Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan energi semakin meningkat sedangkan sumber energi yang
dimanfaatkan selama ini berasal dari bahan bakar minyak bumi, gas alam, dan batubara
(bahan bakar fossil) yang bersifat tak terbarukan (unrenewable).Oleh sebab itu, perlu
dikembangkan bahan bakar pengganti yang bersifat terbarukan (renewable), lebih
ramah lingkungan dan harganya terjangkau oleh masyarakat. Menurut American
Society for Testing Materials (ASTM Internasional), biodiesel didefinisikan sebagai
mono-alkil ester rantai panjang asam lemak yang berasal dari sumber yang terbarukan,
yang digunakan untuk mesin diesel. Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan,
biodegradable, tidak beracun, dan ramah lingkungan. Biodiesel menghasilkan emisi
yang lebih rendah, memiliki titik flash tinggi, daya pelumas yang lebih baik, dan cetane
number tinggi. Penggunaan biodiesel memiliki potensi untuk mengurangi tingkat polusi
dan kemungkinan karsinogen (Novalina, 2015).
Beberapa upaya telah dilakukan dalam penelitian dan pengembangan sumber
energi alternatif diantaranya adalah pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan
pengganti solar, penggunaan secara langsung minyak nabati ini memiliki kekurangan
yakni menghasilkan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan pada mesin karena
membentuk deposit pada injector. Disamping itu viskositasnya yang tinggi mengganggu
kinerja pompa injector pada proses pengkabutan sehingga hasil dari injeksi tidak
berwujud kabut yang mudah menguap melainkan tetesan bahan bakar yang sulit
terbakar. Oleh karena itu mesin - mesin kendaraan bermotor komersial perlu
dimodifikasi jika akan menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan
bakar solar. Hal ini tentu saja tidak ekonomis sehingga perlu dilakukan upaya untuk
mengubah karakteristik minyak nabati agar sedapat mungkin menyerupai solar (BPPT,
2003).
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonversi minyak
nabati ke dalam bentuk metil ester asam lemak (FAME = Fatty Acid Methyl Ester) yang
lebih dikenal sebagai biodiesel melalui proses esterifikasi atau transesterifikasi.
Seiring dengan perkembangan populasi, tentunya limbah yang dihasilkan
semakin banyak, termasuk minyak jelantah limbah industri dan rumah tangga. Minyak

1
goreng dapat menyala pada suhu tertentu, hal ini berarti minyak goreng bisa digunakan
sebagai bahan bakar alternatif khususnya pengganti solar. Namun jika menggunakan
minyak goreng sebagai bahan baku tentunya harga penjualan biodesel akan lebih mahal
daripada harga solar. Jika minyak goreng dapat digunakan sebagai bahan baku biodesel
demikian pula halnya dengan minyak jelantah. Sebab minyak jelantah merupakan
turunan terdekat dan memiliki sifat yang sama seperti minyak goreng. Tentunya solusi
menjadikan minyak jelantah sebagai bahan bakar pengganti minyak solar akan dapat
mengatasi dua masalah sekaligus yakni mengurangi limbah pencemaran lingkungan dan
alternatif BBM khususnya solar. Namun yang menjadi permasalahan utama ialah
pengumpulan minyak jelantah yang tidak mudah dikarenakan persebarannya cukup luas
dan tidak merata, kebanyakan limbah minyak jelantah dibuang sembarangan ke
selokan-selokan terdekat yang bermuara ke sungai, sehingga bisa menyebabkan
pencemaran air sungai. Untuk itu perlu adanya dukungan dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah untuk penanganan limbah ini menjadi biodiesel, sebagaimana yang
telah dilakukan oleh pemerintah kota Guangzhou, China. Guangzhou sebagai kota
terbesar ketiga di China telah berhasil mengolah minyak jelantah sebanyak 20.000 ton
pertahun untuk diolah menjadi biodiesel karena adanya dukungan dari pemerintah lokal
(Y. Wang at al, 2007).
Beberapa penelitian mengenai pembuatan Biodiesel dari minyak jelantah telah
dilakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Evy : 2012. Menurut Evy : 2012,
biodiesel dari minyak jelantah harus dianalisa terdahulu kadar asam lemak bebas (Free
Fatty Acids), kadar air dan kotorannya serta dilakukan proses bleaching earth 1%.
Untuk proses penyaringannya menggunakan filter vacum pump. Pengolahan biodiesel
menggunakan reaktor dilakukan dengan beberapa faktor yaitu dari proses penyaringan /
filtrasi dengan filter paper 1 μm ; 5 μm ; 16 μm dan proses pemanasan suhu sekitar 65 0C
selang waktu 30 ; 60 ; 90 menit. Untuk meningkatkan kualitas bahan baku minyak
jelantah digunakan teknologi mikrofiltrasi sehingga akan menurunkan kadar asam
lemak bebas sebesar 13% - 72%. Jadi, karakteristik terbaik biodiesel minyak jelantah
dicapai pada saat perlakuan filtrasi ukuran 16 μm dan lama proses transesterifikasi 60
menit. Penelitian lainnya seperti yang dilakukan Firdaus : 2018, yang menguji
perbedaan kualitas Biodiesel yang dihasilkan berdasarkan penggunaan reaktor dan
panci.

