Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL

PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (FREE FATTY ACID)


PADA CPO (CRUDE PALM OIL) DI PABRIK MINI KELAPA SAWIT
POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI MEDAN

Oleh:

HANA THERESA SITUMORANG


NIM : 20 03 023

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN R.I


POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
PROGRAM STUDI D3 AGRIBISNIS KELAPA SAWIT
MEDAN
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Proposal : PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (FREE


FATTY ACID) PADA CPO (CRUDE PALM OIL) DI PABRIK MINI KELAPA
SAWIT POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI MEDAN ini telah
diteliti, disetujui dan di sahkkan di Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan.

Pada tanggal : 17 Januari 2022


Oleh:

HANA THERESA SITUMORANG


NIM : 20 03 023

Mengetahui / Menyetujui

Pembimbing PTKI Medan

Enda Rasilta Tarigan, M.Si


NIP : 4308098001

Ketua Program Studi

Tengku Rachmi Hidayani, M.Si.


NIP : 19880315201422001

ii
ABSTRAK

Penentuan kadar asam lemak bebas merupakan salah satu parameter pengujian
mutu dari CPO (Crude Palm Oil). Sehingga telah dilaksanakan penentuan kadar
asam lemak bebas dari CPO di laboratorium Politeknik Teknologi Kimia Industri
Medan dan hasilnya dibandingkan dengan kadar asam lemak bebas menurut
Standar Mutu Crude Palm Oil (CPO) yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional
Indonesia (SNI). Metode yang digunakan dalam menentukan kadar asam lemak
bebas dari CPO ini adalah metode titrasi volumetri yaitu dengan menggunakan
larutan NaOH 0,25 N sebagai pentiter, phenolphthalein sebagai indikator dan
alkohol netral panas sebagai pelarutnya. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar
asam lemak bebas pada Crude Palm Oil (CPO) adalah sebesar 3,57%, sehingga
telah memenuhi norma Standar Nasional Indonesia (SNI) yang digunakan oleh
Pabrik Mini Kelapa Sawit PTKI Medan.

Kata Kunci : Asam Lemak Bebas, CPO, Phenolphthalein, Titrasi

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang
berjudul “PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS (FREE FATTY
ACID) PADA CPO (CRUDE PALM OIL) DI PABRIK MINI KELAPA SAWIT
POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI MEDAN” tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan proposal ini adalah untuk mempelajari cara
pembuatan karya akhir pada Politeknik Teknologi Kimia Industri dan untuk
memperoleh gelar D3 pada program studi Agribisnis Kelapa Sawit.
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga
proposal ini dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih memiliki kekurangan dan
keterbatasan, namun demikian penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semogra proposal ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
bagi pembaca.

Medan, 17 Januari 2022


Penulis

HANA THERESA SITUMORANG


NIM : 20 03 023

iv
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Tanaman Kelapa Sawit ................................................................ 3
2.1.1. Sejarah Kelapa Sawit ......................................................... 3
2.1.2. Morfologi Kelapa Sawit ..................................................... 4
2.1.2.1. Akar ................................................................... 4
2.1.2.2. Batang ................................................................ 5
2.1.2.3. Daun .................................................................. 5
2.1.2.4. Bunga ................................................................. 6
2.1.2.5. Buah ................................................................... 7
2.1.3. Varietas Kelapa Sawit ........................................................ 7
2.2. Proses Pengolahan Kelapa Sawit ............................................... 8
2.3. Minyak Kelapa Sawit ................................................................. 10
2.3.1. Komposisi Kelapa Sawit ............................................... 11
2.3.2. Sifat Fisiko- Kimia Kelapa Sawit ................................... 11
2.4. Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit .......................................... 12
2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit
2.5.1. Asam Lemak Bebas ....................................................... 12
2.5.2. Kadar Air ........................................................................ 13
2.5.3. Kadar Kotoran ................................................................ 13
2.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Minyak Kelapa
Sawit ........................................................................................ 13
2.7. Minyak dan Lemak
2.7.1. Asam Lemak 32 .......................................................... 15

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Alat .......................................................................................... 16
3.2. Bahan ...................................................................................... 16
3.3. Prosedur Kerja ......................................................................... 16
3.3.1. Pembuatan Larutan 33 .................................................... 16
3.3.1.1. Larutam Alkohol Netral 33 .............................. 16
3.3.1.2. Larutan NaOH 0,25 N 34 ................................. 16
3.3.1.3. Standarisasi Larutan NaOH 0,25 N .................. 16
3.3.2. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
(Free Fatty Acid) ............................................................17

