Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PEMBUATAN BIOFUEL DARI MINYAK IKAN

PROSES INDUSTRI KIMIA LANJUT

Oleh :
1. Nurul Afiah (000107212020)
2. Nurfajrianti Akhmad (000707212020)
3. Alda Titania Dewanti (000907212020)

Dosen Mata Kuliah :


Dr. Ir. Andi Suryanto, ST., MT., IPM., ASEAN Eng.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA (UMI) MAKASSAR
1441 H / 2020 M
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pembuatan Biofuel dari Minyak Ikan”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Makassar, September 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 4


1.1 Latar Belakang ................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 7
1.3 Tujuan ............................................................................................. 8
1.4 Manfaat ........................................................................................... 8

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 9


2.1 Biodiesel ......................................................................................... 9
2.2 Keunggulan dan Kelemahan ............................................................ 10
2.3 Potensi Minyak Ikan Sebagai Biodiesel ......................................... 12
2.4 Reaksi Pembuatan Biodiesel .......................................................... 13
2.5 Kinetika Transesterifikasi Biodiesel ............................................... 14
2.6 Pembuatan Biodiesel dari Minyak Ikan .......................................... 18
2.7 Hasil dan Pembahasan .................................................................... 20

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 26


3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 26
3.2 Saran ............................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis energi merupakan isu dunia yang terus digulirkan akhir-akhirini,
ketidakseimbangan antara laju produksi dan kebutuhan yang didoronglaju
pertambahan penduduk menyebabkan harga energi pun semakin tinggi.Hal
tersebut tentunya juga menguras cadangan energi dunia yang semakin lama
semakin berkurang.
Di Indonesia, menurut kementrian ESDM, Cadangan minyak bumi terbukti
saat ini diperkirakan 9 milyar barel, dengan tingkat produksi rata-rata 0,5 milyar
barel per tahun. Diperkirakan cadangan minyak akan habis dalam waktu 18
tahun. Cadangan gas diperkirakan 170 TSCF (trilion standart cubic feed)
sedangkan kapasitas produksi mencapai 8,35 BSCF (billion standartcubic feed).
Cadangan batu bara diperkirakan 57 miliar ton dengan kapasitas produksi
131,72 juta ton per tahun.
Fakta ini tentunya sangat kontradiktif dengan asumsi-asumsi yang selalu
kita banggakan bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya minyak bumi dan
sumber energi lainya. Jika kita hanya bergantung pada sumber-sumber energi
tersebut maka dapat dipastikan Indonesia benar-benar akan mencapai kontra
titik kulminasi dari sebuah peradaban modern.
Sejak terjadi krisis energi, harga minyak bumi melambung tinggi. Indonesia
yang dulunya sebagai Negara pengekspor minyak bumi kini telah berubah
menjadi Negara pengimpor minyak bumi. Oleh karena itu, biodiesel merupakan
energi alternative pengganti solar yang berasal dari nabati atau hewani yang
merupakan bahan terbaharukan (renewable). Keunggulan minyak ikan jika
dipakai sebagai bahan baku biodiesel selain memiliki variasi asam lemaknya
lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atau lemak lainnya, juga jumlah asam
lemaknya lebih banyak. Panjang rantai karbon minyak ikan mencapai 22 dan
lebih banyak mengandung jenis asam lemak tak jenuh. Asam lemak yang
berasal dari ikan pada prinsipnya ada 3 jenis yaitu jenuh, tidak jenuh tunggal

4
dan tidak jenuh jamak. Asam lemak tak jenuh tunggal mengandung satu ikatan
rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak mengandung banyak (mencapai 6)
ikatan rangkap per molekul.
Motor diesel yang ada saat ini sebagian besar menggunakan bahan bakar
dari minyak bumi, yaitu solar atau diesel. Beberapa tahun lalu hargasolar di
Indonesia terpaut sangat jauhlebih murah dibanding harga bensin,namun
dengan perubahan kebijakan pemerintah yang berusaha melepaskandiri dari
jerat subsidi, maka harga solarpun melambung tinggi. Oleh sebab itu
sewajarnya jika kita mencari bahan bakar alternatif yang dapat digunakan oleh
motor diesel. Salah satunya adalah bahan bakar yang dihasilkan dari tanaman
atau hewan yang dikenal dengan biofuel.
Biofuel merupakan ssenyawa alkil-ester hasil proses
esterifikasi/transesterifikasi minyak nabati/lemak hewani. Biofuel memiliki
sifat fisik yang sama dengan minyak solar sehingga ddapat ddigunakan sebagai
bahan bakar alternative kendaraan bermesin diesel. Hal ini telah dibuktikan
pertama kali oleh Rudolph Diesel (1990) pada mesin diesel dengan bahan bakar
minyak kacang, dan pada tahun 1980 mesin traktor pertanian dengan bahan
bakar minyak bunga matahari oleh Bruwer dkk tahun 1980 (Yulianti, 2017).
Pada proses pengolahan biofuel, umumnya digunakan bahan kimia (katalis)
pada tahap reaksi esterifikasi dan transesterifikasi untuk mempercepat
pembentukan metil ester, guna menghasilkan rendemen dalam jumlah besar
dengan mutu yang baik. Pengolahan lemak sapi menjadi biofuel telah diteliti
oleh Yusufa (2016) dengan menggunakan jenis katalis basa (NaOH) konsentrasi
1,0% dari berat total lemak yang ddicairkan dalam methanol pada suhu 70oC
selama 2 jam dngan rasio perbandingan mol methanol dan minyak lemak sapi
6:1 dalam sistem refluks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
katalis NaOH 1,0% pada kondisi tersebut mampu mengkonversi metil ester
(biofuel) sebanyak 55,32%. Selain itu, pengolahan biofuel dari minyak ikan lele
dumbo (hasil ekstraksi aging) dengan katalis NaOH mmiliki konversi metil ster
10,33% dengan rasio perbandingan mol methanol dan minyak ikan 6:1
(Balabuana, 2017).

