Disusun oleh:
ii
HALAMAN PENGESAHAN
ii
PRAKATA
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
selama ini sehingga penyusun dapat menyelesaikan Proposal Penelitian Terapan dengan
baik. Proposal Penelitian Terapan ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Sarjana Terapan Teknik Rekayasa Kimia
Industri, Fakultas Sekolah Vokasi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penyusun dapat melaksanakan
dan menyelesaikan Proposal Penelitian Terapan ini. Oleh karena itu, penyusun
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. Eng. Vita Paramita, ST, MM, M. Eng, selaku Ketua Program Studi Sarjana
Terapan Teknik Rekayasa Kimia Industri.
2. Ibu Rizka Amalia, ST, MT. , selaku Dosen Wali Kelas Program Alih Jenjang
Program Studi Sarjana Terapan Teknik Rekayasa Kimia Industri.
3. Bapak Prof Dr. Ir.Budiyono, M. Si selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Terapan, terima kasih atas bimbingan, dan dorongan
motivasinya selama ini hingga terselesaikannya Rancangan Proposal Penelitian
Terapan ini dengan baik.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Sarjana Terapan Teknik Rekayasa Kimia
Industri atas perhatian, dorongan dan ilmu yang tak ternilai harganya.
5. ”Bapak, Ibu serta teman-teman”, sebagai penyemangat bagi saya. Terima kasih atas
doa, dukungan, cinta dan kasih sayangnya.
6. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusun dari awal kuliah
hingga terselesainya Proposal Penelitian Terapan ini yang tidak dapat penyusun
sebutkan satu-persatu.
Penyusun menyadari keterbatasan dan kemampuan dalam penyusunan proposal
ini, oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
sehingga dapat bermanfaat bagi penyusun untuk menyempurnakan Proposal Penelitian
Terapan ini. Semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun bagi pembaca.
Semarang, 10 September 2020
Penyusun
3
4
DAFTAR ISI
1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan Berat Katalis dan Rasio Reaktan terhadap Yield Biodiesel
(Ristianingsih dkk, 2015) ........................................................................................ 8
Gambar 2.2 Tanaman Nyamplung (Balitbang Kehutanan, 2008)......................... 13
Gambar 2.3 Reaksi Esterifikasi (Sulastri, 2010) ................................................... 14
Gambar 2.4 Reaksi Transesterifikasi (Sulastri, 2010) .......................................... 15
Gambar 2.4 Alat Pembuat Biodiesel Campuran ................................................... 21
2
DAFTAR TABEL
3
BAB I PENDAHULUAN
4
Bahan baku minyak nabati yang potensial untuk dijadikan biodiesel di
Indonesia salah satunya yaitu minyak kelapa sawit (palm oil). Kelapa sawit
merupakan jenis tumbuhan yang memiliki komponen asam lemak 3-5% dan
trigliserida 94%. Kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuh sawit memiliki
nilai yang sama (Insani dkk, 2011).
Selain minyak kelapa sawit bahan baku minyak yang dapat digunakan
yaitu minyak nyamplung (calophyllum inophyllum). Minyak nyamplung juga
dapat berpotensi dijadikan biodiesel. Dibandingkan dengan minyak nabati lain,
minyak nyamplung dapat menghasilkan minyak kering sangat tinggi yaitu sekitar
40-73% (Fadhlullah dkk, 2015).
Kedua minyak tersebut memiliki kelebihan yaitu flash point dan nilai
centana yang tinggi, namun minyak tersebut juga memiliki kekurangan yaitu
viskositas yang tinggi dan nilai kalor yang rendah. Viskositas yang tinggi dan
nilai kalor yang rendah sangat mempengaruhi kualitas biodiesel. Nilai kalor
biodiesel dari minyak nabati belum memenuhi standar Amerika maupun Eropa
karena memiliki 10% higher heating value (HHV) yang lebih rendah dari bahan
bakar diesel fosil (Hoekman dkk, 2012). Untuk mendapatkan biodiesel yang
optimal maka perlu memperbaiki sifatnya dengan mencampur kedua minyak
tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai
pengaruh komposisi campuran minyak kelapa sawit dan minyak nyamplung
terhadap sifat fisik biodiesel.
