Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL PENELITIAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS


KULIT TELUR DAN PELARUT METANOL

BIODIESEL PRODUCTION FROM WASTE COOKING OIL WITH AN


EGGSHELL CATALYST AND METHANOL SOLVENTS

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan


Pendidikan Diploma IV Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Sriwijaya

Nama : Ayu Dzakiroh


NPM : 061740411836
Kelas : 6 EGD

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


PALEMBANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kebutuhan energi di dunia maupun di Indonesia saat ini semakin
meningkat. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin meningkatnya pertumbuhan
penduduk, ekonomi, maupun pola konsumsi energi. Kebutuhan yang tinggi akan
energi ini tidak diiringi dengan ketersedian energi fosil, terutama di Indonesia
yang jumlahanya kini kian menipis. Dari data statistik migas Kementrian ESDM,
penggunaan bahan bakar fosil (solar) pada tahun 2006, 2007, 2012 berturut-turut
adalah 25.203.923 KL, 25.472.781 KL, 34.209.757 (Miskah dkk., 2016). Data ini
menunjukkan bahwa konsumsi bahan bakar fosil (solar) mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2008, Indonesia telah mengimpor BBM mencapai 153 juta
barel (Djamaludin dikutip Sinaga dkk., 2014). Oleh karena itu diperlukan upaya-
upaya pengembangan terhadap sumber energi terbarukan. Salah satu jenis energi
terbarukan adalah biodiesel. Biodisel merupakan bahan bakar terbarukan
pengganti solar yang pada saat ini banyak mendapat perhatian karena
pemanfaatan biodiesel tidak harus membangun infrastruktur baru dan harga
biodiesel hampir sama dengan bahan bakar solar (Miskah dkk., 2016). Biodiesel
dapat diproduksi dengan menggunakan minyak nabati atau lemak hewan melalui
proses transesterifikasi dengan bantuan alkohol dan katalis (Dharsono dan Oktari
dikutip Sinaga dkk., 2014). Biodiesel memiliki karakteristik yang mirip dengan
minyak solar sehingga dapat digunakan untuk menggantikan minyak solar pada
motor diesel. Saat ini, penelitian mengenai biodiesel difokuskan kepada usaha
untuk mengurangi dampak lingkungan dan efesiensi produksi (Mahreni dikutip
Miskah dkk., 2016).
Pada saat ini, pemanfaatan minyak jelantah di Indonesia masih belum
berkembang. Potensi minyak jelantah akan meningkat seiring dengan
meningkatnya produksi dan konsumsi minyak goreng (Hambali dkk. dikutip
Sinaga dkk., 2014). Pemanfaatan limbah sebagai bahan untuk produksi biodiesel
merupakan salah satu cara untuk mengurangi dampak lingkungan dan

