Oleh:
Mengetahui / Menyetujui
ii
ABSTRAK
Penentuan kadar asam lemak bebas merupakan salah satu parameter pengujian
mutu dari CPO (Crude Palm Oil). Sehingga telah dilaksanakan penentuan kadar
asam lemak bebas dari CPO di laboratorium Politeknik Teknologi Kimia Industri
Medan dan hasilnya dibandingkan dengan kadar asam lemak bebas menurut
Standar Mutu Crude Palm Oil (CPO) yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional
Indonesia (SNI). Metode yang digunakan dalam menentukan kadar asam lemak
bebas dari CPO ini adalah metode titrasi volumetri yaitu dengan menggunakan
larutan NaOH 0,25 N sebagai pentiter, phenolphthalein sebagai indikator dan
alkohol netral panas sebagai pelarutnya. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar
asam lemak bebas pada Crude Palm Oil (CPO) adalah sebesar 3,57%, sehingga
telah memenuhi norma Standar Nasional Indonesia (SNI) yang digunakan oleh
Pabrik Mini Kelapa Sawit PTKI Medan.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang
berjudul “PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (FREE FATTY
ACID) PADA CPO (CRUDE PALM OIL) DI PABRIK MINI KELAPA SAWIT
POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI MEDAN” tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk mempelajari cara
pembuatan karya akhir pada Politeknik Teknologi Kimia Industri dan untuk
memperoleh gelar D3 pada program studi Agribisnis Kelapa Sawit.
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga
proposal ini dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih memiliki kekurangan dan
keterbatasan, namun demikian penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semogra proposal ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
bagi pembaca.
iv
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 2
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
melalui penanaman modal asing maupun skala perkebunan rakyat
(Sastrosayono,2003).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
rehabilitasi kelapa sawit. Sampai tahun 1957, luas areal kelapa sawit hanya
tercatat 103.000 ha dengan produksi 160.000 ton minyak sawit. Artinya,
produktivitasnya sangat rendah, hanya 1,9ton/ha/tahun. Padahal, produktivitasnya
sebelum perang mencapai 3 ton/ha/tahun.
Keadaan mulai membaik sejak dicanangkannya Program Pembangunan
Lima Tahun (PELITA) yang dimulai tahun 1968. Pembukaan areal baru di luar
areal tradisional (Sumatera Utara, Aceh, dan Lampung) terus dilakukan.
Perkebunan besar swasta yang banyak terlantar terus dibenahi oleh Direktorat
Jendral Perkebunan dengan menyediakan fasilitas kredit dari bank. Program ini
terbilang sukses disamping diversifikasi pengolahan industri hilir yang juga
berkembang. Bukan saja CPO yang dihasilkan, melainkan juga produk lainnya
seperti RBD Olein, Crude Stearin, dan Fatty Acid (Andoko,2013).
Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup
penting bagi indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup
cerah. Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil
olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar
bagi negara setelah karet dan kopi. Kelapa sawit adalah tanaman penghasil
minyak nabati yang dapat diandalkan, karena minyak yang dihasilkan memiliki
berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman
lain. Keunggulan tersebut diantaranya memiliki kadar kolesterol rendah, bahkan
tanpa kolesterol (Sastrosayono,2003).
2.1.2.1 Akar
Sebagai tanaman jenis palma, kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang
dan akar cabang. Akar yang keluar dari pangkal batang sangat besar jumlahnya
dan terus bertambah banyak dengan bertambahnya umur tanaman. Sistem
perakaran kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Akar primer, yaitu akar yang keluar dari bagian bawah batang (bulb),
tumbuh secara vertikal atau mendatar, dan berdiameter 5-10 mm.
4
2. Akar sekunder, yaitu akar yang tumbuh dari akar primer yang arah
tumbuhnya mendatar ataupun ke bawah, dan berdiameter 1-4 mm.
3. Akar tertier, yaitu akar yang tumbuh dari akar sekunder, yang arah
tumbuhnya mendatar, panjangnya mencapai 15 cm, dan berdiameter 0,5 -
1,5mm.
