant(WTP) Sejangat dan Water IntakeSungai Dayang. Selain itu
pengoperasian boiler (penghasil steam), pengoperasian WDcP (WaterDecoloring
Plant) dan RO (Reverse Osmosis). Juga pengoperasian Power Plant (pembangkit
listrik) danpengoperasian udara kempa (compression air).Power plant sendiri di
Kilang Sei Pakning digunakan untuk menyuplai listrik.
Kilang minyak Sungai Pakning mengolah SLC (Sumatera Light Crude)
sekitar 83 persen; LCO (Lirik CrudeOil) sekitar 15 persen; juga SPC (Selat
Panjang Crude) dan Slop Oil masing-masing satu persen.Dari proses produksi
yang ada dihasilkanlah jenis-jenis produk gas & losses (1 persen); stright
runnaptha (SRN) sebesar 8 persen; kerosene (16 persen); solar/ADO (Automotive
Diesel Oil) (17 persen); danLSWR (58 persen).Naptha dari Sungai Pakning
dikirim ke Dumai dengan kapal laut untuk selanjutnya diolahdi Kilang Dumai
(Secondary Processing).Kerosene dan diesel dikirim dengan kapal ke Depot Siak
dan Tank Car ke Bengkalis dan sekitarnya. Disamping itu kadang dikirim juga ke
Belawan, Padang, Tembilahan, Krueng Raya, dan Tanjung Gerem.Sedangkan
produk LSWR dikirim dengan kapal laut ke Kilang Dumai untuk diproses di High
Vacuum Unit(HVU) dan selanjutnya diolah di Hydrocracker Unit (HCU).
Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh
Kilang Pertamina UP II Dumai saat ini adalah :
1. Premium
2. Jet Petroleum Grade
3. Aviation Turbin.
4. Kerosin
5. Automotive Diesel Oil (ADO)
Sedangkan non-BBM antara lain :
1. LPG
2. Green Coke.
3. Calcined coke
1.3.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup makalah ini adalah penjelasan tentang proses,bahan dan


produk yang dihasilkan olehVacuum Distillation Unit (VDU) . Juga sekilas
gambaran Pertamina UP II Dumai, yang dilengkapi dengan flow chart Pertamina
UP II Dumai.
1.4.

Tujuan

1. Memahami dan dapat menggambarkan keluaran proses

yang mencakup

produk utama, produk samping, energi, dan limbah untuk industri proses
pengolahan minyak dan gas bumi.
2. Memahami dan dapat menggambarkan diagram alir proses dan sistem
pemroses yang digunakan di Pertamina UP II Dumai.
3. Mendapatkan gambaran tentang wujud pengoperasian sistem pemrosesan atau
fasilitas yang berfungsi sebagai sarana pengolahan minyak dan gas bumi.
4. Merupakan tugas kelompok yng diberikan oleh Ibu Nirwna selaku Dosen mata
kuliah Pengilangan Minyak Bumi dan Nabati.

BAB II
7

PEMBAHASAN
2.1 Proses Terbentuknya Minyak Bumi
Minyak bumi yang sering disebut dengan crude oil adalah cairan coklat
kehijauan hingga hitam yang terdiri dari unsur karbon dan hidrogen. Minyak bumi
terbentuk dari perubahan zat-zat organik secara alami selama ribuan tahun di
dalam lapisan bumi, dalam jumlah yang sangat besar. Minyak bumi merupakan
campuran yang sangat kompleks, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon
tunggal mulai dari yang paling ringan seperti gas metana sampai bahan aspal yang
berat dan berwujud padat. Komposisi minyak bumi dari satu tempat ke tempat
lain berbeda beda. Hal ini disebabkan perbedaan tekanan, temperatur, kehadiran
logam dan mineral serta letak geologis proses pembentukan minyak bumi itu
sendiri.
Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori
yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa
binatang dan tumbuh-tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai jutaan
tahun yang lalu, contohnya dalam swamps, delta atau shallow dalam laut. Di sana
bahan organik akan terdekomposisi secara parsial oleh bantuan bakteri.
Karbohidrat dan protein dipecah menjadi gas-gas atau komponen yang larut dalam
air dan terbawa pergi oleh air tanah sedangkan lemak-lemak yang tertinggal dan
bahan-bahan yang terlarut dalam lemak diubah secara perlahan-lahan menjadi
minyak bumi melalui reaksi yang menghasilkan bahan-bahan dengan titik didih
rendah. Cairan minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat berpindah ke pasir
alam atau reservoir batu kapur. Pembentukan lapisan petroleum diperkirakan
kurang dari 300 juta tahun. Reaksi pembentukan minyak bumi pada temperatur
200 o F diduga memerlukan katalais. Di alam sudah terdapat katalis alami dan
bahan-bahan radioaktif yang dapat mempercepat reaksi kimia pembentukan
minyak bumi.
2.2 Komposisi Minyak Bumi

Hampir semua senyawa dalam minyak bumi terdiri atas atom karbon dan
hidrogen (hidrokarbon). Berbagai seri hidrokarbon dapat ditemui dalam minyak
bumi. Seri utama yang dapat diketahui berada dalam minyak bumi adalah:
CnH2n+2, CnH2n, CnH2n-2, CnH2n-4, CnH2n-6, CnH2n-8, CnH2n-10, CnH2n-14 dan CnH2n-20.
Selain senyawa hidrokarbon, didalam minyak bumi juga terdapat senyawa
senyawa yang mengandung belerang, oksigen dan nitrogen. Komposisi kimia dari
senyawa - senyawa dalam minyak bumi sangat bervariasi, namun komposisi
elemental pada umumnya adalah tetap.
Tabel 2.1 Komposisi Elemental dalam Minyak Mentah
Elemen

Komposisi ( %w/w)

Karbon (C)

84-87

Hidrogen (H)

11-14

Sulfur (S)

0-3

Nitrogen (N)

0-1

Oksigen (O)

0-2

Komposisi yang konstan ini terjadi karena suatu minyak disusun dari
beberapa seri homolog hidrokarbon. Setiap seri mempunyai komposisi elemental
yang konstan. Kandungan Sulfur dan Nitrogen disebabkan dekomposisi protein
yang tidak sempurna selama proses pembentukan, sedangkan Oksigen bertambah
sesuai dengan kenaikan titik didih fraksi.
2.3 Senyawa Hidrokarbon dan Non Hidrokarbon
Komposisi minyak mentah dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu senyawa
hidrokarbon dan non-hidrokarbon.