1
menurunkan biaya produksi. Minyak jelantah sangat cocok untuk digunakan
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak jelantah. Selain itu, kulit
telur juga dapat dimanfaatkan sebagi katalis dalam produksi biodiesel.
Minyak goreng sering kali dipakai secara berulang-ulang untuk
menggoreng, bahkan warna minyak goreng berubah menjadi cokelat tua dan tak
jarang menjadi kehitaman lalu dibuang karena dianggap tidak layak dikonsumsi
lagi. Minyak jelantah merupakan salah satu limbah yang mengandung senyawa-
senyawa karsinogenik (penyebab kanker) yang terjadi selama proses
penggorengan sehingga jika dikonsumsi secara terus-menerus dapat menyebabkan
kerusakan pada tubuh manusia. Dalam penggunaannya, minyak goreng
mengalami perubahan kimia akibat reaksi oksidasi dan hidrolisis yang
menyebabkan kerusakan pada minyak goreng tersebut.
Melalui proses-proses tersebut beberapa trigliserida akan terurai menjadi
senyawa-senyawa lain, salah satunya free fatty acid (FFA) atau asam lemak bebas.
Kandungan asam lemak bebas inilah yang kemudian akan diesterifikasi dengan
metanol menghasilkan biodiesel. Sedangkan kandungan trigliseridanya
ditransesterifikasi dengan metanol, yang juga menghasilkan biodiesel dan gliserol.
Dengan kedua proses tersebut maka minyak jelantah dapat bernilai tinggi (Suirta
dikutip Miskah dkk., 2016).
Katalis yang digunakan pada reaksi transesterifikasi dari biodiesel ini
adalah katalis padat CaO yang terkandung di dalam kulit telur ayam. Kandungan
CaCO3 di dalam kulit telur sekitar 94 % berat, dan sisanya adalah magnesium
karbonat, kalsium fosfat dan bahan organik. Oleh karena itu dapat diharapkan
bahwa kulit telur dapat digunakan sebagai sumber CaO yang mempunyai
kemurnian tinggi sehingga mampu berperan sebagai katalis dalam reaksi
transesterifikasi minyak dan metanol menjadi biodiesel. Sumber bahan baku (kulit
telur) tersedia cukup banyak dan pada saat ini hanya dibuang (belum
dimanfaatkan), oleh karena itu memanfaatkan kulit telur sebagai katalis
merupakan usaha yang cukup relevan untuk mengurangi dampak lingkungan dan
menurunkan biaya produksi biodiesel. Kalsinasi kulit telur dengan tujuan merubah
kalsium karbonat CaCO3 menjadi kalsium oksida (CaO) dengan cara kalsinasi

2
pada suhu 900oC. Proses kalsinasi merubah kalsium karbonat menjadi kalsium
oksida (Miskah dkk., 2016).

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang akan diangkat dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh kandungan bahan baku dan pelarut terhadap kualitas
biodiesel?
2. Bagaimana pengaruh kandungan katalis terhadap kualitas biodiesel?
3. Bagaimana potensi biodiesel yang dihasilkan terhadap kebutuhan energi?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kandungan bahan baku,
pelarut, dan katalis terhadap densitas, viskositas, cetane number, dan flash point
biodiesel serta memprediksi potensi biodiesel yang dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan energi di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kualitas biodiesel yang
dihasilkan jika menggunakan minyak jelantah dan kulit telur sebagai bahan
produksi, memprediksi potensi biodiesel yang dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan energi di Indonesia, dan membantu mengurangi dampak lingkungan
dari limbah minyak jelantah dan kulit telur.

1.5 Relevansi
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan produk biodiesel yang
merupakan salah satu penelitian dengan dasar keilmuan Teknik Kimia, khususnya
Teknik Energi. Pembuatan biodiesel tercantum dalam mata kuliah Teknologi
Bioenergi yang merupakan salah satu mata kuliah di Teknik Energi. Dalam proses
produksi maupun eksekusi produknya digunakan mata kuliah tersebut sebagai
acuan sehingga sangat relevan dengan bidang keilmuan pengaju.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Goreng Bekas (Minyak Jelantah)


Minyak jelantah (waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa berasal
dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur,
minyak samin dan sebagainya. Minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian
kebutuhan rumah tangga, umumnya dapat digunakan kembali untuk keperluan
kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik yang terjadi selama
proses penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang
berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker,
dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Untuk
itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat
dan menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan
(Ardiana dikutip Syamsidar, 2013).

2.2 Kandungan Kimia Minyak Jelantah


Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit,
kedelai, jagung dan lain-lain.meski beragam secara kimia isi kandungannya
sebetulnya tak jauh beda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (AL) dan
asam lemak tidak jenuh (ALT). Dalam jumlah kecil kemungkinan terdapat juga
lesitin, cephalin, fosfatida lain, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut
lemak, dan hidrokarbon, termasuk karbohidrat dan protein. Hal yang kemungkinan
berbeda adalah komposisinya (Syamsidar, 2013). Berikut adalah kandungan asam
lemak dari minyak jelantah.
Tabel 2.1 Kandungan asam lemak pada minyak jelantah