5
Biofuel adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan atau pun gas yang
dihasilkan dari bahan-bahan organik.Biodiesel merupakan salah satu jenis
biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan). Minyak nabati sebagai
sumber utama biodiesel dapat dipenuhi oleh berbagai macam jenis tumbuhan
tergantung pada sumber daya utama yang banyak terdapat di suatu tempat /
negara. Indonesia mempunyai banyak sumber daya untuk bahan baku biodiesel.
Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari
bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang
terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel tersusun dari berbagai
macam ester asam lemak yang dapat diproduksi dari minyak tumbuhan maupun
lemak hewan. Minyak tumbuhan yang sering digunakan antara lain minyak
sawit (palm oil), minyak kelapa, minyak jarak pagar dan minyak biji kapok
randu, sedangkan lemak hewani seperti lemak babi, lemak ayam, lemak sapi,
dan juga lemak yang berasal dari ikan. Biodiesel secara umum adalah bahan
bakar mesin diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau secara khusus
merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam
lemak. Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam lemak yang dapat
diproduksi dari minyak tumbuhan maupun lemak hewan. Minyak tumbuhan
yang sering digunakan antara lain minyak sawit (palm oil), minyak kelapa,
minyak jarak pagar dan minyak biji kapok randu, sedangkan lemak hewani
seperti lemak babi, lemak ayam, lemak sapi, dan juga lemak dari ikan.
Minyak ikan sebagai limbah pengolahan hasil perikanan merupakan bahan
yang berpotensi untuk pembuatan biodiesel. Minyak ikan ini dapat diperoleh
dari industri fillet ikan, industri penepungan ikan maupun pengalengan ikan.
Dengan adanya kebijakan pemerintah membatasi ekspor ikan dalam bentuk
utuh (glondongan) sejak tahun 2008, maka hal ini akan memacu tumbuhnya
unit-unit pengolahan ikan yang berpotensi menghasilkan limbah yang dapat
diproses menghasilkan minyak ikan seperti unit pengolahan fillet ikan,
penepungan ikan, dan pengalengan ikan.
Produksi ikan di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, maka akan
meningkat pula limbah ikan yang dibuang. Sejauh ini pemanfaatan limbah ikan

6
masih minimum. Limbah ikan yang melimpah, yaitu sekitar 20-30 persen dapat
dimanfaatkan lagi, karena masih mempunyai kandungan minyak yang cukup
tinggi, limbah ikan mengandung banyak asam lemak rantai sangat panjang lebih
dari 20 atom karbon, sebagian besar mempunyai 5-6 ikatan rangkap.
Minyak ikan diperoleh dari ekstraksi lemak ikan dengan berbagai cara, di
antaranya dengan pemanasan pada suhu 100oC dilanjutkan dengan penyaringan
untuk pemisahan minyak dan penambahan NaCl 2,5% (Rasyid, 2017).
Penelitian Sathivel et al. (2017) tentang produksi minyak ikan dari jeroan patin
(viscera) menghasilkan minyak ikan patin kotor sebesar 0,815 kg tiap 3,15 kg
ikan atau menghasilkan rendemen sebesar 25,9%. Setelah dilakukan pemurnian
didapatkan minyak ikan sebanyak 65,7% dari minyak ikan kotor.
Selain ikan patin, ikan mas dan gurame juga mempunyai potensi untuk
diambil minyaknya dari hasil samping pengolahan fillet ikan tersebut. Ekstraksi
minyak dari jeroan dan kepala ikan mas dihasilkan minyak sebesar 23,72%,
sedangkan dari ikan gurame dihasilkan minyak 10% (Kaban & Daniel, 2016).
Data produksi budidaya ikan mas dan gurame dari tahun 2005 sampai 2009
terus mengalami peningkatan, untuk ikan mas kenaikan rata-rata sebesar 4,4%
pertahun, sedangkan ikan gurame 11,23%. Kenaikan produksi ikan tersebut
mempunyai peluang yang bagus untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku
minyak ikan yang dapat diperoleh dari hasil pengolahan fillet ikan. Hal penting
yang harus dipersiapkan adalah menciptakan unit-unit usaha pengolahan ikan
yang dapat mengolah ikan tersebut dengan limbah berupa minyak ikan sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah disebutkan dapat diambil beberapa rumusan
masalah, yaitu :
1. Bagaimana proses pembuatan biofuel dari minyak ikan?
2. Bagaimana kondisi optimum pada pembuatan biofuel dari minyak ikan?
3. Bagaimana kualitas produk biodiesel dari minyak ikan dengan pengujian
sifat fisik dan sifat kimia?

7
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui proses pembuatan biofuel dari minyak ikan
2. Untuk mengetahui kondisi optimum pada pembuatan biofuel dari minyak
ikan
3. Menentukan kualitas produk biodiesel dari minyak ikan dengan pengujian
sifat fisik dan sifat kimia.

1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah dapat memberikan informasi
ilmiah tentang efektifitas bidiesel yang diperoleh dari minyak yang terkandung
dalam minyak ikan sehingga diharapkan menjadi suatu alternative penggunaan
biodiesel dari minyak ikan sebagai pengganti bahan bakar solar.

