Anda di halaman 1dari 26

POLYMERS FROM TRIGLYCERIDE OILS AS A BIODIESEL ADITIVE

UNIVERSITAS INDONESIA

Kelompok Esther
Adila Kestibawani 1606907783
Irshara Amoura Kinsy 1606871410
Muhammad Hafidz Aliyufa 1606907796
Michael Gregory 1606862910
Muhammad Yulianto 1606882830
Tetra Mutiara 1606828841

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
2019
DAFTAR ISI

Daftar Tabel ................................................................................................................. iii


Daftar Gambar .............................................................................................................. iv
BAB 1 ........................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan Pembahasan ........................................................................................ 2
1.3 Outline ............................................................................................................ 2
BAB 2 ........................................................................................................................... 4
2.1 Triasetin .......................................................................................................... 4
2.2 Proses produksi Triasetin ............................................................................... 6
2.3 Bahan Baku Triasetin dan Sumbernya ........................................................... 7
2.4 Permintaan Produk Bioaditif dan Triasetin ................................................... 9
2.5 Aplikasi dan Kegunaan Triacetin ................................................................. 11
2.4 Triasetin Sebagai Zat Aditif Biodiesel ......................................................... 13
2.6 Variabel proses pembuatan Triasetin ........................................................... 13
2.7 Karakteristik Katalis ..................................................................................... 14
2.8 Uji Analisis Terhadap Produk (Triacetin) .................................................... 17
1. Spektrofotometer Fourier Transform InfraRed (FTIR) ............................ 17
2. Kromatografi Gas (Gas Chromatography- Mass Spectrometry) .............. 19
BAB 3 ......................................................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 20
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa : .......................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 21

ii
Daftar Tabel

Tabel 2.1 Triasetin ........................................................................................................ 5


Tabel 2.2 Karakteristik Triasetin................................................................................... 7
Tabel 2.3 Data Impor Triacetin di Indonesia .............................................................. 10
Tabel 2.4 Pengaruh katalis dan waktu reaksi terhadap konversi gliserol dan distribusi
produk ......................................................................................................................... 17
Tabel 2.5 Panjang Gelombang Hasil Spektra IR Sampel (Vogel, 1989) .................... 18

iii
Daftar Gambar

Gambar 2.1 Triasetin ..................................................................................................... 4


Gambar 2.2 Monoasetin, Diasetin, dan Triasetin .......................................................... 6
Gambar 2.3 Reaksi pembentukan triasetin.................................................................... 8
Gambar 2.4 Hubungan antara konversi dan waktu untuk berbagai suhu .................... 14
Gambar 2.5 Pengaruh pemakaian katalis terhadap energi aktivasi reaksi .................. 15
Gambar 2.6 Tahapan reaksi katalis ............................................................................. 16
Gambar 2.7 Hasil Analisa FTIR.................................................................................. 18
Gambar 2.8 Hasil Analisa GC-MS.............................................................................. 19

iv
BAB 1

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi di dunia, namun
sampai saat ini masih mengimpor bahan bakar minyak (BBM) untuk pemenuhan
kebutuhan energi nasional. Kenaikan harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini
memberikan dampak besar bagi perekonomian nasional, terutama memberikan dampak
terhadap kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM secara langsung berdampak pada
naiknya biaya transportasi, biaya produksi industri, dan pembangkitan tenaga listrik.
Dalam jangka panjang, impor BBM akan makin mendominasi penyediaan energi
nasional apabila tidak diimbangi dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan
diversifikasi sumber-sumber energi terbarukan yang tersedia di Indonesia.
Biodiesel merupakan salah salah satu bahan bakar substitusi yang telah
diaplikasikan dalam bentuk campuran (“B-XX”) dengan minyak solar. Sifatnya yang
ramah lingkungan, mudah terurai (biodegradable), dan hasil pengujian menunjukkan
penurunan emisi yang cukup signifikan dibandingkan penggunaan minyak solar murni.
Biodiesel terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani yang berasal dari sumber daya
terbarukan. Beberapa bahan baku potensial yang umum digunakan dalam pembuatan
biodiesel antara lain kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kedelai, rapeseed, biji bunga
matahari, dan lainnya. Kelapa sawit merupakan bahan baku yang mempunyai prospek
besar untuk pengembangan dan pemanfaatan skala komersial. Di Indonesia, tercatat
total lahan perkebunan kelapa sawit seluas 4,926 Ha dengan total kapasitas produksi
minyak sawit sebesar 38 juta ton per tahun. Sebagai tanaman industri, perkebunan
kelapa sawit telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan teknologi
pengolahan yang mapan. Dengan berbagai kelebihan dari sisi karakteristik dan
produktivitas dibandingkan bahan baku lainnya, dapat dikatakan bahwa kelapa sawit
merupakan bahan baku biodiesel yang paling siap.
Pemerintah Indonesia melalui PERMEN ESDM No. 12 tahun 2015
menetapkan penggunaan campuran 20% biodiesel untuk semua sektor. Penambahan
20% biodiesel dalam campuran minyak solar dapat mengurangi 6 juta kL suplai