No. Asam Lemak Jenuh Asam Lemak Tak Jenuh


1. Asam stearat palmitat
2. - linolenat

4
Semua minyak sama sehatnya untuk orang yang tidak sensitif terhadap asam
lemak darah. Alasannya pada suhu penggorengan 200oC rantai kimia minyak akan
terurai.
Tabel 2.2 Perbandingan emisi biodiesel minyak jelantah dan solar

Hal Minyak jelantah Solar


Emisi NO 1005,8 ppm 1070 ppm
Emisi CO 209 ppm 184 ppm
Emisi CH 13,7 ppm 18,4 ppm
Emisi Partikulat/Debu 0,5 0,93
Emisi SO2 Tidak ada Ada

Dari tabel diatas terlihat bahwa biodiesel dari minyak jelantah merupakan
alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan sebagaimana biodiesel dari minyak
nabati lainnya. Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan minyak jelantah/
FAME dibandingkan dengan solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak
65%. Biodiesel dari minyak jelantah ini juga memenuhi persyaratan SNI untuk
biodiesel (Susanti dikutip Syamsidar, 2013).
Oleh karena itu pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar motor
diesel merupakan suatu cara penanggulangan limbah (minyak jelantah) yang
menghasilkan nilai ekonomis serta menciptakan bahan bakar alternatif pengganti
bahan bakar solar yang bersifat ekonomis, dan sekaligus ekologis (Kahar dikutip
Syamsidar, 2013).

2.3 Kulit Telur


Kulit telur atau cangkang telur merupakan lapisan luar dari telur yang
berfungsi melindungi semua bagian telur dari luka atau kerusakan. Cangkang telur
ayam yang membungkus telur umumnya beratnya 9-12% dari berat telur total.
Warna kulit telur ayam bervariasi, mulai dari putih kekuningan sampai cokelat.
Warna cangkang luar telur ayam ras (ayam boiler) ada yang putih, ada yang
cokelat. Bedanya pada ketebalan cangkang, yang berwarna cokelat lebih tebal
daripada yang berwarna putih (Wirakusumah dikutip Husna, 2014).

5
Cangkang telur tersusun atas struktur berlapis tiga, yaitu lapisan kutikula,
lapisan sponge (busa) dan lapisan lamellar. Lapisan kutikula merupakan protein
transparan yang melapisi permukaan cangkang telur. Lapisan ini melapisi pori-
pori pada cangkang telur, tetapi sifatnya masih dapat dilalui gas sehingga
keluarnya uap air dan gas CO2 masih dapat terjadi (Rivera dikutip Husna, 2014).
Lapisan sponge (busa) dan lamellar membentuk matriks yang tersusun oleh
serat-serat protein yang terikat dengan kristal kalsium karbonat (CaCO3) atau
disebut juga kalsit dengan perbandingan 1:50. Lapisan busa ini merupakan bagian
terbesar dari lapisan cangkang telur. Lapisan ini terdiri dari protein dan lapisan
kapur yang terdiri dari kalsium karbonat, kalsium fosfat, magnesium karbonat, dan
magnesium fosfat (Rivera dikutip Husna, 2014 ).
Lapisan lamellar (mamilary) merupakan lapisan ketiga dari cangkang telur
yang terdiri dari lapisan yang berbentuk kerucut dengan penampang bulat atau
lonjong. Lapisan ini sangat tipis dan terdiri dari anyaman protein dan mineral. Di
bawah lapisan lamellar terdapat lapisan membrana yang merupakan bagian lapisan
cangkang telur yang terdalam. Lapisan membrana terdiri dari dua lapisan selaput
yang menyelubungi seluruh isi telur dan tebalnya lebih kurang 65 mikron. Lapisan
membran (membran shell) terdiri dari lapisan membran dalam dan membran luar,
keduanya mirip dinding yang menghalangi bakteri masuk dalam telur. Membran
shell sendiri terdiri dari serabut-serabut protein yang membentuk membran yang
semipermeabel (Wirakusumah dikutip Husna, 2014).
Komposisi utama dalam cangkang ini adalah kalsium karbonat (CaCO3)
sebesar 94% dari total bobot keseluruhan cangkang, kalsium fosfat (1%), bahan-
bahan organik (4%) dan magnesium karbonat (1%) (Rivera dikutip Husna, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian, serbuk cangkang telur ayam mengandung kalsium
sebesar 401 ± 7,2 gram atau sekitar 39% kalsium, dalam bentuk kalsium karbonat
(Schaafsma dikutip Husna, 2014).

