Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TEKNIK PEMBAKARAN BAHAN BAKAR

“BIODIESEL”

Nama Kelompok :

I Gede Yogi Pratama Wibawa (F1C017038)

I Gusti Bagus Surya Gangga (F1C017039)

I Wayan Agus Ariane (F1C017040)

Ida Afriani (F1C017041)

Arya Gumelar ( F1C117005)

UNIVERSITAS MATARAM

FAKULTAS TEKNIK

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
bidiesel tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari Ida Bagus Alit, S.T,.M.T pada mata kuliah Teknik Pembakaran
Bahan Bakar. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang biodiesel bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Mataram, Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i

Daftar Isi.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 01

1.1 Latar Belakang................................................................................ 01


1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 02
1.3 Tujuan............................................................................................. 02

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 03

2.1 Pengertian Biodiesel....................................................................... 03


2.2 Bahan Baku Biodiesel..................................................................... 03
2.3 Cara Pembuatan Biodiesel.............................................................. 04
2.4 Proses esterifikasi dan transesterifikasi.......................................... 08
2.5 Kondisi yang mempengaruhi pembuatan Biodiesel....................... 11
2.6 Hal – hal yang mempengaruhi kualitas biodiesel (standar mutu)... 14
2.7 Pemanfaatan Biodiesel.................................................................... 18

BAB III PENUTUP......................................................................................... 22

3.1 Kesimpulan..................................................................................... 22
3.2 Saran............................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 24

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan bakar solar merupakan turunan minyak bumi yang banyak digunakan
dalam berbagai bidang, diantaranya bidang transportasi dan industri. Tetapi saat ini
duniamengalami krisis bahan bakar minyak. Banyaknegara, terutama Indonesia,
mengalamimasalah kekurangan bahan bakar minyak (dari bahan bakar fosil) untuk
negaranya sendiri. Indonesia, khususnya, telah mengimpor bahan bakar minyak
(terutama bahan bakar Diesel /solar) untuk kebutuhan dengan jumlah yang cukup
besar.

Stok minyak mentah yang berasal dari fosil ini terus menurun sedangkan jumlah
konsumsinya terus meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu dicari alternatif bahan
bakar lain, terutama dari bahan yang terbarukan. Salah satu alternatifnya adalah
biodiesel, untuk menggantikan solar. Secara teknis, biodiesel memiliki kinerja yang
lebih baik dari pada solar .

Biodiesel diketahui sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan dapat
diperbarui. Biodiesel biasanya dibuat dengan transesterifikasi minyak tumbuhan atau
lemak hewan dengan methanol atau etanol (Susilowati, 2006). Biodiesel merupakan
campuran dari mono alkil ester asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewan.
Baik minyak nabati atau lemak hewan termasuk dalam golongan lipida. Minyak dan
lemak merupakan trigliserida karena minyak dan lemak membentuk ester dari tiga
molekul asam lemak yang terikat pada molekul gliserol.

Minyak nabati yang lazim digunakan dalam produksi biodiesel merupakan


trigliserida yang mengandung asam oleat dan asam linoleat. Lemak yang lazim
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel merupakan trigliserida yang
mengandung asam palmitat, asam stearat, dan asam oleat .

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Biodiesiel ?
2. Apa bahan baku pembuatan Biodiesel ?
3. Bagaimana cara pembuatan Biodiesel ?
4. Apa yang dimaksud dengan esterifikasi dan transesterifikasi ?
5. Apa saja kondisi yang mempengaruhi pembuatan Biodiesel ?
6. Apa saja hal – hal yang mempengaruhi Kualitas Biodiesel (standar mutu)?
7. Bagaimana cara pemanfaatan Biodiesel ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan biodiesel,
2. Untuk mengetahui apa saja bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
biodiesel,
3. Untuk mengetahui cara pembuatan biodiesel,
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan esterifikasi dan
transesterifikasi,
5. Untuk mengetahui kondisi yang mempengaruhi pembuatan biodiesel,
6. Untuk mengetahui hal – hal yang mempengaruhi kualitas biodiesel (standar
mutu),
7. Untuk mengetahui cara memanfaatkan biodiesel.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Biodiesel


Biodiesel merupakan sumber energi alternatif terbarukan yang dapat
didefinisikan sebagai senyawa monoester asam lemak yang terkandung dalam
minyak nabati dan lemak hewani. Biodiesel dapat diperoleh dengan cara
esterifikasi dan transesterifikasi asam lemak dari minyak atau lemak dengan
bantuan katalis.

