Anda di halaman 1dari 32

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN DARI


CANGKANG TELUR MELALUI METODE WATER WASHING

PROPOSAL SKRIPSI

oleh:
Dea Alifiana
H41180792

PROGRAM STUDI TEKNIK ENERGI TERBARUKAN


JURUSAN TEKNIK
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2022
PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH
MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN DARI
CANGKANG TELUR MELALUI METODE WATER WASHING
HALAMAN JUDUL

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan Teknik
(S.Tr.T)
di Program Studi Teknik Energi Terbarukan
Jurusan Teknik

oleh:
Dea Alifiana
H41180792

PROGRAM STUDI TEKNIK ENERGI TERBARUKAN


JURUSAN TEKNIK
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2022

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
2.1 Minyak Jelantah ....................................................................................... 6
2.2 Biodiesel ................................................................................................... 7
2.3 Pembuatan Biodiesel ................................................................................ 8
2.3.1 Pengujian FFA .................................................................................. 8
2.3.2 Penurunan Kadar FFA....................................................................... 9
2.3.3 Reaksi Transesterifikasi .................................................................... 9
2.3.4 Pencucian ........................................................................................ 10
2.4 Katalis ..................................................................................................... 10
2.4.1 Katalis Asam ................................................................................... 11
2.4.2 Katalis Basa..................................................................................... 12
2.5 Katalis dan CaO dari Cangkang Telur ................................................... 12
2.6 Karakteristik Biodiesel Menurut SNI ..................................................... 13
BAB 3. METODE PENELITIAN......................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Reaksi Esterifikasi .............................................................................. 9


Gambar 2. 2 Reaksi Transesterifikasi ................................................................... 10
Gambar 3. 1 Diagram alir pembuatan biodiesel.................................................... 17
Gambar 3. 2 Diagram alir proses kalsinasi cangkang telur ................................... 19
Gambar 3. 3 Diagram alir reaksi esterifikasi ........................................................ 20
Gambar 3. 4 Diagram alir proses transesterifikasi ................................................ 21
Gambar 3. 5 Diagram alir pemurnian biodiesel .................................................... 22

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Syarat Mutu Biodiesel SNI 7182-2015 ................................................ 13


Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 14
Tabel 3. 1 Analisa Data ......................................................................................... 25

v
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki banyak sumber daya alam, terutama kaya akan bahan
bakar fosil, minyak bumi dan batu bara. Perkembangan teknologi yang kian pesat
membuat kebutuhan minyak bumi semakin meningkat, sedangkan ketersedian
minyak bumi semakin lama semakin menurun secara drastis. Peristiwa tersebut
menyebabkan permasalahan krisis bahan bakar sehingga tidak heran apabila
masyarakat maupun pemerintah mengembangkan energi alternatif (renewable)
yang ramah lingkungan salah satunya ialah biodiesel . Sesuai dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia nomor. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi
nasional Bab 1 pasal 1 berbunyi energi terbarukan adalah sumber energi yang
berasal dari sumberdaya energi yang secara alamiah dapat berkelanjutan jika
dikelola dengan baik.
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif (renewable) yang
digunakan untuk bahan bakar mesin diesel dan dapat dikelola secara
berkelanjutan. Dibandingkan solar, biodiesel memiliki beberapa keunggulan yakni
memiliki angka cetane yang tinggi dan ramah lingkungan. Biodiesel dikategorikan
ramah lingkungan dikarenakan tidak mengandung karbon monoksida (CO),
nitrogen monoksida dan sulfur sehingga rendah emisi (Devita, 2015). Bahan yang
digunakan pada pembuatan biodiesel yaitu memanfaatkan komposisi asam lemak,
pada minyak nabati, minyak hewani dan minyak jelantah. Bahan baku biodiesel
ini merupakan bahan yang dapat diperbarui (renewable) serta ramah lingkungan.
Pengembangan energi salah satunya dapat dilakukan dengan pemanfaatan limbah
minyak jelantah sebagai biodiesel.
Minyak jelantah merupakan limbah minyak goreng yang digunakan berkali-
kali. Kementerian ESDM (2020) mencatat bahwa pada tahun 2019 konsumsi
minyak sawit nasional mencapai 16,2 juta kiloliter (KL). Berdasarkan angka
tersebut, rata-rata jumlah produksi minyak goreng bekas di wilayah tersebut
sebesar 40-60% atau wilayah tersebut sebesar 6,46-9,72 juta kiloliter (KL).
Sayangnya, minyak goreng bekas yang bisa dikumpulkan di Indonesia hanya 3