8
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biodiesel
Biofuel merupakan sumber energi terbarukan yang dihasilkan dari
(tanaman) bahan-bahan alami, yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan
bakar minyak. Biofuel merupakan senyawa alkil-ester hasil proses
esterifikasi/transesterifikasi minyak nabati/lemak hewani (Ningtyas,
Budhiyanti and Sahubawa, 2018), dalam makalah ini akan dibahas bahan bakar
alternatif jenis biodiesel sebagai pengganti bahan bakar diesel.
Nama biodiesel telah disetujui oleh Department of Energi (DOE),
Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing
Material (ASTM), biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang
menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau
minyak bekas melalui esterifikasi dengan alkohol. Biodiesel dapat digunakan
tanpa modifikasi ulang mesin diesel. Biodiesel juga dapat ditulis dengan B100,
yang menunjukkan bahwa biodiesel tersebut murni 100% monoalkil ester.
Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan,
biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui. Pada
dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan dapat digunakan sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel.
Bila ditinjau dari sifat kimianya biodiesel berbentuk cairan berwarna kuning
cerah sampai kuning kecoklatan. Biodiesel tidak dapat campur dengan air,
mempunyai titik didih tinggi dan mepunyai tekanan uap yang rendah. Biodiesel
terdiri dari senyawa campuran methyl ester dari rantai panjang asam-asam
lemak dari minyak tumbuh-tumbuhan yang memiliki flash point 150 °C (300
°F), density 0,88 g/cm³, di bawah densitas air. Biodiesel tidak memiliki senyawa
toksik dan tidak mengandung sulfur. Biodiesel merupakan bahan bakar yang
terdiri dari campuran mono alkil ester dari rantai panjang asam lemak, yang
dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari
sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan (Lestari, 2017).

9
2.2 Keunggulan dan Kelemahan Biodiesel
a. Keunggulan Biodiesel:
1. Biodiesel tidak beracun
2. Biodiesel adalah bahan bakar biodegradable
3. Biodiesel lebih aman dipakai dibandingkan dengan diesel konvensional.
4. Biodiesel dapat dengan mudah dicampur dengan diesel konvensional, dan
dapat digunakan di sebagian besar jenis kendaraan saat ini, bahkan dalam
bentuk biodiesel B100 murni.
5. Biodiesel dapat membantu mengurangi ketergantungan kita pada bahan
bakar fosil, dan meningkatkan keamanan dan kemandirian energi.
6. Biodiesel dapat diproduksi secara massal di banyak negara, contohnya USA
yang memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 50 juta galon
biodiesel per tahun.
7. Produksi dan penggunaan biodiesel melepaskan lebih sedikit emisi
dibandingkan dengan diesel konvensional, sekitar 78% lebih sedikit
dibandingkan dengan diesel konvensional. Angka ini menunjukkan angka
yang cukup signifikan.
8. Biodiesel memiliki delay pengapian lebih pendek dibandingkan dengan
diesel konvensional.
9. Biodiesel tidak memiliki kandungan sulfur, sehingga tidak memberikan
kontribusi terhadap pembentukan hujan asam
10. Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara signifikan lebih
baik daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat
memperpanjang masa pakai mesin.
Syarat agar dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar, biodiesel
harus mempunyai kemiripan sifat fisik maupun sifat kimia dengan minyak
solar. Salah satu sifat fisik yang penting adalah viskositas atau nilai kekentalan.
Sebenarnya, minyak lemak nabati sendiri dapat dijadikan bahan bakar, namun,
viskositasnya terlalu tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk
dijadikan bahan bakar mesin diesel. Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel
dengan minyak solar disajikan pada tabel 2.1.

10
Tabel 2.1 Perbandingan Sifat Fisik dan Kimia Biodiesel Dengan Solar
Sifat fisik/kimia Biodiesel Solar
Densitas, g/ml 0.8624 0.8750
Viskositas, cSt 5.55 4.6
Titik nyala, 0C 100 98
Angka Setana 62.4 53
Energi yang dihasilkan (MJ kg) 40.1 45.3
Sumber: Lestari, 2017
Perbandingan emisi pembakaran biodiesel dengan minyak solar
Tabel 2.2 Perbandingan Emisi Biodiesel dengan Solar
Sifat fisik/kimia Biodiesel Solar
SO2, ppm 0 78
NO, ppm 37 64
NO2, ppm 1 1
CO, ppm 10 40
Partikulat, mg/Nm3 0.25 5.6
Benzen, mg/Nm3 0.3 5.01
Toluene, mg/Nm3 0.57 2.31
Xilen, mg/Nm3 0.73 1.75
Etil benzene, mg/Nm3 0.3 0.73
Sumber: Lestari, 2017
b. Kelemahan Biodiesel
1. Biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari jagung yang dapat
menyebabkan kekurangan pangan dan meningkatnya harga pangan. Hal ini
bisa memicu meningkatnya kelaparan di dunia.
2. Biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi air dibandingkan
dengan diesel konvensional, hal ini bisa menyebabkan korosi, filter rusak,
pitting di piston, dll.
3. Biodiesel memiliki kandungan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan diesel konvensional, sekitar 11 % lebih sedikit dibandingkan dengan
bahan bakar diesel konvensional.

11
4. Biodiesel secara signifikan lebih mahal dibandingkan dengan diesel
5. Biodiesel murni memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah.
6. Biodiesel dapat melepaskan oksida nitrogen yang dapat mengarah pada
pembentukan kabut asap.
7. Biodiesel, meskipun memancarkan emisi karbon yang secara signifikan
lebih aman dibandingkan dengan diesel konvensional, masih berkontribusi
terhadap pemanasan global dan perubahan iklim (Lestari, 2017).