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 18

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit (Elaeis Quinensis, Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang
tergolong dalam famili Palmae dan berasal dari Afrika Barat. Meskipun
demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika
Serikat yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di
hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika (Fauzi,2008).
Kelapa sawit sangat penting artinya bagi Indonesia dalam kurun waktu 30
tahun terakhir karena minyak yang dihasilkan adalah komoditas andalan
untuk ekspor yang dapat meningkatkan pendapatan petani dan menambah
devisa negara. Untuk itu pemanenan tandan buah segar (TBS) sebagai bahan
baku minyak sawit mentah (CPO, Crude Palm Oil) dan inti (PKO, Palm
Kernel Oil) yang bermutu baik menjadi sangat penting artinya. Pemanenan
tandan yang terlalu matang akan menimbulkan kerugian mutu dengan
kandungan asam lemak bebas (ALB) yang tinggi. Selain itu, kualitas
pemanenan yang seperti ini berdampak pada banyaknya buah yang lepas
sehingga kemungkinan derajat kehilangan sangat besar karena tercecer atau
memar. Yang pada gilirannya mendorong keluarnya minyak dari sel lebih
banyak sehingga minyak melekat pada tandan dan kotoran mudah menempel
(Sibuea, 2014).
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang
paling efisien di antara beberapa tanaman sumber minyak nabati yang
memiliki nilai ekonomi tinggi (seperti kedelai, zaitun, kelapa, dan bunga
matahari). Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak paling banyak (6-8
ton/ha), sedangkan tanaman sumber minyak nabati lainnya hanya
menghasilkan kurang dari 2,5 ton/ha jauh di bawah kelapa sawit
(Sunarko,2014).
Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa
minyak sawit mentah (CPO atau Crude Palm Oil) yang berwarna kuning dan
minyak inti sawit (PKO atau Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna (jernih).
CPO atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak
goreng dan margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja
(bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif
(minyak diesel).
Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit cukup menjanjikan, karena
permintaan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar,
tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Karena itu, sebagai
negara tropis yang masih memiliki lahan yang cukup luas, Indonesia
berpeluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit, naik

1
melalui penanaman modal asing maupun skala perkebunan rakyat
(Sastrosayono,2003).

1.2 Rumusan Masalah


Minyak kelapa sawit yang bermutu tinggi dipengaruhi oleh kadar asam lemak
bebas, karena jika asam lemak bebasnya tinggi, maka akan timbul bau tengik di
samping juga dapat merusak peralatan karena mengakibatkan timbulnya korosi.
Berdasarkan penguraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam tugas
akhir ini adalah apakah hasil analisa kadar asam lemak bebas pada CPO sesuai
dengan standar yang telah di tetapkan.

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui kadar Asam Lemak Bebas (ALB) pada minyak CPO
(Crude Palm Oil) di Pabrik Mini Kelapa Sawit PTKI Medan dan kesesuaiannya
dengan norma yang ditetapkan pada Standar Mutu Nasional.

1.4 Manfaat Penelitian


Agar mengetahui kadar Asam Lemak Bebas (ALB) pada minyak kelapa sawit
(CPO) sehingga mampu memberi informasi yang dapat digunakan untuk
mendapatkan standar mutu yang terbaik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa Sawit

2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis,Jacq) berasal dari Nigeria,
Afrika Barat. Namun, ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwa
kelapa sawit berasal dari kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena
lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan
di Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah
asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand dan Papua Nugini. Bahkan, mampu
memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.
Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi
pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja
yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sumber perolehan devisa
negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit, bahkan
saat ini telah menempati posisi kedua di dunia. Indonesia adalah negara dengan
luas areal kelapa sawit terbesar di dunia, yaitu sebesar 34,18 % dari luas areal
kelapa sawit dunia (Fauzi,2008).
Kelapa sawit datang pertama kali ke Indonesia, waktu itu masih Hindu-
Belanda, pada tahun 1848 yang dibawa oleh pemerintah kolonial Belanda.
Sebanyak empat batang tanaman yang dibawa dari Mauritis dan Amsterdam itu
kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor. Namun, budi daya secara komersial
baru dilakukan oleh warga Belgia bernama Adrien Hullet dan K Schadt di Tanah
Itam Ulu dan Pulau Raja di Sumatera Utara, serta Aceh Tamiang, pada tahun
1911. Sampai tahun 1915, luas arealnya baru mencapai 2.715 ha yang ditanam
bersamaan dengan tanaman perkebunan lainnya seperti kopi, karet, kelapa, dan
tembakau.
Setahun kemudian atau tahun 1916, sudah ada 16 perusahaan di Sumatera
Utara dan tiga perusahaan di Pulau Jawa yang membudidayakan kelapa sawit.
kelapa sawit di wilayah Sumatera, delapan perusahan di Aceh, dan satu
perusahaan di Sumatera Selatan. Sampai tahun 1939, telah tercatat sekira 66
perkebunan dengan luas areal sekitar 100.000 ha.
Kedatangan Jepang ke bumi Nusantara memudarkan kejayaan usaha tani
kelapa sawit. Pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit ditutup, ekspor berhenti, dan
banyak kebun kelapa sawit diganti dengan tanaman pangan. Baru pada awal
kemerdekaan atau tepatnya tahun 1947, kebun-kebun tersebut dikembalikan
kepada pemiliknya semula. Namun, setelah diinventarisasi hanya 47 kebun yang
dapat dibangun kembali dari 66 kebun sebelumnya. Gangguan keamanan dan
istabilitas politik pada era itu tidak membawa hasil maksimal dalam upaya