1
juta kiloliter (KL) atau hanya 18,5% dari total minyak sawit yang dikonsumsi di
dalam negeri. Hal ini tentunya sangat cocok digunakan sebagai bahan baku
biodiesel. Proses pembuatan biodiesel harus melalui beberapa proses kimia untuk
menjadi biodiesel. Menurut Suryandari dkk. (2021) pemilihan metode yang tepat
yang nantinya digunakan akan mempermudah proses produksi dan mengurangi
biaya produksi.
Proses pengolahan biodiesel dengan kadar asam lemak bebas (FFA) yang
cukup tinggi seperti pada minyak jelantah memerlukan tahapan pendahuluan
dalam pengelolahannya yaitu reaksi esterifikasi, esterifikasi adalah proses untuk
memecah bilangan asam lemak bebas (FFA) yang terdapat pada minyak jelantah.
Asam lemak bebas memiliki pengaruh yang besar terhadap produksi biodiesel
karena minyak yang mengandung lebih dari 2% asam lemak bebas (FFA) akan
membentuk sabun, yang dapat mempersulit pemisahan biodiesel (Hsiao et al,
2018 dalam Oko dan feri, 2021). Sehingga, jika kadar FFA lebih besar dari 2%
maka dilakukan proses esterifikasi, dan jika kadar FFA kurang dari 2% maka
dilakukan proses transesterifikasi pada minyak jelantah tersebut.
Proses selanjutnya adalah transesterifikasi, untuk mengkonversi trigliserida
menjadi metil ester dengan menggunakan katalis untuk mempercepat reaksi. Ada
dua macam katalis, yakni katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen
yang sering digunakan adalah NaOH dan KOH, namun penggunaan katalis
tersebut dapat mencemari lingkungan karena penggunaan katalis ini tidak dapat
dipisahkan dari campuran reaksi. Produksi biodiesel menggunakan katalis
homogen berlangsung secara cepat. Namun, untuk menghilangkan kotoran katalis
pada produk memerlukan beberapa langkah tambahan, yang berpengaruh pada
biaya produksi (Zabeti et al, 2009 dalam Sunardi, 2013). Banyak penelitian yang
menggunakan katalis heterogen yang dirasa lebih ramah lingkungan, lebih stabil,
dan rendah kemungkinan menyebabkan korosi pada peralatan. Karena berfasa
padat, katalis ini mudah dipisahkan dari campuran reaksi dengan cara filtrasi.
Selain itu, katalis padat dinilai lebih ekonomis karena berpotensi digunakan
berkali-kali (Zuhra, dkk. 2015). Banyak sekali katalis heterogen yang ramah
lingkungan salah satunya adalah cangkang telur yang mengandung senyawa CaO.

2
Kalsium oksida (CaO) merupakan oksida basa kuat yang memiliki aktivitas
katalitik yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai katalis untuk pembuatan
biodiesel. CaO me-rupakan katalis heterogen yang memiliki bentuk berupa
padatan sehingga mudah dipisahkan dari campuran dengan penyaringan dan tidak
membutuhkan air yang banyak dalam proses penyaringannya. CaO sebagai katalis
basa mempunyai banyak kelebihan misalnya, kondisi reaksi yang rendah, masa
katalis yang lama, serta biaya katalis yang rendah (Indah dkk., 2011).
Cangkang telur merupakan limbah rumah tangga yang seringkali tidak
digunakan. Cangkang telur merupakan salah satu bahan yang mengandung
berbagai jenis mineral, komposisi cangkang telur terdiri atas air (1,6%) serta
bahan kering (98,4%). Total bahan kering yang terdapat pada cangkang telur
terkandung unsur mineral (95,1%) dan protein (3,3%). Sesuai dengan komposisi
mineral yang ada, maka cangkang telur yang tersusun atas mineral CaCO3
(98,43%); MgCO3 (0,84%) dan Ca3(PO4)2 (0,75%) (Yuwanta, 2010 dalam Oko
dan feri. 2019). Diproses menggunakan dekomposisi thermal untuk menghasilkan
CaO (Kalsium oksida) yang dapat digunakan untuk pemurnian pada biodiesel
dengan metode water washing untuk menyaring sisa-sisa rendemen, sabun dan
gliserol.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka dilakukan
penelitian mengenai pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis CaO yang
berasal dari proses kalsinasi pada cangkang telur yang mana katalis ini dirasa akan
menghasilkan biodiesel sesuai SNI karena kandungan air yang tidak terlalu
banyak jika dibandingan dengan biodiesel menggunakan katalis homogen. Maka
dari itu peneliti mengambil judul sesuai dengan topik bahasan yaitu “Pembuatan
Biodiesel dari Minyak Jelantah Menggunakan Katalis Heterogen dari Cangkang
Telur Melalui Metode Water Washing”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasakan pemaparan latar belakang yang telah disampaikan maka
rumusan masalah adalah sebagai berikut:

3
1. Bagaimana pengaruh dari variasi berat katalis CaO cangkang telur dan lama
waktu percampuran terhadap kualitas biodiesel yang dihasilkan?
2. Bagaimana karakteristik Biodiesel yang dihasilkan dan apakah sudah
memenuhi kualitas standard SNI 7182:2015?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, Tujuan yang akan dibahas pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh dari variasi berat katalis heterogen dan lama
waktu pada pencampuran terhadap kualitas biodiesel yang dihasilkan.
2. Untuk mengetahui karakteristik biodiesel yang dihasilkan memenuhi standard
SNI 7182:2015.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari penelitian “Pembuatan Biodiesel
dari Minyak Jelantah Menggunakan Katalis Heterogen dari Cangkang Telur
melalui Metode Water Washing” adalah sebagai berikut:
1. Sebagai alternatif bahan bakar pengganti solar.
2. Proses dan metode yang digunakan dalam pembuatan biodiesel lebih mudah
dan efisien.
3. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu informasi dan referensi pembaca
mengenai alternatif bahan bakar pengganti dengan menggunakan biodiesel.

1.5 Batasan Masalah


Batasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan minyak jelantah dan cangkang telur yang
seragam.
2. Cangkang telur yang digunakan merupakan cangkang telur ayam
3. Minyak jelantah diambil dari limbah rumah makan.