7
gravity, viskositas kinematik dengan menggunakan Gas Chromatography Mass
Spectroscopy (GC-MS). Pada Tabel 2.3 menunjukkan hasil uji kualitatifnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa biodiesel dengan rasio minyak-metanol 1:3 dengan
berat katalis 1% dari berat minyak beberapa telah memenuhi standar SNI 04-
7182-2006 kecuali pada nilai flash point.
Gambar 2.1 Hubungan Berat Katalis dan Rasio Reaktan terhadap Yield Biodiesel
(Ristianingsih dkk, 2015)
Tabel 2.3 Hasil Uji Analisis Kualitatif Biodiesel (Ristianingsih dkk, 2015)
8
transesterifikasi dengan memanaskan olein sawit hingga suhu 45°C dengan
penambahan katalis NaOH sebanyak 0,5% dari berat minyak sedangkan rasio
molar metanol-minyak 6:1. Biodiesel sawit kemudian dimasukkan probe
ultrasonik dengan diberikan variasi amplitudo (30%, 35% dan 0%), variasi waktu
(10, 20 dan 30 menit) dengan suhu 45°C. Selanjutnya metode konvensional
dilakukan pada suhu 65 °C dalam waktu 1 jam dengan penambahan katalis
NaOH. Biodiesel biji karet memiliki asam lemak yang sangat tinggi yaitu 12,4%
dan harus dilakukan esterifikasi. Biodiesel biji karet pada saat esterifikasi
dilakukan dengan dua metode ultrasonik dan konvensional. Esterifikasi dilakukan
dengan menambahkan katalis Hcl sebanyak 1% dari berat minyak dan rasio
metanol-minyak 20:1. Probe ultrasonik dimasukkan kedalam minyak dengan
variasi waktu (15, 22.5 dan 30 menit) dan amplitudo 40% pada suhu 45°C.
Sedangkan metode konvensional dilakukan dengan variasi waktu 30 menit dan 1
jam dengan suhu 65°C. Minyak biji karet yang telah melalui reaksi esterifikasi
selanjutnya dilakukan proses transesterifikasi dengan metode ultrasonik dengan
amplitudo 40% pada suhu 45°C selama 1 jam. Kedua biodiesel tersebut dicampur
dengan perbandingan biodiesel biji karet : biodiesel sawit (25:75 ; 50:50 ; 75:25).
Randemen biodiesel tertinggi dihasilkan dari reaksi esterifikasi konvensional
dalam waktu 1 jam. Hasil tersebut ditunjukkan pada tabel 2.4. Sedangkan untuk
hasil pengujian nilai karakteristik biodiesel ditunjukkan pada tabel 2.5. Hasil
pengujian karakteristik menunjukkan bahwa biodiesel biji karet, biodiesel sawit
dan campuran keduanya beberapa telah memenuhi standar SNI 04-7182-2006
kecuali pada bilangan iod.
Tabel 2.4 Hasil Transesterifikasi Ultrasonik Minyak Biji Karet (Musadhaz dkk,
2012)
Tabel 2.5 Karakteristik Biodiesel Biji Karet, Sawit dan Campuran Keduanya
(Musadhaz dkk, 2012)
Lemak nabati atau minyak nabati adalah sejenis minyak yang dihasilkan
dari tumbuh-tumbuhan dan sering digunakan sebagai bahan makanan. Minyak
nabati terbagi atas dua jenis yaitu minyak nabati yang dapat dikonsumsi
(edible oil) dan minyak nabati yang tidak dapat dikonsumsi (non edible oil) dan
biasanya minyak ini digunakan dalam industri. Minyak nabati merupakan salah
satu contoh produk dalam bidang rekayasa pertanian, berpotensi untuk
dikembangkan menjadi suatu energi terbarukan yang disebut dengan biodiesel
(Kristanto, 2002). Minyak nabati tergolong lipid. Lipid yaitu senyawa organik
yang tidak larut dalam air namun dapat larut dengan pelarut organik lainnya
seperti hidrokarbon maupun metil ester (Wijayanti, 2008).
