Anda di halaman 1dari 30

Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Sawit

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Yang Diperlukan untuk lulus Mata Kuliah
Teknologi Minyak Sawit & Atsiri

Disusun Oleh :

Kelompok 1 (A2)

Dhea Riski Ananda NIM.190140002


Ahmad Alwi Hasibuan NIM.190140003
M. Ifan Abrar NIM.190140006
Rahma Febrianti NIM.190140007
Nabila Adhani NIM.190140008
Hasqiatun Nufus NIM.190140012
Nurul Husna NIM.190140016
Zikki Muwaffaq NIM.190140019
Husnul Chatimah NIM190140020
Cut Zahra Eliza NIM.190140023

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Pembuatan
Biodiesel Dari Minyak Sawit” atas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki kami
berterima kasih pada Ibu Fikri Hasfita, ST, MT. Selaku dosen mata kuliah Teknologi
Pencairan Gas yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Penyusun sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pembuatan Biodiesel Dari
Minyak Sawit. Penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu,
penyusun berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.


Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penyusun maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya penyusun mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Lhokseumawe, 28 Juni 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................1

1.2 Tujuan...........................................................................................4

1.3 Manfaat.........................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN..................................................................5

2.1 Tinjauan Pustaka...........................................................................5

2.2 Landasan Teori,............................................................................7

2.2.1 Bahan Bakar Minyak............................................................7

2.2.2 Minyak Jarak.........................................................................8

2.2.3 Minyak Sawit........................................................................8

2.2.4 Biodiesel...............................................................................9

2.2.5 Standar Mutu Biodiesel........................................................10

2.2.6 Karakteristik Biodiesel.........................................................11

2.2.7 Proses Pembuatan Biodiesel.................................................12

2.2.8 Motor Bakar..........................................................................15

2.2.9 Motor Diesel.........................................................................15

2.2.10 Proses Pembakaran Mesin Diesel.......................................16

2.2.11 Sistem Bahan Bakar............................................................18

2.2.12 Injektor dan Nosel...............................................................19

2.2.13 Daya listrik..........................................................................20

2.2.14 Konsumsi Bahan Bakar......................................................21

2.2.15 Besar Sudut Injeksi Bahan Bakar.......................................21

ii
BAB III PENUTUP..........................................................................23

3.1 Kesimpulan...................................................................................23

3.2 Saran.............................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia


yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis dalam
perekonomian nasional. Indonesia merupakan produsen terbesar kelapa sawit di
dunia dengan produksi minyak sawit kasar crude palm oil (CPO) pada tahun 2019
mencapai 42.869.429 ton (Dirjen Perkebunan, 2019). Produk olahan kelapa sawit
seperti CPO dan palm kernel oil (PKO) selanjutnya diproses menjadi minyak
goreng (olein) dan margarin (stearin) yang sering ditemukan dipasaran. Tingginya
produksi minyak kelapa sawit di Indonesia membuat minyak tersebut tidak
sepenuhnya bisa diproduksi di dalam negeri dalam bentuk produk pangan, maka
perlu ada alternatif produk olahan non pangan lainya untuk menyerap jumlah
produksi minyak kelapa seperti digunakan pada pembuatan biodiesel.
Pemilihan bahan baku pembuatan biodiesel harus memiliki beberapa
syarat berikut yaitu bersumber dari minyak dan lemak yang ketersediaanya sangat
tinggi, dengan jumlah yang sangat besar akan memudahkan dilakukan produksi
biodiesel secara lebih luas dan besar serta ketersediaan bahan baku yang
melimpah akan memudahkan produsen menjaga biodiesel di pasaran. Bahan
biodiesel memiliki harga yang rendah, minyak dan lemak yang memiliki harga
rendah sebaiknya digunakan menjadi bahan non pangan, dengan harga yang
rendah pada bahan baku tersebut diharapkan ketika di olah menjadi biodiesel
dapat menaikkan nilai jualnya. Bahan biodiesel memiliki mutu yang rendah,
minyak dan lemak yang sudah memiliki mutu rendah sangat berbahaya apabila
digunakan untuk pembuatan dan pengolahan bahan pangan, hal ini akan
berdampak buruk bagi kesehatan apabila dikonsumsi.
Biodiesel adalah monoalkil ester dari minyak nabati atau lemak hewan
(Budiman et al, 2014), saat ini biodiesel banyak dibuat dari bahan baku minyak
nabati seperti, minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak jarak, minyak biji
matahari, dan minyak jelantah. Biodiesel merupakan energi terbarukan yang akan
menjadi pengganti petrodiesel dikarenakan bahan bakunya yang terbatas, selain

1
itu biodiesel menghasilkan gas emisi efek rumah kaca jauh lebih rendah
dibandingkan petrodiesel dan sekaligus dapat diperbarui. Oleh karena itu dengan
jumlah bahan baku biodiesel yang melimpah perlu ditingkatkan produksi
biodiesel di Indonesia. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk pembuatan
biodiesel, mulai dari pembuatan biodiesel dari CPO, minyak kelapa, minyak jarak,
minyak kemiri, minyak jelantah dan minyak hewani lainya dengan penggunaan
pereaksi katalis yang beragam.
Penelitian tentang biodiesel telah dilakukan oleh Masduki, et al (2013)
membuat biodiesel dari palm fatty acid destilate (PFAD) menggunakan katalis
Ziolit-Zirkonia tersulfatasi dengan metode esterifikasi diperoleh hasil terbaik
rendemen 75,68% menggunakan suhu 65oC, rasio molar PFAD:Metanol 1:10,
dengan konsentrasi katalis 3%, reaksi selama 80 menit. PFAD merupakan hasil
samping dari CPO yang memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi,
PFAD hanya diperoleh dalam jumlah kecil yaitu 5-6% pada bahan baku CPO.
PFAD memiliki harga yang tinggi dikarenakan jumlah produksi yang sedikit,
maka perlu adanya bahan lain yang bisa digunakan untuk pembuatan biodiesel
seperti dari CPO off-grade dan minyak jelantah.
CPO off grade dapat terbentuk akibat proses panen lambat, panen
terlalu dini, buah busuk dan cacat, serta pengangkutan dari lahan ke pabrik yang
terlambat. Keuntungan penggunaan CPO off grade adalah dapat mengurangi biaya
produksi biodiesel karena 60% - 70% biaya produksi biodiesel berasal dari biaya
bahan baku walaupun memiliki kadar ALB tinggi (Helwani et al, 2009). Produksi
buah sawit di Indonesia sangat tinggi, akan tetapi masih banyak petani yang
belum bisa mengelola buah sawitnya dengan baik, sehingga banyak ditemukan
buah sawit yang memiliki kualitas rendah (CPO off grade). CPO off grade juga
sangat banyak ditemukan dipabrik kelapa sawit maupun pada petani pengumpul
kelapa sawit, selain itu pemanfaatan CPO off grade bertujuan mencegah bahan
terbuang percuma, sehingga perlu dimanfaatkan menjadi produk lain. Hasil
penelitian Yosepha, et al (2016) membuat biodiesel dari CPO off grade
menggunakan katalis Na2O/Fe3O4 pada tahap transesterifikasi. Dari percobaan
tersebut didapatkan hasil terbaik yaitu rendemen 79,52% mengunakan suhu 60 oC,
rasio molar minyak:metanol 1 : 8 dan konsentrasi katalis 2%. Hal ini