1
minyak solar nasional (ESDM, 2017). Terlebih dalam mengatasi pembatasan ekspor
minyak sawit Indonesia, pemanfaatan dalam negeri sebagai sumber energi dapat
membantu mengurangi beban impor atau pembelanjaan luar negeri produk minyak
mentah dan mempertahankan perekonomian masyarakat petani kelapa sawit.
Dalam teknologi proses produksi biodiesel, biodiesel dapat diproduksi dengan
berbagai rute proses. Ada tiga rute utama proses produksi biodiesel yaitu penggunaan
secara langsung melalui pencampuran dengan minyak solar, proses katalitik untuk
menurunkan kondisi proses, dan non katalitik untuk menghasilkan produk biodiesel
dengan kemurnian tinggi dan mereduksi limbah. Biodiesel dibuat melalui suatu reaksi
kimia yang dikenal sebagai “transesterifikasi” yaitu reaksi antara trigliserida (minyak
nabati dan lemak hewani) dengan senyawa alkohol (metanol, etanol, dan lainnya).
Proses ini menghasilkan dua produk yaitu biodiesel (fatty acid methyl esters/FAME)
sebagai produk utama dan gliserol sebagai produk samping. Pengkajian terhadap
teknologi proses produksi biodiesel ditujukan untuk memanfaatkan segala jenis bahan
baku dan menghasilkan produk biodiesel dengan spesifikasi yang memenuhi standar.
1.2 Tujuan Pembahasan
Laporan makalah ini disusun dengan tujuan sebagai:
 Mengenal bahan baku bioaditif dari minyak nabati berserta sumbernya
 Mempelajari proses produksi triasetin
 Mempelajari mekanisme pembuatan biodiesel
 Mempelajari dampak penggunaan triasetin dalam biodiesel
 Mempelajari pengujian dalam menentukan kualitas sproduk
 Mengetahui perkembangan sumber bahan baku bioaditif dari minyak nabati dan
ketersediaan di Indonesia
 Mengetahui perkembangan biodiesel di indonesia

1.3 Outline

1. Proses produksi triasetin


2. Bahan baku produksi triasetin dan sumbernya
3. Ketersediaan sumber bahan baku pembuatan triasetin

2
4. Parameter proses dalam pembuatan biodiesel
5. Aplikasi triasetin dalam kehidupan
6. Perkembangan biodiesel di Indonesia
7. Pengaruh penggunaan triasetin dalam biodiesel
8. Uji kualitas biodiesel
9. Manfaat penggunaan triasetin sebagai additive dalam biodiesel
10. Mekanisme proses pembuatan triasetin
11. Parameter proses dalam pembuatan trasetin
12. Uji kualitas triasetin
13. Kelebihan dan Kekurangan Biodiesel

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Triasetin
Gliserol adalah byproduct dari industry biodiesel. Terdapat banyak produk
tambahan yang disintesis dari gliserol seperti polygycidyl nitrate, propylene glycol, 1,3
propandiol, dan triasetin. Proses sintesis dari triasetin telah dilakukan sejak tahun 1963.
Triasetin dikonversi dari gliserol dan asetat anhidrat. Pada penelitian lainnya, sintesis
triasetin dapat melalui gliserol dan aseton. Produksi triasetin pada umumnya dilakukan
pada proses batch dari gliserol dan asam asetat menggunakan katalis homogen dan
katalisis heterogen. Katalis heterogen digunakan untuk memfasilitasi pemisahan
produk dengan katalis pada keluaran reactor. Sedangkan katalis homogen digunakan
untuk mendapatkan konversi, yields, dan selektifitas triasetin yang tinggi (Mufrodi,
Budiman and Purwono, 2017).
Triasetin atau 1,2,3-triacetoxypropane adalah trimester dari gliserol dan
acetylating agents seperti asam asetat dan asetat anhidrat (Kong et al., 2016). Triasetin
adalah cairan tak bewarna, viscous, dan tak berbau yang memiliki titik didih yang
tinggi. Triasetin pertama kali diperkenalkan oleh Marcellin Berthelot, seorang ahli
kimia dari Perancis.
Berikut ini adalah ilustrasi dan tabel sifat fisika dan kimia dari triasetin:

Gambar 2.1 Triasetin

4
Tabel 2.1 Triasetin
Rumus Kimia C9H14O6
Massa Molar 218.205 g·mol−1
Penampilan Cairan berminyak
Massa jenis 1.155 g/cm3
Titik Lebur −78 °C (−108 °F; 195 K)
at 760 mmHg
Titik didih 259 °C (498 °F; 532 K)
at 760 mmHg
Kelarutan dalam air 6.1 g/100 mL
Kelarutan Miscible in EtOH
Soluble
in C6H6, (C2H5)2O, acetone
Tekanan uap 0.051 Pa (11.09 °C)
0.267 Pa (25.12 °C)
2.08 Pa (45.05 °C)
ln(P/Pa)=22.819-
4493/T(K)-807000/T(K)²
Index refraksi 1.4301 (20 °C)
1.4294 (24.5 °C)
Viskositas 23 cP (20 °C)
panas (C) 389 J/mol·K
Molar Entropi (So298) 458.3 J/mol·K
Entalpi −1330.8 kJ/mol
pembentukan (ΔfH⦵298)
Entalpi 4211.6 kJ/mol
pembakaran (ΔcH⦵298)

5
2.2 Proses produksi Triasetin
Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri dari campuran monoalkyl ester dari
rantai panjang asam lemak, dan terbuat dari sumber yang terbaharui seperti minyak
nabati atau lemak hewan. Reaksi transesterifikasi trigliserida dalam minyak nabati atau
lemak hewani dengan alkohol yang menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acids
Methyl Esters/FAME) atau biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping.
Produk samping berupa gliserol yang dihasilkan berjumlah lebih kurang 10%
dari total volume produk biodiesel (Khayoon & Hameed, 2011). Jika produksi
biodiesel meningkat maka produk samping biodiesel yaitu gliserol juga meningkat.
Untuk mengatasi penumpukan gliserol, perlu dilakukan pemanfaatan gliserol dengan
cara mengkonversinya menjadi produk yang lebih bernilai tinggi dan lebih bermanfaat.
Produk gliserol asetilasi adalah monoasetin, diasetin, dan triasetin.

Gambar 2.2 Monoasetin, Diasetin, dan Triasetin


(Sumber: Aktawan dan Mufrodi, 2016)
Triacetyl Glycerol (TAG) atau Triacetin merupakan salah satu produk
esterifikasi dari gliserol. Keguanaan Triacetin sangat banyak diantaranya sebagai zat
tambahan makanan seperti penambah aroma, plastisizer, pelarut, bahan aditif bahan
bakar untuk mengurangi knocking pada mesin (menaikkan nilai oktan), serta dapat
digunakan sebagai zat aditif biodiesel. Triacetyl Glycerol (TAG) atau Triacetin dibuat

6
dari proses esterifikasi antara gliserol dan asam asetat dengan bantuan katalis. Selain
produk Triasetat, produk lain yang terbentuk dari esterifikasi gliserol dengan asetat
adalah Mono Asetyl Gliserol.
Proses pembuatan trisetin dimulai dengan menyiapkan gliserol dan asam asetat
dengan perbandingan mol 1:3, serta katalis padat sebear 1% dari masa asam asetat.
Kemudian bahan diaduk menggunakan motor pengaduk dan dipanaskan pada suhu
70°C. Pengadukan dilakukan samai dengan menit ke 150. Peningkatan perbandingan
reaktan dengan asam asetat dapat meningkatkan konversi gliserol. Peningkatan
temperatur operasi juga meningkatkan konversi gliserol.
Tabel 2.2 Karakteristik Triasetin

(Sumber: Masnona & Laysandra, 2017)


2.3 Bahan Baku Triasetin dan Sumbernya
Triacetin merupakan hasil turunan dari gliserol yang memiliki nilai jual yang
tinggi. Triacetin sangat banyak kegunaannya, baik untuk keperluan bahan makanan
maupun non makanan. Untuk bahan makanan, triacetin dapat digunakan sebagai bahan
aroma pada permen (gula-gula), minuman dari susu, minuman ringan dan permen
karet. Triacetin untuk bahan non makanan dapat digunakan sebagai pelarut pada
parfum, tinta cetak, pelarut pada aroma, plastisizer untuk resin selulosa, polimer dan
ko-polimer, bahkan dapat digunakan sebagai bahan aditif bahan bakar untuk
mengurangi knocking pada mesin mobil (Nuryoto dkk., 2010).
Bahan baku dari pembuatan triacetin adalah gliserol. Gliserol adalah produk
samping produksi biodiesel dari reaksi transesterifikasi dan merupakan senyawa
alkohol dengan gugus hidroksil berjumlah tiga buah (Prasetyo dkk., 2012). Esterifikasi
gliserol dengan asam asetat akan membentuk triacetin. Jumlah triacetin yang di impor

7
ke Indonesia semakin meningkat, karena belum adanya pabrik yang memproduksi
triacetin di Indonesia. Mengingat banyaknya kegunaan triacetin di dunia industri,
maka pembangunan pabrik triacetin merupakan sebuah peluang yang sangat
prospektif.