Minyak nabati terdiri dari trigliserida – trigliserida asam lemak yang
memiliki kandungan terbanyak didalam minyak nabati sekitar 95%-b. Selain itu
minyak nabati juga mengandung asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa
disingkat dengan FFA), mono dan digliserida, serta beberapa komponen-
komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur.
Komposisi asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati dapat menentukan
sifat kimia minyak tersebut (Rizkita dkk, 2016).
Salah satu jenis tanaman yang menghasilkan minyak nabati adalah kelapa
sawit. Kelapa sawit sangat melimpah dan mudah ditemukan di Indonesia.
Indonesia sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia setelah
Malaysia, sehingga sangat berpeluang sebagai produsen biodiesel terbesar di
dunia (Kristanto, 2002).
Kelapa sawit, pohon kelapa, pinang salak dan sejenisnya termasuk dalam
suku palmae. Kelapa sawit tergolong pada suku palmae seperti juga pohon
kelapa, pinang, salak dan sejenisnya. Minyak sawit tersusun atas bermacam
komponen. Minyak sawit tersusun dari kelompok ester asam lemak berantai
panjang yang berikatan secara ester dan acak membentuk suatu trigliserida yang
beraneka ragam. Kelompok kedua merupakan komponen non-trigliserida yang
terdiri atas karoten. Minyak kelapa sawit dihasilkan dari pengolahan buah kelapa
sawit dengan kandungan asam lemak yang bervariasi baik dalam panjang maupun
struktur rantai karbonnya. Panjang rantai karbon dalam minyak kelapa sawit
berkisar antara atom karbon C12– C20 (Hambali, 2007). Komposisi asam lemak
pada minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Kelapa Sawit (Hambali, 2007)
12
Gambar 2.2 Tanaman Nyamplung (Balitbang Kehutanan, 2008)
2.2.4 Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang berasal dari
minyak nabati maupun lemak hewan yang dihasilkan melalui reaksi kimia antara
minyak/lemak hewani dengan alkohol berantai pendek misalnya metanol, etanol
dan butanol. Reaksi kimia untuk pembuatan biodiesel juga dibantu dengan katalis.
Proses tersebut disebut dengan transesterifikasi. Penggunaan biodiesel memiliki
keuntungan misalnya dapat mereduksi emisi karbonmonoksida dan
karbondioksida, nontoxic dan biodegradable. Dan juga biodiesel diharapkan dapat
mereduksi penggunaan bahan bakar fosil (Macceiras dkk, 2011).
2.2.6 Degumming
2.2.7 Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol yang memiliki
rantai pendek seperti metanol dan etanol agar meghasilkan metil ester asam lemak
(FAME) dan air (Sulastri, 2010). Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi
metil ester ditunjukkan pada gambar 2.3.
2.2.8 Transesterifikasi
2.2.10 Densitas
Densitas dapat didefinisikan sebagai massa persatuan volume. Densitas
suatu benda dapat didefinisikan sebagai masa total benda dibagi dengan total
volume (Dewi, 2015). Berdasarkan Badan Standar Nasional Indonesia standar
biodiesel SNI 7182-2015 yaitu sekitar 850-890 kg/m³. Semakin besar massa suatu
benda maka densitas (masa jenis) semakin besar. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi densitas yaitu suhu. Suhu yang tinggi menyebabkan rendahnya
kerapatan suatu zat dikarenakan molekul-molekul yang berikatan akan terlepas.