2.3 Potensi Minyak Ikan sebagai Biodiesel


Minyak ikan sebagai limbah pengolahan hasil perikanan merupakan bahan
yang berpotensi untuk pembuatan biodiesel. Minyak ikan ini dapat diperoleh
dari industri fillet ikan, industri penepungan ikan maupun pengalengan ikan.
Dengan adanya kebijakan pemerintah membatasi ekspor ikan dalam bentuk
utuh (glondongan) sejak tahun 2008, maka hal ini akan memacu tumbuhnya
unit-unit pengolahan ikan yang berpotensi menghasilkan limbah yang dapat
diproses menghasilkan minyak ikan seperti unit pengolahan fillet ikan,
penepungan ikan, dan pengalengan ikan (Widianto and Utomo, 2018).
Minyak ikan diperoleh dari ekstraksi lemak ikan dengan berbagai cara, di
antaranya dengan pemanasan pada suhu 100oC dilanjutkan dengan penyaringan
untuk pemisahan minyak dan penambahan NaCl 2,5% (Saifuddin and Boyce,
2017). Berdasarkan hasil analisis GC-MS terdapat 3 asam lemak yang memiliki
persentase area relatif tertinggi adalah asam oleat 32,06% ; asam palmitat
30,33% ; dan asam miristat 7,8%. Asam oleat bersifat tak jenuh karena adanya
ikatan rangkap, sedangkan asam palmitat dan asam miristat merupakan asam
lemak jenuh (Lestari, 2017).
Asam-asam lemak ini yang membuat minyak ikan berpotensi sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel, dimana trigliserida direaksikan dengan metanol
maupun etanol sehingga menghasilkan produk biodiesel dan produk samping
berupa gliserol. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi alkoholisis atau
transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi dapat berlangsung apabila kandungan
asam lemak bebas (FFA) dalam minyak rendah, jika kandungan FFA dalam

12
minyak besar (>5%) harus dilakukan reaksi esterifikasi terlebih dahulu untuk
menurunkan kadar FFA dalam minyak.
Contoh lain dari hasil GC-MS kandungan asam lemak dalam minyak ikan
disajikan dalam tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Hasil GC-MS minyak ikan
Runtime Senyawa Luas Area
Puncak
(menit) Teridentifikasi (%)
3 21,808 Asam palmitat 0,22
6 23,308 Asam stearat 4,69
7 23,690 Asam oleat 49,1
8 23,900 Asam behenat 29,34
13 25,473 Asam 9 heksadekano 2,64
Sumber: Syaiful, Yusnimar and Bahri, 2019

2.4 Reaksi Pembuatan Biodiesel


Biodiesel adalah fatty acid methyl ester (FAME) yang dihasilkan dari reaksi
transesterifikasi trigliserida (minyak) dengan alkohol ringan menggunakan katalis
basa. Alkohol yang digunakan biasanya metanol atau etanol, sedangkan katalis
yang digunakan adalah KOH, NaOH atau senyawa basa yang lain. Reaksi
transesterifikasi pembuatan biodiesel dari minyak ikan.

Gambar 1. Reaksi Pembuatan Biodiesel


Minyak ikan dapat dihasilkan dari ektraksi ikan atau limbah pengolahan
ikan (tulang, kepala, dan isi perut) dengan proses seperti disajikan dalam Gambar
1. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan biodiesel adalah kandungan

13
FFA dalam minyak ikan. FFA dalam minyak ikan akan menyebabkan
terbentuknya sabun akibat reaksi dengan katalis basa pada reaksi
transesterifikasi. Sabun tersebut akan mengganggu proses pemurnian biodiesel
karena menyebabkan timbulnya emulsi. Untuk itu perlu dilakukan esterifikasi
terhadap minyak dengan kandungan FFA lebih dari 2,5% (Susila, 2009) sebelum
dilakukan transesterifikasi. Esterifikasi dilakukan dengan menggunakan
metanol dan katalis asam yang akan mengubah FFA menjadi ester. Sedangkan
transesterifikasi akan mengubah trigliserida (minyak) menjadi FAME.
Beberapa penelitian pembuatan biodiesel dari minyak ikan telah dilakukan
di antaranya pembuatan biodiesel dari minyak ikan salmon yang menghasilkan
rendemen hingga 99% (El-Mashad et al., 2008). Penelitian Utomo et al. (2009)
melaporkan pembuatan biodiesel dari minyak ikan lemuru melalui reaksi
esterifikasi dan dilanjutkan transesterifikasi. Biodiesel yang dihasilkan
mempunyai kualitas sesuai standar biodiesel SNI 04-7128-2006 yang
dipersyaratkan.
Biodiesel dari minyak ikan mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan
dengan biodiesel dari produk tumbuhan. Biodiesel dari minyak ikan menghasilkan
emisi gas buang yang kecil dibandingkan dengan biodiesel dari tumbuhan
(Molin & Ledebjer, 2009). Biodiesel dari limbah perikanan juga tidak
memberikan dampak terhadap pencemaran lingkungan seperti
pembentukan gas rumah kaca, photochemical oksidasi, pembentukan hujan
asam

2.5 Kinetika Transesterifikasi Biodiesel Minyak Ikan


Untuk mengefisiensikan proses produksi biodiesel dari minyak ikan perlu
diketahui kinetika reaksi pembentukan biodiesel dari minyak ikan serta faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap kinetika reaksi tersebut. Proses produksi
biodiesel akan efisien jika dilakukan dalam waktu singkat dengan rendemen.
Kualitas biodiesel minyak ikan lemuru dibandingkan standard SNI 04-
7128-2006

14
Untuk mengefisiensikan proses produksi biodiesel dari minyak ikan perlu
diketahui kinetika reaksi pembentukan biodiesel dari minyak ikan serta faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap kinetika reaksi tersebut. Proses produksi
biodiesel akan efisien jika dilakukan dalam waktu singkat dengan rendemen dan
perusakan lapisan ozon. Penelitian Raheman & Phadatare (2004) menunjukkan
bahwa pengunaan biodiesel dan campuran biodiesel dengan solar dapat mereduksi
emisi CO dan oksida nitrogen sebanyak 86,5% dan 26%.
Biodiesel juga dapat diproduksi dari minyak ikan yang dihasilkan dari
limbah ikan lele, mas, dan gurame. Penelitian Kaban & Daniel (2005)
menunjukkan bahwa minyak ikan yang dihasilkan dari limbah ikan mas, lele, dan
gurame (kepala dan isi perut) dapat diproses menjadi etil ester asam lemak. Etil
ester asam lemak adalah biodiesel di mana dalam proses pembuatannya
dengan reaksi transesterifikasi menggunakan etanol dengan katalis basa.
Rendemen yang dihasilkan dari ikan limbah lele yang besar. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap reaksi pembentukan biodiesel adalah konsentrasi reaktan,
konsentrasi katalis, dan suhu rekasi. Penelitian mengenai mekanisme dan
kinetika reaksi transesterifikasi pembentukan biodiesel minyak ikan belum
banyak dilakukan. Secara umum proses pembuatan biodiesel minyak ikan sama
dengan sebesar 89% sedangkan ikan mas 90.3% dan ikan gurami 87%.
Limbah pengolahan ikan tuna, salmon, mackerel (kepala, tulang, dan isi
perut) dapat dibuat menjadi biodiesel. Biodiesel tersebut mempunyai