Gambar 2.3 Reaksi pembentukan triasetin


Indonesia saat ini belum mempunyai pabrik yang memproduksi Gliserol
sintetik dan selama ini Gliserol yang diproduksi hanya sebagai hasil samping
pembuatan sabun. Impor Gliserol di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya
(BPS, 2019). Pada tahun 2019, jumlah impor gliserol di Indonesia di prediksi mencapai
45.243,7 ton.
Satu-satunya pabrik Gliserol sintetik yang ada di luar negeri dioperasikan oleh
Dow Chemical, Freeport, Texas, Amerika Serikat yang mempunyai kapasitas 140 juta
lb/tahun (63.502,94 ton/tahun).
Asam asetat di Indonesia memiliki kebutuhan sekitar 82.199.584 kg pada
tahun 2009. Namun, kebutuhan tersebut harus dipenuhi dengan cara impor asam
asetat karena PT Indo Acidatama yang merupakan produsen asam asetat lokal satu-
satunya, belum mampu memenuhi semua kebutuhan asam asetat dalam negeri.
Industri yang menggunakan asam asetat sebagai bahan baku masih memerlukan
impor dari negara lain. Produsen asam asetat terbesar berada di Nanjing, China

8
dengan kapasitas produksi 600.000 ton/tahun diikuti Singapura dengan kapasitas
500.000 ton/tahun (Chemical Technology, 2009).

2.4 Permintaan Produk Bioaditif dan Triasetin


Kecemasan makin menipisnya cadangan sumber energi Bahan Bakar Minyak
(BBM) saat ini menghantui masyarakat dunia. Bagaimana tidak, ketersediaan sumber
energi semakin berkurang, sementara penggunaannya terus meningkat seiring dengan
meningkatnya aktifitas industri, jumlah kendaraan bermotor, maupun aktivitas lainnya
yang terus berjalan sepanjang peradaban manusia.
Untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak, kebijakan energi nasional
mentargetkan pada tahun 2000-2025 sebesar 5% kebutuhan energi nasional harus dapat
dipenuhi melalui pemanfaatan biofuel sebagai energi baru. Penggunaan biofuel
merupakan alternative pengganti/subtitusi energi yang paling menjanjikan, biofuel
yang merupakan sumber energi dari bahan-bahan materi non-fosil dengan sejumlah
keuntungan dari mudahnya diproduksi, bersifat renewable, sampai pada efek polusi
yang tidak membahayakan.
Namun menurut IMF, peningkatan permintaan bahan dasar biofuel
memberikan pengaruh besar 15-30% terhadap kenaikan bahan pangan dunia. Sehingga
penggunaan biofuel sebaiknya tidak menggunakan bahan dasar biofuel yang juga
berfungsi sebagai pangan.
Salah satu solusi penghematan bahan bakar minyak lainnya adalah penggunaan
bahan aditif yaitu suatu bahan yang ditambahkan ke dalam bahan bakar minyak (BBM)
yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pembakaran atau menyempurnakan
pembakaran dalam ruang bakar mesin, sehingga tenaga yang dihasilkan menjadi lebih
besar, dan volume penggunaan bahan bakar minyak lebih sedikit setiap jarak tempuh
atau satuan waktu pemakaian bahan bakar minyak.
Beberapa contoh bahan aditif yang sering digunakan antara lain Matallic
compound merupakan bahan antiknock yang mengandung logam, di antaranya adalah
tetra ethyl lead (TEL) dengan rumus kimianya Pb(C2H5)4, tetra methyl lead (TML)

9
dengan rumus Pb(CH3)4, metilcyclopentadienyl manganestricarbonyl (MMT) rumus
kimianya adalah CH3C5H4Mn(CO)3.
TEL adalah antiknock yang mengandung timah hitam (Pb) merupakan cairan
berat, begitu juga dengan TML, yang dapat larut dalam bensin dan berfungsi
menaikkan angka octan. Namun jenis aditif ini mulai ditinggalkan karena kandungan
logam Pb dan akan menimbulkan gas buang yang bersifat toxic, demikian juga dengan
MMT.
Kebutuhan impor triacetin di dunia, khususnya wilayah Asia mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Permintaan global akan triacetin mencapai 110.000
ton per tahun, dengan pemasok triacetin utama di dunia adalah China. Sebanyak 35%
kebutuhan triacetin di dunia dipasok oleh Negara Tirai Bambu tersebut. Kapasitas
produksi China mencapai 55.000 ton per tahun , dengan 38.500 ton di pakai untuk
konsumsi dalam negeri, dan 16.500 ton di ekspor ke negara lain. Permintaan akan
triacetin akan terus meningkat dalam 5-10% per tahun (Kong dkk., 2016). Namun, di
Indonesia sendiri belum ada yang mengembangkan triacetin ini. Padahal kebutuhan
triacetin sangatlah dibutuhkan dalam berbagai industri pangan maupun non-pangan.
Sehingga dengan melihat kebutuhan triacetin di dunia industri yang semakin
meningkat dan pesaing atau kompetitor di Indonesia yang belum ada, maka peluang
pasar untuk membangun pabrik triacetin sangatlah besar.
Berikut adalah data impor triacetin di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir:
Tabel 2.3 Data Impor Triacetin di Indonesia