Namun kenaikan suhu dapat menyebabkan volume zat bertambah sehingga massa
jenis dan volume suatu zat memiliki hubungan yang berbanding terbalik
(Anjarsari, 2015). Massa jenis dapat ditulis dengan persamaan 2.1 :
ρ= ......................................................................................................(2.1)
Keterangan: ρ = massa jenis (kg/m³),
m = massa (kg), dan
V = volume (m³).
2.2.11 Viskositas
V= ........................................................................................................(2.2)
Keterangan: V = Viskositas kinematik (cSt)
µ = Viskositas dinamik (mPa.s)
ρ = Densitas (kg/m³)
Centistoke adalah unit yang paling sering dikutip oleh pemasok pelumas
dan pengguna. Dalam prakteknya, perbedaan antara viskositas kinematik dan
dinamis tidak paling penting untuk minyak. Viskositas kinematik menjadi
parameter utama dalam penentuan mutu metil ester, karena memiliki pengaruh
besar terhadap efektivitas metil ester sebagai bahan bakar. Minyak nabati
memiliki viskositas jauh lebih besar dibanding viskositas bahan bakar diesel yang
menjadi kendala penggunaan langsung minyak nabati sebagai bahan bakar
(Sumangat dan Hidayat, 2008).
Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan, dan
diukur sebagai nilai kalor kotor/gross calorific value atau nilai kalor netto/nett
calorific value (Mahmud dkk, 2010). Atau dapat didefinisikan sebagai jumlah
panas/kalor yang diperoleh dari suatu proses pembakaran sejumlah bahan bakar
dengan udara/oksigen. Nilai kalor berkaitan dengan masa jenis. Semakin besar
masa jenis suatu fluida (minyak) maka semakin kecil nilai kalornya begitupula
sebaliknya semakin kecil masa jenis suatu minyak maka semakin besar nilai
kalornya. Satuan nilai kalor dapat dinyatakan dengan kCal/kg atau dikenal juga
dengan satuan Btu/lb (dalam satuan british) (Kholidah, 2014). Kalor pembakaran
suatu bahan bakar dapat diukur dengan menggunakan kalorimeter bom. Nilai
kalor biodiesel berkisar 39 – 41 MJ/kg lebih rendah dari bahan bakar minyak (46
MJ/kg), petrodiesel (43 MJ/kg) atau petroleum (42 MJ/kg) tetapi lebih tinggi dari
batu bara yang berkisar 32 – 37 MJ/kg) (Dermibas, 2008).
Titik nyala merupakan suhu terendah ketika uap suatu zat bercampur
dengan udara dan mengakibatkan nyala sebentar kemudian mati. Titik nyala
digunakan sebagai mekanisme untuk membatasi jumlah alkohol sisa dalam bahan
bakar. Biodiesel murni memiliki titik nyala yang lebih tinggi dari batasnya dan
adanya alkohol sisa reaksi akan menurunkan titik nyala biodiesel (Budiman dkk,
2014). Flash point dapat ditentukan secara eksperimental dengan cara
memanaskan cairan biodiesel didalam wadah dan diuji. Jika bunga api muncul
saat cairan yang diuji dipanaskan, itu menunjukkan bahwa suhu cairan telah
memenuhi standar ASTM D-445 (Wahyuni dkk, 2015).
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT
3.1 Tujuan
biodiesel.
Ya
Ya
Keterangan :
MS : Minyak Sawit
MN : Minyak Nyamplung
MS90MN10 : Minyak Sawit 90% Minyak Nyamplung 10%
MS80MN20 : Minyak Sawit 80% Minyak Nyamplung 20%
MS70MN30 : Minyak Sawit 70% Minyak Nyamplung 30%
MS60MN40 : Minyak Sawit 60% Minyak Nyamplung 40%
MS50MN50 : Minyak Sawit 50% Minyak Nyamplung 50%
MS40MN60 : Minyak Sawit 40% Minyak Nyamplung 60%
MS30MN70 : Minyak Sawit 30% Minyak Nyamplung 70%
MS20MN80 : Minyak Sawit 20% Minyak Nyamplung 80%
MS10MN90 : Minyak Sawit 10% Minyak Nyamplung 90%
Adapun tahapan proses pencampurannya adalah sebagai berikut :
a. mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan.