3
rehabilitasi kelapa sawit. Sampai tahun 1957, luas areal kelapa sawit hanya
tercatat 103.000 ha dengan produksi 160.000 ton minyak sawit. Artinya,
produktivitasnya sangat rendah, hanya 1,9ton/ha/tahun. Padahal, produktivitasnya
sebelum perang mencapai 3 ton/ha/tahun.
Keadaan mulai membaik sejak dicanangkannya Program Pembangunan
Lima Tahun (PELITA) yang dimulai tahun 1968. Pembukaan areal baru di luar
areal tradisional (Sumatera Utara, Aceh, dan Lampung) terus dilakukan.
Perkebunan besar swasta yang banyak terlantar terus dibenahi oleh Direktorat
Jendral Perkebunan dengan menyediakan fasilitas kredit dari bank. Program ini
terbilang sukses disamping diversifikasi pengolahan industri hilir yang juga
berkembang. Bukan saja CPO yang dihasilkan, melainkan juga produk lainnya
seperti RBD Olein, Crude Stearin, dan Fatty Acid (Andoko,2013).
Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup
penting bagi indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup
cerah. Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil
olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar
bagi negara setelah karet dan kopi. Kelapa sawit adalah tanaman penghasil
minyak nabati yang dapat diandalkan, karena minyak yang dihasilkan memiliki
berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman
lain. Keunggulan tersebut diantaranya memiliki kadar kolesterol rendah, bahkan
tanpa kolesterol (Sastrosayono,2003).

2.1.2 Morfologi Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Palmales
Famili : Palmaceae
Genus : Elaeis
Spesies : 1. Elaeis guineensis,Jacq (kelapa sawit Afrika)
2. Elaeis melanococca atau Corozo oleifera (kelapa sawit
Amerika Latin)

2.1.2.1 Akar
Sebagai tanaman jenis palma, kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang
dan akar cabang. Akar yang keluar dari pangkal batang sangat besar jumlahnya
dan terus bertambah banyak dengan bertambahnya umur tanaman. Sistem
perakaran kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Akar primer, yaitu akar yang keluar dari bagian bawah batang (bulb),
tumbuh secara vertikal atau mendatar, dan berdiameter 5-10 mm.

4
2. Akar sekunder, yaitu akar yang tumbuh dari akar primer yang arah
tumbuhnya mendatar ataupun ke bawah, dan berdiameter 1-4 mm.
3. Akar tertier, yaitu akar yang tumbuh dari akar sekunder, yang arah
tumbuhnya mendatar, panjangnya mencapai 15 cm, dan berdiameter 0,5 -
1,5mm.
4. Akar kuarter, yaitu akar-akar cabang dari akar tertiet yang berdiameter 0,2
–0,5 mm dan panjangnya rata-rata 3cm.

Akar tertier dan kuarter inilah yang paling aktif mengambil hara dan air dari
dalam tanah. Pada tanaman yang tumbuh di lapangan akar-akar tersebut terutama
berada 2,0 – 2,5 m dari pokok dan terbanyak dijumpai pada kedalaman 0 – 20 cm
dari permukaan tanah serta dapat tumbuh memanjang ke samping hingga
mencapai 6 m dengan pola penyebaran yang berbeda-beda.

2.1.2.2 Batang
Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang.
Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang
yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang
kelapa sawit terletak pada pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk
seperti kubis, dan enak dimakan (Sunarko,2007).
Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas. Batang bentuk silindris
dan berdiameter 40-60 cm, tetapi pada pangkalnya membesar. Pada ujung batang
terdapat titik tumbuh yang membentuk daun-daun dan memanjangkan batang.
Selama empat tahun pertama, titik tumbuh membentuk daun-daun yang
pelepahnya membungkus batang sehingga batang tidak terlihat. Pangkal batang
umumnya membesar membentuk bonggol batang. Kecepatan tumbuh meninggi
tanaman sawit berbeda-beda tergantung pada tipe atau varietasnya, tetapi secara
umum kecepatan pertumbuhan (pertambahan tinggi) sekitar 25-40 cm per tahun.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan batang kelapa sawit adalah kondisi
di sekitar tanaman seperti keadaan iklim, pemeliharaan (terutama pemupukan),
kerapatan tanaman dan sebagainya (Setyamidjaja,2006).

2.1.2.3 Daun
Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu
burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang
sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris dua
sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai
tulang daun.
Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar. Pada pangkal pelepah
daun terdapat duri-duri atau bulu-bulu halus sampai kasar. Panjang pelepah daun
dapat mencapai 9 m, tergantung pada umur tanaman. Helai anak daun yang
terletak d

5
tengah pelepah daun adalah yang terpanjang dan panjang nya mencapai 1,20 m.
Jumlah anak daun dalam satu pelepah berkisar antara 120-160 pasang.
Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang dibudidayakan, pada satu
batang terdapat 40-50 pelepah daun. Apabila tidak dilakukan pemangkasan
sewaktu panen, maka jumlah pelepah daun dapat melebihi 60 batang. Pada
tanaman kelapa sawit dapat ditemukan daun “sonngo dua”, yaitu daun yang
tumbuh secara bertumpuk. Setelah tanaman mulai berbunga, pada ketiak pelepah
daun akan keluar bunga betina (tandan buah) atau bunga jantan
(Setyamidjaja,2006).

2.1.2.4 Bunga
Bunga kelapa sawit termasuk berumah satu. Pada satu batang terdapat
bunga betina dan bunga jantan yang letaknya terpisah. Namun, seringkali terdapat
pulatan dan bunga betina yang mendukung bunga jantan (hemaprodit).
Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan
mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk
lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit
mengadakan penyerbukan bersilang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari
pohon yang satu dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan
perantaraan anginatau serangga penyerbuk (Sunarko, 2007).