2.4 Kalsium Karbonat


Kalsium karbonat adalah mineral inorganik yang dikenal tersedia dengan
harga murah secara komersial. Sifat fisis kalsium karbonat seperti, morfologi,
fase, ukuran dan distribusi ukuran harus dimodifikasi menurut bidang

6
pengaplikasiannya. Bentuk morfologi dan fase kalsium karbonat (CaCO3) terkait
dengan kondisi sintesis seperti, konsentrasi reaktan, suhu, waktu aging dan zat
adiktif alam (Kirboga dan Oner dikutip Noviyanti dkk., 2015). Kalsit (CaCO3)
merupakan fase yang paling stabil dan banyak digunakan dalam industri cat,
kertas, magnetic recording, industri tekstil, detergen, plastik, dan kosmetik
(Lailiyah et al. dikutip Noviyanti dkk., 2015).
Kebutuhan kalsium karbonat (CaCO3) sejak tahun 1983 terus meningkat
seiring dengan berkembangnya industri pemakaiannya, antara lain industri cat,
industri plastik, PVC, ban, sepatu karet, kosmetik, kulit imitasi, pasta gigi dan
industri yang lain. Kalsium karbonat (CaCO3) adalah garam kalsium yang
terdapat pada kapur, batu kapur, pualam dan merupakan komponen utama yang
terdapat pada kulit telur (Soine dikutip Utomo, 2014).
Kalsium karbonat diolah dengan dua cara yaitu secara mekanik atau hanya
melalui tumbukan dan dengan cara pengendapan. Kalsium karbonat yang dibuat
dengan cara pengendapan atau lebih dikenal sebagai kalsium karbonat presipitat
biasanya digunakan sebagai aditif dalam lem, plastik, karet, tinta, kertas, farmasi,
suplemen gizi dan banyak kegunaan lainnya (Utomo, 2014). Kandungan kalsium
dalam cangkang telur yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan suplemen
kalsium untuk meningkatkan kadar kalsium serum darah. Penelitian dilakukan
untuk memperoleh kalsium dalam bentuk kalsium karbonat dengan
mengendapkan ekstrak cangkang telur ayam, sehingga dapat ditentukan dosis
kalsium karbonat (Prastiwi dikutip Utomo, 2014).

2.5 Metanol
Metanol memiliki berat molekul 32,042 gr/mol , titik leleh -98 oC dan titik
didih 64oC. Alkohol yang paling umum digunakan untuk transesterifikasi adalah
metanol, karena harganya lebih murah dan daya reaksinya lebih tinggi
dibandingkan dengan alkohol rantai panjang, sehingga methanol ini mampu
memproduksi biodiesel yang lebih stabil.
Berbeda dengan etanol, metanol tersedia dalam bentuk absolut yang mudah
diperoleh sehingga hidrolisa dan pembentukkan sabun akibat air yang terdapat
dalam alkohol dapat diminimalkan. Biaya untuk memproduksi etanol absolut

7
cukup tinggi. Akibatnya, bahan bakar biodiesel berbasis etanol tidak berdaya saing
secara ekonomis dengan metil ester asam lemak, sehingga membiarkan bahan
bakar diesel fosil bertahan sendiri. Disamping itu, harga etanol juga tinggi
sehingga menghambat penggunaanya dalam produksi dalam skala industri. (Said
dikutip Miskah dkk., 2016).