b. mengukur perbandingan volume minyak dengan variasi komposisi sesuai
dengan tabel
c. wadah yang telah terisi campuran minyak kelapa sawit dan minyak
nyamplung diletakkan pada alat pencampur.
d. Menyambungkan alat pencampur ke sumber listrik dan menghidupkan
saklar pemanas dan pengaduk.
e. Suhu pemanas dan kecepatan pemutar diatur sesuai dengan kebutuhan.
f. Suhu pemanasan diatur dengan temperatur 80°C dan mengaduknya selama
60 menit.
g. Setelah 60 menit proses pengadukan dan pemanasan campuran minyak,
suhu pemanasan diturunkan ke suhu 0°C dan kecepatan putarnya
diturunkan hingga 0 rpm. Dan matikan saklar pemanas maupun pengaduk.
h. Pindahkan wadah yang berisi campuran minyak dari alat pengaduk dan
diamkan sampai dingin.
i. Ulangi tahapan tersebut untuk sampel minyak selanjutnya.
33
Kemudian campuran (H2SO4, metanol dan minyak) diaduk dan dipanaskan
menggunakan alat pembuat biodiesel dengan suhu 60°C dalam waktu 60 menit.
Adapun diagram alir proses esterifikasi dapat dilihat pada gambar
Keterangan :
ρ = massa jenis (kg/m³),
m = massa (kg), dan
v = volume (m³).
Hot plate
Viscometer NJD 8S
Anjarsari, L.A., 2015. Desain dan Realisasi Alat Ukur Massa Jenis Zat Cair
Berdasarkan Hukum Archimedes Menggunakan Sensor Fotodioda.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Badan Standardisasi Nasional. (2015). “Mutu dan Metode Uji Minyak Nabati
Murni Untuk Bahan Bakar Motor Diesel Putaran Sedang". Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 2008, “Tanaman Nyamplung”,
Departemen Kehutanan.
Budiman , A., Kusumaningtyas , R. D., & Pradana, Y. S. (2018). “Biodiesel :
Bahan Baku Proses”. Yogyakarta: UGM PRESS.
Budiman A., Kusumaningtyas, R.D., Pradana, Y.S & Lestari, N.A. 2014.
“Biodiesel, Bahan Baku, Proses, dan Teknologi”. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press dan Anggota IKAPI.
Devita L,. 2015. Biodiesel Sebagai Bioenergi Alternatif dan Prospeftif. Agrica
Ekstensia. Vol. 9, No.2, halm. 23-26.
Dewi D, C., (2015). “Produksi Biodiesel Dari Minyak Jarak (Ricinus Communis)
Dengan Microwave”. Fakultas Teknik Universitas Negri Semarang.
Fadhlullah, M., Widiyanto, S.N.B., dan Restiawaty, E. (2015). “The potential of
nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) seed oil as biodiesel feedstock:
effect of seed moisture content and particle size on oil yield” 2nd
International Conference on Sustainable Energy Engineering and
Application.
Fajar B.TK, dan Sudargana., 2007. “Pengukuran Viskositas dan Nilai Kalor
Biodiesel Minyak Bawang Dengan Variasi Temperatur dan Kandar Minyak
Bawang”. Semarang: Universitas Diponegoro.
Fanny, W. A., Subagjo, Tirto P. (2012). Pengembangan Katalis Kalium Oksida
Untuk Sintesis Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. Vol.11(2), halm.
66-73.