2.1.2.5 Buah
Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Daun kelapa sawit setiap tahun
tumbuh sekitar 20-24 helai. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan
daunnya semakin sedikit, sehingga buah yang terbentuk semakin menurun.
Meskipun demikian, tidak berarti hasil produksi minyaknya menurun. Hal ini
disebabkan semakin tua umur tanaman, ukuran buah kelapa sawit akan semakin
besar. Kadar minyak yang dihasilkannya pun akan semakin tinggi. Berat tandan
buah kelapa sawit bervariasi, dari beberapa ons hingga 30 kg (Sastosayono,2003).
Bunga betina setelah dibuahi akan berkembang menjadi buah. Buah yang
terletak di sebelah dalam tandan berukuran lebih kecil dan bentuknya kurang
sempurna dibandingkan dengan yang berada di luar tandan.
Buah kelapa sawit termasuk “ Buah Batu”. Pada satu buah terdapat susunan
sebagai berikut.
1. Kulit buah (exocarp) yang selama 3 bulan setelah penyerbukan warnanya
masih putih kehijau-hijauan, tetapi 3-6 bulan berikutnya warnanya
berubah menjadi kuning.
2. Daging buah (pulp, mesocarp) yang pada 3 bulan pertama tersusun dari
air, serat, klorofil dan tiga bulan selanjutnya terjadi pembentukan minyak
dan karoten.

6
3. Cangkang (tempurung, shell, endocarp) yang pada tahap awal tipis dan
lembut, tetapi setelah berumur 3 bulan bertambah tebal dan keras serta
warnanya berubah dari putih menjadi coklat muda kemudian coklat.
4. Inti (kernel, endosperm) yang mula-mula cair, kemudian lunak dan
akhirnya padat serta agak keras (Setyamidjaja,2006).

2.1.3 Varietas Kelapa Sawit


Berdasarkan tebal tipisnya tempurung (epikarp), kelapa sawit dibedakan
menjadi lima varietas utama yaitu :
1. Varietas Dura
Tempurung cukup tebal (2-8mm), daging buah tipis, persentase daging
bua terhadap buah 35%-50%, inti buah (kernel) besar, tetapi
kandungan minyaknya rendah.
2. Varietas Psifera
Tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada. Daging buah tebal,
inti buah sangat kecil. Kandungan minyak pada buah cukup tinggi
karena sabutnya (daging) tebal, tetapi kandungan minyak inti rendah
karena ukuran kernelnya sangat kecil.
3. Varietas Tenera
Merupakan hasil persilangan antara varietas Dura (D) dan varietas
Psifera (P) sehingga sifat-sifat morfologi dan anatomi varietas ini
(D×P) merupakan perpaduan antara kedua sifat induknya, yaitu Dura
sebagai ibu dan Psifera sebagai bapak. Tebal tempurung varietas
Tenera adalah 0,5 – 4,0 mm persentase daging buah terhadap buah 60–
90% , kandungan minyak daging buah 18-23%, dan kandungan
minyak inti 5%.
4. Varietas Macro Carya
Daging buah sangat tipis, tempurung sangat tebal (4-5mm)
5. Varietas Dwikka Wakka
Dwikka wakka mempunyai ciri yang khas, yaitu daging buahnya
(sabut) berlapis dua. Oleh karena itu ia disebut Dwikka.

Berdasarkan warna kulit buahnya, terdapat tiga varietas kelapa sawit,


yaitu sebagai berikut;
1. Nigrescens
Warna kulit buah kehitaman saat masih muda dan berubah menjadi jingga
kemerahan jika sudah tua/masak.
2. Virescen
Warna kulit hijau saat masih muda dan berubah menjadi jingga kemerahan
jika sudah tua / masak, namun masih meninggalkan sisa-sisa warna hijau.
3. Albescens

7
Warna kulit keputih-putihan pada saat masih muda dan berubah menjadi
kekuning-kuningan jika sudah tua/masak.
Di antara ketiga varietas diatas, Nigrescens paling banyak di budidayakan.
Virescens dan Albescens jarang dijumpai dilapangan, umumnya hanya
digunakan sebagai bahan penelitian oleh lembaga-lembaga penelitian
(Hadi,2004).

2.2 Proses Pengolahan Kelapa Sawit


Hasil panen yang diterima di pabrik adalah berupa tandan buah segar (TBS).
Tandan tersebut dikatakan masih segar apabila tiba di pabrik dan selesai diolah
dalam jangka waktu 24 jam. Pada umumnya TBS terdiri atas tandan buah yang
sebagian buahnya telah memberondol atau lepas dari tandannya. Pemberondolan
terjadi sewaktu tandan masih di pohon. Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk
memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung
cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan
TBS atau brondolan dari TPH (tempat pengumpulan hasil) ke pabrik sampai
dihasilkannya minyak sawit dan hasil-hasil sampingnya (Mangoensoekarjo,2003).