2.3.1 Senyawa Hidrokarbon


Minyak bumi merupakan senyawa organik yang terdiri dari karbon dan
hidrogen, sehingga disebut sebagai hidrokarbon. Berdasarkan stukturnya secara
umum, maka senyawa hidrokarbon dibagi atas empat kategori yaitu paraffinic,
naphtenic, aromatic dan olefin.
a. Senyawa paraffinic (CnH2n+2)
Hidrokarbon golongan ini mempunyai ikatan rantai yang dalam bentuk
lurus maupun bercabang dengan kestabilan yang tinggi. Pada temperatur
kamar dan tekanan atmosferik, maka metana (CH4), etana (C2H6), propana
(C3H8) dan butana (C4H10) akan berada dalam fase gas. Senyawa paraffinic
yang berbentuk cair pada atmosferik adalah C3 (propana) sampai gasoline
range. Parafin bereaksi dengan gas klor perlahan-lahan pada sinar matahari
dan dengan klor dan brom jika terdapat katalis. Semakin panjang rantai
paraffinic, maka semakin tinggi titik bekunya.
b. Senyawa naphtenic(CnH2n)
Naften adalah senyawa hidrokarbon jenuh yang membentuk struktur
siklik. Naften tidak memiliki ikatan rangkap sehingga tidak dapat bereaksi
secara langsung. Panjang dan jumlah senyawa paraffin yang melekat pada
rantai cincin dapat sangat bervariasi sesuai dengan formula C nH2n. Pada
Catalytic Reforming Unit, Napthen tersebut akan kehilangan atom
hidrogennya dan terkonversi menjadi aromatik.
c. Senyawa aromatic(CnH2n-6)
Senyawa- senyawa dalam seri ini sangat reaktif, terutama dapat
dioksidasi dengan mudah dengan menggunakan asam organik. Sebagian besar
minyak mentah Sumatera dan Kalimantan mengandung seri ini dalam jumlah
yang besar. Senyawa aromatik ringan dapat meningkatkan kualitas knocking
pada bensin. Bentuk dan rangkaian yang paling sederhana dari aromatic
adalah benzene (C6H6). Senyawa ini hampir sama dengan napthen yang
10

mempunyai cincin hanya satu atom hidrogen yang dilepaskan dari setiap
cincin karbon. Karakteristik dari golongan senyawa aromatic ini terdiri dari
struktur benzene segi enam. Contohnya : piren, benzopiren, metilpiren,dll
d. Senyawa olefin(CnH2n)
Hidrokarbon yang termasuk dalam seri ini dapat bereaksi langsung
dengan klor, brom, asam klorida, dan asam sulfat. Senyawa tak jenuh ini
bereaksi dengan dan melarut dalam asam sulfat, sehingga dapat dihilangkan
dari minyak mentah. Olefin dengan titk didih rendah kemungkinan tidak
ditemukan dalam minyak mentah, tetapi berada dalam produk perengkahan.
Senyawa golongan ini agak jarang terdapat dalam minyak bumi oleh karena
senyawa ini merupakan hasil dekomposisi dari tipe golongan hidrokarbon
lainnya. Olefin pada konsentrasi tinggi dapat kita peroleh pada produk dari
thermal cracking atau catalytic cracking. Contoh olefin adalah etena (etilen),
propena, dan butena.
2.3.2 Senyawa Non Hidrokarbon
Di dalam minyak bumi juga terdapat pengotor-pengotor lainnya (non
hidrokarbon) yang dapat mengganggu keberlangsungan proses karena dapat
merusak katalis dan menyebabkan kerusakan alat, seperti garam, sulfur,
logam-logam, pasir pasir mineral dan air.
a. Garam
Unsur ini adalah klorida yang selalu menimbulkan kesulitan pada
kolom fraksinasi. Garam dapat terurai menjadi asam menyebabkan korosi
terutama pada dinding atas kolom. Garam ini juga sering menimbulkan
terjadinya penyumbatan pada tray dan heat exchanger.
b. Sulfur
Senyawa sulfur yang merupakan komponen terbesar dalam minyak
bumi, dapat menyebabkan korosi. Jumlah dan tipe senyawa sulfur yang

11

terdapat dalam minyak bumi sangat beragam. Senyawa balerang dalam


minyak dapat menurunkan kemampuan succeptability bensin pada TEL.
Minyak dengan kandungan balerang tinggi memerlukan proses pengolahan
yang lebih ekstensif. Senyawa balerang dalam minyak bumi tidak stabil oleh
panas. Balerang dalam senyawa yang tidak bersifat asam dapat dihilangkan
dengan cara hydrotreating. Contoh senyawa balerang dalam minyal bumi
adalah H2S, mercaptan aliphatic (RSH), aromatic, sulfida aliphatic (R-S-R).
c. Logam-logam
Logam-logam yang umum terdapat dalam minyak bumi adalah
arsenik, timbal, nikel dan besi. Sebagian logam-logam ini akan mengendap
sebagai bottom produk vacuum coloumn. Arsenik dan timbal merupakan
racun bagi catalytic cracking.
d. Pasir mineral lain dan air
Senyawa-senyawa ini tersuspensi dalam umpan minyak. Dalam analisa
minyak senyawa-senyawa ini digolongkan Base Sediment & Water (B.S
& W) dan pada umumnya kurang dari 0,5 % Material ini akan dikeluarkan
oleh desalter.
e. Senyawa oksigen
Senyawa oksigen dalam minyak bumi terdapat dalam bentuk senyawa
yang lebih kompleks dibanding senyawa balerang dan nitrogen., biasanya
dalam bentuk asam. Karboksilat, fenol dan kresol. Karena bersifat asam, maka
senyawa oksigen dapat dipisahkan dengan mudah dari minyak mentah.
Kandungan total asam dalam minyak sangat beervariasi, tergantung daerah
asalnya. Contohnya, minyak Irak dan Mesir memiliki kandungan asam sekitar
0,03 % sedangkan minyak California

mengandung asam sebesar 3

%.Senyawa oksigen tidak menyebabkan masalah serius seperti senyawa


balerang dan nitrogen.
f. Senyawa nitrogen

12

Kandungan Nitrogen dalam minyak mentah biasanya kurang dari 0,1


% berat.Minyak digolongkan memiliki kandungan Nitrogen tinggi apabila
kandungan nitrogen lebih dari 0.25 %. Senyawa nitrogen dalam minyak bumi
dapat dbedakan berdasar basa atau tidak. Karena nitogen merupakan rain bagi
katalis, maka kandungan nitrogen dalam minyak dihilangkan melalui proses
hydrotreating. Contoh senyawa nitrogen dalam minyak bumi adalah piridines,
quinolines, isoquinolines, acridines, pyroles, indoles, carbazoles, porphyrin.
2.4 Klasifikasi Minyak Bumi
2.4.1 Klasifikasi berdasarkan kandungan jenis hidrokarbon dominan
a.