2
menunjukkan peluang pada industri biodiesel dari minyak sawit off grade, selain
biodiesel dari PFAD dan CPO off grade juga bisa dibuat dari minyak jelantah.
Minyak jelantah adalah minyak goreng yang telah digunakan berulang-
ulang sehingga terjadi perubahan warna menjadi coklat tua sampai hitam dan
terjadi reaksi oksidasi membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Hal
tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang mengkonsumsinya, yaitu
menyebabkan berbagai gejala keracunan. Sehingga perlu dilakukan proses
pengolahan minyak jelantah untuk dimanfaatkan salah satunya menjadi biodiesel.
Hasil penelitian Hidayati, et al (2017) membuat biodiesel dari minyak goreng
bekas menggunakan katalis kalsium oksida dengan metode transesterifikasi,
diperoleh hasil terbaik dengan rendemen 53% menggunakan suhu 60oC, rasio
molar minyak:metanol 1:15, katalis 3% dan waktu reaksi 2 jam. Hal ini
menunjukkan peluang industri biodiesel dari minyak jelantah.
Berbagai jenis minyak bekas penggorengan baik dari usaha rumah tangga
hingga industri makanan pangan dari hotel, rumah makan, dan restaurant
menghasilkan minyak bekas penggorengan dari berbagai jenis bahan yang di
goreng pula, tentu jika di analisis kimia pada minyak bekas penggorengan dari
bahan yang mengandung lemak, karbohidrat dan protein akan menghasilkan
analisis kimia dan fisika yang berbeda, untuk mendapatkan bahan pembuatan
minyak jelantah yang diketahui kandungan kimia dan fisikannya maka untuk
penelitian pendahuluan di lakukan rekayasa pada minyak bekas penggorengan
kacang tanah, ubi kayu dan ikan tongkol yang nantinya satu diantara minyak
tersebut akan digunakan untuk bahan minyak jelantah pembuatan biodiesel.
Proses pembuatan biodiesel dari tiga bahan baku seperti PFAD, CPO off
garde dan minyak jelantah menghasilkan biaya yang berbeda, namun saat ini
belum ada penelitian yang dilakukan untuk perhitungan penggunaan biaya
terhadap proses pembuatan biodiesel yang dapat menguntungkan serta layak
untuk dikembangkan, sedangkan untuk melanjutkan hasil penelitian biodiesel
ketingkat industri memerlukan hasil keputusan yang tepat, salah satunya dari
aspek ekonomi pada setiap proses yang dilalui. Secara sederhana untuk
mengambil keputusan yang tepat maka perlu diterapkan Sistem Pengambilan
Keputusan (SPK) pada proses pembuatan biodiesel yang dihasilkan. Metode yang

3
digunakan dalam pengambilan keputusan pada proses pembuatan biodiesel
menggunakan tiga jenis bahan baku adalah metode Multiple Attribute Decision
Making - Simple Additive Weighting (MADM SAW).

1.2 Tujuan

1. Melakukan rekayasa penyediaan minyak kelapa sawit dan memilih satu


diantaranya sebagai pembuatan biodiesel.
2. Pemilihan biodiesel terbaik dari hasil analisis kimia menggunakan standar SNI
biodiesel.
3. Mendapatkan bahan baku biodiesel terekonomis dari dari PFAD, CPO off grade
dan minyak jelantah.

1.3 Manfaat

1. Memberikan informasi tentang pembuatan biodiesel dari 3 jenis bahan yang


berbeda.
2. Memberikan informasi kepada pelaku industri untuk membangun industri
biodiesel secara komersial dengan jumlah yang besar.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Pustaka


Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang diperoleh dari minyak
tumbuh-tumbuhan dan lemak hewan yang melalui proses transesterifikasi dengan
alkohol. Biodiesel tergolong bahan bakar yang dapat diperbaharui karena bahan
bakunya berasal dari bahan alam yang dapat diperbaharui dengan cepat dan tidak
membutuhkan waktu yang sangat lama. Perkembangan biodiesel pada saat ini
umumnya terbuat dari minyak nabati. Tanaman jarak dan sawit merupakan salah
satu alternatif yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel (Dewi,
2014).
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun
yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah
minyak nabati. Minyak nabati tergolong ke dalam kelas besar senyawa-senyawa
organik yang sama, yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak
nabati adalah triester asam-asam lemak dengan gliserol, atau trigliserida,
sedangkan biodiesel adalah monoester asam-asam lemak dengan metanol.
Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala
komposisi dengan minyak solar (B0), dan mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip
dengan solar (B0) sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin
diesel yang ada hampir tanpa modifikasi (Prakoso, 2005).
Syakir (2010) melakukkan penelitian tentang pengembangan jarak pagar
(Jatropha curcas). Penelitian dilakukan di seluruh Indonesia melalui Lembaga
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Hasilnya menunjukkan
ketersediaan lahan untuk pengembangan jarak pagar di Indonesia sangat sesuai
yaitu mencapai 14,2 juta hektar. Untuk saat ini total produksi biji jarak di wilayah
Indonesia masih tergolong rendah dengan total produksi sebesar 7.852 ton pada
tahun 2007 meningkat menjadi 7.925 ton pada tahun 2008. Bahwa dapat
disimpulkan produksi jarak di wilayah Indonesia cukup potensial,karena kapasitas
produksinya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