Tahap-tahap pengolahan buah kelapa sawit adalah sebagai berikut :


1. Penerimaan Buah
Penerimaan buah dimulai dengan proses penimbangan buah yang
diterima atau yang masuk ke pabrik. Penimbangan dilakukan di atas
jembatan timbang. Kendaraan yang mengangkut TBS juga ikut
ditimbang baik sebelum maupun sesudah muatan. Buah yang telah
ditimbang dan diketahui nettonya akan diangkut menuju loading ramp
yang merupakan tempat pengumpulan buah sebelum dilakukan proses
perebusan. Pada area loading ramp ini terdapat beberapa pintu yang
menghubungkan loading ramp dengan lori perebusan. Masing-masing
pintu umumnya berkapasitas 10 -12 ton.
2. Bongkaran buah (Loading ramp)
Setelah truk buah ditimbang, kemudian dibongkar di loading ramp. Pada
kesempatan ini ± 5% dari jumlah truk buah disortasi untuk penilaian
mutu. Selanjutnya buah dipindahkan ke keranjang lori rebusan yang
berkapasitas ± 2,5 ton (Risza.S.1994).
3. Perebusan
Perebusan buah kelapa sawit bertujuan untuk membunuh enzim pengurai
minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserin, memudahkan keluarnya
zat lendir agar minyak lebih mudah dipisahkan dari air pada proses
pemurnian, memudahkan buah lepas dari tandannya sehingga proses
pelumatan lebih mudah, memudahkan minyak dalam daging buah

8
dikeluarkan pada proses pengadukan. Perebusan atau sterilisasi adalah
proses merebus tandan buah yang berada dalam lori didalam bejana
rebusan. Lori yang berisi TBS dimasukkan ke dalam bejana rebusan
untuk direbus hingga masak. Lama perebusan adalah sekitar 90 menit,
dimana tandan akan dipanasi dengan uap air pada tekanan 2,5-3,0
atmosfir dan suhu 135C-150C.
4. Pelepasan Buah
Tandan buah yang telah direbus dimasukkan kedalam mesin pelepas
buah (threser). Tandan buah akan terbanting ke dinding sehingga terlepas
dari tandannya. Tandan akan terpental keluar dan buah akan keluar dari
mesin melalui kisi-kisi, kemudian jatuh ke uliran yang akan
membawanya ke stasiun pengadukan (digester). Tandan yang sudah
kosong melalui konveyor dibawa ke alat pengabuan (incinerator) untuk
diabukan.
5. Pelumatan (digester)
Pelumatan atau pengadukan dilaksanakan di dalam mesin pelumat
(digester) yaitu bejana yang dilengkapi pisau pengaduk. Daging buah
akan dilumatkan untuk memecahkan jaringan sel minyaknya. Pada proses
pelumatan dilakukan pemanasan dengan uap pada suhu 85C-95C agar
minyak tidak menjadi kental, sehingga mudah dikeluarkan pada proses
pengeluaran minyak.
6. Pengeluaran Minyak
Pengeluaran minyak atau pengempaan adalah mengeluarkan minyak
yang terdapat di dalam daging buah yang telah dilumatkan dengan cara
dikempa atau dipress sehingga minyak dapat dipisahkan dari ampasnya.
Minyak kasar yang keluar ditampung dalam bak setelah melalui saringan
bergetar untuk memisahkan sabut dari biji. Minyak keluar dari alat
pengempa melalui lobang-lobang sepanjang rumah pressan, selanjutnya
dialirkan ke tangki minyak kasar.
7. Pemurnian Minyak
Pemurnian minyak atau klarifikasi adalah proses memisahkan minyak
dari Bahan-bahan non minyak seperti serat, kotoran, pasir, air, dan lain-
lain. Dalam proses klarifikasi, minyak ditampung dalam bak pengendap
yang karena berat jenisnya bahan-bahan non minyak akan mengendap
dibawah dan minyak akan menempati bagian atas. Kemudian minyak
disalurkan ke ayakan getaran 20 mesh dan kotoran yang masih terikut
akan tersaring oleh ayakan getar. Kotoran dialirkan melalui konveyor
kembali ke digester, sedangkan minyak yang tersaring dialirkan ke tangki
minyak kasar yang berada dibawah ayakan getar. Agar mudah
dipompakan ke decanter, maka minyak pada tangki ini dipanaskan
dengan uap panas. Di decanter, minyak kasar terpisah dari fraksi padat.
Minyak dialirkan ke continous setling tank untuk memisahkan minyak

9
dari kotoran berdasarkan perbedaan berat jenis. Minyak yang berada di
bagian atas akan dialirkan ke tangki minyak dan selanjutnya minyak yang
belum murni akan dimurnikan dengan alat pemurni (purifier).
Prinsip kerja purifier adalah gaya sentrifugal dan perbedaan berat jenis
antara minyak dan kotoran. Di purifier, kotoran dan air akan memisah ke
tepi sedangkan minyak berada pada bagian tengah minyak dialirkan lagi
ke vaccum drier untuk dikeringkan, sedangkan kotoran dialirkan ke parit
yang kemudian dikumpulkan pada fat pit. Selama proses ini suhu
dipertahankan pada 95C.
Pada proses pengeringan minyak ,minyak disemprotkan kedalam vaccum
drier. Uap air yang terbentuk akan masuk ke kondensor (pendingin),
kemudian dialirkan ke tempat penampungan. Minyak ini kemudian
dialirkan ke tangki timbun. Sebelum sampai ke tangki timbun, minyak
akan melalui meteran pengukur sehingga dapat diketahui volume minyak
yang dihasilkan. Kualitas minyak kelapa sawit ditentukan oleh kadar
asam lemak bebas (ALB), kandungan air, dan mudah tidaknya minyak
tersebut dijernihkan. Minyak kelapa sawit yang baik adalah yang
memiliki kadar ALB, air, dan bahan-bahan kotoran lainnya sangat rendah
(Setyamidjaja.D .2006).