No Tahun Impor (kg/tahun)


1 2016 18.7135
2 2015 21.5683
3 2014 13.6056
4 2013 21.6461
5 2012 15.2182
(Source: BPS, 2017)

10
Sehingga dengan melihat kebutuhan triacetin di dunia industri yang semakin
meningkat dan pesaing atau kompetitor di Indonesia yang belum ada, maka peluang
pasar untuk membangun pabrik triacetin sangatlah besar.
2.5 Aplikasi dan Kegunaan Triacetin
Triacetin adalah triester gliserol yang umumnya banyak digunakan sebagai
pengemulsi dalam industri makanan dan minuman. Selain bahan tambahan makanan,
triacetin dapat digunakan di berbagai industri termasuk produksi makanan, minuman,
farmasi, kosmetik, dan berbagai industri lainnya. Berikut ini beberapa aplikasi dan
kegunaan triacetin diberbagai sektor industri diantaranya :
1. Industri Bahan Bakar
Triacetin dapat dipergunakan sebagai bioaditif untuk menaikkan angka oktan
pada bahan bakar minyak. Triacetin dapat menggantikan octane booster seperti
tetraethyl lead (TEL), methyl tertiary butyl ether (MTBE) dan ethyl tertiary butyl ether
(ETBE) yang ketiganya memiliki beberapa kelemahan karena dapat melepaskan timbal
(Pb) ke udara yang dapat mengganggu kesehatan dan polusi udara. Selain itu, triacetin
juga dapat digunakan sebagai bahan aditif bahan bakar untuk mengurangi knocking
pada mesin mobil.
2. Industri Makanan
Triasetin merupakan senyawa kimia artifisial yang banyak digunakan sebagai
bahan tambahan pada industri makanana dengan standard food grade dan didukung
oleh dokumen kosher serta diproses dengan standar Good Manufacturing Process
(GMP). Triasetin digunakan sebagai penguat rasa dalam industri makanan
(permen/gula-gula, minuman dari susu, minuman ringan, dll) dan sebagai plasticizer
untuk permen karet.
Triacetin banyak digunakan sebagai humektan, emlusifier, pengikat dalam produksi
makanan antara lain :
 Sebagai plasticizer dalam permen karet untuk plasticize.
 Sebagai agen ragi dalam makanan panggang untuk mempromosikan
fermentasi.

11
 Sebagai pengemulsi: dalam produk susu untuk mempromosikan
emulsifikasi.
 Sebagai humektan dalam aditif makanan.
3. Industri Rokok
Triacetin banyak digunakan untuk produksi filter rokok sebagai pengikat
plastik untuk filter rokok dari serat selulosa asetat. Pembuatan filter rokok harus
memperhatikan kadar air yang dijaga konstan untuk mencapai pembekuan konstan.
4. Industri Minuman
Triacetin banyak digunakan sebagai pengemulsi, penambah rasa dalam
minuman. Sebagai pengemulsi, penambah rasa: dalam industri minuman untuk
meningkatkan rasa dan mempromosikan emulsifikasi.
5. Industri Farmasi
Dalam industri farmasi, Triacetin berfungsi sebagai Pharmaceutical excipient
dan digunakan dalam pembuatan kapsul dan tablet. Triacetin banyak digunakan
sebagai agen antijamur, plasticizer di bidang Farmasi.
 Sebagai agen antijamur: dalam obat untuk menghambat jamur.
 Sebagai plasticizer: dalam cangkang kapsul untuk plastify.
6. Industri Kosmetik
Triacetin banyak digunakan sebagai humektan, plasticizer dalam Kosmetik.
 Sebagai humektan, plasticizer: dalam kosmetik untuk menjaga
kelembaban.
 Sebagai plasticizer: di cat kuku untuk plastify.
7. Industri lain
 Digunakan sebagai pengikat pasir inti di sektor pengecoran logam.
 Digunakan sebagai pelarut dalam tinta cetak.
 Digunakan sebagai pelaru pada parfum
 Digunakan sebagai plasticizer yang sangat efektif untuk plastik berbasis
selulosa.
 Digunakan sebagai pelarut dalam membangun pelapis dinding.