5
Insani, dkk (2011) dalam penelitianya sifat fisik minyak sawit
mendapatkan kesimpulan bahwa minyak sawit memiliki warna kuning muda dan
mempunyai bau yang khas. Sifat fisik kimia yang terkandung dalam minyak sawit
yaitu warna, bau, kelarutan, bobot jenis, indeks bias, titik cair, bilangan iod dan
bilangan penyabunan. Komponen utama yang dimiliki minyak sawit yaitu 94%
trigliserida dan juga mengandung asam lemak 3-5%. Asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh yang terkandung dalam minyak sawit mempunyai presentase
yang hampir sama.
Leung, dkk (2009) melakukan penelitian tentang proses pembuatan
biodiesel dari minyak nabati(tumbuhan) yang biasa di sebut dengan ester. Ester
yang terdapat pada minyak nabati disebut trigliserida, yang dapat bereaksi dengan
alkohol yang sering digunakan sebagai katalis, atau yang sering dikenal dengan
proses transesterifikasi alkoholis, dengan menggunakan jenis alkohol berupa
metanol. Biodiesel hasil transesterifikasi tersebut dinamakan methyl ester karena
jenis alkohol yang digunakan adalah methanol. Jenis biodiesel methyl ester ini
yang digunakan sebagai bahan bakar minyak mesin diesel.
Kurdi (2006) melakukan pengujian uji kerja terhadap performa mesin
diesel dengan minyak jarak sebagai bahan bakar biodiesel. Pengujian pertama
dilakukan dengan melakukan pembuatan biodiesel dari minyak jarak. Rasio antara
minyak jarak dengan metanol sebesar 5:1. Biodiesel yang didapatkanya kemudian
di uji sifat fisiknya yang terkandung energi didalamnya, berupa viskositas dan
angka setana (cetana number). Hasil dari pengujiann sifat fisik terdapat nilai
kandungan energi sebesar 9,4% lebih kecil dibandingkan dengan minyak solar,
hasil dari pengujian biodiesel pada mesin diesel dengan putaran 3.500 rpm
terdapat penurunan daya sebesar 4,5% dengan bahan bakar B10. Penurunan
tersebut disebabkan karena nilai kandungan energi rendah pada biodiesel
dibandingkan dengan minyak solar murni. Tabel mengenai sifat fisika dan kimia
minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 2.1.

5
Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Jarak Pagar (Ketaren, 1986)
Karakteristik Nilai
Wujud Cairan
Warna Bening berwarna kuning dan tidak
menjadi keruh meski disimpan
dalam waktu yang lama
𝜌 = 78°𝐶 0,8783 kg/liter
𝜇 = 20 71 cp
Indeks Bias 1,477 – 1,478
Angka Iodium 102,8 – 103,1
Angka Penyabunan 176 – 181
% FFA (asam oleat) 5 – 80%
Bilangan Asam 0,4 - 4,0
Kelarutan dalam alkohol Jernih (tidak keruh)
(20𝐶)
Bilangan Asetil 145-154
Titik Nyala 320°𝐶
Tegangan Permukaan pada
20°𝐶

Fajar dkk(2009) melakukan kaji eksperimental pengaruh temperatur


biodiesel minyak sawit terhadap performa mesin diesel direct injection dengan
putaran konstan. Pengujian dilakukan dengan variasi temperatur biodiesel mulai
dari 33°C sampai 90°C dengan dimulai dari beban yang bervariasi dari tanpa
beban kemudian diberi beban 1000 watt, 2000 watt, 4000 watt, 5000 watt, dan
6000 watt. Pada mesin diesel dengan putaran konstan 1500 rpm. Hasil pengujian
tersebut diketahui bahwa konsumsi bahan bakar diesel akan menurun jika
temperatur biodiesel dan minyak solar dinaikkan. Maka konsumsi bahan bakar
perlahan akan meningkat. Diketahui pemanasan temperatur biodiesel yang terbaik
terjadi pada temperatur 70°C, dimana pada temperatur ini terjadi penurunan
konsumsi bahan bakar (SFC) sebesar 8% serta peningkatan efisiensi termal
sebesar 25,3%.
Kurniawan (2017) melakukan analisa mengenai pengujian biodiesel
minyak jarak-sawit. Tahap pengujian tersebut dimulai dengan menguji sifat fisik
biodiesel, analisis data dan kesimpulan. Hasil penelitian diperoleh bahwa bahan
bakar biodiesel B5 dan B10 memiliki daya yang lebih rendah dari bahan bakar
diesel. Biodiesel yang memiliki kekuatan tertinggi BJBS 55 B5 dengan daya

6
1,672 kW atau 2,90% terhadap beban maksimum. Pada konsumsi bahan bakar
spesifik B5 dan B10 lebih rendah dari bahan bakar diesel atau lebih efisien dalam
konsumsi bahan bakar. Hasil pengujian karakteristik injeksi menunjukan bahwa
biodiesel B5 dan B10 memiliki panjang semprotan dan sudut lebih kecil dari pada
bahan bakar mesin diesel. Ditemukan semprotan terpanjang dan sudut semprotan
terkecil di BJBS 91 B10 dengan selisih perbedaan 116,4 mm lebih lama dari
semprotan bahan bakar diesel dan perbedaan sudutnya 21,5° di bawah bahan
bakar diesel dalam 0,01 detik.
Berdasarkan pada tinjauan pustaka tersebut dapat disimpulkan bahwa
pemanfaatan campuran minyak jarak-sawit sangat berpotensi untuk dijadikan
bahan baku biodiesel, karena sifatnya yang dapat diperbaharui dan ketersediaanya
yang melimpah di Indonesia. Dengan melalui proses transesterifikasi minyak
jarak dan minyak sawit diharapkan dapat memperbaiki sifat kimia dan
karakteristiknya.
Pada penelitian ini menggunakan campuran biodiesel jarak-sawit yang
akan dicampur dengan, yang kemudian akan diuji pada mesin Jiang Dong tipe
R180N.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Bahan Bakar Minyak
Bahan bakar mineral atau bahan bakar fosil adalah sumber daya alam yang
terdiri dari minyak bumi, batu bara, dan gas alam yang mengandung hidrokarbon.
Bahan bakar fosil hasilkan bahan bakar dari fosil membutuhkan waktu yang
sangat lama (Sari dan Parmono, 2012). Ada tiga jenis bahan bakar yang umum
digunakan, yaitu bahan bakar padat, bahan bakar minyak dan bahan bakar gas.
Bahan bakar minyak adalah bahan bakar yang berbentuk cair dan merupakan
bahan bakar yang paling banyak digunakan untuk kendaraan bermotor (Setiadi
dkk, 2014). Salah satu ernergi terbarukan adalah bahan bakar bio cair, yang
termasuk dalam bio cair yaitu bioalkohol, seperti metanol, etanol dan biodiesel.
Biodiesel merupakan sejenis bahan bakar yang termasuk kedalam
kelompok bahan bakar nabati. Bahan bakunya dapat berasal dari berbagai sumber
daya nabati, yakni kelompok minyak dan lemak. Biodiesel memiliki keunggulan