2.3 Minyak Kelapa Sawit


Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang
dinamakan
minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil
inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah
inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan.
Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat
panjang dengan diameter lebih kurang 8 mm.Setelah itu bungkil kelapa sawit
dapat digunakan sebagai makanan ternak.
Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang
dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping
ialah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel mealatau pellet). Bungkil inti kelapa
sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan
pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil
berbentuk bulat panjang dengan diameter lebih kurang 8 mm. Setelah itu bungkil
kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak (Ketaren, 1986).
Minyak sawit kasar (CPO) mengandung sekitar 500- 7 ß-Caroten dan
merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu CPO
berwarna merah jingga. Di samping itu jumlahnya juga cukup tinggi. Minyak
sawit ini di peroleh dari mesokarp buah sawit melalui ekstraksi dan mengandung
sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk
semi solid pada suhu ruang. Adanya serat halus dan air pada sawit kasar tersebut

10
menyebabkan minyak sawit kasar tidak dapat di konsumsi langsung sebagai bahan
pangan maupun non pangan (Ketaren,2005).
Minyak sawit telah luas digunakan sebagai bahan baku produk pangan dan
non pangan. Untuk aplikasi menjadi beberapa produk minyak sawit harus
memiliki mutu yang baik dan disesuaikan dengan karakteristiknya. Produk pangan
lebih dititik beratkan pada titik leleh dan kandungan lemak padat sedangkan
produk non pangan pada komposisi asam lemak (Hasibuan, 2012).

2.3.1 Komposisi Minyak Kelapa Sawit


Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang
dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34- 40 %. Minyak
kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.
Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat. Bahan yang tidak
dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 %.
Minyak sawit berbeda dari minyak yang lainnya karena berdasarkan
kandungan gliseridanya yang terdapat dalam jumlah seimbang. Kadar asam
palmitat yang tinggi, dapat tercermin dari komposisi asam lemak dalam
trigliserida pada posisi kedua. Hal ini ditemukan dalam minyak sawit dalam
jumlah yang lebih banyak daripada minyak nabati yang lainnya (Muchtadi,2016).

2.3.2 Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit


Sifat fisiko-kimia CPO meliputi warna, bau, flavor, kelarutan, titik cair,
titik didih, titik pelunakan, bobot jenis dan titik kekeruhan. Warna minyak
ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan,
karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning
disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak (Ketaren 1986).
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat
adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan
bau khas CPO ditimbulkan oleh persenyawaan beta io nine. Titik cair CPO berada
dalam nilai kisaran suhu, karena CPO mengandung beberapa macam asam lemak
yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda.
Titik lebur CPO tergantung pada kadar asam lemak bebasnya atau lebih
tepat lagi pada kadar digliseridanya. Pada kadar asam lemak bebas 7% terdapat
titik lebur terendah karena terbentuk formasi antara digliserida dengan trigliserida
(Ketaren,1986).
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat
adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan
bau khas CPO ditimbulkan oleh persenyawaan beta io nine. Titik cair CPO berada
dalam nilai kisaran suhu, karena CPO mengandung beberapa macam asam lemak
yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda. Titik lebur CPO tergantung pada
kadar asam lemak bebasnya atau lebih tepat lagi pada kadar digliseridanya. Pada

11
kadar asam lemak bebas 7% terdapat titik lebur terendah karena terbentuk formasi
antara digliserida dengan trigliserida (Ketaren,1986).

2.4 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit


Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan
minyak yang bermutu baik. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan
spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar asam lemak bebas, air,
kotoran dan logam. Kebutuhan mutu CPO yang digunakan sebagai bahan baku
industri pangan dan nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian,
kesegaran, kemurnian dan aspek higienisnya harus diperhatikan(Fauzi,dkk.,2012).
Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat
dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti
benar-benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak
sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya,
antara lain titik lebur, angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang
kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran.
Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu
internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran,
logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia
perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting.

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit


Rendahya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-
faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pasca
panen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut ini akan
dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan penurunan
minyak sawit.

2.5.1 Asam Lemak Bebas


Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak
sawit sangat merugikan, tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan
rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan
terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan kadar ALB
ditentukan mulai saat tandan dipanen sampai tandan diolah pabrik. Kenaikan ALB
ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak
sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini dipercepat dengan adanya faktor-faktor
panas, air, keasaman, katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka
semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak
bebas yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
a. Pemanenan buah sawit tidak tepat waktu
b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah

12
c. Penumpukan buah yang terlalu lama
d. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik
Peningkatan kadar ALB pada proses hidrolisa di pabrik, dimana pada proses
tersebut terjadi penguraian kimiawi yang dibantu oleh air dan berlangsung pada
kondisi suhu tertentu. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan bahan
pembantu dalam proses pengolahan. Akan tetapi, proses pengolahan yang kurang
cermat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan. Mutu minyak
menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu bukan membantu proses pengolahan
tetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu setelah akhir proses pengolahan
minyak sawit dilakukan pengeringan dengan bejana hampa pada suhu 90ºC.
Sebagai ukuran standar mutu dalam perdagangan internasional untuk ALB
ditetapkan sebesar 5% (Penulis,1993).