Biodiesel memiliki beberapa kelebihan, diantaranya ramah lingkungan,


bersifat biodegradable, dan tidak beracun. Gas buang berupa hidrokarbon dan
karbon monoksida dari biodiesel cenderung lebih rendah dibandingkan dengan
solar. Rantai karbon biodiesel bersifat sederhana berupa mono alkil ester
menyebabkan biodiesel lebih mudah didegradasi oleh 6 bakteri dibandingkan
dengan rantai karbon petrodiesel yang bersifat lebih kompleks dengan ikatan
rangkap dan banyak cabang.

2.2 Bahan Baku Biodiesel

Umumnya bahan baku biodiesel yang digunakan adalah minyak nabati.


Minyak nabati merupakan bahan baku yang potensial karena keberadaannya
dapat diperbaharui. Minyak nabati adalah minyak yang disari/diekstrak dari
berbagai bagian tumbuhan. Beberapa jenis minyak nabati yang umum digunakan
ialah minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak zaitun, minyak lobak, minyak
kedelai, dan minyak bunga matahari.

Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki beberapa


kelebihan, diantaranya minyak nabati mudah diperoleh dari beragam tanaman,
misalnya kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, jarak kaliki, kapas, tanaman

3
ketapang, dan kaloka. Pembuatan biodiesel dari minyak nabati relatif lebih
mudah dan cepat.

2.3 Cara Pembuatan Biodiesel

Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi


dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua
produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang
merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel
antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Semua
bahan baku ini mengandung trigliserida, asam lemak bebas (ALB) dan zat-
pencemar dimana tergantung pada pengolahan pendahuluan dari bahan baku
tersebut. Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada ini
pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis
dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak. Minyak nabati kandungan asam
lemak bebas lebih rendah dari pada lemak hewani, minyak nabati biasanya selain
mengandung ALB juga mengandung phospholipids, phospholipids dapat
dihilangkan pada proses degumming dan ALB dihilangkan pada proses refining.

Minyak nabati yang digunakan dapat dalam bentuk minyak Produk biodiesel
tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku seta
pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut. Alkohol yang digunakan
sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun dapat pula
digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga
kandungan air dalam alcohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan
mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB
dan trig;iserida tinggi. Disamping itu hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh
tingginya suhu operasi proses produksi, lamanya waktu pencampuran atau
kecepatan pencampuran alkohol.

4
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi
berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH
atau KOH atau natrium metoksida. Katalis yang akan dipilih tergantung minyak
nabati yang digunakan, apabila digunakan minyak mentah dengan kandungan
ALB kurang dari 2 %, disamping terbentuk sabun dan juga gliserin. Katalis
tersebut pada umumnya sangat higroskopis dan bereaksi membentuk larutan
kimia yang akan dihancurkan oleh reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap
oleh katalis maka kerja katalis kurang baik sehingga produk biodiesel kurang
baik. Setelah reaksi selesai, katalis harus di netralkan dengan penambahan asam
mineral kuat. Setelah biodiesel dicuci proses netralisasi juga dapat dilakukan
dengan penambahan air pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk proses netralisasi
katalis basa, bila digunakan asam phosphate akan menghasil pupuk
phosphat(K3PO4) Proses dasar pembuatan biodiesel lihat Gambar 1. Proses
transesterifikasi yang umum untuk membuat biodiesel dari minyak nabati
(biolipid) ada tiga macam yaitu :

1. Transesterifikasi dengan Katalis Basa,


2. Transesterifikasi dengan Katalis Asam Langsung,
3. Konversi minyak/lemak nabati menjadi asam lemak dilanjutkan
menjadi biodiesel.

5
Hampir semua biodiesel diproduksi dengan metode transesterifikasi dengan
katalisator basa karena merupakan proses yang ekonomis dan hanya memerlukan
suhu dan tekanan rendah. Hasil konversi yang bisa dicapai dari proses ini adalah
bisa mencapai 98%. Proses ini merupakan metode yang cukup krusial untuk
memproduksi biodiesel dari minyak/lemak nabati. Proses transesterifikasi
merupakan reaksi dari trigliserin (lemak/minyak) dengan bioalkohol (methanol
atau ethanol) untuk membentuk ester dan gliserol. Minyak nabati dengan kadar
asam lemak bebas (ALB)-nya rendah (< 1%), bila lebih, maka perlu pretreatment
karena berakibat pada rendahnya kinerja efisiensi. Padahal standar perdagangan
dunia kadar ALB yang diijinkan hingga 5%. Jadi untuk minyak nabati dengan
kadar ALB >1%, perlu dilakukan deasidifikasi dengan reaksi metanolisis atau
dengan gliserol kasar.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa kadar asam lemak bebas harus kurang
dari 1%. Selain itu instalasi biodiesel juga mensyaratkan bahwa ukuran partikel
asam lemak bebas harus < 5 mikrometer. Bila kondisi ini tidak terpenuhi,
diperlukan proses persiapan sebagai berikut:

6
 Filtrasi hingga 5 mikrometer
 Pencucian dengan air
 Dekantasi
 Pemanasan minyak
 Dekantasi kedua

Bila dalam minyak nabati kadar airnya cukup tinggi, maka setelah dekantasi
kedua dilakukan pengeringan disamping itu perlu diperhatikan adalah minyak
mudah larut dalam alkohol.