7
dibandingkan dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi yaitu bahan bakar
biodiesel dapat diperbaharui dan juga dapat memperkuat perekonomian negara
serta menciptakan lapangan kerja. Biodiesel merupakan bahan bakar yang ideal
untuk industri transportasi karena dapat digunakan pada berbagai mesin
diesel,termasuk mesin-mesin pertanian (Risnoyatiningsih, 2010).
2.2.2 Minyak Jarak
Tanaman jarak yang memilki nama latin Jatropha Curcas ini merupakan
kelompok Euphorbiaceae atau yang lebih dikenal dengan tamanan semak yang
dapat tumbuh dengan cepat hingga mencapai ketinggian 3-5 meter. Dalam buah
jarak pagar terdapat tiga ruang dan masing-masing ruang terdapat 1 biji (Hambali
dkk, 2008).Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang memiliki kandungan
minyak sekitar 30 – 50%. Minyak Jarak pagar adalah salah satu minyak nabati
yang potensial. Minyak jarak pagar bersifat non-edible sehingga penggunaanya
sebagai bahan bakar tidak bersaing dengan minyak pangan. Minyak nabati
memiliki nilai kalor yang hampir sama dengan bahan bakar konvensional, akan
tetapi tidak dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar karena memiliki
viskositas jauh lebih besar dari minyak diesel. Kendala tersebut dapat
menghambat proses injeksi dan mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna.
Cara yang paling banyak digunakan untuk menurunkan viskositas minyak jarak
pagar dan meningkatkan daya pembakarannya sehingga sesuai standar minyak
diesel jika digunakan untuk kendaraan bermotor dengan melakukan
transesterifikasi. Proses transesterifikasi adalah proses pemberian alkohol pada
minyak jarak supaya trigliserida berubah menjadi metal ester (biodiesel) dan
gliserol.
2.2.3 Minyak Sawit
Kelapa sawit (elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma (Sari dan
Pramono, 2012). Secara umum buah kepala sawit memiliki dua bangian yaitu
serabut buah dan inti (kernel). Serabut buah terdiri dari kulit buah atau lapisan
luar (pericarp), lapisan sebelah dalam (mesocarp atau pulp), dan lapisan yang
paling dalam (endocarp). Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa),
endosperm, dan embrio. Minyak kelapa sawit didapatkan dari pengolahan buah

8
kelapa sawit. Kandungan minyak terbanyak terdapat pada mesocarpdengan 56%
kadar minyak, sedangkan pada inti (kernel) mengandung kadar minyak sebesar
44% dan pada endocarptidak terdapat kandungan minyak. Sebagian besar minyak
sawit digunakan sebagai bahan baku untuk dibuat minyak goreng. Selain itu
minyak sawit juga dapat dimanfaatkan untuk membuat bahan baku biodiesel.

2.2.4 Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar diesel alternatif yang terbuat dari sumber
daya hayati terbarukan seperti minyak nabati atau lemak hewani (Ma dan Hanna,
2001). Minyak nabati memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar yang
terbarukan, sekaligus sebagai alternatif bahan bakar minyak yang berbasis
petroleum (petrodiesel). Karakteristik minyak nabati tidak memungkinkan
penggunaannya secara langsung sebagai bahan bakar. Berbagai produk turunan
minyak nabati telah banyak diteliti untuk memperbaiki sifat minyak nabati,
termasuk diantaranya ester alkohol dari minyak nabati (Korus, 2000).
Apabila alkohol direaksikan dengan metanol, maka akan didapat metal
ester, sedangkan jika direaksikan dengan etanol akan didapat etil ester. Metanol
lebih banyak digunakan sebagai sumber alcohol karena rantainya lebih pendek,
lebih polar dan harganya lebih murah dari alcohol lainya (Ma dan hanna, 2001).
Gambar 2.1 menunjukkan reaksi pembentukan metal ester.
CH2OCOR1 CH2OH R1COOCH3
| |
CHOCOR2 + 3 CH3OH CHOH + R2COOCH3
| |
CH2OCOR3 CH2OH R3COOCH3

Trigliserida metanol gliserol metil


ester Gambar 2.1 Reaksi Pembentukan Metil
Ester
( Leung dkk., 2009 )

9
Dimana R1, R2, R3 adalah rantaipanjang hidrokarbon atau biasa disebut
rantai asam lemak. Minyak nabati dan hewani memiliki lima jenis rantai utama
yaitu palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan linolenat. 1 mol ester akan terbebas
pada setiap langkah ketika trigliserida diubah secara bertahap untuk menjadi
digliserida, monogliserida, dan pada akhirnya menjadi gliserol (Leung dkk.,2009).

2.2.5 Standar Mutu Biodiesel


Standar mutu biodiesel di Indonesia berdasarkan standar SNI Biodiesel
yang dikeluarkan oleh BSN dengan nomer SNI 7128:2015 Standar SNI Biodiesel
dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 standar SNI biodiesel (SNI 7882, 2015)
No Parameter Uji Satuan, min/maks Persyaratan
1 Massa jenis pada 40℃ Kg/m3 850 - 890
2 Viskositas kinematik pada 40℃ mm2/s (cSt) 2,3 - 6,0
3 Angka setana Min 51
4 Titik nyala ℃, min 100
5 Titik Kabut ℃, maks 18
6 Korosi lempeng tembaga (3 jam Nomor 1
pada 50℃)
7 Residu karbon %- massa, maks 0,05
- Dalam percontoh asli, atau 0,3
- Dalam 10% amplas distilasi
8 Air dan sedimen %- massa, maks 0,05
9 Temperatur distilasi 90% ℃, maks 360
10 Asbu tersulfatkan %- massa, maks 0,02
11 Belerang mg/kg, maks 50
12 Fosfor mg/kg, maks 4
13 Angka asam mg-KOH/g, maks 0,5
14 Gliserol bebas %- massa, maks 0,02
15 Gliserol total %- massa, maks 0,24
16 Kadar ester metil %- massa, min 96,5
17 Angka iodium %-massa (g- 115
I2/100g), maks
18 Kestabilan oksida Menit 480
- Periose induksi metode 36
rancimat
- Periose induksi metode
petro oksi
19 Monoglisenda %- massa, maks 0,8

10
2.2.6 Karakteristik Biodiesel
Bahan bakar motor diesel memiliki bebrapa sifat karakteristik yang dapat
mempengaruhi unjuk kerja. Berikut beberapa sifat karakteristik bahan bakar
diesel.