4. Akar kuarter, yaitu akar-akar cabang dari akar tertiet yang berdiameter 0,2
–0,5 mm dan panjangnya rata-rata 3cm.
Akar tertier dan kuarter inilah yang paling aktif mengambil hara dan air dari
dalam tanah. Pada tanaman yang tumbuh di lapangan akar-akar tersebut terutama
berada 2,0 – 2,5 m dari pokok dan terbanyak dijumpai pada kedalaman 0 – 20 cm
dari permukaan tanah serta dapat tumbuh memanjang ke samping hingga
mencapai 6 m dengan pola penyebaran yang berbeda-beda.
2.1.2.2 Batang
Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang.
Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang
yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang
kelapa sawit terletak pada pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk
seperti kubis, dan enak dimakan (Sunarko,2007).
Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas. Batang bentuk silindris
dan berdiameter 40-60 cm, tetapi pada pangkalnya membesar. Pada ujung batang
terdapat titik tumbuh yang membentuk daun-daun dan memanjangkan batang.
Selama empat tahun pertama, titik tumbuh membentuk daun-daun yang
pelepahnya membungkus batang sehingga batang tidak terlihat. Pangkal batang
umumnya membesar membentuk bonggol batang. Kecepatan tumbuh meninggi
tanaman sawit berbeda-beda tergantung pada tipe atau varietasnya, tetapi secara
umum kecepatan pertumbuhan (pertambahan tinggi) sekitar 25-40 cm per tahun.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan batang kelapa sawit adalah kondisi
di sekitar tanaman seperti keadaan iklim, pemeliharaan (terutama pemupukan),
kerapatan tanaman dan sebagainya (Setyamidjaja,2006).
2.1.2.3 Daun
Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu
burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang
sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris dua
sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai
tulang daun.
Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar. Pada pangkal pelepah
daun terdapat duri-duri atau bulu-bulu halus sampai kasar. Panjang pelepah daun
dapat mencapai 9 m, tergantung pada umur tanaman. Helai anak daun yang
terletak d
5
tengah pelepah daun adalah yang terpanjang dan panjang nya mencapai 1,20 m.
Jumlah anak daun dalam satu pelepah berkisar antara 120-160 pasang.
Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang dibudidayakan, pada satu
batang terdapat 40-50 pelepah daun. Apabila tidak dilakukan pemangkasan
sewaktu panen, maka jumlah pelepah daun dapat melebihi 60 batang. Pada
tanaman kelapa sawit dapat ditemukan daun “sonngo dua”, yaitu daun yang
tumbuh secara bertumpuk. Setelah tanaman mulai berbunga, pada ketiak pelepah
daun akan keluar bunga betina (tandan buah) atau bunga jantan
(Setyamidjaja,2006).
2.1.2.4 Bunga
Bunga kelapa sawit termasuk berumah satu. Pada satu batang terdapat
bunga betina dan bunga jantan yang letaknya terpisah. Namun, seringkali terdapat
pulatan dan bunga betina yang mendukung bunga jantan (hemaprodit).
Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan
mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk
lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit
mengadakan penyerbukan bersilang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari
pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan
perantaraan anginatau serangga penyerbuk (Sunarko, 2007).
2.1.2.5 Buah
Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Daun kelapa sawit setiap tahun
tumbuh sekitar 20-24 helai. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan
daunnya semakin sedikit, sehingga buah yang terbentuk semakin menurun.
Meskipun demikian, tidak berarti hasil produksi minyaknya menurun. Hal ini
disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan semakin
besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin tinggi. Berat tandan
buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg (Sastosayono,2003).
Bunga betina setelah dibuahi akan berkembang menjadi buah. Buah yang
terletak di sebelah dalam tandan berukuran lebih kecil dan bentuknya kurang
sempurna dibandingkan dengan yang berada di luar tandan.
Buah kelapa sawit termasuk “ Buah Batu”. Pada satu buah terdapat susunan
sebagai berikut.