Secara ringkas tahapan proses dari pembuatan biodiesel (Gambar 4.) adalah
sebagai berikut:

 Jika kandungan asam lemak bebas dan air terlalu tinggi, hal ini akan
mengakibatkan pembentukan sabun (saponifikasi) dan menimbulkan
masalah pada pemisahan gliserol nantinya. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengolahan pendahuluan bahan baku dilakukan proses
degumming dan refined.
 Katalis dilarutkan dalam methanol dengan menggunakan mixer atau
agitator standar.
 Campuran methanol dan katalis dimasukkan ke dalam reaktor tertutup
baru kemudian ditambahkan minyak nabati. Sistem harus tertutup total
untuk menghindari penguapan methanol.
 Reaksi dijaga pada suhu diatas titik didih alkohol (sekitar 70oC) guna
mempercepat reaksi meskipun beberapa sistem merekomendasikan
suhu kamar. Lama reaksi adalah 1 – 8 jam. Pemberian methanol
berlebih diperlukan untuk memastikan konversi yang sempurna.
 Meskipun densitas gliserol lebih tinggi daripada biodiesel sehingga
gliserol tertarik ke bawah karena gravitasi, alat sentrifugal masih
diperlukan untuk mempercepat pemisahan kedua senyawa tersebut.

7
Setelah terjadi pemisahan gliserol dan biodiesel , kelebihan methanol
diambil dengan proses evaporasi atau distilasi.
 Produk samping gliserol yang masih mengandung katalis dan sabun
selanjutnya dinetralkan dengan larutan asam sulfat.
 Setelah biodiesel dipisahkan dari gliserol selanjutnya dimurnikan lagi
dengan air hangat untuk membuang sisa-sia katalis atau sabun. Lalu
dikeringkan dan dikirim ke tangki penyimpan biodiesel.

Gambar 2.Diagram Alir Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Nabati

2.4 Proses esterifikasi dan transesterifikasi

1. Proses Eksterifikasi

Esterifikasi merupakan reaksi antara asam kerboksilat dengan alkohol


untuk membentuk suatu ester. Reaksi ini dikatalisis oleh suatu asam dan
bersifat reversible, dengan mekanisme reaksi seperti ditunjukan dalam
Gambar 3.

8
Gambar 3. Mekanisme reaksi esterifikasi

Asam karboksilat akan membentuk suatu ester karboksilat dengan R


dan R’ merupakan alkil atau aril. Laju reaksi ini bergantung dari halangan
sterik dari asam karboksilat dan alkohol, sehingga laju esterifikasi
dipengaruhi oleh jenis asam dan alkohol yang yang digunakan dalam reaksi.
Dalam pembuatan biodiesel, esterifikasi terjadi antara asam lemak bebas
yang terkandung dalam minyak nabati dengan alkohol. Untuk gliserida,
proses yang berlangsung adalah transesterifikasi.

2. Proses transesterifikasi

Proses transesterifikasi adalah reaksi dari trigliserida (lemak atau


minyak) dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol. Sebuah
trigliserida memiliki molekul gliserin yang terdiri dari tiga asam lemak rantai
panjang yang menempel. Karakteristik lemak ditentukan oleh sifat asam
lemak yang melekat pada gliserin itu yang pada akhirnya akan mempengaruhi
karakteristik biodiesel tersebut. Selama proses esterifikasi, trigliserida
direaksikan dengan alkohol dengan adanya katalis, biasanya alkali kuat seperti
natrium hidroksida. Alkohol bereaksi dengan asam lemak membentuk ester
mono-alkil, atau biodiesel, dan gliserol mentah. Dalam kebanyakan produksi,

9
digunakan metanol atau etanol dengan menggunakan katalis baik kalium atau
natrium hidroksida. Kalium hidroksida telah ditemukan lebih cocok untuk
produksi biodiesel etil ester, meskipun dapat juga digunakan untuk produksi
metil ester.