15
kualitas memenuhi standar dan dipakai sebagai bahan bakar mesin diesel. Emisi
gas buang yang dihasilkan tidak mencemari udara karena proses pembuatan
biodiesel dari minyak nabati seperti minyak jarak atau minyak sawit.
Proses pembuatan biodiesel adalah reaksi transesterifikasi trigliserida
dengan alkohol yang akan memecah trigliserida menjadi fatty acid methyl ester
(FAME), di mana satu mol trigliserida akan dihasilkan 3 mol FAME dan 3 mol
gliserol. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut

Keterangan notasi :
TG : Trigliserida GL : Gliserida
Gl : Gliserol DG : Digliserida
ROH : Alkohol MG : Monogliserida
FAME : Biodiesel k : Tetapan laju reaksi
Reaksi transesterifikasi bersifat irreversible dan secara umum dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan notasi :

r=k[TG] [ROH]3
r = laju reaksi
k = tetapan laju reaksi
Dari penelitian Utami (2007) didapatkan bahwa harga tetapan laju reaksi

pembuatan biodiesel methyl palmitat dari CPO sebesar : 2,75x10-4 pada suhu

55oC; 2,78x10-4 pada suhu 60oC; 2,87x10-4 pada suhu 60oC dan 3,04x10-4 pada

suhu 70oC, dengan energi aktivasi sebesar 6,2x10 3 j/mol dengan


menggunakan katalis asam 1% dan kecepatan pengadukan 195 rpm.

16
Sedangkan hasil penelitian Yoeswono et al. (2008) tentang kinetika reaksi minyak
sawit dengan metanol dan katalis basa menunjukkan bahwa kenaikan suhu pada
jumlah katalis yang sama akan menghasilkan konstanta laju reaksi yang
semakin tinggi, sehingga laju reaksi pembentukan biodiesel akan semakin
cepat. Penggunaan katalis KOH 1% menghasilkan energi aktivasi yang lebih kecil
dibandingkan dengan katalis KOH 0,5%. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan katalis akan memperkecil energi aktivasi sehingga akan
meningkatkan konstanta laju reaksi.
Untuk meningkatkan laju reaksi pembentukan biodiesel juga dapat dilakukan
dengan menggunakan gelombang ultrasonik seperti penelitian Susilo (2004), di
mana proses transesterifikasi minyak tanaman menjadi biodiesel dapat
mencapai 100% hanya selama 1 menit sedangkan kalau menggunakan
pengaduk mekanis hanya mencapai 96% selama 30 menit sampai 2 jam.
Peningkatan tersebut dikarenakan meningkatnya suhu serta timbulnya
kavitasi dan bintik panas (hot spot) pada reaktan. Penggunaan gelombang
mikro juga dapat mempercepat laju reaksi pembentukan biodiesel serta
mempercepat proses pemisahan biodiesel.
Sedangkan proses produksi biodiesel dari minyak ikan yang telah dilakukan
di antaranya adalah pembuatan biodiesel dari minyak ikan salmon yang dibuat
dengan dua proses, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Produksi biodiesel
dengan proses tersebut menghasilkan rendemen sebesar 97,6% dari minyak ikan
yang digunakan (El-Mashad et al., 2008). Konsentrasi katalis juga berpengaruh
terhadap rendemen biodiesel yang dihasilkan, di mana penggunaan katalis
KOH 1% menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan 0,5% dan 1,5%
pada perbandingan molar metanol dengan minyak sebesar 3:1.
Pembuatan biodiesel dari minyak ikan lemuru juga telah dilakukan oleh
Utomo et al. (2009), dengan proses esterifikasi menggunakan metanol dan katalis
asam sulfat 1%, kemudian dilanjutkan dengan transesterifikasi
menggunakan katalis KOH 1%. Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi
dilakukan pada suhu 52,2oC selama 1 jam.
Produksi biodiesel dari minyak ikan dapat dilakukan dengan menggunakan

17
bahan baku dari hasil samping pengolahan tepung ikan, fillet ikan dan
pengalengan ikan melalui transesterifikasi minyak ikan menggunakan metanol
atau etanol dan katalis basa. Efisiensi proses produksi biodiesel diperoleh dari
kinetika reaksi di mana tetapan laju reaksi transesterifikasi sangat tergantung
pada suhu, katalis, dan intervensi lain. Peningkatan suhu akan
mengakibatkan tetapan laju reaksi menjadi besar.Demikian juga katalis, jumlah
katalis yang besar akan meningkatkan tetapan laju reaksi dengan jalan
menurunkan energi aktivasi.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan minyak ikan sebagai bahan baku
biodiesel dapat dilakukan dengan menumbuhkan unit-unit pengolahan ikan
seperti penepungan ikan, pengolahan fillet ikan, dan pengalengan ikan.
Produksi biodiesel dari minyak ikan dapat dilakukan di tempat unit pengolahan
ikan tersebut, sehingga tiap unit pengolahan ikan terintegrasi dengan unit
produksi biodiesel. Hal tersebut akan meningkatkan nilai tambah pengolahan
ikan serta menghemat biaya transportasi pengumpulan minyak ikan
sebagai bahan baku biodiesel.