2.2.6.1 Viskositas
Viskositas merupakan suatu nilai yang menyatakan besarnya hambatan
aliran suatu zat cair. Viskositas disebabkan oleh adanya gaya kohesi atau gaya
tarik menarik antara molekul sejenis. Semakin tinggi viskositas maka semakin
kental zat cair tersebut sehingga semakin sukar untuk mengalir (Wardan dan
Zainal, 2003). Salah satu parameter penting dalam menentukan bahan baku mutu
biodiesel adalah viskositas kinematis. Pada dasarnya, bahan bakar harus memiliki
viskositas yang relatif rendah agar mudah mengalir dan teratomisasi. Jika nilai
viskositas terlalu tinggi maka akan menyebabkan gesekan di dalam pipa semakin
besar, kerja pompa semakin berat, penyaringannya sulit dan kemungkinan besar
kotoran ikut mengendap, serta susah mengabutkan bahan bakar (Dyah, 2011).
2.2.6.2 Massa Jenis (Densitas)
Menurut Sinarep dan Mirmanto (2010) massa jenis suatu zat atau yang
sering disebut densitas merupakan kuantitas konsentrasi dari suatu zat yang
dinyatakan dalam massa persatuan volume. Temperatur dapat mempengarui nilai
fisik densitas dari suatu zat. Semakin tinggi temperatur suatu zat maka kerapatan
zat tersebut akan semakin rendah, hal ini dikarenakan molekul – molekul yang
saling mengikat pada suatu zat akan terlepas. Kenaikan temperature suatu zat
menyebabkan volume zat tersebut menjadi meningkat, sehingga hubungan
densitas dengan volume suatu zat akan berbanding terbalik.
2.2.6.3 Titik Nyala (Flash Point)
Menurut Sudik (2013) titik nyala (Flash Point) adalah temperatur terendah
di mana bahan bakar dapat menyala ketika bereaksi dengan udara. Apabila nyala
terjadi secara terus menerus maka suhu tersebut dinamakan titik bakar (Fire
point). Semakin tinggi titik nyala dari suatu bahan bakar maka semakin aman
penanganan dan penyimpannanya (Widyastuti,2007).

11
2.2.6.4 Nilai Kalor
Menurut Tazi dan Sulistiana (2011) nilai kalor atau hating value adalah
energi kalor yang dilepaskan pada proses pembakaran persatuan volume atau
persatuan masaa. Nilai kalor bahan bakar ditentukan dengan jumlah konsumsi
bahan bakar tiap satuan waktunya.Semakin tinggi nilai kalor bahan bakar
menunjukan bahwa bahan bakar tersebut semakin sedikit pemakian bahan bakar.
Nilai kalor bahan bakar ditentukan oleh hasil dari pengukuran menggunakan
kalorimeter dengan cara membakar bahan bakar dan udara pada temperatur
normal, sementara itu dilakukan pengukuran jumlah kalor yang terjadi sampai
temperatur normal.
2.2.7 Proses Pembuatan Biodiesel
Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan beberapa proses seperti
pirolisis, emulsifikasi, esterifikasi, dan transesterifikasi.

2.2.7.1 Pirolisis

Pirolisis merupakan reaksi dekomposisi termal yang berlangsung tanpa


adanya oksigen. Pirolisis minyak nabati biasanya menggunakan katalis garam
logam. Pirolisis ini disebabkan dapat menghasilkan biodiesel dengan Cetane
number yang tinggi, namun dengan standar bahan baku mutu biodiesel yang
semakin ketat, viskositas biodiesel yang dihasilkan dengan pirolisis dilaporkan
sangat tinggi (Mittelbach, 2004) dan karateristik titik tuang yang rendah. Menurut
standar bahan bakar modern, viskositas bahan bakar tersebut terlalu tinggi. Abu
dan residu karbonnya jauh melebihi nilai diesel fosil.

2.2.7.2 Mikroemulsifikasi

Mikroemulsifikasi merupakan pembentukan dispersi stabil secara


termodinamis dari 2 cairan yang biasanya tidak mudah larut. Proses ini
berlangsung dengan satu atau lebih banyak surfaktan. Penurunan diameter dalam
mikroemulsifikasi berkisar 100-1000 Å. Berbagai penelitian dilakukan untuk
mengkaji proses mikroemulsifikasi minyak nabati dengan menggunakan pelarut
metanol, etanol, atau 1-butanol. Bahan bakar dari proses ini memproduksi tingkat
pembakaran yang tidak sempurna, membentuk deposit karbon, dan meningkatkan
kekentalan minyak pelumas. Lebih lanjut, mikroemulsifikasi menampilkan nilai
pemanasan volumetrik yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar diesel
hidrokarbon akibat kandungan alkoholnya yang tinggi, dan juga kurang cukup

12
dalam hal jumlah dan perilaku pada suhu dingin.

2.2.7.3 Esterifikasi

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang
cocok adalah zat berkarakter asam kuat. Asam sulfat, asam sulfonat organik atau
resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih
dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Esterifikasi biasa dilakukan untuk
membuat metil ester dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi
(berangkaasam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan
dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap
transesterfikasi. Proses esterifikasi dilanjutkan dengan transesterifikasi terhadap
produk pertama dengan menggunakan katalis alkali. Proses esterifikasi tersebut
dilakukan pada suhu 55oC proses ini akan dihasilkan metil ester dan gliserol.
Setelah dipisahkan dari gliserol, selanjutnya dimurnikan (purifikasi), yakni dicuci
dengan air hangat dan dikeringkan untuk menguapkan kandungan air yang ada.
Metil ester yang telah dimurnikan ini selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel

2.2.7.4 Transesterifikasi

Proses pembuatan biodiesel melalui reaksi yang dinamakan transesterifikasi,


transesterifikasi adalah proses dimana reaksi antara lemak atau minyak nabati
dengan alkohol yang menghasilkan ester dan gliserol sebagai produk
sampinganya. Syarat suatu minyak untuk dapat dilakukan proses transesterifikasi
secara langsung yang terdapat memiliki kadar asam lemak bebas kurang dari 2,5%
(Leung,2009). Proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut
ini.