Gambar di bawah menunjukkan proses kimia untuk metil ester


biodiesel. Reaksi antara lemak atau minyak dan alkohol merupakan reaksi
bolak balik, sehingga alkohol dibuat berlebih untuk mendorong reaksi ke arah
kanan dan memastikan konversi yang terjadi sempurna. Produk akhir dari
reaksi adalah biodiesel dan gliserol.

Gambar 4. Reaksi pembentukan senyawa alkil ester (biodiesel)

Keberhasilan reaksi transesterifikasi ditandai dengan pemisahan metil


ester (biodiesel) dan lapisan gliserol setelah waktu reaksi selesai. Produk
samping gliserol lebih berat, mengendap dan dapat dijual atau dimurnikan
untuk digunakan dalam industri lain, misalnya farmasi, kosmetik, dan
deterjen. Setelah reaksi transesterifikasi dan dilakukan pemisahan fase berat
gliserin, maka produk yang tersisa adalah fase ringan biodiesel. Biodiesel
yang dihasilkan ini memerlukan beberapa pemurnian sebelum digunakan.

10
2.5 kondisi yang mempengaruhi pembuatan Biodiesel

Ada beberapa hal yang mempengaruhi pembuatan biodiesel yaitu :


1. Waktu reaksi

Secara umum, untuk reaksi kimia diketahui bahwa semakin lama waktu
reaksi maka interaksi antar molekul semakin intensif dan menghasilkan
produk yang lebih banyak. Prinsip dasar reaksi ini juga berlaku untuk reaksi
transesterifikasi, sehingga faktor ini telah dikaji dalam banyak penelitian.
Dalam penelitian sebelumnya dipelajari pengaruh waktu terhadap reaksi
transesterifikasi minyak kacang kedelai, dengan melangsungkan reaksi pada
waktu yang berbeda, yakni 6, 8, dan 10 jam, dan melaporkan bahwa waktu
optimum adalah 8 jam dengan persen konversi sebesar 95,2%. Minyak nabati
yang sama juga telah diteliti oleh Sun et al. (2014), dengan memvariasikan
waktu reaksi antara 0,5 sampai 4 jam, 12 dan melaporkan waktu optimum
adalah 4 jam dengan persen konversi sebesar 94,3%. Beberapa penelitian juga
telah dilakukan dengan minyak nabati yang lain, dan melaporkan waktu reaksi
yang bervariasi, antara lain minyak kelapa 1,5 jam , minyak kelapa sawit 1
jam minyak jarak pagar 2,5 jam dan minyak biji kapas 8 jam Selain waktu,

2. Pengadukan
pengadukan juga merupakan faktor yang mempengaruhi efektifitas suatu
reaksi kimia, karena perlakukan ini akan menambah frekuensi tumbukan
antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat
reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Pengadukan sangat penting karena
minyak, katalis, dan metanol merupakan campuran yang immiscible. Prinsip
pengadukan didasarkan persamaan Arrhenius :
k = A e(-Ea/RT) (1)
Dimana :
k = Tetapan laju reaksi
A = Faktor tumbukan (t-1 )

11
Ea= Energi aktivasi (kJ/mol)
T = Suhu absolut (oK)
R = Konstanta gas (J/moloK)
Dalam bidang penelitian tentang biodiesel, faktor ini juga telah dipelajari
dalam sejumlah penelitian mempelajari pengaruh pengadukan pada biodiesel
minyak kelapa sawit dengan variasi pengadukan antara 200 sampai 800 rpm,
dan melaporkan pengadukan terbaik pada 400 rpm dengan persen konversi
94,78%. 13 Faktor berikutnya .
3. katalis dan suhu
 Katalis

Katalis pada reaksi kimia berfungsi untuk mempercepat reaksi.


Katalisator juga berfungsi untuk mengurangi energi aktivasi pada suatu
reaksi sehingga pada suhu tertentu kecepatan reaksi menjadi semakin
meningkat. Pada reaksi transesterifikasi yang telah dilakukan biasanya
menggunakan katalis dengan variasi antara 1% berat sampai 10% berat
campuran peraksi Pada reaksi transesterifikasi terdapat dua jenis katalis
yang dapat digunakan adalah katalis homogen dan heterogen. Katalis yang
umum digunakan dalam reaksi transesterifikasi bisa berupa katalis
homogen maupun heterogen. Katalis homogen merupakan katalis yang
memiliki fasa yang sama dengan reaktan dan produk. Beberapa katalis
homogen yang sering digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah
katalis asam atau basa seperti H2SO4 HCl, NaOH dan KOH. Penggunaan
katalis homogen ini memiliki beberapa kelemahan seperti bersifat korosif,
sulit dipisahkan dari produk, mencemari lingkungan, dan tidak dapat
digunakan kembali Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai
fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produk. Beberapa katalis
heterogen yang sering digunakan adalah oksida logam seperti CaO, MgO
dan lain-lain. Keuntungan menggunakan katalis ini adalah mempunyai
aktivitas yang tinggi, 14 kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis

12
yang panjang, biaya katalis yang rendah, tidak korosif, dan dapat dengan
mudah dipisahkan dari produk. Banyaknya katalis yang digunakan pada
reaksi transesterifikasi juga mempengaruhi jumlah biodiesel yang
dihasilkan. Dalam penelitian sebelumnya, telah mempelajari pengaruh
nisbah katalis CaO yang digunakan pada biodiesel minyak biji bunga
matahari dengan variasi adalah 0,3; 0,6; 1,0; 3,0; dan 5,0% berat dengan
waktu reaksi yang sama, dan melaporkan bahwa reaksi optimum pada
persen berat katalis sebesar 5%. Selain Demirbas juga melakukan
penelitian yang sama dan mendapatkan hasil bahwa banyaknya biodiesel
yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi meningkat dengan jumlah
katalis yang digunakan. Selain itu, pengaruh nisbah katalis juga dipelajari
menggunakan minyak kacang kedelai dengan variasi nisbah katalis CaO
adalah 1, 2, 4, 8, dan 12%, dan melaporkan reaksi optimum didapat pada
nisbah katalis 8% dengan persen konversi sebesar 90%. Selanjutnya,

 suhu

Semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin cepat reaksi dan
semakin banyak persen konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan
persamaan Arrhenius. Dalam penelitian sebelumnya mempelajari pengaruh
suhu pada minyak kacang kedelai menggunakan katalis CaO dengan
variasi 50-80 oC, dan melaporkan reaksi optimum pada suhu 65 oC dengan
persen konversi hingga 95%. Penelitian juga dilakukan. untuk mempelajari
pengaruh suhu 15 transesterifikasi minyak kelapa sawit menggunakan
katalis asam sulfat (H2SO4) dengan variasi suhu antara 40-80 oC dan
melaporkan reaksi optimum pada suhu 60 oC dengan persen konversi
sebesar 93,87%. Selain itu, pengaruh suhu juga telah diteliti pada minyak
nabati lainnya, seperti minyak jarak pagar pada suhu 70 oC dengan persen
konversi 93% (Zhu et al., 2006), minyak biji bunga matahari pada suhu 60
oC dengan persen konversi 94% (Granados et al., 2007), dan minyak
kelapa pada suhu 70 oC dengan persen konversi 100% .

13
2.6 hal – hal yang mempengaruhi kualitas biodiesel (standar mutu)

Dari peraturan pengujian biodiesel tentang spesifikasi bahan bakar


minyakdan gas dan standar pengujian SNI (Standart Nasional Indonesia)
dapat dianalisa :

1. Angka Setana
Untuk bahan bakar motor diesel digunakan acuan Angka Setana, yaitu
dengan bahan referensi normal cetane (C16H34) yang tidak memiliki
keterlambatan menyala dan aromat methyl naphtalene (C10H7CH3) yang
keterlambatannya besar sekali. Angka Setana dari biodiesel sebesar minimal
51 sedangkan standar dari solar sebesar 48.
Bilangan cetana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin
diesel yang dapat diinjeksikan ke ruang bakar agar terbakar secara
spontan.Bilangan cetana dari minyak diesel konvensional dipengaruhi oleh
struktur hidrokarbon penyusun. Semakin rendah bilangan cetana maka
semakin rendah pula kualitas penyalaan karena memerlukan suhu penyalaan
yang lebih tinggi.
Semakin tinggi angka setana, semakin cepat pembakaran semakin baik
efisiensi termodinamisnya. Angka setana yang tinggi berpengaruh signifikan
terhadap waktu singkat yang diperlukan antara bahan bakar diinjeksikan
dengan inisiasi sehingga menyebabkan start yang baik dan suara yang halus
pada mesin. Angka setana yang lebih tinggi akan memastikan start yang baik
dan meminimalkan pembentukan asap putih.