4
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Jelantah


Minyak jelantah berasal dari minyak goreng nabati dan minyak hewani yang
digunakan untuk menggoreng bahan makanan yang telah digunakan berulang kali
dan telah menjadi limbah rumah tangga. Minyak goreng bekas atau minyak
jelantah ini memiliki warna kuning ketika digunakan berulang kali berubah
menjadi warna cokelat kehitaman, dikarenakan banyaknya sisa-sisa bahan
makanan yang digoreng tercampur dengan minyak goreng tersebut. Penggunaan
minyak goreng secara terus menerus pada suhu tinggi dari 160°C hingga 180°C
telah menurunkan kualitas minyak goreng, sehingga mempengaruhi kualitas
minyak goreng yang digunakan. Pemanfaatan minyak jelantah dalam pembuatan
biodiesel memiliki beberapa keuntungan yaitu eco-friendly, mereduksi limbah
minyak jelantah, tidak bersaing dengan kebutuhan pangan, dan minyak jelantah 2-
3 kali lebih murah dari minyak tumbuhan serta dapat mengurangi jumlah
penggunaan lahan pertanian, berbeda dengan penggunaan tanaman dalam
menghasilkan biodiesel (Aziz et al. 2012 dalam Sukandi dkk. 2014).
Minyak goreng bekas rumah tangga yang menjadi masalah lingkungan
karena susah terurai dan mencemari lingkungan. Mengingat penggunaan minyak
goreng di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Menjadikan banyaknya minyak
jelantah juga meningkat, sehingga solusi untuk memanfaatkan minyak jelantah
salah satunya adalah digunakan sebagai bahan baku untuk dijadikan bahan bakar
alternatif pengganti solar yaitu biodiesel. Kementerian ESDM (2020) ditemukan
bahwa hanya sebagian kecil dari minyak goreng yang digunakan di Indonesia
digunakan sebagai biodiesel. Dari 3 juta kiloliter (KL) yang terkumpul, hanya
sekitar 570 kiloliter (KL) yang dapat dikonversi menjadi biodiesel dan
penggunaan lainnya, dengan 2,4 juta kiloliter sisanya digunakan untuk minyak
goreng daur ulang dan ekspor.
Pada minyak jelantah mengandung kadar asam lemak bebas atau FFA (Free
Fatty Acid) dan mengandung trigeliserida. Yang terkadang proses pembuatan
biodiesel, terdapat asam lemak bebas dalam minyak goreng bekas, hal ini

6
menyebabkan produk biodiesel yang tidak optimal karena banyaknya senyawa
sabun yang terbentuk (Sartika dkk. 2015). Pembentukan asam lemak bebas dalam
minyak jelantah biasanya diakibatkan oleh proses hidrolisis yang terjadi selama
prosess penggorengan, ini biasanya disebabkan oleh pemanasan yang tinggi yaitu
pada suhu 160-200°C (Kalapathy dan Proctor, 2000 dalam Sopianti dkk, 2017).
Apabila kadar FFA lebih besar dari 2% maka harus dilakukan proses
esterifikasi, dan apabila kadar FFA kurang dari 2% maka harus dilakukan proses
transesterifikasi pada minyak jelantah tersebut.

2.2 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang digunakan untuk bahan
bakar mesin diesel pengganti solar, terbuat dari bahan baku seperti minyak nabati,
minyak hewani dan minyak jelantah melalui proses reaksi transesterifikasi dengan
methanol (Helwani et al, 2009 dalam Sukandi dkk. 2014). Komposisi utama yang
terdapat pada minyak nabati merupakan senyawa trigliserida yang berasal dari
ester pada asam lemak rantai panjang. Secara kimia, biodiesel tergolong
monoalkil ester atau metil ester memiliki panjang rantai karbon 12 hingga 20.
Penggunaan biodiesel yang ada di Indonesia relatif rendah dan masih
kesulitan bersaing dengan bahan bakar solar. Pengembangan biodiesel ini
dilakukan untuk memperlambat habisnya bahan bakar fosil, sehingga biodiesel
dapat menjadi alternatif bahan bakar. Biodiesel memiliki beberapa keunggulan
yakni memiliki cetane number biodiesel lebih tinggi dibandingkan petroleum
diesel sehingga menghasilkan suara mesin yang halus, ramah lingkungan karena
tidak mengandung karbon monoksida (CO), nitrogen monoksida dan sulfur
sehingga rendah emisi (Devita, 2015). Penanganan dan penyimpanan lebih mudah
karena tidak menghasilkan uap berbahaya pada suhu kamar dan dapat disimpan
pada tangki yang sama dengan petroleum diesel, selain itu dapat terurai secara
alami, dan merupakan bahan bakar yang dapat diperbarui (Prihandana dkk. 2006
dalam Sartika dkk. 2015). Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan produk
biodiesel ini mengandung banyak lemak yang dapat diekstraksi dan diambil
minyaknya.

7
2.3 Pembuatan Biodiesel
Proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati memiliki perlakuan berbeda-
beda terhadap pengelolahannya, perlakuan ini dilakukan sesuai dengan kandungan
asam lemak bebas (FFA). Pada kasus minyak nabati dengan kandungan FFA
diatas 1 % tidak disarankan untuk melakukan proses transesterifikasi secara
langsung tanpa menurunkan kadar FFA terlebih dahulu dengan melakukan proses
esterifikasi (Rhofita, 2012 dalam Lestari, 2018). Kadar FFA diatas 1% dapat
menurunkan tingkat rendemen yang dihasilkan dan akan meningkatkan
pembentukan sabun, sehingga pemisahan biodiesel dan gliserol menjadi sulit
(Tiwari, 2007 dalam Lestari, 2018). Maka dari itu perlu adanya tahapan dalam
pembuatan biodiesel, tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