2.6 Pembuatan Biodiesel dari Minyak Ikan


Penelitian ini untuk menganalisis kualitas fisik biodiesel menggunakan
minyak yang diperoleh dari hasil pengolahan limbah industri pengalengan ikan
melalui proses transesterifikasi menggunakan katalis KOH. Pembentukkan
metil ester atau biodiesel membutuhkan reaktan berupa trigliserida dari minyak
serta metanol.
a. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah corong pisah,
penyaring 200 mesh, seperangkat alat refluks, oven, labu leher tiga,
piknometer, desikator, magnetic stirrer, termometer 100oC, neraca analitik,
hot plate, seperangkat alat titrasi. Minyak hasil samping industri
pengalengan ikan, Aseton 96% , NaOH (Merck), KOH (Merck), HCl 6 M,
Etanol 96 %, Aquadest, Metanol (Merck), Zeolit alam, Indikator PP, pH
universal, Alumunium foil.

18
b. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah minyak hasil
pengolahan limbah industri pengalengan ikan melalui proses
transesterifikasi pada suhu 60oC selama 3 jam dengan dua perlakuan.
Perlakuan pertama mereaksikan KOH 10% dengan mol minyak ikan dan
metanol (variasi 1:9, 1:12, 1:15). Perlakuan kedua mereaksikan KOH
(variasi 5 %, 10 %, 15 %) dengan mol minyak dan metanol 1:12.
c. Prosedur Penelitian
Pembuatan biodiesel melalui reaksi transesterifikasi dilakukan dengan
mencampurkan minyak hasil pengolahan limbah ikan dan metanol dengan
KOH. Perlakuan awal ini dilakukan dengan mencampurkan katalis KOH
ditambahkan dengan metanol dalam sebuah beaker. Kemudian diaduk
hingga terbentuk larutan yang homogen. Lalu ditambahkan dengan minyak
ikan melalui corong pisah yang telah dirangkaikan dengan labu leher tiga,
pada suhu 60oC selama 3 jam serta pengadukan 300 rpm.
Langkah selanjutnya adalah memisahkan sisa metanol dan dietil ester
dengan distilasi. Residu dari proses distilasi adalah berupa cairan 2 lapisan,
lapisan atas adalah metil ester (biodisel) sedangkan lapisan bawah adalah
gliserol. Kedua lapisan ini kemudian dipisahkan dengan dekantasi. Biodisel
yang terpisah kemudian dicuci dengan aquades. Pada tahap akhir dilakukan
pemisahan air pencuci yang masih tertinggal dalam biodisel dengan cara
memanaskan sampai suhu 120oC.
Percobaan dilakukan beberapa kali dengan memvariasi KOH dan rasio
metanol. Variasi KOH yang digunakan adalah 5 %, 10 %, dan 15 %,
sedangkan variasi rasio metanol adalah 1:9, 1:12 dan 1:15.
Karakteristik biodiesel yang dihasilkan ditentukan dengan mengukur
besaran-besaran fisik dengan metode berikut:
a. Analisis massa jenis dilakukan menggunakan piknometer
b. Analisis kadar air dilakukan dengan pemanasan pada suhu 120oC untuk
menguapkan air yang terdapat pada biodiesel
c. Analisis viskositas kinematik dilakukan menggunakan code cube

19
d. Analisa titik nyala (flash point) semi automatic flash point tester, ASTM
D-93.

2.7 Hasil dan Pembahasan Pembuatan Biodiesel dari Minyak Ikan


a. Perbandingan Variasi KOH dan Minyak dengan Variasi Metanol
Terhadap Persentase Biodiesel
Persentase biodiesel mengalami penurunan seiring dengan
meningkatnya konsentrasi KOH. Hal ini berkaitan dengan jumlah ion
metoksida yang terdapat dalam campuran minyak, metanol dan katalis. Saat
penambahan KOH 5 % dimungkinkan semua katalis basa heterogen telah
bereaksi dengan metanol sedangkan pada penambahan katalis 10 % dan 15
% masih terdapat sisa katalis yang tidak bereaksi dengan metanol. Inilah
yang menyebabkan pada penambahan katalis 10 % dan 15 % terjadi
penurunan persentase biodiesel. Persentase biodiesel mengalami penurunan
seiring dengan meningkatnya mol minyak dan variasi metanol, hal ini
dikarenakan satu senyawa trigliserida bereaksi dengan tiga mol metanol
pada perbandingan 1:12 dan 1:15 senyawa trigliserida telah habis bereaksi
dengan metanol sehingga terjadi penurunan persentase biodiesel.
b. Analisisis Kadar Air Biodiesel
Tabel 2.4 Pengaruh variasi KOH terhadap kadar air dengan konsentrasi
minyak dan metanol 1:12
Minyak Metanol Mol minyak : KOH Kadar Air
Ikan (mL) (mL) metanol (%) (%)
100 55,431 1:12 5 6,10
100 55,431 1:12 10 0,48
100 55,431 1:12 15 5,10
Tabel 2.5 Pengaruh variasi metanol terhadap kadarair dengan KOH 10%
Minyak Metanol Mol minyak : KOH Kadar Air
Ikan (mL) (mL) metanol (%) (%)
100 41,560 1:9 10 0,03