12
 Digunakan sebagai polimer dank o-polimer

2.4 Triasetin Sebagai Zat Aditif Biodiesel


Triasetin adalah bioaditif yang baik sebagai anti-knocking agent yang dapat
menambah performa dari mesin biodiesel. Pada sintesis triasetin sebagai bioaditif, ada
beberapa variable yang perlu diperhatikan seperti lama waktu reaksi, ratio mol antara
gliserol dan asam asetat, dan temperature reaksi. (Mufrodi, Budiman and Purwono,
2017)
Triasetin biasa digunakan sebagai plasticizer dan gelatiniszing agent pada
polimer dan bahan peledak serta sebagai bahan aditif pada inudstri rokok, bahan
farmasi dan kosmetik. Aplikasi triacetin pada industry ini membutuhkan kemurnian
99.9% walaupun harga jualnya yang tinggi. Triasetin dapat dicampur dengan biodiesel
karena kelarutan kedua zat tersebut yang sama. Ketika triasetin dicampur dengan
biodiesel, maka jumlah biofuel yang didapatkan dari trigliserida akan meningkat.
Secara analisa stoikiometri, apabila seluruh trigliserida terkonversi menjadi biodiesel
dan triacetin, makan berat dari triacetin pada biodiesel adalah 19.8%. (Casas et al.,
2010)
Jumlah triasetin yang ditambahkan pada biodiesel tidak dibatasi menurut
pedoman ASTMD6751. Asetin diperkirakan mempunyai nilai 10 persen berat. Titik
beku pada triasetin sangat mempengaruhi penurunan pada Cloud Point dan Pour Point.
Namun, viskositas yang tinggi dapat menghindari penurunan pada Cold Filter
Plugging Point. Melalui penambahan triasetin, massa jenis dan viskositas dari
campuran meningkat. Sedangkan flash point, heating value dan angkan cetan akan
menurun. (Casas et al., 2010). Penggunaan triasetin dapat meningkatkan motor octane
number (MON) dan research octane number (MON) dan mengurangi cetane number
(CN) yang dapat meningkatkan kerja dan performa dari biodiesel. (Mufrodi, Budiman
and Purwono, 2017)
2.6 Variabel proses pembuatan Triasetin
Meningkatnya proses pembuatan biodisel diikuti dengan meningkatnya jumlah
produk samping berupa gliserol. Usaha pengolahan gliserol menjadi produk lain harus

13
dilakukan agar nilai tambah gliserol mengalami peningkatan. Gliserol bila
diesterifikasi dengan asam asetat akan membentuk triacetin (gliserol triasetat). Untuk
mempercepat reaksi antara gliserol dan asam asetat maka penggunaan katalisator
sangat diperlukan. Pada penelitian ini digunakan katalisator padat berupa resin Indion
225 Na dengan maksud untuk mempermudah proses pemisahan hasil reaksi (Choi dkk.,
1996). Dari percobaan yang dilakukan diperoleh konversi asam asetat seperti tersaji
pada Gambar berikut:

Gambar 2.4 Hubungan antara konversi dan waktu untuk berbagai suhu
(Sumber: Nuryoto et al.; 2011)
Terlihat dari Gambar diatas bahwa konversi tertinggi pada kisaran suhu 70°C - 100°C
dihasilkan pada suhu 100°C yaitu sebesar 41,77%. Hal ini terjadi karena dengan
dinaikkan suhu reaksi maka energi yang dimiliki oleh molekul-molekul pereaksi
bertambah besar dalam mengatasi energi aktivasinya. Hal ini menyebabkan tumbukan
antar molekul meningkat, sehingga berakibat pada meningkatnya laju reaksi. Hasil ini
tidak jauh berbeda dengan percobaan yang dilakukan.
2.7 Karakteristik Katalis
Katalis merupakan zat yang ditambahkan dalam sistem reaksi untuk
mempercepat reaksi. Dalam suatu reaksi sebenarnya katalis ikut terlibat, tetapi pada
akhir reaksi terbentuk kembali seperti bentuknya semula. Dengan demikian, katalis
tidak memberikan tambahan energi pada sistem dan secara termodinamika tidak dapat
mempengaruhi keseimbangan. Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan
energi aktivasi reaksi. Penurunan energi aktivasi tersebut terjadi sebagai akibat dari

14
interaksi antara katalis dan reaktan.. Ilustrasi penurunan energi aktivasi dapat dilihat
pada gambar 1.