2.3.1 Pengujian Kadar FFA


Proses pembuatan biodiesel diawali dengan persiapan alat dan bahan yang
akan menguji nilai kadar FFA atau kadar asam lemak bebas yang terkandung pada
minyak jelantah. Pengujian kadar asam lemak bebas yang terdapat pada minyak
jelantah dilakukan dengan percampuran NaOH dan Indikator PP, yang bertujuan
untuk mengetahui kandungan kadar asam lemak bebas pada minyak jelantah
tersebut. Kandungan asam lemak bebas pada minyak jelantah senilai 5-30%
(Kartika dan Widyaningsih, 2012 dalam Oko dan feri dkk. 2021). Untuk
mengetahui kadar asam lemak bebas pada minyak jelantah maka dilakukan
dengan titrasi. Titrasi dilakukan dengan menggunakan indikator fenolftalein dan
dititrasi dengan 0,1M NaOH sampai warna merah muda bertahan selama 15 detik
(Sukma, 2021). Kemudian untuk mengetahui % FFA, maka dilakukan
perhitungan menggunakan persamaan sebagai berikut (Sukma, 2021):

%FFA= ......................(2.1)

Keterangan:
V = Volume Katalis Basa
M = Molaritas Katalis Basa

8
Dikarenakan minyak jelantah memiliki kadar asam lemak bebas yang
tinggi maka setelah melakukan pengujian kadar % FFA yang dihasilkan maka
dilakukan proses esterifikasi dan transesterifikasi.

2.3.2 Penurunan Kadar FFA


Proses penurunan kadar FFA atau asam lemak bebas ini biasa disebut
dengan reaksi esterifikasi, reaksi ini bertujuan untuk mengubah asam lemak bebas
yang terdapat pada minyak dikonversi menjadi metil ester dengan bantuan katalis.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan metanol menggunakan asam kuat
sebagai katalis (Hikmah, 2010 dalam Anggraeni, 2019). Katalis asam kuat yang
digunakan seperti H2SO4 dan HCl. Reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam
homogen memiliki keunggulan aktivitas dan selektivitas yang tinggi. Proses ini
mengurangi kandungan asam lemak bebas dan meningkatkan kualitas biodiesel
yang dihasilkan. Asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) yang dihasilkan
dari reaksi oksidasi dan hidrolisis (Sukma, 2021). Reaksi esterifikasi disajikan
pada Gambar 2.1 sebagai berikut.

Gambar 2. 1 Reaksi Esterifikasi


Sumber: Sukma, 2021

2.3.3 Reaksi Transesterifikasi


Pada proses transesterifikasi untuk mengkonversi trigliserida menjadi
metil ester dengan katalis basa tanpa terbentuk sabun. Prinsip dasar
transesterifikasi adalah metanol menempati asam lemak untuk menghasilkan ester.
Reaksi yang terjadi bersifat reversibel dan membutuhkan metanol berlebih untuk
mempercepat kesetimbangan ke produk. Stoikiometri reaksi ini adalah metanol
3:1 menjadi lemak. Namun, dalam praktiknya, rasio ini biasanya meningkat dari
6:1 menjadi 12:1 untuk mencapai hasil produk (Anastopoulous dkk. 2009 dalam

9
Zuhra dkk. 2015). Reaksi transesterifikasi disajikan pada Gambar 2.2 sebagai
berikut.

Gambar 2. 2 Reaksi Transesterifikasi


Sumber: Taslim, 2021

Semakin kecil kadar asam lemak bebas, maka sabun yang terbentuk
(reaksi saponifikasi) makin kecil, sedangkan metil ester makin besar. Proses ini
menggunakan katalis untuk mempercepat laju reaksi, jenis katalis basa yang
digunakan adalah NaOH dan KOH. Dalam proses transesterifikasi menggunakan
suhu dari 50-70°C yang dijaga agar suhunya stabil (Taslim, 2021).

2.3.4 Pencucian
Pemurnian biodiesel dilakukan untuk memisahkan biodiesel dengan
pengotor. Pengotor biodiesel biasanya berupa gliserol bebas, sisa methanol yang
tidak bereaksi, sisa katalis dan sabun. Pencucian biodiesel memilki beberapa jenis,
metode water washing dan dry washing. Penelitian ini menggunakan metode
pencucian air memiliki kelemahan yaitu waktu proses yang lama (hingga 2,5 jam),
membutuhkan air dalam jumlah besar, dan menghasilkan limbah berupa emulsi
sabun, gliserol, methanol reaktif, dan katalis dalam jumlah besar yang tidak dapat
dibuang secara langsung ke lingkungan sedangkan keuntungan dari metode
pencucian ini adalah mudah dan murah untuk diaplikasikan dalam pencucian
biodiesel (Hartono, 2014 dalam Rachmanita dan Safitri, 2020).

2.4 Katalis
Reaksi untuk menghasilkan biodiesel membutuhkan katalis karena
reaksinya cenderung lambat. Katalis berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi

10
reaksi dan mempercepat laju reaksi. Katalis yang digunakan dalam produksi
biodiesel dapat berupa katalis basa atau asam.
2.4.1 Katalis Asam
Alternatif Metode lain yang dapat digunakan untuk membuat biodiesel
adalah dengan menggunakan katalis asam. Selain mampu mengkatalis reaksi
transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel, katalis asam juga dapat
mengkatalis reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak
menjadi biodiesel dengan reaksi yang disajikan pada Gambar 2.3 sebagai berikut.