H.C. Ong, T.M.I.Mahliaac., H.H.Masjuki., R.S.Norhasyima,. 2011. “Comparison
of Palm Oil, Jatropha curcas and Calophyllum inophyllum for Biodiesel: A
review”. Renewable and Sustainable Energy Reviews. Vol.15, pp 3501-
3515.
Hambali E., 2007. Teknologi Bioenergi, Agro Media Pustaka. Jakarta.
Haryanto S., Silviana U., Triyono S. dan Sigit P., (2015). “Produksi Biodiesel
dari Transesterifikasi Minyak Jelantah dengan Bantuan Gelombang Mikro:
Pengaruh Intensitas Daya dan Waktu Reaksi Terhadap Randemen dan
Karakteristik Biodiesel” , Jurnal Agritech, Vol. 35, No.2, halm. 235, Bandar
Lampung.
Hikmah M. N, dan Zuliyana., 2010. “Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) Dari
Minyak Dedak dan Metanol Dengan Proses”. Semarang; Universitas
Diponegoro.
Hoekman, S. K., Broch, A., Robbins , C., Ceniceros, E., & Natarajan, M. (2012).
“Review of Biodiesel Composition, Properties, and Spesifications”.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, Vol.16, pp. 143-169.
Insani, D.D., Sugiyono. & Wulandari, N. 2011. Karakteristik Minyak Sawit Kasar
dengan Atribut Mutu. Bogor. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol.
XXII, No. 2.
Khaidir., Nasruddin., Syahputra., Dani., 2015. Pengolahan Ampas Kelapa Dalam
Menjadi Biodiesel pada Beberapa Variasi Konsentrasi Katalis Kalium
Hidroksida (KOH), Jurnal Samudra Vol.9, Fakultas Pertanian, Universitas
Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh.
Kholidah, N. (2014). “Pengaruh Perbandingan Campuran Bioetanol dan
Gasoline Terhadap Karakteristik Gasohol dan Kinerja Mesin Kendaraan
Bermotor”. Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang: Doctoral dissertation.
Kinast, J.A., K.S. Tyson, 2003. Production of Biodiesel from Multiple Feedstocks
and Properties of Biodiesel and Biodiesel/Diesel Blends. NREL US
Departement of Energy Laborattory.
Kristanto P., 2002. “Penggunaan Minyak Nabati Sebagai Bahan Bakar Alternatif
Pada Motor Diesel Sistim Injeksi Langsung” . Jurnal Teknik Mesin, Vol.4,
No.2, halm 99-103.
Kurniasih, E. 2013. Produksi Biodiesel Dari Crude Palm Oil Melalui Reaksi Dua
Tahap. Laporan Hasil Penelitian. Program Studi Teknik Kimia. Politeknik
Negeri Lhokseumawe, Aceh.
Leksono, B., R.L. Hendrati, Mahudi, E. Windyarini dan T.M. Hasnah. 2012.
Pemuliaan Nyamplung (Calophyllum Inophyllum L.) untuk Bahan Baku
Biofuel: Keragaman Produktivitas Biodiesel dan Kandungan Resin Kumarin
Dari Populasi Nyamplung Di Indonesia. Insentif Peningkatan Kemampuan
Peneliti dan Perekayasa. Kerja sama Badan Penelitian Dan Pengembangan,
Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Riset Dan Teknologi. Jakarta.
Maceiras,R., Rodriguez, M., Cancela, A., Urrejola, S., Sanchez, A. 2011.
“Macroalgae: Raw Material for Biodiesel Production”, Applied Energy,
Vol.88, halm. 3318–3323.
Mahfud., Muharto., R.A Pramudita., Marwanto, A. 2012. Pengaruh Metode
Pencucian Pada Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar, Jurusan
Teknik Kimia ITS.
Mahmud N.R.A., Hastono, A.D. dan Prasetyo A., 2010. “Penentuan Nilai kalor
Berbagai Komposisi Campuran Bahan Bakar Minyak Nabati”,
ALCHEMY, Vol. 1, No.2.