2.5.2 Air
Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan
asam lemak bebas, pemecahan protein dan hidrolisa karbohidrat, yang cukup
banyak terkandung dalam inti sawit yang dihasilkan dengan pemisahan secara
basah. Untuk mengawetkan inti sawit yang keluar dari alat pemisah biji perlu
dilakukan usaha untuk menurunkan kandungan air sehingga tidak terjadi proses
penurunan mutu. Prosen penurunan mutu umumnya terjadi selama proses
penyimpanan, oleh sebab itu perlu diperhatikan proses dan kondisi penyimpanan
serta interaksi antara kelembaban udara dengan kadar air inti.
Kadar air inti yang diinginkan dalam penyimpanan adalah 7% karena
pada kadar air tersebut mikroba sudah mengalami kesulitan untuk hidup, dan
kondisi ruangan penyimpanan dapat diatur pada kelembaban 70 %
(Naibaho,1998).

2.5.3 Kotoran
Kotoran-kotoran yang berukuran besar memang bisa disaring, akan tetapi
kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya
melayang-melayang di dalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan
minyak sawit.

2.6 Faktor- Faktor yang mempengaruhi kerusakan minyak kelapa sawit


Minyak kelapa sawit yang disimpan akan mengalami penurunan mutu jika
tidak ditangani dengan tepat, terutama karena terjadinya oksidasi dan hidrolisis.
Kerusakaan yang terjadi oleh beberapa faktor seperti absorbsi bau dan
kontaminasi, aksi enzim dan aksi mikroba serta reaksi kimia.
1. Absorbsi bau dan kontaminasi
Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan
yang mengandung minyak yaitu usaha mencegah pencemaran bau dan
kontaminasi dari alat penampung. Hal ini karena minyak dapat

13
mengabsorbsi zat menguap atau bereaksi dengan bahan lain. Adanya
absorbsi dan kontaminasi dari wadah ini akan menyebabkan perubahan
pada minyak, dimana akan menghasilkan bau tengik sehingga
menurunkan kualitas minyak.
Proses absorbsi dan kontaminasi dari tempat penyimpanan dapat
dihindari dengan pemakaian bahan yang sesuai. Untuk penampungan dan
penyimpanan minyak kelapa sawit, bisa dipakai bahan dari stainless steel
atau mild steel yang dilapisi cat epoxy. Bahan yang berasal dari seng tidak
dianjurkan untuk tempat penyimpanan minyak sawit.
2. Aksi enzim
Biasanya, bahan yang mengandung minyak (lemak) mengandung enzim
yang dapat menghidrolisis. Jika organisme dalam keadaan hidup,enzim
dalam keadaan tidak aktif. Sementara, jika organisme telah mati maka
koordinasi antarsel akan rusak sehingga enzim akan bekerja dan merusak
minyak. Indikasi dari aktivitas enzim dapat diketahui dengan mengukur
kenaikan bilangan asam. Adanya aktivitas enzim akan menghidrolisis
minyak sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol.
Kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan menghasilkan bau tengik
dan rasa yang tidak enak. Asamlemak bebas juga dapat menyebabkan
warna gelap dan proses pengkaratan logam. Untuk mengurangi aktivitas
enzim, bisa diusahakan dengan penyimpanan minyak pada kondisi panas
minimal 50C.
3. Aksi mikroba
Kerusakaan minyak oleh mikroba (jamur, ragi, dan bakteri) biasanya
terjadi jika masih terdapat dalam jaringan. Namun minyak yang telah
dimurnikan pun masih mengandung mikroba 10 organisme setiap
gramnya.
Dalam hal ini minyak dapat dikatakan steril. Kerusakaan yang dapat
ditimbulkan oleh mikroba antara lain produksi asam lemak bebas, bau
sabun dan perubahan warna minyak.
4. Reaksi kimia
Kerusakan minyak kelapa sawit terutama disebabkan karena faktor
absorbsi dan kontaminasi, sedangkan aksi enzim dan aksi mikroba selama
ini kurang diperhatikan dan dapat diabaikan. Hal ini disebabkan karena
faktor penyebab tersebut pengaruhnya memang kecil terhadap produk
minyak kelapa sawit. Faktor penyebab kerusakaan minyak kelapa sawit
yang perlu mendapat perhatian dan besar pengaruhnya yaitu kerusakaan
karena reaksi kimia yaitu hidrolisis dan oksidasi.
Dalam reaksi hidrolisis, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas
dan gliserol. Hal ini akan merusak minyak dengan timbulnya bau tengik.
Untuk mencegah terjadinya hidrolisis maka kandungan air dalam minyak
harus diusahakan seminimal mungkin.

14
Reaksi oksidasi minyak sawit akan menghasilkan Aldehida dan keton.
Adanya senyawa ini tidak disukai karena menyebabkan ketengikan.
Pengaruh lain akibat oksidasi yaitu perubahan warna karena kerusakan
pigmen warna, penurunan kandungan vitamin, dan keracunan. alah satu
cara yang biasa dilakukan untuk menghambat reaksi oksidasi yaitu dengan
pemanasan 50-55C yang mematikan aktivitas mikroorganisme (Iyung
Pahan.2006).