Gambar 2. 3 Reaksi Katalis Asam pada Proses Esterifikasi


Sumber: Santoso dkk. 2013

11
2.4.2 Katalis Basa
Katalis basa berguna untuk digunakan pada prosses transesterifikasi.
Katalis basa homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan
reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan pada reaksi
transesterifikasi adalah katalis basa/alkali seperti kalium hidroksida (KOH) dan
natrium hidroksida (NaOH). Menurut Prayanto dkk. (2016) bahwa katalis
homogen merupakan katalis yang paling umum digunakan dalam proses
pembuatan biodiesel karena dapat digunakan pada suhu dan tekanan operasinya
yang relatif rendah serta memiliki kemampuan katalisator yang tinggi. Namun,
penggunaan katalis ini memiliki kelemahan antara lain konsumsi energi yang
tinggi membutuhkan modal yang besar, perlu keamanan yang lebih, sensitif
terhadap air dan kandungan asam lemak bebas pada bahan baku (Talebian-
Kiakalaieh dkk. 2013 dalam Suryandari dkk. 2021). Adapun reaksi katalis basa
dalam pembuatan biodiesel disajikan pada Gambar 2.4 sebagai berikut.

Gambar 2. 4 Reaksi Katalis Basa pada Proses Transesterifikasi


Sumber: Santoso dkk. 2013

Alternatif lain penggunaan katalis heterogen, yaitu katalis yang memiliki


fasa yang tidak sama antara reaktan dengan produk. Beberapa jenis katalis
heterogen yang dapat digunakan ketika reaksi transesterifikasi yakni kalsium
oksida (CaO) dan magnesium oksida (MgO) (Arifin dkk. 2016). CaO biasanya
dibuat melalui dekomposisi thermal bahan-bahan seperti batu gamping
(limestone), cangkang kerang, cangkang telur, cangkang siput atau cangkang
molluska lainya.

2.5 Katalis CaO dari Cangkang Telur


Cangkang telur merupakan lapisan terluar yang melindungi semua bagian
telur, cangkang telur yang telah menjadi limbah rumah tangga dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu katalis heterogen, Cangkang telur merupakan salah satu bahan

12
yang mengandung berbagai jenis mineral, komposisi cangkang telur terdiri atas air
(1,6%) serta bahan kering (98,4%). Total bahan kering yang terdapat pada
cangkang telur terkandung unsur mineral (95,1%) dan protein (3,3%). Sesuai
dengan komposisi mineral yang ada, maka cangkang telur yang tersusun atas
mineral CaCO3 (98,43%); MgCO3 (0,84%) dan Ca3(PO4)2 (0,75%) (Yuwanta.,
2010 dalam Oko dan feri 2019). Kandungan CaCO3 pada cangkang telur dapat
dikonversikan menjadi CaO dengan beberapa proses untuk mendapatkan CaO
pada cangkang telur dilakukan dengan proses kalsinasi, sehingga CaO yang
diperoleh akan memiliki tingkat kemurnian cukup tinggi (Syahputri & Broto,
2020). Proses kalsinasi adalah proses yang bertujuan untuk menghilangkan
kandungan air, senyawa organik, serta karbon dioksida yang ada pada cangkang
telur. CaO diperoleh dari pelepasan CO terhadap CaCO3 dengan proses pelepasan
yang disajikan pada Gambar 2.5 sebagai berikut.

Gambar 2. 5 Reaksi yang Terjadi pada Saat Kalsinasi


Sumber: Sukandi dkk. 2014

Tujuan kalsinasi pada cangkang telur adalah untuk menghilangkan senyawa


karbon dioksida melalui reaksi dekomposisi kalsium karbonat yang terkandung
dalam cangkang telur sehingga menghasilkan senyawa kalsium oksida.

2.6 Karakteristik Biodiesel Menurut SNI


Biodiesel yang diproduksi harus memenuhi standarisasi mutu SNI.
Karakteristik biodiesel ini menggunakan parameter SNI 7182:2015, untuk
memenuhi standar tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2. 1 Syarat Mutu Biodiesel SNI 7182-2015

No. Parameter Satuan Standar


1. Massa jenis pada 40°C Kg/m3 850-890
2. Viskositas kinematic pada 40°C Mm2/s (cSt) 2,3-6,0
3. Bilangan asam Mg-KOH/g Maks 0,5

13
No. Parameter Satuan Standar
4. Titik nyala (mangkok tertutup) °C Min 100
5. Kadar metil ester %-massa Min 96,5
6. Angka setana min 51
(g-l/100 g), 115
7. Angka iodium
maks
Sumber: BSNI (2015)

2.7 Penelitian Terdahulu

Tabel 2. 2 Penlitian Terdahulu


No Peneliti,
Judul metode Hasil
Tahun
1 Nurhayati., Transesterifikasi Menggunakan Rendemen dari 100g
A. Crude Palm variasi katalis sebesar 84,89%
Mukhtar. Oil(CPO) CaO sebanyak 4 diperoleh pada
dan A. Menggunakan variasi yaitu 2%, konsentrasi katalis CaO
Gapur Katalis 4%, 6% dan 8%. 4% dengan shuhu
(2014) Heterogen CaO Menggunakan 4 reaksi 60°C, waktu
Dari Cangkang variasi suhu reaksi 3 jam dan rasio
Kerang Darah 50°C, 55°C, mol yang digunakan
(Anadara 60°C, dan 65°C. 1:9. Biodiesel yang
Granosa) rasio mol yang dihasilkan pada
Kalsinasi 900°C digunakan 4 penelitian ini telah
variasi yaitu 1:6, memenuhi standar
1:9, 1:12, 1:15 mutu biodiesel SNI04-
serta variasi 7182-2006 kecuali
waktu reaksi (1, viskositas dan residu
2, 3 dan 4 jam) karbon.
2 Arifin, Z., Produksi Menggunakan Menggunakan variasi
B. Biodiesel Dari variasi katalis katalis CaO sebanyak 3