Paraffin base crude oil


Parafin (CnH2n-2) memiliki kestabilan yang tinggi karena merupakan
senyawa jenuh. Pada suhu kamar tidak bereaksi dengan alkali pekat,
sulfat dan asam nitrat dan dapat bereaksi dengan gas klor secara
perlahan dengan bantuan sinar matahari. Contoh senyawa parafin
diantaranya metana, heksana, dan heksadekana. Ciri-ciri minyak mentah
parafinik adalah sebagai berikut :
minyak pelumasnya bervikositas tinggi
kerosin dan solarnya bagus
kandungan sulfur rendah
bilangan oktan gasolinnya rendah
proses dewaxingnya mahal

b.

Straight Run Naphtha


Naphtha (CnH2n) termasuk senyawa siklis jenuh. Ciri-cirinya antara lain:
bebas lilin sehingga mengurangi biaya produksi solar dan pelumas
kemungkinan kandungan aspalnya tinggi
pengelolaan kimianya relatif sederhana
kandungan sulfurnya tinggi
garam dan endapannya sering menggangu peralatan
13

minyak pelumasnya mempunyai viskositas rendah


kerosinnya mempunyai asap tebal
c.

Intermediet atau mixed crude oil


Sebagian besar minyak bumi termasuk jenis ini. Ciri-cirinya antara lain:
kaya kandungan straight run gasolin
mengandung lilin
bilangan oktannya rendah

d.

Aromatic base crude oil


Seri aromatik sering disebut sebagai seri benzen aktif, dapat menjadi
anorganik dan dikenal juga sebagai benzoid base kaya kandungan
hidrogen aromatis. Bensin yang dihasilkan mempunyai bilangan oktan
lebih dari 100.
2.4.2 Klasifikasi berdasarkan API Gravity
Spesific grafity cairan dapat dinyatakan sebagai API grafity dengan
menggunakan hubungan :

141,5
131,5
sp.gr 60 / 60
API (derajat) =
Klasifikasi minyak bumi berdasarkan API grafity ditampilkan dalam tabel
II.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Klasifikasi minyak mentah berdasarkan API Gravity
Jenis Minyak

API Gravity

Spesific Gravity

39
39-35
35-32,1
32,1-24,6
24,6

0,83
0,83-0,85
0,85-0,865
0,865-0,905
0,905

Mentah
Ringan
Ringan Sedang
Berat Sedang
Berat
Sangat Berat

14

2.4.3 Bureu of Mines Corellation Index (BMCI)


Harga BMCI menghubungkan titik didih rata-rata fraksi distilasi dengan
densitasnya.. Harga BMCI rendah mengindikasikan

dominasi parafin

sedangkan harga tinggi menunjukkan dominasi aromatik dalam minyak


mentah.
BMCI = 48640/K + 473,7/d 456,8
K = mid- boiling point fraksi, dalam Kelfin
d = spesific grafity fraksi pada 60/60o F
Klasifikasi berdasarkan BMCI ditampilkan dalam tabel 2.3 berikut :
Tabel 2.3 Klasifikasi Minyak Bumi berdasarkan harga BMCI
BMCI

Tipe Minyak Mentah

10

Ultra parafinik

30

Parafinik

30-40

Naftenik

40-60

Aromatik

2.5 Karakteristik Penting


Karakter-karakter berikut ini digunakan untuk menentukan kualitas
minyak mentah.
2.5.1 Spesific grafity
Spesific gravity merupakan perbandingan densitas minyak dengan
densitas air. Spesific gravity digunakan sebagai ukuran kasar untuk
menentukan kandungan minyak mentah. Minyak mentah dengan densitas
rendah biasanya adalah seri parafinik. Dalam bidang perminyakan,
spesific gravity dinyatakan dalam API gravity .
2.5.2 Pour point (titik tuang)
15

Titik tuang merupakan temperatur yang terbaca ketika suatu cairan


yang didinginkan tidak dapat dituangkan (terakhir masih dapat
dituangkan) pada kondisi pengujian. Titik tuang mengindikasikan jumlah
lilin dalam minyak.
2.5.3 Kandungan Balerang
Semakin rendah kandungan balerang minyak mentah, maka semakin
bagus kualitas minyak dan semakin mudah diolah.
2.5.4 Kandungan Nitrogen
Makin rendah kandungan Nitrogen, makin bagus kualitas minyak
mentah karena Nitrogen dapat meracuni katalis pada proses reformasi.
2.5.5 Residu karbon
Makin rendah residu karbon, maka minyak lebih berharga karena
mengandung stok yang lebih baik untuk pembuatan minyak pelumas.
Umumnya residu karbon berkisar antara 0,1 sampai 5 %, meskipun dapat
mencapai 15 %.
2.5.6 Kandungan garam
Minyak dengan kandungan garam tinggi memerlukan proses desalting
sebelum pengolahan. Deposit garam dalam tungku dan alat penukar panas
(heat exchanger) dapat menurunkan kinerja alat, sedangkan senyawa
klorida dapat membebaskan asam klorida yang bersifat korosif.
2.5.7 Viskositas
Viskositas menunjukkan derajat kekentalan minyak mentah, biasanya
berkisar antara 40 sampai 60 SSU (Second Saybolt Universal) pada 100oF,
tetapi dapat mencapai 6000 SSU pada 100oF untuk minyak tertentu.