2.6 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan
bakar mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak nabati
misalnya: minyak sawit, minyak kelapa, minyak kemiri, minyak jarak pagar, dan
minyak berbagai tumbuhan yang mengandung trigliserida (Syamsidar, 2103).
Biodiesel memiliki kelebihan lain dibanding dengan solar, yakni:
1. Angka setana lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik
dibanding dengan minyak solar.
2. Biodiesel diproduksi dari bahan pertanian sehingga dapat terus diperbaharui.
3. Ramah lingkungan karena tidak ada emisi gas sulfur.
4. Aman dalam penyimpanan dan transfortasi karena tidak mengandung racun.
5. Meningkatkan nilai produk pertanian Indonesia.
6. Memungkinkan diproduksi dalam skala kecil dan menengah sehingga bisa
diproduksi di daerah pedesaan (Tim Departemen Teknologi Pertanian dikutip
Syamsidar, 2103).
Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel
dihasilkan melalui proses yang disebut reaksi esterifikasi asam lemak bebas atau
reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol dengan bantuan katalis dan dari
reaksi ini akan dihasilkan metil ester/etil ester asam lemak dan gliserol
(Syamsidar, 2013).

2.7 Reaksi Transesterifikasi


Transesterifikasi minyak menjadi biodiesel (asam lemak metil ester, FAME)
dapat digunakan katalis basa, asam, dan enzim. Dalam katalis basa meliputi katalis
basa homogen dan katalis basa heterogen. Yang umum digunakan sebagai katalis

8
homogen adalah NaOH dan KOH. Transesterifikasi dengan katalis basa lebih
cepat dari pada transesterifikasi menggunakan katalis asam. Namun, dibutuhkan
air yang cukup banyak untuk memisahkan katalis dari produk. Oleh karena itu,
biaya pemisahan katalis dari produk akan lebih mahal (Miskah dkk., 2016).
Transesterifikasi merupakan suatu proses penggantian alkohol dari suatu
gugus ester (trigliserida) dengan ester lain atau mengubah asam–asam lemak ke
dalam bentuk ester sehingga menghasilkan alkil ester. Proses tersebut dikenal
sebagai proses alkoholisis. Proses alkoholisis ini merupakan reaksi biasanya
berjalan lambat namun dapat dipercepat dengan bantuan suatu katalis (Yuli
dikutip Miskah dkk., 2016). Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi utama
dalam pembuatan biodiesel. Pada reaksi ini, trigliserida (minyak) bereaksi dengan
metanol dalam katalis basa untuk menghasilkan biodiesel dan gliserol.
Persamaan umum Reaksi transesterifikasi ditunjukkan seperti di bawah ini:

R1, R2, R3 adalah rantai karbon asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh
(Harold dikutip Syamsidar, 2013).

9
DAFTAR PUSTAKA

Miskah, S., dkk. 2016. Pemanfaatan kulit telur sebagai katalis biodiesel dari campuran
minyak jelantah dan minyak kelapa sawit. Jurnal Teknik Kimia. 22(2): 54 – 61.

Sinaga, S.V., dkk. 2014. Pengaruh suhu dan waktu reaksi pada pembuatan biodiesel dari
minyak jelantah. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 3(1): 27 – 34.

Syamsidar, H. S. 2013. Pembuatan dan uji kualitas biodiesel dari minyak jelantah.
Jurnal Teknosains. 7(2): 209 – 218.

Husna, S. 2014. Analisis kandungan kalsium dan uji daya terima pada modifikasi
cookies dengan tepung cangkang telur ayam [skripsi]. Medan (ID): Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Noviyanti, dkk. 2015. Karakterisasi kalsium karbonat (Ca(Co3)) dari batu kapur
Kelurahan Tellu Limpoe Kecamatan Suppa. Jurnal Sains dan Pendidikan
Fisika. 11(2): 169 – 172.

Utomo, A. W. 2014. Pemanfaatan kulit telur ayam, bebek dan burung puyuh pada
Proses pembekuan darah [tugas akhir]. Semarang (ID): Jurusan Kimia Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

10

Anda mungkin juga menyukai