13
Mulai

Minyak Nabati
Minyak Jarak
Minyak Sawit

Transesterifikasi
Minyak nabati direaksikan dengan metanol (15% dari jumlah volume
minyak) + KOH (1% dari jumlah volume minyak). Dipanaskan dan diaduk
pada temperature 60°C selama 60 menit.

Proses Settling
Pengendapan dan pemisahahn antara biodiesel dan gliserol
dilakukan dengan cara di diamkan kurang lebih 8jam.

Proses Washing
Pencucian menggunakan air dalam dengan temperature diatas
titik didih metanol (>65°C)

Proses Drying
Pengeringan kandungan air pada minyak dilakukan dengan
memanaskan minyak pada temperatur 100°C selama 10 menit.

Biodiesel

Selesai
Gambar 2.2 Proses Pembuatan Biodiesel
Minyak jarak memiliki kadar asam lemak bebas jauh lebih banyak sebesar
0.70%, dibandingkan dengan minyak sawit yang memiliki kadar asam lemak
bebas lebih sedikit 0.06%. Sehingga kedua minyak tersebut telah memenuhi
syarat proses transesterifikasi secara langsung tanpa melalaui proses esterifikasi
(Uji LPPT UGM).

14
2.2.8 Motor Bakar
Menurut Wardono (2004), motor bakar atau motor pembakar adalah alat
yang berfungsi untuk mengkonversikan energi termal dari pembakaran bahan
bakar menjadi energi mekanis, dimana proses pembakaranya berlangsung di
dalam silinder mesin itu sendiri sehingga gas pembakaran bahan bakar yang
terjadi langsung digunakan sebagai fluida kerja untuk melakukan kerja mekanis.
2.2.9 Motor Diesel
Menurut Ulungen (1989) di dalam Sari (2012) motor diesel adalah mesin
dengan proses pengapian kompresi (compression ignition engine) dimana proses
pembakaranyaa dengan menaikkan temperatur akhir kompresi atas temperatur
pembakaran dari bahan bakar sehingga bahan bakar bisa menyala dengan spontan
tanpa ada sumber pengapian dari luar. Mesin yang dibuat dari prinsip inilah yang
disebut mesin dengan pengapian kompresi yang secara ideal dinamakan siklus
diesel. Perbandingan kompresi menurut Pudjanarsa dan Nursuhud (2008) adalah
12 : 1-4 temperatur udaranya dapat mencapai 450°C - 550°C dan tekananya 30 –
40 kgf/cm2. Bahan bakar di injeksi dengan tekanan tinggi(110-200 kgf/cm²)
dengan menggunakan pompa bahan bakar.
Siklus dari suatu mesin diesel terdiri dari 4 (empat) proses tahapan yaitu:
pengisian, kompresi, usaha dan pembuangan. Gambar siklus mesin diesel dapat
dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Siklus Mesin Diesel


(J Trommel , 1991)

15
(a) Langkah proses dari siklus :
I : Langkah hisap,tekanan (p) konstan (isobarik)
II : Langkah kompresi, tekanan (p) bertambah
(adiabatik) III : Langkah usaha (adiabatik)
IV : Langkah buang, tekanan (p) konstan (isobarik)

Awal proses ini diawali dengan adanya udara yang masuk ruang (silinder)
kemudian udara dikompresi hingga mencapai temperatur dan tekanan yang tinggi.
Udara dengan temperatur dan tekanan tersebut yang akan digunakan untuk
membakar bahan bakar yang telah disemprotkan ke dalam ruang bakar.
Terjadinya proses terbakarnya bahan bakar tersebut akan mengakibatkan ledakan,
sehingga terjadi peningkatan tekanan dan kemudian akan mendorong torak
menuju titik mati bawah (TMB) atau yang biasa disebut ekspansi adiabatik. Sisa
gas dari hasil pembakaran ini kemudian akan dibuang melalui katup atau yang
dinamakan exhaust. Proses pembakaran yang terjadi pada siklus tersebut akan
berlangsung terus-menerus selama mesin masih hidup.

2.2.10 Proses Pembakaran Mesin Diesel


Menurut Nuruzzman (2003) proses pembakaran adalah proses dimana
pengubahan tenaga kimia bahan bakar menjadi tenaga mekanik di suatu mesin.
Didalam proses pembakaran dialam silinder terjadi pembakaran antara bahan
bakar dan oksigen yang berasal dari udara. Proses Pembakaran tersebut
menghasilkan gas yang mampu menggerakan torak yang dihubungkan langsung
dengan poros engkol oleh batang penggerak.
Beberapa faktor yang menentukan kualitas pembakaran antara lain kadar
oksigen, tekanan udara yang dikompresi, suhu atau panas udara yang dikompresi,
timing pembakaran, tekanan pengkabutan bahan bakar pada injektor, kualitas
bahan bakar, volume atau bahan bakar yang diinjeksikan (Samlawi, 2018).
Proses pembakaran pada motor diesel berlangsung dalam empat periode
sebagai berikut :

16
Gambar2.4 Diagram Proses Pembakaran Motor
Diesel (Samlawi,2018)

1. Periode pertama : Bahan bakar mulai disemprotkan pada titik 1 sampai


2. Periode ini disebut persiapan pembakaran delay period atau periode
kelambatan. Terjadi beberapa faktor pada periode keterlambataan
penyalaan ini antara lain pada mutu penyalaan bahan bakar dan
beberapa kondisi misalnya, kecepatan mesin dan perbandingan
kompresi.
2. Periode kedua : Antara 2 dan 3, pada titik ke 2 bahan bakar mulai
terbakar dengan cepat pula dan sementara piston juga bergerak menuju
TMA. Selain itu bahan bakar yang terbakar juga makin banyak,
walaupun piston bergerak menuju TMB tapi tekanan masih naik
sampai titik 3.Periode tersebut dinamakan periode cepat.
3. Periode ketiga : Antara 3 dan 4 periode ini dinamakan periode
pembakaran terkendali, pada periode ini meskipun bahan bakar lebih
cepat terbakar, namun jumlah bahan bakar sudah tidak banyak lagi dan
proses pembakaranya langsung pada volume ruang bakar bertambah
besar.
4. Periode keempat : yaitu periode dimana pembakaranya masih
berlangsung,karena terdapat sisa bahan bakar yang belum terbakar dari
periode sebelumnya walupun sudah tidak ada pemasukan bahan bakar.
Proses pembakaran empat periode ini sangat berhubungan dengan tingkat
efektifitas dari suatu kerja mesin. Efektifitas dari suatu mesin dapat dipengaruhi