16

2.5.8 Distilasi (Rentang Pendidihan )


Sifat ini digunakan untuk mengetahui fraksi-fraksi produk yang dapat
dihasilkan. Beberapa jenis distilasi antara lain :
a. Distilasi ASTM / Engler
menggunakan metode ASTM D 86. sebanyak 100 cm2 minyak
didistilasi dengan laju konstan 5 cc per menit. Kolom yang digunakan
tidak memiliki packing dan tidak ada refluks.
b. Distilasi Hemper
menggunakan metode ASTM D 285. Berbeda dengan distilasi
engler, pada metode ini kolom distilasi menggunakan packing serta
umpan yang lebih banyak.
c. Distilasi TBP (True Boiling Point)
menggunakan metode ASTM D 2892. Kolom yang dipakai
memiliki 15 100 tahap, dengan perbandingan refluks tinggi. Hal ini
memungkinkan tercapainya derajat fraksionasi maksimal dari minyak
yang didistilasi.
Tabel 2.4 Karakteristik produk-produk distilasi atmosferik minyak bumi
mentah (crude oil)
Rentang Pendidihan
No

ASTM
(oC)

TBP
( C)
o

<30

Rentan
g Kasar
Atom C

Nama
Fraksi/produk

C1-C4

Gas Kilang

<30

30-100

30-90

C4-C7

Nafta ringan

80-200

85-190

C7-C11

Nafta berat

165-280

190-270

C10-C16

Kerosin

215-340

270-320

C12-C19

Minyak gas ringan

290-440

320-430

C16-C28

Minyak gas atmosferik

>440

>430

>C25

Residu

17

2.5.9 BMCI
Harga BMCI menghubungkan titik didih rata-rata fraksi distilasi
dengan densitasnya..Indeks ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
sifat parafin, campuran, atau aromatik suatu minyak mentah.
2.5.10 Characterizing Factor (K)
K adalah indikasi suatu crude apakah bersifat parafinik atau aromatik.
K didefinisikan sebagai :
K = (Tmbap)1/3/sg
Dimana :

Tmbap= boiling point rata-rata crude (0 R)


Sg

= spesific gravity crude pada 600 F

2.6 Tahapan Proses Pengolahan Minyak Bumi


Pengolahan minyak bumi berfungsi

untuk

mengubah

atau

mengkonversikan minyak mentah dengan berbagai proses menjadi suatu produk


yang ekonomis dan dapat dipasarkan. Proses pengolahan dalam kilang minyak
bumi dapat dikategorikan sebagai berikut:
Primary Processing

Treating Process

Secondary Processing
Proses pemisahan dan perlakuan secara fisis pada umumnya merupakan
proses pengolahan pertama (Primary Processing), sedangkan proses konversi dan
perlakuan yang disertai dengan perubahan kimia dari senyawa-senyawa
merupakan proses lanjutan (Secondary Processing).

2.6.1 Pengolahan Pertama (Primary Processing)


Pengolahan pertama yang utama adalah:

Distilasi atmosferik

18

Tahapan pemisahan yang sangat penting adalah pada proses distilasi


atmosferik. Proses ini didasarkan atas volatilitas komponen-komponennya
yang menggunakan suplai panas pada tekanan atmosferik, yang pada akhirnya
komponen yang lebih volatil (komponen ringan) akan terpisah dan terbawa
pada destilat sedangkan komponen yang kurang volatil (komponen berat) akan
tertinggal di dasar (bottom). Pemisahan dilakukan pada temperatur 300-350oC.

Distilasi vakum
Pada distilasi vakum pengoperasiannya dengan menurunkan tekanan
operasi hingga vakum agar temperature didih masing masing fraksi minyak
bumi turun. Tekanan vakum dihasilkan oleh sistem ejektor yang menurunkan
tekanan menjadi sekitar 40 mmHg.

Ekstraksi
Ekstraksi dengan pelarut merupakan salah satu proses yang tertua
dalam pengilangan minyak bumi. Pada awalnya, ekstraksi terutama untuk
meningkatkan kualitas kerosen, akan tetapi pada perkembangannya lebih
banyak digunakan untuk peningkatan kualitas minyak pelumas.

Absorpsi
Proses ini merupakan proses pemisahan campuran gas dengan
menyerapnya dan melarutkannya ke dalam cairan atau gas pelarut.. Absorpsi
biasanya dilakukan untuk mendaur ulang uap yang mengkondensir dari gas
basah.
Contoh reaksi:
K2CO3 + CO2

+ H2O

2 KHCO3

Kristalisasi
Proses ini merupakan suatu proses pemisahan berdasarkan titik leleh,
contohnya adalah dewaxing dari minyak pelumas, pembuatan lilin (wax).

2.6.2 Pengolahan Lanjut (Secondary Processing)

19

Proses pengolahan lanjut yang utama adalah:

Perengkahan termis dan katalitis (thermal / catalytic cracking)


Pada minyak yang berantai panjang mempunyai nilai oktan yang
rendah. Oleh karena itu dilakukan perengkahan (cracking) supaya diperoleh
minyak beroktan tinggi. Perengkahan ini dilakukan untuk memecah/memutus
rantai panjang molekul hidrokarbon menjadi rantai yang lebih pendek dengan
menggunakan panas dan katalis.

Hydrocracking
Hydrocracker merupakan unit perengkahan minyak bumi (umpan
berupa gas oil yang merupakan hidrokarbon berantai panjang) menjadi
hidrokarbon berantai pendek menggunakan gas hidrogen dan katalis.
Contoh reaksi:
C10H22 +
n-dekana

katalis

H2
hidrogen

C6H14 + C4H10
heksana

butane

Pengubahan termis dan katalitis (thermal/catalytic reforming)


Proses pengubahan (reforming) merupakan proses up-grading naphta
oktan rendah menjadi naphta oktan tinggi (reformate/platformate) melalui
penataan ulang struktur molekul hidrokarbon dengan menggunakan panas dan
katalis tanpa terjadi perengkahan hidrokarbon.
Contoh reaksi:
CH3

CH3--(CH2 )5--CH3
n-heptana

+
metilsikloheksana

H2

hydrogen

Polimerisasi

20

Pada

polimerisasi,

hidrokarbon

dengan

berat

molekul

kecil

ditranformasi menjadi hidrokarbon dengan berat molekul besar tanpa merubah


komposisi hidrokarbon tersebut. Hal ini dapat dilakukan secara termal maupun
katalitik.
Contoh reaksi:
2C2H4

C4H8

2C3H6

C6H12

Alkilasi

Pada alkilasi, dilakukan penggabungan olefin atau parafin dengan


isobutan sehingga menghasilkan produk alkylate. Alkylate merupakan parafin
bercabang yang memiliki nilai oktan tinggi.
Contoh reaksi:
CH3
CH2=CH2 + CH3-CH-CH3

CH3
CH3- C-CH2-CH3
CH3

Etena

Isobutana

Isoheksana

2.6.3 Proses Treating


Proses treating yang utama adalah:
Hydrotreating

Hydrotreating bertujuan untuk menghilangkan pengotor yang terdapat


pada umpan. Pada umumnya umpan masih banyak mengandung sulfur,
nitrogen dan oksigen. Dalam reaktor hydrotreating ini, kandungan sulfur
dihilangkan dengan cara membentuk H2S, senyawa yang mengandung
nitrogen diubah menjadi amonia, fenol diubah menjadi senyawa aromatik dan
air.