14
Rudiyanto, Minyak Jelantah CaO sebanyak 3 variasi yaitu 6%, 7%
dan Y. Menggunakan variasi yaitu 6%, dan 8%.
Susmiati Katalis 7% dan 8%. Rendemen tertinggi
(2016) Heterogen Waktu yang yang dihasilkan pada
Cangkang digunakan selama pembuatan biodiesel
Bekicot ±120 menit. dengan metode
(Achatina pencucian dry washing
Fulica) Dnegan 63% diperoleh dari
Metode konsentrasi katalis 6%
Pencucan Dry
Washing
3 Oko, S. Pengembangan Menggunakan Biodiesel terbaik
dan M. Katalis CaO variasi katalis didapatkan saat
Feri Dari Cangkang CaO sebanyak 5 penambahan katalis
(2019) Telur Ayam variasi yaitu 1%, CaO 3%
Dengan 2%,3%,4% dan dengan nilai rendemen
Impregnasi 5% dan sebesar 96,0739%
KOH Dan menggunakan dengan viscositas,
Aplikasinya rasio mol minyak densitas, dan kadar air
Terhadap : methanol (1:12), yang memenuhi standar
Pembuatan menggunakan SNI7182:2015
Biodiesel Dari suhu reaksi
Minyak Jarak transesterifikasi
65°C. variasi
waktu yang
digunakan yaitu 1
dan 3 jam.
Sumber: (dokumen pribadi)

15
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu


Penelitian dengan judul Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah
Menggunakan Katalis Heterogen dari Cangkang Telur Melalui Metode Water
Washing. dilaksanakan di Laboratorium Teknik Energi Terbarukan, Politeknik
Negeri Jember. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Maret 2022 dan
penelitian utama dilaksanakan pada bulan Maret 2022 hingga bulan Juni 2022.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam pembuatan biodiesel ini meliputi:
1. Breaker Glass 11. Mortar
2. Buret 12. Neraca analitik
3. Corong pemisah 13. Labu takar
4. Erlemeyer 14. Oven
5. Furnance 15. Piknometer
6.Gelas ukur 16. Pipet tetes
7. Ayakan 60 mesh 17. Statif
8. Hot plate 18. Stopwatch
9. Kertas saring 19. Sarung tangan latex
10. Magnetic stirrer 20. Themometer alcohol

Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel adalah minyak


jelantah meliputi:
1. Aquades 5. Cangkang telur
2. KOH 6. NaOH
3. Asam sulfat (H2SO4) 7. Metanol
4. Minyak jelantah 8. Fenoltalein (indikator pp)

16
3.3 Metode yang Digunakan dalam Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Metode
eksperimental merupakan metode yang bertujuan untuk menguji pengaruh suatu
variabel terhadap variabel lain atau menguji bagaimana hubungan sebab akibat
antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Pengujian ini meliputi dua
variabel yakni variasi berat katalis CaO dan lama waktu pencampuran.
3.4 Pelaksanaan Penelitian

Gambar 3. 1 Diagram alir pembuatan biodiesel


Sumber: Dokumen Pribadi

17
3.4.1 Penelitian Pendahuluan
a. Persiapan Bahan
Awal proses pembuatan biodiesel ini mempersiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan. Sebelum melalui beberapa proses minyak jelantah dihomogenkan
agar sisa air yang terkandung pada minyak jelantah menguap. Pada proses ini
minyak jelantah dipanaskan pada suhu 100-105°C. Setelah melalui perlakuan
awal tersebut, minyak jelantah yang telah dipanaskan akan dilakukan penyaringan
menggunakan kertas saring. Untuk memisahkan sisa-sisa penggorengan yang ada
diminyak jelantah.
b. Karakterisasi Minyak Jelantah
Minyak jelantah yang telah melalui proses pretreatment, melalui tahapan
pengujian kadar FFA yang terdapat pada biodiesel. Sebanyak 20 g minyak
jelantah ditimbang di dalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian 50 mL isopropil
alkohol panas (suhu 50-60°C) ditambahkan dan campuran dikocok. Teteskan
indikator fenolphtalein ke dalam campuran sebanyak 2-3. Campuran dititrasi
dengan larutan KOH 0,1 N hingga timbul warna merah muda (Nurhayati dkk.
2014). Menurut standar SNI 7182-2015 kemudian dihitung menggunakan rumus:

%FFA= ..........................(3.1)

18
c. Kalsinasi Cangkang Telur

Gambar 3. 2 Diagram alir proses kalsinasi cangkang telur


Sumber: Dokumen Pribadi

Cangkang telur diperoleh dari limbah rumah tangga. Tahap kalsinasi


cangkang telur dimulai dengan membersihkan cangkang telur menggunakan air,
agar terpisah dengan kotoran yang ada pada cangkang telur. Kemudian
dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 110°C dengan waktu selama 24 jam.
Tahap selanjutnya adalah proses kalsinasi cangkang telur dengan memasukan ke
furnace dengan suhu 900°C selama 3 jam dan disimpan pada desikator. Tahap
ketiga adalah ditumbuk dan diayak dengan ukuran 60 mesh. Sehingga
menghasilkan katalis CaO dari cangkang telur.

19
3.4.2 Penelitian Utama
a. Reaksi Esterifikasi

Gambar 3. 3 Diagram alir reaksi esterifikasi


Sumber: Dokumen Pribadi

Dalam proses reaksi esterifikasi dilakukan dengan memanaskan dan


mengaduk sampel dari minyak jelantah hasil pretreatment sebanyak 200 ml ke
dalam erlemeyer hingga mencapai suhu 55-60°C, serta dilakukan pengadukan
menggunakan magnetic stirer dengan kecepatan motor 700 rpm.
Penambahan larutan metoksida dari campuran metanol sebanyak 20% v/v
minyak dengan katalis asam sulfat 5% v/v minyak. Larutan metoksida
ditambahkan ke dalam sampel minyak yang dipanaskan sedikit demi sedikit tanpa
menghentikan proses pengadukan serta menjaga suhu tetap stabil pada 55-60°C
selama 60 menit. Setelah mencapai waktu reaksi yang telah ditetapkan pada
proses dapat dihentikan, lalu sampel didiamkan hingga menjadi suhu ruangan
kemudian dipisahkan selama ± 8 jam dengan menggunakan corong pemisah
sehingga terbentuk dua lapisan.