17
oleh beberapa hal, salah satunya yaitu sifat karakteristik dari bahan bakar yang
digunakan.
Mengetahui karakteristik dari suatu bahan bakar juga sangat penting, karena
berhubungan dengan kualitas penyalaan (ignation quality). Kualitas penyalaan
sangat berkaitan dengan apa yang disebut ignition delay. Kualitas penyalaan ini
sangat berkaitan dengan apa yang dinamakan ignition delay. Semakin pendek
ignition delay maka semakin baik juga kualitas penyalaanya.
2.2.11 Sistem Bahan Bakar
Sistem bahan bakar (fuel system) pada motor diesel mempunyai peran
yang sangat penting dalam mensuplai sejumlah bahan bakar yang dibutuhkan
sesuai dengan kapasitas mesin, putaran motor serta pembebanan motor (Fathoni,
2019). Dengan ini fuel system juga mempengaruhi performa unjuk kerja pada
motor diesel.
Sistem bahan bakar terdiri dari tangki bahan bakar, saringan bahan bakar,
pompa injeksi, saluran injeksi bahan bakar, dan injektor.Pengaliran bahan bakar
dari tangki bahan bakar dari tangki ke pompa injeksi tidak menggunakan pompa
pengalir karena tangki bahan bakar terletak diatas pompa injeksi. Sistem
penyaluran bahan bakar seperti itu disebut dengan gravity feed fuel system.
Prosesaliran bahan bakar dimulai saat bahan bakar dari tangki mengalir ke pompa
injeksi melalui saringan. Setelah itu bahan bakar disemprotkan oleh pompa injeksi
menuju injektor melalui saluran injeksi. Karena tekanan tinggi dalam pipa, bahan
bakar yang diinjeksikan ke dalam silinder oleh injektor dan sebagian bahan bakar
yang tidak terinjeksi akan kembali ke tangki melalui saluran balik.

Gambar 2.5 Skema aliran bahan bakar motor diesel (Dikmenjur, 2004)

18
Menurut Rabiman dan Arifin (2011), cara kerja dari sistem bahan bakar
pada suatu motor diesel adalah ketika keran bahan bakar di putar ke arah posisi
terbuka maka bahan bakar akan mengalir ke pompa injeksi yang sebelumnya telah
melewati saringan bahan bakar (fuel filter). Pada saat mesin sudah mulai
beroperasi, maka pompa injeksi akan bekerja dengan cara memompakan bahan
bakar menuju injektor melalui pipa tekanan tinggi. Tekanan yang berasal dari
bahan bakar yang tinggi akan mengakibatkan pegas pada penahan katup nosel di
dalam injektor terdesak naik sehingga nosel terbuka kemudian bahan bakar akan
diinjeksikan ke dalam ruang bakar sudah dalam bentuk kabut. Setelah proses
injeksi bahan bakar selesai, katup nosel yang terbuka akan menutup kembali
karena terdorong oleh tekanan pegas pengembali.

2.2.12 Injektor dan Nosel


Menurut Rinaldi (2013) injektor pada motor diesel berfungsi untuk
penghantar bahan bakar dari pompa injektor menuju ke dalam silinder pada setiap
langkah kompresi dimana saat itu piston sudah mendekati titik mati atas (TMA).
Injektor yang sudah dirancang ini berfungsi sebagai perubah tekanan bahan bakar
dari pompa injektor yang telah bertekanan tinggi untuk mengubah bahan bakar
menjadi bentuk kabut yang bertekanan antara 60 – 200 kg/cm2. Nosel merupakan
salah satu bagian dari dari suatu injektor yang berfungsi untuk menyemprotkan
bahan bakar ke dalam ruang bakar.

Gambar 2.6 Konstruksi injektor (Dikmenjur, 2004)

19
Nosel merupakan komponen yang terdapat pada ujung injektor. Nosel
berfungsi sebagai katup pembentuk kabutan bahan bakar. Nosel terpasang pada
bodi injektor menggunakan mur pengikat.Besarnya tekanan pengabutan pada
nosel dapat diatur melalui tegangan pegas yang menekan jarum nosel. Bila
tekanan yang diinginkan lebih tinggi, maka dapat dilakukan dengan menambah
plat pengatur pegas nosel dan sebaliknya.
Konsep kerja injektor adalah ketika bahan bakar yang ditekan oleh
pompa injeksi masuk ke dalam injektor melalui saluran tekanan tinggi.
Tekanan bahan bakar yang tinggi akan mendorong jarum pengabut melawan
arah tegangan pegas, sehingga jarum pengabut terangkat membuka lubang
injektor dan bahan bakar masuk kedalam silinder. Pada saat proses
penginjeksian tersebut, sebagian bahan bakar yang tidak ikut terinjeksikan akan
disalurkan kembali ke tangki bahan bakar melalui saluran balik.

2.2.13 Daya listrik


Daya listrik merupakan besarnya suatu usaha yang dilakukan oleh sumber
tegangan dalam setiap detik (Tipler,2010). Jika dalam waktu t detik sumber
tegangan telah melakukan usaha sebesar W, maka daya tersebut dirumuskan
sebagai berikut
............................................
P =𝑊 (2.2)
𝑡

Dimana, P : Daya (Joule/detik) atau Watt


W: Usaha (Joule)
t : Waktu (detik)
1 joule/detik = 1 watt atau 1 J/s = 1 W
Karena W = Vlt, maka pada persamaan menjadi:
P = 𝑉𝐼𝑡 atau P = V x I.....................(2.3)
𝑡

Dimana, P : Daya (watt)


V : tegangan/beda potensial
(volt) I : Arus (ampere)

20
2.2.14 Konsumsi Bahan Bakar
Dalam pengujian uji performa kinerja mesin diesel, besarnya daya suatu
mesin diesel merupakan hasil dari pembakaran campuran bahan bakar dan udara
dalam ruang silinder. Konsumsi bahan bakar spesifik atau specific fuel
consumption (sfc) merupakan perolehan besaran ruang dengan banyaknya bahan
bakar yang dikunsumsi oleh mesin diesel dibandingkan dengan daya pembeban
yang dihasilkan dalam tiap waktunya.
Untuk menghitung konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) menggunakan
rumus sebagai berikut.
SFC = 𝑀𝑓 ……………………………….(2.4)
P

Dimana dari persamaan (1) dapat dicari Mf dengan persamaan berikut.