2.7 Minyak dan Lemak


Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan
ester asam lemak. Di alam, bentuk gliserida yang lain yaitu digliserida dan
monogliserida hanya terdapat sangat sedikit pada tanaman (Sudarmadji, dkk.,
1989).
Lemak dan minyak dapat diklarifikasikan berdasarkan sumbernya yaitu
lemak hewani dan nabati. Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak) yang
biasanya berasal dari lemak hewan darat seperti lemak susu dan lemak sapi.
Lemak hewan laut seperti minyak ikan sardin dan minyak ikan paus. Lemak
nabati yang berbentuk cair disebut minyak yang biasanya berasal dari biji-bijian
seperti minyak jagung, kacang dan biji kapas. Kulit buah seperti minyak zaitun
dan minyak kelapa sawit dan buah seperti kelapa dan inti sawit (Ketaren, 1986).
Metode-metode analisis senyawa-senyawa lemak, resin, dan sebagainya
biasanya terdiri atas penentuan sejumlah bilangan-bilangan fisika dan kimia yang
umumnya dikenal sebagai suatu konstanta meskipun dalam batas-batas tertentu.
Konstanta-konstanta ini jika digabung dengan warna, bau, rasa, dan uji-uji
identifikasi khusus merupakan dasar penentuan kemurnian dan kualitas
senyawasenyawa tersebut (Rohman,2018).

2.7.1 Asam Lemak


Asam lemak merupakan asam monokarboksilat alifatik yang dihasilkan
dari hasil hidrolisis lemak. Asam lemak yang dihasilkan dari hasil hidrolisis dapat
bervariasi. Asam lemak diklasifikasikan berdasarkan panjang rantai, jumlah,
konfigurasi, posisi ikatan rangkap, dan keberadaan gugus fungsional lain dalam
rantainya. Asam lemak juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber asalnya
(Estiasih,2016).

15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat
1. Erlenmeyer 250 ml Pyrex
2. Buret 25 ml Pyrex
3. Neraca analitik dengan ketelitian ±0,0001 g GR 202
4. Waterbath Memmert
5. Spatula
6. Gelas ukur 100 ml Pyrex
7. Statif dan klem

3.2. Bahan
1. CPO (Crude Palm Oil )
2. NaOH (Natrium Hidroksida)
3. Alkohol 95%
4. Indikator Phenolphthalein

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1 Pembuatan Larutan

3.3.1.1 Larutan Alkohol Netral


1. Diukur Etil Alkohol(aq) 95% sebanyak 75 ml
2. Dipanaskan diatas waterbath hingga hangat kuku
3. Ditambahkan indikator phenolphthalein 2-3 tetes
4. Dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,25 N hingga terjadi
perubahan warna menjadi merah jambu

3.3.1.2 Larutan NaOH 0,25 N


1. Ditimbang kristal NaOH sebanyak 10 g dengan wadah beaker glass
2. Dilarutkan dengan 1000 ml aquadest
3. Dimasukkan kedalam labu takar 1000 ml

3.3.1.3 Standarisasi Larutan NaOH 0,25 N


1. Dipanaskan KH Phthalat di dalam oven selama 1 jam
2. Dinginkan di dalam desikator
3. Timbang KH Phthalat dalam erlenmeyer
4. Tambah 3 tetes indikator Phenolphthalein

16
5. Titrasi dengan larutan NaOH hingga titik akhir titrasi menjadi pink
seulas
6. Dicatat volume NaOH yang terpakai

3.3.2 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)


Dicairkan contoh minyak serta dihomogenkan sebelum ditimbang.
Ditimbang Erlenmeyer kosong dengan neraca analitik kemudiaN dimasukkan
sampel minyak CPO ± 7 g kedalam Erlenmeyer dan dicatat berat sampelnya.
Ditambahkan alkohol netral panas sebanyak 75 ml, ditambahkan 3 tetes indikator
Phenolphthalein. Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,25 N hingga terjadi
perubahan warna dari warna kekuningan menjadi merah jambu. Kemudian
dihitung kadar asam lemak bebasnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Andoko,A.,2013 Berkebun Kelapa Sawit Si Emas Cair.Jakarta:Agro


Media Pustaka

Estiasih,T.,Harijono.,Waziiroh,E.,Fibrianto,K.,2016. Kimia dan Fisik


Pangan. Jakarta: Bumi Aksara

Fauzi, Y., Widyastuti, Y.E., Satyawibawa, I., dan Paeru, H.R. 2012.
Kelapa Sawit.Cetakan ke-1. Jakarta: Penebar Swadaya

Hasibuan, H.A. 2012. Kajian Mutu dan Karakteristik Minyak Sawit


Indonesia Serta Produk Fraksinasinya. Jurnal Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Ketaren, S.,1986. Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit UI-Press.


Mangoensoekarjo, S., dan Semangun, H.,2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa
Sawit. Jakarta: Gadjah Mada University Press.

Muchtadi,T.R.,Aziz,M.A.,2016. Industri Hilir Produk Kelapa


Sawit.Bandung :Penerbit Alfabeta

Pahan, I.,2011. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan ke-9. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Rohman,A.,Sumantri.,2018.Analisis Makanan.Yogyakarta:Gadjah Mada


University Press

Sastrosayono,I.,2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta : Agromedia


Pustaka

Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya Panen Dan


Pengolahan. Edisi Revisi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan


Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Sunarko. (2009). Budidaya Dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Dengan Sistem
Kemitraan. Cetakan ke-1. Jakarta: Gramedia Pustaka.

18

Anda mungkin juga menyukai