20
b. Reaksi Transesterifikasi

Gambar 3. 4 Diagram alir proses transesterifikasi


Sumber: Dokumen Pribadi
Proses transesterifikasi menggunakan sampel minyak jelantah hasil reaksi
esterifikasi kemudian dipanaskan hingga suhu 55-60°C dalam gelas kimia.
Pembuatan biodiesel dilakukan dengan mencampur methanol dan minyak dengan
rasio mol 9:1 serta diaduk dengan suhu konstan pada 50-60oC. Katalis CaO
ditambahkan kedalam campuran methanol dengan minyak lalu diaduk pada
kecepatan pengadukan 700 rpm menggunakan magnetic stirrer selama 1, 2, dan 3
jam. Penambahan katalis CaO bervariasi dengan variabel yang telah ditentukan
3%, 6% dan 9%.
Pengadukan dihentikan dan campuran dituang ke dalam corong pisah,
didiamkan selama ±8 jam sampai terbentuk layer yang terdiri dari produk
biodiesel dan gliserol, dimana ditemukan produk biodiesel utama, terdapat pada
lapisan atas dan gliserol sebagai produk sampingan terletak di bagian bawah.

21
c. Pencucian Water Washing

Gambar 3. 5 Diagram alir pemurnian biodiesel


Sumber: Dokumen Pribadi
Hasil reaksi yang telah dilakukan setelah 3 jam, campuran dimasukkan ke
dalam corong pemisah dan diendapkan selama 24 jam untuk dipisahkan antara
metil ester dan gliserol, sedangkan katalis terendapkan dalam reaktor. Setelah 24
jam campuran metil ester dan gliserol dipisahkan, selanjutnya bagian atas dari
corong adalah metil ester dicuci dengan akuades (60-70°C) hingga menghasilkan
biodiesel berwarna kuning jernih. Dengan beberapa pengulangan hingga
mendapatkan 3 lapisan. Kemudian dilakukan pemanasan biodiesel dengan
menggunakan Hot plate dengan suhu 110°C, menggunakan putaran motor 200
rpm selama kurang lebih 30 menit hingga tidak ada letupan pada biodiesel
(Rachmanita dan Safitri, 2020).

3.5 Parameter Penelitian


Parameter adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian (Arikunto, 2006).

22
3.5.1 Rendemen Biodiesel
Nilai rendemen biodiesel dapat diketahui oleh dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

Rendemen (%) = ×100%........................(3.2)

3.5.2 Nilai FFA


Minyak jelantah yang telah melalui proses pretreatment, melalui tahapan
pengujian kadar FFA yang terdapat pada biodiesel. Sebanyak 20 g minyak
jelantah ditimbang di dalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian menambahkan 50
mL isopropil alkohol panas (suhu 50-60°C) dan campuran dikocok. Teteskan
indikator fenolphtalein ke dalam campuran sebanyak 2-3 tetes. Campuran dititrasi
dengan larutan KOH 0,1 N hingga timbul warna merah muda (Nurhayati dkk.
2014).

%FFA= ..............................(3.3)

3.5.3 Densitas
Pengujian densitas dilakukan dengan metode piknometer sesuai standar
ASTM D 1298. Tahap pertama adalah menimbang massa pikno kosong. Tahap
kedua yaitu memanaskan biodiesel hingga suhu mencapai 40°C, kemudian
memasukkan biodiesel kedalam pikno hingga penuh, ditutup dan menimbang
massanya. Nilai densitas diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
ρ= …………..…………………………………………………………...(3.4)

Keterangan:
ρ = densitas (gr/ml)
m2 = massa picno + bahan (gr)
m1 = massa picno kosong (gr)
V = volume picno kosong (ml)

23
3.5.4 Viskositas
Pengujian viskositas ini dilakukan dengan menggunakan viskometer.
Sampel dilakukan pengujian pada suhu 40°C (Enweremadu dan Alamu, 2010
dalam Anggraeni, 2019)

3.5.5 Bilangan Asam


Minyak jelantah yang telah melalui proses pretreatment, melalui tahapan
pengujian kadar FFA yang terdapat pada biodiesel. Sebanyak 20 g minyak
jelantah ditimbang di dalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian 50 mL isopropil
alkohol panas (suhu 50-60°C) ditambahkan dan campuran dikocok. Teteskan
indikator fenolphtalein ke dalam campuran sebanyak 2-3. Campuran dititrasi
dengan larutan KOH 0,1 N hingga timbul warna merah muda (Nurhayati dkk.
2014).

Bilangan asam = ………………………………..(3.5)

3.5.6 Angka setana


Pengukuran angka setana menggunakan nilai pendekatan indeks setana.
Rumus pendekatan yang digunakan oleh adalah sebagai berikut (Enweremadu and
Alamu, n.d.):

Indeks setana = )…….(3.6)

3.5.7 Nilai Titik Nyala


Sampel dipanaskan dengan kecepatan pemanasan tertentu sambil diaduk
dalam sebuah mangkok tertutu yang tertentu juga. Pengujian sampel dimulai pada
saat sampel pengujian mencapai temperature tertentu dengan mendekatkan api
diatas permukaan sampel (ASTM D-445).