21

Mercaptan oxidation
Mercaptan Oxidation bertujuan untuk menghilangkan kandungan
merkaptan. Umpan berupa kerosen masuk ke reaktor bersama udara. Di dalam
reaktor, merkaptan dioksidasi oleh udara menjadi disulfida dengan bantuan
katalis.

Acid/caustic treating

Doctor treating

Amine treating

Reaksi-reaksi yang terjadi pada pengolahan minyak bumi :


1.

Desulfurisasi
Keberadaan sulfur pada umpan Platforming dapat mengganggu
selektivitas dan kestabilan katalis. Kandungan sulfur maksimum yang
diijinkan adalah 0,5 ppm (yang sering digunakan adalah 0.2 ppm). Reaksi
desulfurisasi berlangsung baik pada temperatur 315-340 oC dan sulfur terpisah
dalam bentuk H2S. Reaksi yang terjadi adalah :
merkaptan

R-S-H

H2

R-H

H2S

sulfida

R-S-R

H2

2 R-H

H2S

disulfida

R-S-S-R +

H2

2 R-H

2 H2S

tiofen

C6H8 S

+ 4H2

C6H14

H2S

Apabila temperatur reaksi terlalu tinggi dapat menyebabkan reaksi samping :


C-C-C-C=C-C

H2S

C-C-C-C-C-S + CH4

2. Denitrifikasi
Kandungan nitrogen maksimum adalah 0.5 ppm, dimana kelebihan
kandungan nitrogen akan mengganggu recycle gas dan kestabilan pada aliran
overhead akibat pembentukan NH4Cl. Penyingkiran senyawa nitrogen lebih

22

sulit dibandingkan senyawa sulfur karena kecepatan reaksi denitrifikasi hanya


seperlima dari kecepatan desulfurisasi. Contoh reaksi yang berlangsung :
C
C

C
+

5H2

C-C-C-C-C

+ NH3

C
N

Piridin
3. Hidrogenasi Olefin
Olefin menggangu kestabilan temperatur dalam Platformer, karena
akan terpolimerisasi dan menyebabkan fouling dalam reaktor dan unit HE.
Selain itu senyawa ini akan menimbulkan endapan karbon pada katalis.
Contoh reaksi yang terjadi :
C-C-C-C=C-C

H2

C-C-C-C-C

CH4

4. Penghilangan Senyawa Oksigen


Oksigen yang berada dalam bentuk phenol dapat menyebabkan fouling
pada reaktor dan unit HE. Senyawa oksigen dapat diubah menjadi air seperti
reaksi berikut :
OH

+
phenol

H2

H2O

benzene

23

5. Dekomposisi Halida
Dekomposisi senyawa halida jauh lebih sulit dibanding dekomposisi
sulfur. Senyawa halida maksimum yang dapat dihilangkan hanya sampai 90%,
tetapi sulit tercapai pada kondisi reaksi desulfurisasi. Penghilangan senyawa
halida terjadi sesuai reaksi berikut ini :
R-Cl

H2

HCl

R-H

6. Penghilangan senyawa Logam


Logam yang terkandung dalam orde ppb, antara lain logam arsenik,
besi, fosfor, silikon, timah, tembaga dan natrium. Logam-logam ini akan
terkumpul dan melekat pada katalis, sehingga katalis perlu diganti bila
kandungan logam mencapai 2 % berat katalis. Untuk menghilangkan senyawa
logam tersebut, reaktor harus berada pada temperatur sampai 315 oC.
7. Proses Pengubahan Struktur Molekul (Reformasi Katalitik)
Reformasi katalitik adalah reaksi perubahan struktur molekul yang
diperlancar dengan bantuan katalis. Proses ini merubah naphta dan bensin
yang memiliki rentang didih 100-180 0C dan berbilangan oktan rata-rata < 60
menjadi bensin berbilangan oktan rata-rata > 85. Karena komponen aktif
katalis adalah platina, maka salah satu proses reformasi katalitik yang terkenal
bernama platforming. Reaksi-reaksi terpenting yang terjadi pada proses
reformasi katalitik adalah :
a.

Dehidrogenasi naftena menjadi aromat :


CH3

CH3
CH3

1,2-dimetilsikloheksana

CH3 +

o-xylena

3H2

hydrogen

24

b. Isomerisasi naftena :
CH3

metilsiklopentana

sikloheksana

c. Dehidrosiklisasi :
CH3

CH3--(CH2 )5--CH3

n-heptana

metilsikloheksana

H2

hidrogen

d. Perengkahan + hidrogenasi (hydrocracking) parafin berantai panjang


C10H22 +
n-dekana

H2
hidrogen

C6H14 + C4H10
heksana

butana

8. Proses Kombinasi Molekul


Molekul-molekul hidrokarbon yang molekulnya kecil digabungkan
menjadi senyawa yang bermolekul agak besar dan memiliki titik didih pada
rentang yang diinginkan. Jika senyawa yang dirangkai adalah dari molekul
yang sama, maka prosesnya diberi nama umum polimerisasi. Contoh proses
polimerisasi adalah :
2C2H4

C4H8

2C3H6

C6H12

25

Jika yang digabungkan adalah molekul alkana ke molekul hidrokarbon


tak jenuh, maka nama prosesnya adalah alkilasi. Contoh reaksi alkilasi olefin
adalah :
CH3

CH3

CH2=CH2 + CH3-CH-CH3

CH3- C-CH2-CH3
CH3

Etena

Isobutana

Isoheksana

9. Reformasi kukus (steam reforming)


Secara umum reaksi yang terjadi adalah :

2n m
CnHm + n H2O

n CO

H2

Reaksi ini sangat endotermik dan banyak menyerap panas.