𝑉 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 𝑥 𝜌 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 3600.................
Mf = 𝑡 𝑥 1000 (2.5)

Keterangan:
Sfc :Konsumsi bahan bakar spesifik
(kg/kWatt.jam) V bahan bakar : Volume bahan bakar (ml)
t : Waktu konsumsi bahan bakar/10 ml (detik)
P : Daya (kW)
𝜌bahan bakar : Spesific grafity (kg/l)
Mf : Massa bahan bakar (kg/jam)

2.2.15 Besar Sudut Injeksi Bahan Bakar


Sudut penyebaran yang dihasilkan saat proses injeksi atau semprotan
bahan bakar dipengaruhi oleh nilai viskositas yang terkandung dalam bahan bakar.
Bahan bakar yang memiliki kandungan jumlah viskositas yang tinggi maka akan
menghasilkan semprotan yang bersudut kecil, begitu sebaliknya.

1⁄
𝜃 = 0,05 𝑥 (∆𝑃 𝑥 (𝑑𝑜) 4
…………………..(2.6)
𝜌𝑓 𝑥 (𝑉𝑓) )

21
Keterangan:
𝜃 : Sudut semprotan (°)
∆𝑃 : Tekanan injeksi (Pa)
do : Diameter lubang nosel (mm)
𝜌f : Densitas bahan bakar (kg/m3)
Vf : Viskositas kinematik bahan bakar (m2/s)

22
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

a. Diera globalisasi ini bumi semakin menipis dan kami mencari salah satu cara
untuk mengembangkan Biodiesel yang dapat dijadikan bahan alternative bahan
bakar pengganti bahan bakar fosil solar.

b. Penggunaan biodiesel memberi keuntungan bagi kelestarian sumber daya alam


yang tidak dapat diperbaharui dikonversi menjadi sumber daya alam yang berasal
dari produk biotic yang dapat diperbaharui. Salah satu nya Minyak Kelapa Sawit.
Efektivitas pembakaran dengan emisi yang aman menambah keunggulan bagi
Biodiesel

3.2 Saran

a. Sosialisasi tentang bahan bakar alternative ini perlu dikembangkan dalam


rangka mempercepat kemajuan teknologi secara merata sekaligus mempercepat
penggunaan bahan bakar secara eficien.

b. Di bidang pendidikan hendaknya disalurkan dalam bentuk praktek sederhana


pembuatan biodiesel di sekolah karena biodiesel bisa dibuat dalam skala kecil dan
menengah.
c. Hendaknya perlu Dikembangkan lagi hingga menghasilkan daur ulang dengan
cara tidak selalu menggunakan kelapa sawit matang yang baru dipanin, namun
dengan cara Penyulingan Pemanasan Minyak jelantah Bekas kita dapat mengamati
atau Bahkan mendaur ulang hingga Buah sawit menjadi efisiensi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Budiman , A., Kusumaningtyas , R. D., & Pradana, Y. S. (2018). Biodiesel : Bahan


Baku Proses. Yogyakarta: UGM PRESS.

Budiman A., Kusumaningtyas, R.D., Pradana, Y.S & Lestari, N.A. 2014. Biodiesel,
Bahan Baku, Proses, dan Teknologi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press dan Anggota IKAPI.

Dewi D, C., (2015). Produksi Biodiesel Dari Minyak Jarak (Ricinus Communis)
Dengan Microwave. Fakultas Teknik Universitas Negri Semarang.

Hambali E., 2007. Teknologi Bioenergi, Agro Media Pustaka. Jakarta.

Haryanto S., Silviana U., Triyono S. dan Sigit P., (2015). Produksi Biodiesel dari
Transesterifikasi Minyak Jelantah dengan Bantuan Gelombang Mikro:
Pengaruh Intensitas Daya dan Waktu Reaksi Terhadap Randemen dan
Karakteristik Biodiesel., Jurnal Agritech, Vol. 35, No.2, halm. 235, Bandar
Lampung.

Hikmah M. N, dan Zuliyana., 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) Dari


Minyak Dedak dan Metanol Dengan Proses. Semarang; Universitas
Diponegoro.

Hoekman, S. K., Broch, A., Robbins , C., Ceniceros, E., & Natarajan, M. (2012).
Review of Biodiesel Composition, Properties, and Spesifications.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, Vol.16, pp. 143-169.

Insani, D.D., Sugiyono. & Wulandari, N. 2011. Karakteristik Minyak Sawit Kasar
dengan Atribut Mutu. Bogor. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol.
XXII, No. 2.

Khaidir., Nasruddin., Syahputra., Dani., 2015. Pengolahan Ampas Kelapa Dalam


Menjadi Biodiesel pada Beberapa Variasi Konsentrasi Katalis Kalium
Hidroksida (KOH), Jurnal Samudra Vol.9, Fakultas Pertanian, Universitas
Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh.

Kholidah, N. (2014). Pengaruh Perbandingan Campuran Bioetanol dan Gasoline


Terhadap Karakteristik Gasohol dan Kinerja Mesin Kendaraan Bermotor.
Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang: Doctoral dissertation.

Kinast, J.A., K.S. Tyson, 2003. Production of Biodiesel from Multiple Feedstocks
and Properties of Biodiesel and Biodiesel/Diesel Blends. NREL US
Departement of Energy Laborattory.

Kristanto P., 2002. Penggunaan Minyak Nabati Sebagai Bahan Bakar Alternatif
Pada Motor Diesel Sistim Injeksi Langsung. Jurnal Teknik Mesin, Vol.4,
24
No.2, halm 99-103.

Kurniasih, E. 2013. Produksi Biodiesel Dari Crude Palm Oil Melalui Reaksi Dua
Tahap. Laporan Hasil Penelitian. Program Studi Teknik Kimia. Politeknik
Negeri Lhokseumawe, Aceh.

Leksono, B., R.L. Hendrati, Mahudi, E. Windyarini dan T.M. Hasnah. 2012.
Pemuliaan Nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.) untuk Bahan Baku
Biofuel: Keragaman Produktivitas Biodiesel dan Kandungan Resin
Kumarin Dari Populasi Nyamplung Di Indonesia. Insentif Peningkatan
Kemampuan Peneliti dan Perekayasa. Kerja sama Badan Penelitian Dan
Pengembangan, Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Riset Dan
Teknologi. Jakarta.

Mittelbach, M. and C. Remschmidt, 2004, Biodiesel The Comprehensive


Handbook, Martin Mittelbach Publisher, Graz.

Soerawidjaja, Tatang H., 2006, Membangun Industri Biodiesel di Indonesia

25

Anda mungkin juga menyukai