1. Kulit buah (exocarp) yang selama 3 bulan setelah penyerbukan warnanya
masih putih kehijau-hijauan, tetapi 3-6 bulan berikutnya warnanya
berubah menjadi kuning.
2. Daging buah (pulp, mesocarp) yang pada 3 bulan pertama tersusun dari
air, serat, klorofil dan tiga bulan selanjutnya terjadi pembentukan minyak
dan karoten.
6
3. Cangkang (tempurung, shell, endocarp) yang pada tahap awal tipis dan
lembut, tetapi setelah berumur 3 bulan bertambah tebal dan keras serta
warnanya berubah dari putih menjadi coklat muda kemudian coklat.
4. Inti (kernel, endosperm) yang mula-mula cair, kemudian lunak dan
akhirnya padat serta agak keras (Setyamidjaja,2006).
7
Warna kulit keputih-putihan pada saat masih muda dan berubah menjadi
kekuning-kuningan jika sudah tua/masak.
Di antara ketiga varietas diatas, Nigrescens paling banyak di budidayakan.
Virescens dan Albescens jarang dijumpai dilapangan, umumnya hanya
digunakan sebagai bahan penelitian oleh lembaga-lembaga penelitian
(Hadi,2004).
8
dikeluarkan pada proses pengadukan. Perebusan atau sterilisasi adalah
proses merebus tandan buah yang berada dalam lori didalam bejana
rebusan. Lori yang berisi TBS dimasukkan ke dalam bejana rebusan
untuk direbus hingga masak. Lama perebusan adalah sekitar 90 menit,
dimana tandan akan dipanasi dengan uap air pada tekanan 2,5-3,0
atmosfir dan suhu 135C-150C.
4. Pelepasan Buah
Tandan buah yang telah direbus dimasukkan kedalam mesin pelepas
buah (threser). Tandan buah akan terbanting ke dinding sehingga terlepas
dari tandannya. Tandan akan terpental keluar dan buah akan keluar dari
mesin melalui kisi-kisi, kemudian jatuh ke uliran yang akan
membawanya ke stasiun pengadukan (digester). Tandan yang sudah
kosong melalui konveyor dibawa ke alat pengabuan (incinerator) untuk
diabukan.
5. Pelumatan (digester)
Pelumatan atau pengadukan dilaksanakan di dalam mesin pelumat
(digester) yaitu bejana yang dilengkapi pisau pengaduk. Daging buah
akan dilumatkan untuk memecahkan jaringan sel minyaknya. Pada proses
pelumatan dilakukan pemanasan dengan uap pada suhu 85C-95C agar
minyak tidak menjadi kental, sehingga mudah dikeluarkan pada proses
pengeluaran minyak.
6. Pengeluaran Minyak
Pengeluaran minyak atau pengempaan adalah mengeluarkan minyak
yang terdapat di dalam daging buah yang telah dilumatkan dengan cara
dikempa atau dipress sehingga minyak dapat dipisahkan dari ampasnya.
Minyak kasar yang keluar ditampung dalam bak setelah melalui saringan
bergetar untuk memisahkan sabut dari biji. Minyak keluar dari alat
pengempa melalui lobang-lobang sepanjang rumah pressan, selanjutnya
dialirkan ke tangki minyak kasar.
7. Pemurnian Minyak
Pemurnian minyak atau klarifikasi adalah proses memisahkan minyak
dari Bahan-bahan non minyak seperti serat, kotoran, pasir, air, dan lain-
lain. Dalam proses klarifikasi, minyak ditampung dalam bak pengendap
yang karena berat jenisnya bahan-bahan non minyak akan mengendap
dibawah dan minyak akan menempati bagian atas. Kemudian minyak
disalurkan ke ayakan getaran 20 mesh dan kotoran yang masih terikut
akan tersaring oleh ayakan getar. Kotoran dialirkan melalui konveyor
kembali ke digester, sedangkan minyak yang tersaring dialirkan ke tangki
minyak kasar yang berada dibawah ayakan getar. Agar mudah
dipompakan ke decanter, maka minyak pada tangki ini dipanaskan
dengan uap panas. Di decanter, minyak kasar terpisah dari fraksi padat.