10. Reaksi Pergeseran CO
CO +

H2O

CO2

+ H2

11. Absorbsi CO2


K2CO3 + CO2

+ H2O

2KHCO3

Dimana reaksi tersebut berlangsung dalam 2 tahap :


a. H2O

+ K2CO3

KOH

+ KHCO3

b. KOH

+ CO2

KHCO3

Sedangkan CO2 removal yang dilakukan oleh DEA berdasarkan reaksi :

26

CO2

+ R2NH

R2NCOOH

R2NCOOH
KOH

KHCO3

12. Reaksi Metanasi


Proses metanasi adalah konversi CO dan CO2 sisa menjadi metana.
Reaksi yang terjadi adalah :
CO

2.7

3 H2

CH4

H2O

(eksoterm)

CO2 +

3 H2

CH4

2 H2O

(eksoterm)

Sifat Fisik dan Sifat Kimia Produk-Produk Kilang


Produk dari pengilangan minyak bumi bermacam-macam dan produk-

produk tersebut harus memenuhi spesifikasi tertentu agar layak untuk dikonsumsi.
Produk-produk yang dihasilkan antara lain:
2.7.1 LPG (Liquified m Gas)
a. RVP (Reid Vapor Pressure)
RVP menunjukkan kandungan fraksi ringan (C2) yang terdapat dalam
LPG. Kadar C2 maksimum yang diijinkan adalah 0,2 % volume.

Tabel 2.5 Klasifikasi LPG Berdasarkan Tekanan Uapnya


Tekanan Uap
Kualitas

maksimum pada 1000F,

Komposisi

psi
A
80
Butana
B
100
Butana , sedikit propana
C
125
Butan,propana
D
175
Propana, sedikit butana
E
200
Propana
b. Kandungan Fraksi C5 dan fraksi yang lebih berat.

27

Kandungan i-C5, n-C5 dan fraksi yang lebih berat dalam LPG
maksimum 2 % volume. Apabila kandungan fraksi tersebut melebihi 2 %
volume, maka nilai kalor LPG menjadi lebih rendah dari yang seharusnya.
2.7.2 Bensin (motor gasoline)
a. Octane Number (ON)
Octane Number atau bilangan oktan adalah tolak ukur kualitas
antiknocking besin. Knocking atau peletupan prematur adalah peledakan
campuran uap bensin dan udara dalam silinder mesin Otto sebelum busi
menyala, dimana peristiwa ini mengurangi daya mesin tersebut. Skala ON
didasarkan pada konvensi bahwa n-heptan (n-C7H16) memiliki ON nol (rentan
terhadap knocking) dan i-oktan (2,2,4-trimetilpentan) memiliki ON 100 (tahan
terhadap knocking). Bensin dikatakan berbilangan oktan X (0<X<100) apabila
karakteristik antiknocking bensin tersebut sama dengan karakteristik
antiknocking campuran X%-volume i-oktan dengan (100-X) %volume nheptan. Bensin premium mempunyai spesifikasi bilangan oktan minimum 88
dan untuk premix minimum 94. Untuk skala bilangan oktan yang lebih besar
dari 100, didefinisikan sebagai berikut :
ON 100

( PN 100)
3

Di mana : PN = Performance Number


= 100 (daya mesin yang dihasilkan bensin)
(daya mesin yang dihasilkan i-oktan)

b. Engine Deposit
Deposit yang terbentuk dalam ruang pembakaran dipengaruhi oleh
angka oktan bensin, sehingga tendensi pembentukan deposit merupakan faktor

28

yang sangat penting. Penambahan aditif deposit modifying agent diperlukan


untuk mengubah sifat deposit menjadi kurang merusak.
2.7.3 Kerosene
a. Smoke Point (Titik Asap)
Tolok ukur kualitas pembakaran kerosin adalah kemampuan untuk
terbakar tanpa menghasilkan asap. Smoke point adalah tinggi nyala maksimal
(dalam mm) yang dapat dihasilkan oleh pembakaran kerosin tanpa
membangkitkan asap hitam. Tolak ukur ini berhubungan dengan kadar
senyawa aromatik, makin tinggi kadar senyawa aromatik, makin rendah titik
asapnya. Kerosin yang baik memiliki titik asap minimal 17 mm.
b. Flash Point
Flash point adalah temperatur terendah pada saat minyak membuat
uap diatasnya dan meletup saat disodori api kecil. Spesifikasi flash point
minimum dari kerosin adalah 100 oC.
2.7.4 Jet Fuel (Bahan Bakar Pesawat Jet)
1. Smoke Point, nilai minimum yang diperbolehkan 25 mm
2. Flash Point, nilai minimum yang diperbolehkan 38 oC
3. Rentang Pendidihan/Distilasi
4. Titik Beku (Freezing Point)
Persyaratan yang penting selain ketiga syarat di atas adalah titik
beku bahan bakar. Titik beku dispesifikasi karena bahan bakar mengalami
penurunan temperatur (temperatur rendah) pada penerbangan tinggi
sehingga dapat membeku. Titik beku maksimal yang diperbolehkan adalah
47 oC.

2.7.5 Minyak Diesel/Solar


Cetane Number (CN)

29

Dalam mesin diesel peletupan terjadi, karena penyalaan mandiri minyak


diesel panas yang disemprotkan ke dalam selinder berisi udara panas bertekanan.
Oleh karena itu, minyak diesel diharapkan memiliki kecenderungan cukup kuat
untuk menyala sendiri. Tolok ukur kualitas ini adalah bilangan setana. Suatu
minyak diesel dikatakan memilki bilangan setana S (0<S<100), jika unjuk kerja
minyak tersebut setara dengan unjuk kerja campuran S%-volume n-setana (nheksadekana = n-C16H34) dengan (100-S)%-volume -metil naphtalena. N-setana
berunjuk kerja sangat baik dalam mesin diesel, karena langsung terbakar segera
setelah disemprotkan ke dalam silinder. Sedangkan -metil naphtalena berunjuk
kerja sangat buruk dalam mesin diesel.
Minyak diesel untuk kendaraan bermotor biasanya disebut solar memiliki
bilangan setana minimal 50. Sedangkan minyak diesel untuk kereta api umumnya
berbilangan setana lebih rendah (40-45).