20
100 55,431 1:12 10 0,46
100 69,266 1:15 10 0,5
Berdasarkan data di atas, Pengaruh variasi KOH terhadap parsentase
kadar air dengan konsentrasi minyak dan metanol 1:12 memenuhi SNI
(2006). Jumlah katalis berpengaruh terhadap persentase kadar air biodiesel.
Kadar air tertinggi diperoleh pada penggunaan KOH 5 % dengan persentase
6,10 %. Peningkatan kadar air biodiesel disebabkan adanya akumulasi air
pada minyak sebelum proses transesterifikasi. Peningkatan kadar air ini
dapat mendorong terjadinya proses hidrolisis antara trigliserida dan molekul
air sehingga membentuk gliserol dan asam lemak bebas. Bila kadar airnya
di atas ketentuan akan menyebabkan reaksi yang terjadi pada konversi
minyak tidak sempurna seperti terjadi reaksi penyabunan, sabun tersebut
akan bereaksi dengan basa dan mengurangi efesiensi katalis.
Sedangkan pengaruh variasi metanol terhadap kadar air dengan KOH 10
% berpengaruh terhadap kadar air biodiesel, kadar air tertinggi pada variasi
metanol 1:15. Kandungan metanol yang terlalu tinggi akan menyebabkan
jumlah kadar air semakin meningkat. Selain itu metanol yang digunakan
adalah metanol teknis. Metanol tersebut masih mengandung air, dimana
keberadaan air ini akan menyebabkan reaksi bergeser ke kiri atau reaksi
reversible yang menghasilkan produk samping berupa air.
c. Analisa Massa Jenis Biodiesel
Tabel 2.6 Pengaruh variasi KOH terhadap massa jenis dengan
konsentrasi minyak dan metanol 1:12
Minyak Metanol Mol minyak : KOH Massa jenis
Ikan (mL) (mL) metanol (%) (kg/m3)
100 55,431 1:12 5 0,87
100 55,431 1:12 10 0,87
100 55,431 1:12 15 0,86

21
Tabel 2.7 Pengaruh variasi metanol terhadap density dengan KOH 10%
Minyak Metanol Mol minyak : KOH Massa jenis
Ikan (mL) (mL) metanol (%) (kg/m3)
100 41,560 1:9 10 0,88
100 55,431 1:12 10 0,87
100 69,266 1:15 10 0,87
Analisis massa jenis menunjukkan adanya pengotor dalam metil ester
yang dihasilkan. Penggunaan variasi KOH tidak berpengaruh terhadap
massa jenis biodiesel. Jenis katalis dan konsentrasi berlebih menyebabkan
terjadinya reaksi penyabunan yang mengakibatkan nilai massa jenis
bervariasi. Penggunaan katalis basa yang berlebih akan menyebabkan reaksi
penyabunan, sehingga bisa menjadi penyebab adanya zat pengotor seperti
sabun kalium dan gliserol hasil reaksi penyabunan. Jika menggunakan
katalis basa dengan konsentrasi kecil menyebabkan massa jenis biodiesel
menjadi rendah. Rasio minyak dengan metanol tidak berpengaruh dengan
nilai massa jenis biodiesel. Penggunaan rasio mol metanol menyebabkan
terjadinya peningkatan konversi akibat meningkatnya laju reaksi dan
bergesernya kesetimbangan reaksi, dengan semakin meningkatnya tingkat
semakin menurun karena massa jenis metil ester lebih rendah dari pada
massa jenis trigliserida. Data di atas sesuai dengan syarat dan mutu biodiesel
menurut SNI (2006) yang menyatakan bahwa massa jenis adalah 0,85-0,89
Kg/m3.
d. Analisa Viskositas Kinematik
Tabel 2.8 Pengaruh variasi KOH terhadap viskositas dengan konsentrasi
minyak dan metanol 1:12
Minyak Metanol Mol minyak : KOH Viskositas
Ikan (mL) (mL) metanol (%) (cSt)
100 55,431 1:12 5 6
100 55,431 1:12 10 5
100 55,431 1:12 15 4

22
Tabel 2.9 Pengaruh variasi metanol terhadap visko dengan KOH 10%
Minyak Metanol Mol minyak : KOH Viskositas
Ikan (mL) (mL) metanol (%) (cSt)
100 41,560 1:9 10 7
100 55,431 1:12 10 5
100 69,266 1:15 10 4
Berdasarkan SNI (2006) viskositas kinematik adalah 2,3-6 cSt. Jika
harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan di dalam
pipa, kerja pompa akan berat, jika viskositas terlalu rendah berakibat
pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan
keausan. Analisis viskositas kinematik dilakukan menggunakan code cube,
dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama mereaksikan minyak ikan dan
metanol 1:12 dengan variasi KOH (5 %, 10 %, 15 %). Perlakuan kedua
mereaksikan KOH 10 % dengan minyak ikan dan variasi metanol (1:9, 1:12,
1:15).
Berdasarkan data di atas variasi KOH berpengaruh terhadap viskositas
kinematik biodiesel. Semakin tinggi variasi KOH maka nilai viskositas
kinematik semakin kecil yang semakin baik untuk mesin karena tidak
memberatkan beban pompa dan tidak menyebabkan pengkabutan, tetapi
apabila terlalu encer akan menyulitkan penyebaran bahan bakar sehingga
sulit terbakar dan menyebabkan kebocoran dalam pipa injeksi. Kandungan
viskositas kinematik biodiesel sesuai dengan SNI (2006).
Rasio minyak dengan metanol berpengaruh terhadap viskositas
kinematik biodiesel, bila rasio minyak dengan metanol rendah maka nilai
viskositas kinematik biodiesel tinggi, disebabkan karena metanol dapat
melarutkan minyak sehingga dengan kelarutannya menurunkan kekentalan
minyak dan mengaktifkan ikatan karbon dalam minyak yang menyebabkan
turunnya titik didih biodiesel pada proses metanolisis yang mengakibatkan
viskositas tinggi. Kandungan viskositas kinematik sesuai dengan syarat dan
mutu biodiesel menurut SNI (2006) yang menyatakan bahwa viskositas
kinematik adalah 2,3-6 cSt.