Minyak dialirkan ke continous setling tank untuk memisahkan minyak
9
dari kotoran berdasarkan perbedaan berat jenis. Minyak yang berada di
bagian atas akan dialirkan ke tangki minyak dan selanjutnya minyak yang
belum murni akan dimurnikan dengan alat pemurni (purifier).
Prinsip kerja purifier adalah gaya sentrifugal dan perbedaan berat jenis
antara minyak dan kotoran. Di purifier, kotoran dan air akan memisah ke
tepi sedangkan minyak berada pada bagian tengah minyak dialirkan lagi
ke vaccum drier untuk dikeringkan, sedangkan kotoran dialirkan ke parit
yang kemudian dikumpulkan pada fat pit. Selama proses ini suhu
dipertahankan pada 95C.
Pada proses pengeringan minyak ,minyak disemprotkan kedalam vaccum
drier. Uap air yang terbentuk akan masuk ke kondensor (pendingin),
kemudian dialirkan ke tempat penampungan. Minyak ini kemudian
dialirkan ke tangki timbun. Sebelum sampai ke tangki timbun, minyak
akan melalui meteran pengukur sehingga dapat diketahui volume minyak
yang dihasilkan. Kualitas minyak kelapa sawit ditentukan oleh kadar
asam lemak bebas (ALB), kandungan air, dan mudah tidaknya minyak
tersebut dijernihkan. Minyak kelapa sawit yang baik adalah yang
memiliki kadar ALB, air, dan bahan-bahan kotoran lainnya sangat rendah
(Setyamidjaja.D .2006).
10
menyebabkan minyak sawit kasar tidak dapat di konsumsi langsung sebagai bahan
pangan maupun non pangan (Ketaren,2005).
Minyak sawit telah luas digunakan sebagai bahan baku produk pangan dan
non pangan. Untuk aplikasi menjadi beberapa produk minyak sawit harus
memiliki mutu yang baik dan disesuaikan dengan karakteristiknya. Produk pangan
lebih dititik beratkan pada titik leleh dan kandungan lemak padat sedangkan
produk non pangan pada komposisi asam lemak (Hasibuan, 2012).
11
kadar asam lemak bebas 7% terdapat titik lebur terendah karena terbentuk formasi
antara digliserida dengan trigliserida (Ketaren,1986).
12
c. Penumpukan buah yang terlalu lama
d. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik
Peningkatan kadar ALB pada proses hidrolisa di pabrik, dimana pada proses
tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada
kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan
pembantu dalam proses pengolahan. Akan tetapi, proses pengolahan yang kurang
cermat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan. Mutu minyak
menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu bukan membantu proses pengolahan
tetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu setelah akhir proses pengolahan
minyak sawit dilakukan pengeringan dengan bejana hampa pada suhu 90ºC.
Sebagai ukuran standar mutu dalam perdagangan internasional untuk ALB
ditetapkan sebesar 5% (Penulis,1993).
2.5.2 Air
Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan
asam lemak bebas, pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat, yang cukup
banyak terkandung dalam inti sawit yang dihasilkan dengan pemisahan secara
basah. Untuk mengawetkan inti sawit yang keluar dari alat pemisah biji perlu
dilakukan usaha untuk menurunkan kandungan air sehingga tidak terjadi proses
penurunan mutu. Prosen penurunan mutu umumnya terjadi selama proses
penyimpanan, oleh sebab itu perlu diperhatikan proses dan kondisi penyimpanan
serta interaksi antara kelembaban udara dengan kadar air inti.
Kadar air inti yang diinginkan dalam penyimpanan adalah 7% karena
pada kadar air tersebut mikroba sudah mengalami kesulitan untuk hidup, dan
kondisi ruangan penyimpanan dapat diatur pada kelembaban 70 %
(Naibaho,1998).
2.5.3 Kotoran
Kotoran-kotoran yang berukuran besar memang bisa disaring, akan tetapi
kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya
melayang-melayang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan
minyak sawit.