BAB III
DESKRIPSI PROSES DISTILLATION UNIT
3.1 Crude Distillation Unit (CDU)

30

. Crude Distillation Unit (CDU) beroperasi dengan prinsip dasar


pemisahan berdasarkan titik didih komponen penyusunnya. Kolom CDU
memproduksi produk LPG, naphtha, kerosene, dan diesel sebesar 50-60% volume
feed, sedangkan produk lainnya sebesar 40-50% volume feed berupa atmospheric
residue. Distilasi Atmosferik berfungsi memisahkan minyak mentah (crude oil)
atas fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik didih masing-masing pada
keadaan Atmosferik. Atmospheric residue pada kilang lama, yang tidak memiliki
Vacum Distillation Unit (VDU), biasanya hanya dijadikan fuel oil yang value-nya
sangat rendah atau dijual ke kilang lain untuk dioleh lebih lanjut di VDU.
Sedangkan pada kilang modern, atmospheric residue dikirim sebagai feed
Vacuum Distillation Unit atau sebagai feed Residuel Catalytic Cracking (setelah
sebagiannya di-treating di Atmospheric Residue Hydro Demetalization unit untuk
menghilangkan kandungan metal atmospheric residue).
3.2

Umpan dan Produk Crude Distillation Unit


Jenis umpan CDU dapat berupa sour crude (impurities tinggi) atau

sweet crude (impurities rendah) tergantung dari desainnya. Penggunaan crude


non-disain tetap dimungkinkan namun terlebih dahulu harus dilakukan uji coba
pemakaian untuk mengetahui efeknya terhadap unit-unit dowstream. Adapun UP
II dumai mempunyai bahan mentah minyak dari Sumatera Light Crude dan Duri
Light Crude.

Tabel 3.1 Karakteristik Produk Distilasi Atmosferik Minyak Bumi Mentah


N
o.

Rentang Pendidihan
(oC)

Rentang kasar
atom C n-parafin

Nama fraksi/produk

31

ASTM
<30

TBP
<30

C1 - C 4

Gas kilang

30-100

30-90

C4 - C 7

Nafta ringan (straight run gasoline)

80-200

85-190

C7 - C11

Nafta

165-280

190-270

C10 - C16

Kerosin

215-340

270-320

C12 - C19

Minyak gas ringan (light gas oil)

290-440

320-430

C16 - C28

>400

>430

> C25

Minyak gas atmosferik (heavy gas


oil)
Residu (topped crude)

Residu yang diperoleh akan rusak (terurai) jika terus didistilasi pada
tekanan atmosferik dengan temperatur yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu,
residu ini didistilasi lagi pada tekanan vakum.
3.3

Aliran Proses Crude Distillation Unit


Minyak mentah umpan masih mengandung kotoran garam dan pasir

sehingga perlu dibersihkan terlebih dahulu karena kehadiran zat-zat ini dapat
mempercepat laju korosi bahan konstruksi unit pengolahan, menyebabkan
pengendapan kerak serta penyumbatan pada peralatan kilang. Pengolahan awal
yang dilakukan adalah desalting atau pemisahan garam. Minyak bumi mentah
dipompa dan dipanaskan lalu dicampur dengan air sebanyak 3-10% volume
minyak mentah pada temperatur 90 - 150 oC. Garam-garam akan larut dan fasa air
dan minyak akan memisah dalam tangki desalter.
Minyak mentah yang tidak mengandung garam dan padatan tersebut
dipanaskan lagi dengan minyak residu panas lalu heater sebelum diumpankan ke
kolom distilasi atmosferik. Produk atas kolom distilasi utama (gas kilang dan
straight run gasoline) ini umumnya masih perlu distabilkan agar tidak terlalu
banyak mengandung hidrokarbon-hidrokarbon yang sangat mudah menguap
seperti butana di dalam kolom distilasi lain yang disebut kolom stabilisasi. Produk
samping dan bawah yang berupa cairan dilucuti oleh kukus dan diuapkan lagi
untuk menyempitkan rentang titik didihnya. Pelucutan ini diselenggarakan dalam
kolom-kolom pelucut kecil yang disusun setelah kolom distilasi utama.

32

Peralatan utama:
Crude Distillation Tower (CDU/ T-1), atmospheric sidestream stripper (T-2)
terdiri dari T-2A (kerosin), T-2B (LGO) dan T-2C (HGO).
Peralatan Pendukung :
Fraksionasi akumulator (D-1), KO drum (D-2, D-5 & D-3), heater (H-1 & H-2).

33

Gambar 3.1 Deskripsi proses CDU


Keterangan :
Crude oil

pada tangki penyimpanan dialirkan dengan menggunakan

pompa ke unit penukar panas E-1 sampai E-7 sehingga temperaturnya mencapai
210oC dan dialirkan ke tungku pemanas, heater H-1 untuk memanaskannya

34

sampai dengan temperature 330oC. Kemudian umpan masuk ke kolom distilasi (T1) untuk memisahkan crude oil tersebut berdasarkan fraksi-fraksi titik didihnya.
Proses pemisahan ini dilakukan pada tekanan atmosferik. Produk atas
menghasilkan fraksi minyak teringan

berupa gas dan naphtha dan dialirkan

melewati penukar panas E-8 lalu masuk ke tangki akumulator D-2, D-5 dan D-3
untuk memisahkan gas-gas yang ringan dengan naphtha. Gas-gas tersebut
dibuang ke flare sedangkan fasa cairnya sebagian dikembalikan ke kolom distilasi
dan sebagian lagi diambil sebagai produk naphtha (Straight Run Naphtha).
Dari tray 32, dengan menggunakan pompa ditarik side stream yang disebut
TPA (Top Pump Around) yang setelah melalui penukar panas E-1 dan didinginkan
dengan menggunakan pendingin air laut dalam E-10 dan dikembalikan ke puncak
menara. Produk samping dari kolom distilasi tersebut dimasukkan ke kolom
stripper, T-2. Fraksi kerosene diambil dari tray 24 dan mengalir ke stripper T-2A
secara gravitasi. LGO (Light Gas Oil) diambil dari tray 12 dan mengalir ke
stripper T-2B secara gravitasi untuk dihilangkan fraksi ringannya. Sedangkan
HGO (Heavy Gas Oil) mengalir ke stripper T-2C. Di kolom ini, fraksi-fraksi
tersebut di-stripping dengan steam untuk mengambil fraksi-fraksi ringannya
sehingga diperoleh kerosin, LGO, dan HGO. Sebagian dari setiap aliran samping
ini dikembalikan ke kolom distilasi sebagai refluks dan sebagian lagi diambil
sebagai produk untuk komponen blending (pencampuran). Produk bawah (bottom
product) berupa long residu (LSWR) sebanyak 56% yang diumpankan ke dalam
Heavy Vacuum Unit( HVU -110.
3.4 Variabel Proses Crude Distillation Unit
1. Flash Zone Temperature
Semakin tinggi flash zone temperature maka semakin banyak yield produk
yang dihasilkan, dan sebaliknya semakin sedikit yield bottom CDU. Namun flash
zone temperatue tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan terjadinya
thermal

decomposition/cracking

umpan.