Gambar 2.5 Pengaruh pemakaian katalis terhadap energi aktivasi reaksi


Oleh karena fungsinya yang sangat penting, maka penggunaan katalis menjadi
kebutuhan yang sangat penting dalam berbagai industri. Kebutuhan akan katalis dalam
berbagai proses industri cenderung mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena
proses kimia yang menggunakan katalis cenderung lebih ekonomis. Dalam
mempercepat laju reaksi, katalis bersifat spesifik. Artinya suatu katalis dapat
mempercepat pada reaksi tertentu saja tidak pada semua reaksi kimia. Mekanisme kerja
katalis diilustrasikan pada gambar 2 dan tahapannya, yaitu
1. Perpindahan massa reaktan di luar partikel katalis
2. Perpindahan massa reaktan ke dalam pori
3. Adsorpsi reaktan pada permukaan katalis
4. Reaksi di permukaan
5. Desorpsi produk dari permukaan katalis
6. Perpindahan massa produk di dalam pori
7. Perpindahan massa produk ke luar partikel katalis

15
Gambar 2.6 Tahapan reaksi katalis

Kemampuan suatu katalis dalam mempercepat laju reaksi dipengaruhi oleh


berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi performa katalis antara lain adalah
sifat fisika dan kimia katalis; kondisi operasi seperti temperatur, tekanan, laju alir,
waktu kontak; jenis umpan yang digunakan; jenis padatan pendukung yang digunakan.
Katalis yang dipreparasi dengan cara yang berbeda akan menghasilkan aktivitas dan
selektivitas yang berbeda. Beberapa parameter yang harus diperhatikan dalam memilih
katalis, yaitu:
1. Aktivitas
Adalah Kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan menjadi produk
yang diinginkan
2. Kestabilan
Adalah lamanya katalis memiliki aktivitas dan selektivitas seperti pada
keadaan semula
3. Kemudahan diregenerasi
Adalah proses mengembalikan aktivitas dan selektivitas katalis seperti
semula
4. Rendeman / Yield

16
Adalah jumlah produk tertentu yang terbentuk untuk setiap satuan reaktan
yang terkonsumsi.
5. Selektivitas
Kemampuan katalis mempercepat satu reaksi diantar beberapa reaksi yang
terjadi sehingga produk yang diinginkan dapat diperoleh dengan produk
sampingan seminimal mungkin.
Pada jurnal peneliltian Mufrodi et al (2017), terdapat beberapa pengujian katalis
yang digunakan untuk menghasilkan triacetin. Berikut tabel pengaruh katalis yang
dipakai terhadap hasil konversi glierol.
Tabel 2.4 Pengaruh katalis dan waktu reaksi terhadap konversi gliserol dan distribusi produk

Berdasarkan Tabel 1, Katalis p-TSA memenuhi parameter aktivitas yang paling


bagus dan jumlah triacetin yang dihasilkan paling banyak. Dalam 1 jam, konversi p-
TSA telah mencapai 100% dan menghasilkan persentasi distribusi produk yang tinggi,
yaitu 33%.
2.8 Uji Analisis Terhadap Produk (Triacetin)
1. Spektrofotometer Fourier Transform InfraRed (FTIR)
Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan triacetin
yang terdapat di dalam sampel. Contoh dari hasil analisa FTIR sampel produk dapat
dilihat pada gambar bawah ini:

17
Gambar 2.7 Hasil Analisa FTIR
(Sumber: Satriadi, 2015)
Dari Gambar di atas dapat diperoleh grup gugus fungsi dari beberapa senyawa
diantaranya adalah seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 2.5 Panjang Gelombang Hasil Spektra IR Sampel (Vogel, 1989)

Triacetin memiliki gugus fungsi CH3COOCH2CH(CH3COO)CH2(CH3COO)


yang tergolong dalam grup ester dengan panjang gelombang 1700-1750 cm-1 (Vogel,
1989). Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil Spektra IR Sampel terdapat panjang
gelombang 1743,65 cm-1 yang tergolong dalam grup ester. Hal ini membuktikan bahwa
di dalam sampel terdapat triacetin.

18
2. Kromatografi Gas (Gas Chromatography- Mass Spectrometry)
Campuran senyawa yang mengandung gliserol, asam asetat, monoasetin,
diasetin dan triasetin dapat dipisahkan dengan mudah menggunakan kromatografi gas-
Spektrometer Massa (Gas Chromatography- Mass Spectrometry) sehingga konsentrasi
semua senyawa diidentifikasi dengan GC-MS. Hasil analisis GC-MS kemudian diolah
untuk mendapatkan nilai konversi gliserol yang bereaksi menjadi triasetin. Hasil
analisa GC-MS sampel produk dapat dilihat pada gambar bawah ini:

Gambar 2.8 Hasil Analisa GC-MS


(Sumber: Agus Aktawan,dkk 2016)
Dari hasil GC-MS dihitung konversi gliserol dan selektivitas masing-masing
produk berdasarkan persamaan (1) dan (2)

𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖


𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 𝐺𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑜𝑙 (%) = 𝑥 100% (1)
𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑜𝑙 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎

𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑛𝑗𝑎𝑢


𝑆𝑒𝑙𝑒𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 (%) = 𝑥 100% (2)
𝑚𝑜𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛

19
BAB 3

3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Biodiesel berpotensi menggantikan bahan bakar berbahan dasar fosil
terutama di Indonesia
2. Aplikasi dari triacetin bisa digunakan dalam kosmetik, obat-obatan,
pewarna, plasticizer untuk filter rokok, dan bahan aditif untuk bensin yang
bisa menaikan nilai oktan
3. Triacetin diperoleh dengan esterifikasi anhidrida asetat dengan gliserol
panas dan pemurnian dengan distilasi vakum.
4. Uji kualitas Triasetin diperlukan untuk kualitas peningkatan aplikasi dari
triasetin
5. Kondisi operasi pada proses produksi triacetin perlu diperhatikan untuk
mendapatkan konversi produk yang optimal
6. Asdasd

20
DAFTAR PUSTAKA

Adhani L., Aziz I., NurbaytI S., Oktaviana C. O ., Pembuatan Biodiesel dengan Cara
Adsorpsi dan Transesterifikasi dari Minyak Goreng Bekas, Fakultas Teknik,
Unversitas Bayangkara.
Aktawan, Agus, Zahrul Mufrodi. 2016. “Pembuatan Bioaditif Triasetin dengan Katalis
Padat Silica Alumina”. Jurnal Bahan Alam Terbarukan. 5(2):92-100.
Amazine“Alternatif Solar: Inilah Kelebihan & Kekurangan Biodiesel”.[Online:
https://www.amazine.co/26981/alternatif-solar-inilah-kelebihan-kekurangan-
biodiesel/ diakses pada 30 Oktober 2019].
Aziz,I., 2007, Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dalam Reaktor Tangki
Berpengaduk”, Valensi, Vol.1, No.1, 19-23
Aziz,I., Nurbaiti,S.,dan Ulum, B., 2011, Pembuatan produk biodiesel dari Minyak
Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan Transesterifikasi”, Valensi, Vol.2,
No.2. 384-388.
Gerpen, Vj. 2005. Biodiesel Processing And Production. Fuel Process Technol
86.1097-1107.
Krisdiyanto, Didik. 2014. “Peramalan Hasil Reaksi Asetilasi Gliserol Menjadi
Triacetin Mengunakan Katalis Silika Sulfat Dari Sekam Padi Dengan Analisa
Persamaan Regresi”. Jurnal Fourier. 3(2):105-113.
Pristiani R., 2015, Sintesis Biodiesel dan Fuel Bioadditive Triasetin secara Simultan
dengan Metode Interesterifikasi Minyak Jarak (Jatropha Curcas)”, Fakultas
Teknik, Universitas Negeri Semarang.
Rahman, Abdur. 2017. “Kelebihan dan Kekurangan Biodiesel”.[Online:
http://ensiklo.com/2017/09/24/kelebihan-dan-kekurangan-biodiesel/ diakses
pada 30 Oktober 2019].
Salman. M.N., Krisdiyanto D., Khamidinal, Arsanti P., 2015, Preparasi Katalis Silika
Sulfat dari Abu Sekam Padi dan Uji Katalitik pada Reaksi Esterifikasi Gliserol
dengan Anhidra Asam Asetat, Reaktor, Vol. 15, No. 4, 231-240.

21
Sari, Nirmala, Zuchra Helwani, Hari Rionaldo.2015. “Esterifikasi Gliserol Dari Produk
Samping Biodiesel Menjadi Triasetin Menggunakan Katalis Zeolit Alam”.
JOM F TEKNIK . 2(1):1-7. [Online:
https://media.neliti.com/media/publications/201202-esterifikasi-gliserol-dari-
produk-sampin.pdf diakses pada 30 Oktober 2019].
Setyadji, Endang Susiantini. 2007. “Pengaruh Penambahan Biodiesel Dari Minyak
Jelantah Pada Solar Terhadap Opasitas Dan Emisi Gas Buang CO, CO2, Dan
HC”. Yogyakarta : Batan.
Sulmaihati, Fariha. 2018. “Lima Masalah Penerapan Biodiesel”. [Online:
https://katadata.co.id/berita/2018/07/25/lima-masalah-penerapan-biodiesel
diakses pada 30 Oktober 2019].
Suwedi, Nawa. 2017. “Emisi CO2 dari Pengembangan Biodiesel Kelapa Sawit:
Simulasi Perhitungan Menggunakan Software SMART-EPOI”.
Yusnimar, 2006, Pemanfaatan Bentonit sebagai Adsorbent pada Proses Bleaching
Minyak Sawit, Prosiding Nasional Teknik Kimia Teknologi Oleo dan
Ptetrokimia Industri ISSN : 1907-0500.

22

Anda mungkin juga menyukai