13
mengabsorbsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Adanya
absorbsi dan kontaminasi dari wadah ini akan menyebabkan perubahan
pada minyak, dimana akan menghasilkan bau tengik sehingga
menurunkan kualitas minyak.
Proses absorbsi dan kontaminasi dari tempat penyimpanan dapat
dihindari dengan pemakaian bahan yang sesuai. Untuk penampungan dan
penyimpanan minyak kelapa sawit, bisa dipakai bahan dari stainless steel
atau mild steel yang dilapisi cat epoxy. Bahan yang berasal dari seng tidak
dianjurkan untuk tempat penyimpanan minyak sawit.
2. Aksi enzim
Biasanya, bahan yang mengandung minyak (lemak) mengandung enzim
yang dapat menghidrolisis. Jika organisme dalam keadaan hidup,enzim
dalam keadaan tidak aktif. Sementara, jika organisme telah mati maka
koordinasi antarsel akan rusak sehingga enzim akan bekerja dan merusak
minyak. Indikasi dari aktivitas enzim dapat diketahui dengan mengukur
kenaikan bilangan asam. Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis
minyak sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol.
Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menghasilkan bau tengik
dan rasa yang tidak enak. Asamlemak bebas juga dapat menyebabkan
warna gelap dan proses pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas
enzim, bisa diusahakan dengan penyimpanan minyak pada kondisi panas
minimal 50C.
3. Aksi mikroba
Kerusakaan minyak oleh mikroba (jamur, ragi, dan bakteri) biasanya
terjadi jika masih terdapat dalam jaringan. Namun minyak yang telah
dimurnikan pun masih mengandung mikroba 10 organisme setiap
gramnya.
Dalam hal ini minyak dapat dikatakan steril. Kerusakaan yang dapat
ditimbulkan oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas, bau
sabun dan perubahan warna minyak.
4. Reaksi kimia
Kerusakan minyak kelapa sawit terutama disebabkan karena faktor
absorbsi dan kontaminasi, sedangkan aksi enzim dan aksi mikroba selama
ini kurang diperhatikan dan dapat diabaikan. Hal ini disebabkan karena
faktor penyebab tersebut pengaruhnya memang kecil terhadap produk
minyak kelapa sawit. Faktor penyebab kerusakaan minyak kelapa sawit
yang perlu mendapat perhatian dan besar pengaruhnya yaitu kerusakaan
karena reaksi kimia yaitu hidrolisis dan oksidasi.
Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas
dan gliserol. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik.
Untuk mencegah terjadinya hidrolisis maka kandungan air dalam minyak
harus diusahakan seminimal mungkin.
14
Reaksi oksidasi minyak sawit akan menghasilkan Aldehida dan keton.
Adanya senyawa ini tidak disukai karena menyebabkan ketengikan.
Pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan warna karena kerusakan
pigmen warna, penurunan kandungan vitamin, dan keracunan. alah satu
cara yang biasa dilakukan untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan
pemanasan 50-55C yang mematikan aktivitas mikroorganisme (Iyung
Pahan.2006).
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat
1. Erlenmeyer 250 ml Pyrex
2. Buret 25 ml Pyrex
3. Neraca analitik dengan ketelitian ±0,0001 g GR 202
4. Waterbath Memmert
5. Spatula
6. Gelas ukur 100 ml Pyrex
7. Statif dan klem
3.2. Bahan
1. CPO (Crude Palm Oil )
2. NaOH (Natrium Hidroksida)
3. Alkohol 95%
4. Indikator Phenolphthalein
16
5. Titrasi dengan larutan NaOH hingga titik akhir titrasi menjadi pink
seulas
6. Dicatat volume NaOH yang terpakai
17
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Y., Widyastuti, Y.E., Satyawibawa, I., dan Paeru, H.R. 2012.
Kelapa Sawit.Cetakan ke-1. Jakarta: Penebar Swadaya
Sunarko. (2009). Budidaya Dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Dengan Sistem
Kemitraan. Cetakan ke-1. Jakarta: Gramedia Pustaka.
18