Temperature

thermal

decomposition/cracking tergantung jenis umpan. Pada umumnya temperature


35

thermal decomposition/cracking crude adalah sekitar 370oC (UOP menyebutkan


385oC). Flash zone temperature diatur secara tidak langsung, yaitu dengan
mengatur Combined Outlet Temperatur/COT fired heater.
2. Temperature Top Kolom CDU
Temperature top kolom CDU diatur dengan mengembalikan sebagian
naphtha yang telah dikondensasi sebagai reflux kembali ke top kolom CDU. Jika
temperature flash zone dinaikkan, maka reflux rate harus dinaikkan untuk
menjaga temperature top tetap. Temperature top kolom merupakan salah satu
petunjuk endpoint naphtha. Untuk memperoleh endpoint overhead produk yang
lebih rendah maka top temperature harus diturunkan dengan cara menambah
jumlah top reflux.
3. Tekanan Top Kolom CDU
Meskipun tekanan top kolom tidak pernah divariasikan, namun perubahan
kecil pada tekanan top kolom akan menghasilkan perubahan besar pada
temperature pada komposisi umpan yang tetap. Jika tekanan top kolom tidak
dapat dijaga tetap dan operasi CDU hanya mengandalkan quality control produk
hanya berdasarkan pengaturan temperature tray/temperature draw off, maka
komposisi produk akan berubah cukup signifikan. Pressure swing yang sangat
sering akan membuat operasi CDU menjadi tidak stabil. Untuk menjaga stabilitas
tekanan top kolom maka dipasang temperature controller yang di-cascade dengan
flow top reflux.
4. Stripping Steam
Jumlah stripping steam (superheated) yang dimasukkan ke bottom tiap
side cut product stripper digunakan untuk menghilangkan uap ringan yang terlarut
dalam produk, yang akan menentukan flash point produk. Stripping steam dapat
juga dimasukkan ke bagian bawah/bottom kolom CDU sebagai pengganti reboiler
dengan fungsi sama, yaitu menghilangkan fraksi ringan yang ada dalam produk
bottom kolom CDU

36

3.5 Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting yang terjadi di Crude


Distillation
Permasalahan
Endpoint

Penyebab

Troubleshooting

produk

naphtha tinggi.

Turunkan temperture top


Adanya

fraksi

kerosene

terikut dalam produk naphtha.

kolom CDU dengan


menambah jumlah top
reflux.

Turunkan temperature
draw off kerosene dengan
tidak sampai mengganggu
spesifikasi produk
kerosene.

Derajat

pemisahan Perubahan komposisi umpan.

naphtha-kerosene

atau

kerosene-diesel rendah.

Perubahan temperature flash

Atur temperature flash


zone.

zone.
Perubahan temperature draw

Atur temperature draw off

off produk.

masing-masing produk.

Korosi pada overhead


line kolom CDU.

Senyawa-senyawa
tidak

terpisahkan

sempurna di desalter.

garam Evaluasi pemakaian


dengan corrosion inhibitor/filming
amine.

37

Supply

air

pendingin

top

CDU

laut Pompa supply di unit utilities Turunkan feed hingga


kolom bermasalah.

bermasalah/tidak

temperature/ tekanan top


kolom tidak terlalu tinggi.

ada supply air laut.

Jika tidak dapat terkontrol,


maka unit harus dishutdown.

Pompa feed kavitasi.

Terikutnya air dari tangki Cek dan drain tangki


crude oil ke dalam umpan.

umpan untuk mengurangi


air yang mungkin ada di
bagian bawah tangki.
Over tangki umpan.
Jika tidak dapat terkontrol,
maka unit harus dishutdown.

Fraksi-fraksi yang diperoleh dengan distilasi minyak mentah umumnya memiliki


dua kelemahan yaitu :
a. Distribusi kuantitas fraksi-fraksi yang diinginkan tidak sesuai dengan
kebutuhan pasar. Contohnya volume total fraksi-fraksi ringan (bensin,
nafta, kerosin dan minyak gas ringan) biasanya lebih kecil daripada
volume total campuran minyak gas atmosferik dan residu, padahal
kebutuhan pasar akan bensin dan BBM distilat jauh lebih besar daripada
BBM residu.
b. Kualitas fraksi-fraksi tersebut sangat rendah dibandingkan dengan kualitas
yang disyaratkan oleh pasar. Contohnya bilangan oktan straight run

38

gasoline yang diperoleh langsung dari proses distilasi berkisar 67-70,


sedangkan bilangan oktan yang disyaratkan pasar minimal 87 (premium).

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN

39

1. Distilasi Atmosferik beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan


titik didih komponen penyusunnya pada keadaan atmosferik yaitu pada tekana
1 atm.
2. Kolom CDU memproduksi produk LPG, naphtha, kerosene, dan diesel sebesar
50-60% volume feed, sedangkan produk lainnya sebesar 40-50% volume feed
berupa atmospheric residue.
3. Jenis umpan CDU dapat berupa sour crude atau sweet crude tergantung
dari disainnya. Penggunaan crude non-disain tetap dimungkinkan namun
terlebih dahulu harus dilakukan uji coba pemakaian untuk mengetahui efeknya
terhadap unit-unit dowstream.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Distilasi. http://wikipedia.com. Diakses 27 Maret 2016.
Budhiarto, Adhi, 2008. Buku Pintar Migas Indonesia.

40

Eriyadi, Pemodelan dan Simulasi Steam Reformer Kilang Pertamina UP II Dumai,


Bandung
Hani, Ummu. 2008. Evaluasi Kinerja Kolom Fraksinasi Crude Distillasion Unit
(CDU) pada berbagai Operasi Over Kapasitas dengan Simulasi Hysis.
Junita. 2008. Evaluasi Performance Furnace Reformer 702 di Hidrogen Plant.
Noname.2001.HOC-Operating

Manual

High

Vacuum

RU

II

Dumai..

PT.Pertamina(Persero)
Putra, Zulfan Adi. 2008. Buku Pintar Migas Indonesia.
Ramadahan,Hapip.2009.Laporan Kerja Praktek PT.Pertamina RU II Dumai.
Pekanbaru:Fakultas Teknik Universitas Riau
Yunidar, Evaluasi Performance Heat Echanger E-1 s/d E-7 Train A (Pre Heater)
Crude Distilation Unit, Laporan Kerja Praktek Pertamina UP II Dumai,
Riau : Prodi D3 Teknik Kimia UNRI, 2004

41

Anda mungkin juga menyukai