Miskah, Siti, Ria Apriani, and Dita Miranda. 2017. “Dari Lemak Ayam Dengan
Proses Transesterifikasi.” Jurnal Teknik Kimia Universitas Sriwijaya, Vol.
1, pp. 57– 66.
Muderawan, I Wayan dan Ni Ketut Prati Daiwataningsih., 2016. “Pembuatan
biodiesel dari minyak nyamplung (Callophylum Inophylum) dan analisis
metalis esternya dengan GC-MS”. Skripsi, Jurusan Pendidikan Kimia
Universitas Pendidikan Ganesha, halm 324-331.
Musadhaz S., Setyaningsih D. dan Hendra D. 2012. “Pembuatan Biodiesel Biji
Karet dan Biodiesel Sawit Dengan Instrumen Ultrasonik Serta Karakteristik
Campurannya”. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Volume 22(3), halm 180-
188, Bogor.
R Sunu., Puspitaningati., Permatasari R., dan Gunardi I., 2013. ”Pembuatan
Biodiesel Dari Minyak Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Katalis
Berpromotor Ganda Berpenyangga γ-Alumina (CaO/KI/γ-Al2O3) Dalam
Reaktor Fluidized Bed “. Jurnal Teknik POMITS, Volume 2, No. 2,
Surabaya.
Ristianingsih, Y., Hidayah, N., Sari, F.W. (2015). “Pembuatan Biodiesel Dari
Crued Palm Oil (CPO) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Melalui Proses
Transesterifikasi Langsung”. Jurnal Teknologi Agro-Industri, Vol.2, No.1.
Rizkita A.A, Anisa I.P.H., Puspitasari A., Rifqiyani F., Faishal M., Al-ghifari
M.I., 2016. “Pengaruh Suhu dan Waktu Proses Terhadap Mutu Biodiesel
Dari Minyak Nabati dengan Katalis Basa”, Jurnal Intergrasi Proses,
Banten.
Sudrajat R., 2008. Calophyllum inophyllum L. A Potential Plant for Biodiesel.
Ministry of Forestry of the Republic of Indonesia. Forest Research and
Development.
Sudrajat R., Sahirman., Suryani A., Setiawan D. 2010. “Proses Transesterifikasi
Pada Pembuatan Biodiesel Menggunakan Minyak Nyamplung
(Calophyllum Inophyllum) yang Telah Dilakukan Esterifikasi”, Jurnal
Penelitian Hasil Hutan, Volume. 28, No.2, Bogor.
Sulastri, Yeni. (2010). “Sintesis Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) Dari Crude
Palm Oil (CPO) menggunakan Single Tube Falling Film Reactor”. Tesis.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Sumangat, D., & Hidayat, T. (2008).Karakteristik Metil Ester Minyak Jarak Pagar
Hasil Poses Transesterifikasi Satu dan Dua Tahap. J. Pascapanen, Vol.5(2),
halm.18-26.
Susilo, Asep. 2018. PENINGKATAN MUTU BIODIESEL DARI MINYAK
JARAK KEPYAR (Ricinus communis) MELALUI PENCAMPURAN
BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPUNG (Calophyllum inophyllum).
Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Wahyuni S., Ramli., Mahrizal. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama Proses
Pengendapan terhadap Kualitas Biodiesel dari Minyak Jelantah, Jurnal Pillar
of Physics, Volume. 6, halm. 33-40.
Widyastuti, L. 2007. Reaksi Metanolisis Minyak Biji Jarak Pagar Menjadi Metil
Ester Sebagai Bahan Bakar Pengganti Minyak Diesel Dengan Menggunakan
Katalis KOH
Wijayanti, E. F., 2008. “Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Bahan Bakar
Produksi Metil Ester”, Depok: UI Repository.
Xue, J., Grift, T.E., & Hansen, A.C. (2011). Effect of biodiesel on engine
performances and emissions. Renewable and Sustaianble Energy Reviews
15, pp. 1098-1116.