2. Kinematic Viscosity
Viskositas merupakan sifat intrinsik fluida yang menunjukkan
resistensi fluida terhadap alirannya,karena gesekan di dalam bagian cairan
yang berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain mempengaruhi

14
pengatoman bahan bakar dengan injeksi kepada ruang pembakaran,akibatnya
terbentuk pengendapan pada mesin. Viskositas yang tinggi atau fluida masih
lebih kental akan mengakibatkan kecepatan aliran akan lebih lambat sehingga
proses derajat atomisasi bahan bakar akan terlambat pada ruang bakar. Untuk
mengatasi hal ini perlu dilakukan proses kimia yaitu transesterifikasi untuk
menurunkan nilai viskositas minyak nabati itu 8 sampai mendekati viskositas
solar. Pada umumnya viskositas minyak nabati jauh lebih tinggi dibandingkan
viskositas solar, sehingga biodiesel turunan minyak nabati masih mempunyai
hambatan untuk dijadikan sebagai bahan bakar pengganti solar.
StandarKinematik viscositydari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt
sampai 6 cSt. Jika harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian
gesekan di dalam pipa, kerja pompa akan berat, penyaringannya sulit dan
kemungkinan kotoran ikut terendap besar, serta sulit mengabutkan bahan
bakar. Sebaliknya jikaviskositas terlalu rendah berakibat pelumasan yang
tipis, jika dibiarkan terusmenerus akan mengakibatkan keausan.

3. Massa Jenis (Densitas)


Massa jenis menunjukkan perbandingan massa persatuan
volume,karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan
oleh mesin diesel persatuan volume bahan bakar. Kerapatan suatu fluida (ρ)
dapat didefenisikan sebagai massa per satuan volume.

4. Nilai Kalor
Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas /kalori
yang dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah tertentu bahan bakar dengan
udara/oksigen.

5. Tititk Nyala (Flash Point)


Titik nyala adalah titik temperatur terendah dimana bahan bakar dapat
menyala ketika bereaksi dengan udara. Bila nyala terjadi secara terus menerus

15
maka suhu tersebut dinamakan titik bakar (fire point). Titik nyala yang
terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan sementara
apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya denotasi
yaitu ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal
ini juga dapat meningkatkan resiko bahaya saat penyimpanan. Semakin tinggi
titik nyala dari suatu bahan bakar semakin aman penanganan dan
penyimpanannya.

6. Titik Kabut (Cloud Point)


Titik kabut adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai
tampak“beerawan” (cloudy), hal ini timbul karena munculnya kristal-kristral
(padatan) di dalam bahan bakar.Walaupun bahan bakar masih bisa mengalir
pada titik ini keberadaan kristal di dalam bahan bakar dapat mempengaruhi
kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injector.
Sedangkan titik tuang (pour point) adalah temperatur terendah yang
masih memungkinkan terjadinya aliran bahan bakar di bawah pour point
bahan bakar tidak lagi bisa mengalir karena terbentuknya Kristal yang
menyumbat aliranbahan bakar dan pada cloud point terjadi pada temperatur
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pour point.
Pada umumnya permasalahan pada aliran bahan bakar terjadi pada
temperatur diantara cloud point dan pour point pada saat keberadaan kristal
mulai menggangu proses filtrasi bahan bakar. Oleh karena itu digunakan
metode pengukuran yang lain untuk mengukur performansi bahan bakar pada
temperature rendah yakni Cold Filter Plugging Point(CFPP) dan Low
Temperatur Flow Test(LTFT) dengan standart ASTM D 4539. Pada
umumnya pour dan cloud point biodiesel lebih tinggi dibandingkan dengan
solar. Untuk mengatasi hal itu dapat dipergunakan pencampuran biodiesel
dengan solar, atau menambahkan adatif tertentu pada biodiesel,untuk
mencegah terjadinya kristal-kristal yang terbentuk pada biodiesel.

16
7. Kadar Air (Water Contain)
Pada negara yang mempunyai musim dingin kandungan air yang
terkandung dalam bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat
menyumbat aliran bahan bakar. Selain itu keberadaan air dapat menyebabkan
korosi dan pertumbuhan mikro organisme yang juga dapat menyumbat aliran
bahan bakar. Sedimen dapat menyebabkan penyumbatan juga dan kerusakan
mesin.

8. Bilangan Iodine (Number iodine)


Angka iodine pada biodiesel menunjukkan tingkat ketidak Jenuhan
senyawa penyusun biodiesel, padahal disisi lain keberadaan senyawa tak
jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada temperatur rendah karena
senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah sehingga
berkorelasi pada cloud dan pour point yang juga rendah. Namun di sisi lain
banyak senyawa lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa itu
bereaksi dengan oksigen diatmosfer dan bisa terpolimerisasi membentuk
material serupa plastik. Oleh karena itu terdapat batasan maksimal harga
iodine yang diperbolehkan untuk biodiesel yaitu 115 berdasarkan standard
SNI Biodiesel.
Pengaruh naiknya ketidak jenuhan metil ester dapat menyebabkan gas
CO2 bertambah besarnya derajat ketidak jenuhan berhubungan dengan
bilangan iod. Semakin panjang rantai karbon semakin rendah emisi gas buang
CO2 dan semakin tinggi bilangan iodine semakin rendah emisi gas buang
CO2 yang dihasilkan.