24
3.5.8 Kadar Metil Ester
Analisis kadar metil ester dilakukan dengan menggunakan perhitungan
pendekatan nilai viskositas dengan rumus pendekatan sebagai berikut
(Enweremadu and Alamu, n.d.):
%FAME = - 45,055 (In Viskositas Kinematik) + 162,85……………………(3.7)

3.6 Analisis Data


Metode analisa data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
metode rancangan acak lengkap atau RAL dengan menggunakan pola faktorial 2
faktor yaitu, faktor lama pengadukan (A1, A2, A3) dan jumlah katalis yang
digunakan (B1, B2, B3). Selain itu, terdapat 3 taraf lama waktu pengadukan pada
reaksi transesterifikasi yaitu, 1, 2 dan 3 jam. Penambahan katalis dengan variable
3%, 6% dan 9%. Pengulangan yang dilakukan yaitu 2 kali pengulangan, variasi
waaktu pengadukan dan penambahan katalis yang dilakukan, diambil melalui
penelitian terdahulu. Analisis data disajikan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 3. 1 Analisa Data

Lama pengadukan Konsentrasi katalis CaO

B1(3%) B2(6%) B3(9%)


A1(1 jam) A1B1 A1B2 A1B3
A2(2 jam) A2B1 A2B2 A2B3
A3(3 jam) A3B1 A3B1 A3B3
Sumber: Dokumen Pribadi

25
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, D.C.K. 2019. Penggunaan Zeolit Alam pada Pra Transesterifikasi Dan
Dry washing dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah. Skripsi.
Politeknik Negeri Jember
Arifin, Z., Rudiyanto, B., & Susmiati, Y. (2016). “Produksi Biodiesel Dari
Minyak Jelantah Menggunakan Katalis Heterogen Cangkang Bekicot
(Achatina Fulica) Dengan Metode Pencucian Dry Washing”. Jurnal
ROTOR, 9(2), 100-104
Devita, L. (2015). "Biodiesel Sebagai Bioenergi Alternatif dan Prospeftif". Agrica
Ekstensia. 23-26.
Lestari, D.A. 2018. Pemanfaatan Cangkang Telur Sebagai Katalis dengan
Variasi Suhu Kalsinasi dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah.
Skripsi. Politeknik Negeri Jember
Nurhayati, Mukhtar, A., & Gapur, A. (2014). "Transesterifikasi Crude Palm Oil
(CPO) Menggunakan Katalis Heterogen Cao Dari Cangkang Kerang
Darah (Anadara Granosa) Kalsinasi 900°C".
Oko, S dan M. Feri. 2019. “Pengembangan Katalis Cao Dari Cangkang Telur
rhAyam Dengan Impregnasi Koh Dan Aplikasinya Terhadap Pembuatan
Biodiesel Dari Minyak Jarak”. Jurnal Teknologi. Vol 11. No. 2
Prayanto, D. S., M. Salahudin, L. Qadariyah dan Mahfud. 2016. “Pembuatan
Biodiesel Dari Minyak Kelapa Dengan Katalis NaOH Menggunakan
Gelombang Mikro (Microwave) Secara Kontinyu”. Jurnal Teknik ITS. 5.
Rachmanita, R. E., & Safitri, A. (2020). "Pemanfaatan Minyak Biji Alpukat
(Persea americana Mill) sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel
dengan Pemurnian Water Washing”. Jurnal Ilmiah Sains", 88-99.
Sartika, A., Nurhayati., dan Muhdarina. 2015. “Esterifikasi Minyak Goreng Bekas
Dengan Katalis H2so4 Dan Transesterifikasi Dengan Katalis Cao Dari
Cangkang Kerang Darah: Variasi Kondisi Esterifikasi”. JOM FMIPA. 2.
Sopianti, D. S., Herlina dan H.T. Saputra. 2017. “Penetapan Kadar Asam Lemak
Bebas Pada Minyak Goreng”. Jurnal Katalisator. Vol. 2.

26
Sukandi, R. A., S. Mahera dan L. J. P. Sidabutar. 2014. “Produksi Biodiesel Dari
Minyak Jelantah Menggunakan Katalis Limbah Cangkang Kerang Darah
(Anadara Granosa)”. Institut Pertanian Bogor.
Sukma, K. W. 2021. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Alpukat (Persea
Americana Mill) Menggunakan Katalis Dari Cangkang Telur. Skripsi.
Politeknik Negeri Jember.
Suryandari, A.S., Z.R Ardiansyah, V.N.A. Putri., I. Arfiansyah., A. Mustain., H.
Dewajani dan Mufid. 2021. “Sintesis Biodiesel melalui Transesterifikasi
Minyak Goreng Bekas Berbasis Katalis Heterogen CaO dari Limbah
Cangkang Telur Ayam”. Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi
Berkelanjutan. Hal 22-27.
Syahputri, A. Y., & Broto, R. T. (2020). "Pemanfataan Limbah Cangkang Telur
Ayam Sebagai Katalis Cao Biodiesel Minyak Goreng Bekas". 61-74.
Taslim, M. Y. 2021. Perbaikan Mutu Biodiesel Minyak Jelantah Menggunakan
Activated Mixture Adsorbent Dengan Metode Dry-Wash Purification.
Skripsi. Politeknik Negeri Jember.
Zuhra, H. Husni, F. Hasfita, dan W. Rinaldi. 2015. “Preparasi Katalis Abu Kulit
Kerang Untuk Transesterifikasi Minyak Nyamplung Menjadi Biodiesel”.
AGRITECH. Vol. 35.

27

Anda mungkin juga menyukai