23
e. Analisa Titik Nyala
Tabel 2.10 Pengaruh variasi KOH terhadap titik nyala dengan
konsentrasi minyak dan metanol 1:12
Minyak Metanol Mol minyak : KOH Titik nyala
Ikan (mL) (mL) metanol (%) (oC)
100 55,431 1:12 5 161,6
100 55,431 1:12 10 152,6
100 55,431 1:12 15 140,6
Tabel 2.11 Pengaruh variasi metanol terhadap titik nyala dengan KOH
10%
Minyak Metanol Mol minyak : KOH Titik nyala
Ikan (mL) (mL) metanol (%) (oC)
100 41,560 1:9 10 160
100 55,431 1:12 10 151,6
100 69,266 1:15 10 148,5
Analisis titik nyala biodiesel menurut SNI (min 100oC) sehingga
biodiesel berada dalam batas aman terhadap bahaya kebakaran selama
penyimpan, penanganan dan transportasi. Analisis titik nyala dilakukan
menggunakan (flash point) semi automatic flash point tester, ASTM D-93,
dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama kedua mereaksikan KOH 10 %
dengan minyak ikan dan variasi metanol (1:9, 1:12, 1:15). Perlakuan kedua
mereaksikan minyak ikan dan metanol 1:12 dengan variasi KOH (5 %, 10
%, 15 %).
Berdasarkan data di atas variasi KOH berpengaruh terhadap titik nyala
biodiesel, titik nyala terendah pada variasi KOH 15 %, hal ini serupa dengan
pendapat Prihandana dkk (2006) yang menyatakan bahwa semakin besar
katalis yang diberikan maka titik nyalanya cenderung kecil sehingga
biodiesel lebih mudah terbakar dan perambatan api lebih cepat. Nilai titik
nyala pada biodiesel sesuai syarat mutu biodiesel menurut SNI (2006).
Rasio minyak dengan metanol berpengaruh terhadap titik nyala
biodiesel, titik nyala biodiesel tertinggi pada saat rasio minyak dan metanol

24
1:15 hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio minyak dengan
metanol maka semakin tinggi nilai titik nyala yang diperoleh.

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Pembuatan biofuel dengan jenis biodiesel dapat dilakukan dengan metode
transesterifikasi, dimana minyak ikan direaksikan dengan metanol untuk
menghasilkan produk metyl ester (biodiesel)
2. Untuk memproduksi biodiesel dengan kualitas yang maksimum dan
optimum disarankan untuk menggunakan katalis dengan variasi 5% dan
rasio minyak dengan metanol 1 : 9
3. Berdasarkan pengujian kualitas produk, sifat fisis dan sifat kimia, rasio
minyak dengan variasi metanol sangat berpengaruh terhadap nilai rendemen
biodiesel. Serta berpengaruh terhadap sifat fisik biodiesel seperti pada kadar
air, viskositas kinematik dan titik nyala. Tetapi tidak begitu berpengaruh
terhadap massa jenis biodiesel.
a. Nilai % kadar air pada rasio minyak dan metanol 1:9, 1:12, 1:15
berturut-turut adalah 0,03 %, 0,4 % , 0,5 %.
b. Nilai massa jenis biodiesel 0,88 g/mL, 0,87 g/mL, 0,87 g/mL.
c. Nilai viskositas kinematik 7 cSt, 5 cSt, 4 cSt.
d. Nilai titik nyala biodiesel adalah 148,5oC, 151,6oC, 160,0oC.
KOH dengan minyak dan metanol serta interaksinya sangat berpengaruh
terhadap nilai rendemen biodiesel. Serta berpengaruh terhadap sifat fisik
biodiesel seperti pada kadar air, viskositas kinematik dan titik nyala. Tetapi
tidak begitu berpengaruh terhadap massa jenis biodiesel.
a. Nilai % kadar air pada variasi KOH 5 %, 10 %, 15 % adalah 6,10 %,
4,80 %, 5,10 %
b. Nilai massa jenis 0,87 kg/m3, 0,87 kg/m3 dan 0,86 kg/m3
c. Nilai viskositas kinematik biodiesel sebesar 6 cSt, 5 cSt dan 4 cSt.
d. Nilai titik nyala 161,6oC, 152,6oC dan140,6oC.

26
3.2 Saran
1. Sosialisasi tentang bahan bakar alternative ini perlu dikembangkan dalam
rangka mempercepat kemajuan teknologi secara merata sekaligus
mempercepat penggunaan bahan bakar secara efisien.
2. Di bidang pendidikan hendaknya disalurkan dalam bentuk praktek
sederhana pembuatan biodiesel di kampus karena biodiesel bisa dibuat
dalam skala kecil dan menengah.

27
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, N. F. (2017) Analisis Fisik Biodiesel Berbahan Baku Minyak Hasil


Pengolahan Limbah Industri Pengalengan Ikan.
Ningtyas, D. P., Budhiyanti, S. A. and Sahubawa, L. (2018) ‘Pengaruh Katalis Basa
(NaOH) pada Tahap Reaksi Transesterifikasi Terhadap Kualitas Biofuel Dari
Minyak Tepung Ikan Sardin’, Jurnal Tekno Sains, 2(2), pp. 103–114.
Saifuddin, M. and Boyce, A. N. (2017) ‘Biodiesel Production From Fish (Cyprinus
Carpio) Waste and Evaluation of Engine Performance’, Sains Malaysiana,
46(10), pp. 1771–1778. doi: 10.17576/jsm-2017-4610-14.
Syaiful, H., Yusnimar, Y. and Bahri, S. (2019) ‘Pembuatan Biodiesel dari Limbah
Ikan Baung Dengan Katalis Padat Lempung’, Jurnal Online Mahasiswa
(JOM) Bidang Teknik dan Sains, (Vol 1, No 1 (2019) pp. 1–8.
Widianto, T. N. and Utomo, B. S. B. (2018) ‘Pemanfaatan Minyak Ikan untuk
Produksi Biodiesel’, Squalen, 5(1), pp. 15–22.

28

Anda mungkin juga menyukai