Tabel 1. Standar SNI untuk biodieselSNI 7182:2012

No Parameter Satuan Nilai


1 Massa jenis pada 40 °C kg/m3 850–8902

17
2 Viskositas kinematik pd 40°C mm2/s (cSt) 2,3–6,03
3 Angka setana - min. 51
4 Titik nyala (mangkok tertutup) °C min. 100
5 Titik kabut °C maks. 18
Korosi lempeng tembaga
6 Residu karbon : %-massa -
- dalam contoh asli, atau - maks 0,05
- dalam 10 % ampas distilasi - maks. 0,30
7 Air dan sedimen %-vol. maks. 0,05
8 Temperatur distilasi 90 % °C maks. 360
9 Abu tersulfatkan %-massa maks.0,02
10 Belerang (mg/kg) maks. 100
11 Fosfor (mg/kg) maks. 10
12 Angka asam mg-KOH/g maks.0,6
13 Gliserol bebas %-massa maks. 0,02
14 Gliserol total %-massa maks. 0,24
15 Kadar ester alkil %-massa min. 96,5
16 Angka iodium
Kestabilan oksidasi periode %-massa (g-I2/100 maks. 115
induksi g)
17 metode rancimat atau Menit 360
periode induksi metodeperto oksi Menit 27

2.7 Pemanfaatan Biodiesel

Pemanfaatan Biodiesel pada bidang transfortasi. Biodiesel dapat dibuat dari


bermacam sumber, seperti minyak nabati, lemak hewani dan sisa dari minyak atau
lemak (misalnya sisa minyak penggorengan). Biodiesel memiliki beberapa
kelebihan dibanding bahan bakar diesel petroleum. Kelebihan tersebut antara
lain:

a. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi

b. Mempunyai bilangan setana yang tinggi.

c. Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx.

18
d. Terdapat dalam fase cair.

Direktur Eksekutif LRPI Dr. Didiek Hadjar Goenadi. Didiek mengatakan, ada 10
keuntungan penggunaan biodiesel, yakni :

1. tidak perlu memodifikasi mesin kendaraan,

2. emisinya lebih rendah,

3. tidak menambah efek rumah kaca,

4. energi yang dihasilkan sama,

5. ada efek pelumasan,

6. cetane number lebih tinggi,

7. penyimpanan lebih mudah,

8. renewable (bisa mengurangi impor solar),

9. biodegradable (sama dengan glukosa


pencampuran biodiesel dengan petroleum
diesel dapat meningkatkan biodegradable
petroleum diesel sampai 500 persen) dan,

10. tidak beracun.


Bahan bakar diesel dikehendaki relatif mudah terbakar sendiri (tanpa
harus dipicu dengan letikan api busi) jika disemprotkan ke dalam udara panas
bertekanan. Tolok ukur dari sifat ini adalah bilangan setana, yang didefinisikan
sebagai % volume n-setana di dalam bahan bakar yang berupa campuran n-
setana (n-C16H34) dan - metil naftalena ( -CH3-C10H7) serta berkualitas
pembakaran di dalam mesin diesel standar.

Pada prinsipnya, biodiesel minyak kelapa sawit dibuat dengan


teknologi transesterifikasi, yaitu proses mengeluarkan gliserin dari minyak dan
mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (nisalnya metanol) menjadi

19
alkohol ester (fatty acid methyl ester/FAME), atau biodiesel.. Proses
transesterifikasi berlangsung selama 0,5-1 jam pada suhu sekitar 400o C.

Pada tahun 2003, Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian


(BBP Mektan) di Serpong telah melakukan pengujian aplikasi bahan bakar
biodiesel pada mesin diesel (5,5 HP) traktor pertanian. Pengujian dilakukan di
laboratorium dan lapangan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit,
Medan dan Laboratorium Balai Thermodinamika Motor dan Propulasi (BTMP),
Puspiptek, Serpong. Pengujian di Laboratorium Pengujian di laboratorium
bertujuan mengamati dan mengukur unjuk kerja mesin diesel, yang meliputi
putaran poros mesin, torsi, daya, suhu bahan bakar, suhu gear boxdiesel, suhu
udara luar, dan kebutuhan bahan bakar. Pengujian dilakukan dengan cara
membandingkan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar campuran solar
dan biodiesel dengan diesel yang menggunakan bahan bakar solar murni.
Perbandingan bahan bakar solar dan biodiesel adalah 90% : 10%, 80% : 20%,
70% : 30%, dan seterusnya. Dari pengujian di laboratorium akan diperoleh
komposisi campuran bahan bakar solar dan biodiesel yang optimum.

Secara kualitatif, kotoran pada nozzle dan silinder serta rumah silinder
pada perlakuan campuran biodiesel 30% lebih banyak daripada bahan bakar
solar. Dengan bahan bakar campuran biodiesel 30% pembersihan komponen-
komponen mesin membutuhkan waktu yang lebih lama karena terdapat lapisan
minyak yang lengket, sementara dengan bahan bakar solar kotoran lebih mudah
dibersihkan. Dari hasil pengujian ini dapat dikatakan bahwa secara teknis,
campuran biodiesel 30% layak dipakai untuk mesin diesel, karena mempunyai
unjuk kerja hampir sama dengan solar, baik daya maksimum, torsi maupun
kebutuhan bahan bakar. Pada pengujian emisi gas buang, diukur kadar
kepekatan asap, karbon monoksida (CO), hidrokarbon, CO2, dan O2. Pengujian
emisi gas buang dilakukan pada bahan bakar solar dan campuran biodiesel 30%
dan 20%. Masing-masing bahan bakar diukur pada kecepatan diesel 1.250,
1.500, dan 1.800 rpm. Hasil uji emisi gas Luang menunjukkan bahwa bahan

20
bakar campuran biodiesel memberikan efek lingkungan yang lebih baik
dibanding solar.

Tabel Emisi Mesin Diesel

Sumber : BPPT, 2003

Tabel Hasil Pengujian Bidoiesel pada Traktor

Sumber : BPPT, 2003

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Biodiesel merupakan sumber energi alternatif terbarukan yang dapat
didefinisikan sebagai senyawa monoester asam lemak yang terkandung
dalam minyak nabati dan lemak hewani.
2. Bahan baku biodiesel yang digunakan adalah minyak nabati.Pemanfaatan
minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya minyak nabati mudah diperoleh dari beragam tanaman,
misalnya kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, jarak kaliki, kapas, tanaman
ketapang, dan kaloka. Pembuatan biodiesel dari minyak nabati relatif lebih
mudah dan cepat.
3. Pembuatan biodiesel secara umum banyak menggunakan proses
transesterifikasi, dan secara umum dapat menggunakan tahapan sebagai
berikut :
 Filtrasi hingga 5 mikrometer
 Pencucian dengan air
 Dekantasi
 Pemanasan minyak
 Dekantasi kedua
4. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam kerboksilat dengan alkohol
untuk membentuk suatu ester. Reaksi ini dikatalisis oleh suatu asam dan
bersifat reversible. Dan Proses transesterifikasi adalah reaksi dari
trigliserida (lemak atau minyak) dengan alkohol untuk membentuk ester
dan gliserol. Sebuah trigliserida memiliki molekul gliserin yang terdiri
dari tiga asam lemak rantai panjang yang menempel.

22
5. Kondisi yang mempengaruhi pembuatan biodiesel yaitu waktu reaksi,
pengadukan, katalis dan suhu.
6. Kualitas biodiesel (standar mutu) dipengaruhi oleh angka setana, massa
jenis (densitas), nilai kalor, titik nyala (flash poin), titik kabut (Cloud
Poin), kadar air (water contain), bilangan lodine (number iodine),
7. Pemanfaatan Biodiesel banyak digunakan pada bidang transfortasi
khususnya pada mesin diesel.

3.2 Saran
Sebaiknya dalam kehidupan sehari – hari peggunaan bahan bakar minyak
dikurangi dan diganti dengan penggunaan bahan bakar Terbarukan yang
jumlahnya lebih berlimpah, misalnya biodiesel, untuk mengurangi kelangkaan
minyak.

23
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah,Rizal,Dkk.2011. ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI DAN KARAKTERISASI MUTU


BIODIESEL DARI BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn).Bogor: Balai Besar Industri Agro
(BBIA), Kementerian Perindustrian,

Mahfud.2018.Biodiesel Perkembangan Bahan Baku & Teknologi.Surabaya: CV. Putra Media


Nusantara (PMN).

Sutarti, M. dan Rahmawati, M., 1994, Zeolit Tinjauan Literatur, Pusat Dokumentasi dan Informasi
Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

Sudrajat,R.Dkk.2010. PROSES TRANSESTERIFIKASI PADA PEMBUATAN BIODIESEL


MENGGUNAKAN MINYAK NYAMPLUNG ( L ) YANG TELAH DILAKUKAN ESTERIFIKASI.Bogor:
Pusat Litbang Hasil Hutan,

24

Anda mungkin juga menyukai