2
Dari beberapa referensi penelitian terdahulu tentang pembuatan Biodiesel dari
minyak jelantah, pada penelitian ini peneliti akan mengkaji metode yang telah ada
dengan memvariasikan rasio perbandingan minyak jelantah dengan metanol, serta
memvariasikan konsentrasi katalis. Peneliti juga akan melakukan analisis fisik Biodiesel
yang dihasilkan dari minyak jelantah agar diketahui kualitas Biodiesel sesuai dengan
Standar Nasional Biodiesel.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh perbandingan metanol terhadap kualitas fisik Biodiesel
dari minyak jelantah?
2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi katalis terhadap kualitas fisik Biodiesel
dari minyak jelantah?
3. Bagaimana karakteristik Biodiesel dari minyak jelantah terhadap Standar
nasional Biodiesel.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa yang
akan menyelesaikan pendidikan Diploma IV di Politeknik Negeri Lhokseumawe.

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Untuk mendapatkan ratio yang tepat metanol dan minyak pada proses
pembuatan Biodiesel dari minyak jelantah.
2. Untuk mengetahui konsentrasi katalis yang optimal terhadap kualitas Biodiesel
yang dihasilkan
3. Untuk melihat perbandingan karakteristik Biodiesel dari minyak jelantah dengan
Standar Nasional Biodiesel.

1. 4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Dapat memanfaatkan limbah minyak jelantah untuk diolah menjadi bahan
bernilai guna berupa Biodiesel.

3
2. Mendapatkan gambaran umum kualitas fisik Biodiesel yang dibuat dari minyak
jelantah.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Jelantah


Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah
adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya
minyak jagung, minyak sayur, sebagainya. Minyak ini merupakan minyak bekas
pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat digunakan kembali untuk
keperluan kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses
penggorengan (Anonim, 2009). Tabel sifat fisik dan kimia minyak jelantah dapat dilihat
pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Sifat Fisik dan Kimia Minyak Jelantah

Sifat Fisik Minyak Jelantah Sifat Kimia Minyak Jelantah

Warna coklat kekuning- Hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak
kuningan bebas dan gliserol.
Berbau tengik Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak
antara sejumlah oksigen dengan minyak.
Terdapat endapan Proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan
ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada
minyak.

Titik didih minyak jelantah adalah 375oC, sehingga untuk merubah fasanya
menjadi uap, diperlukan temperatur yang lebih tinggi dari titik didihnya. Titik nyala
minyak jelantah terjadi pada suhu 240-300oC, densitasnya sebesar 0.898 Kg/L,
visikositasnya sebesar 7 s.d 30 Pa.s dan nilai kalor sebesar 9197.29 cal/gr (Fassenden,
1986).
Minyak goreng sangat mudah untuk mengalami oksidasi (Ketaren, 2005). Maka,
minyak goreng berulang kali atau yang disebut minyak jelantah telah mengalami
penguraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan
dapat menyebabkan minyak menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena
5
penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan
trigliserida menjadi gliserol dan FFA (free fatty acid) atau asam lemak jenuh. Selain itu,
minyak goreng ini juga sangat disukai oleh jamur aflatoksin. Jamur ini dapat
menghasilkan racun aflatoksin yang dapat menyebabkan penyakit pada hati (Aprilio,
2010).
Penggunaan minyak berkali-kali dengan suhu penggorengan yang cukup tinggi
akan mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan meningkatkan
warna coklat serta flavour yang tidak disukai pada bahan makanan yang digoreng.
Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan akan menurunkan
nilai gizi dan mutu bahan yang digoreng. Namun jika minyak goreng bekas tersebut
dibuang selain tidak ekonomis juga akan mencemari lingkungan (Ketaren, 2005).
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang
digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak,
serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak.
Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton, hidrokarbon, alkohol,
lakton serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan
senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi, adisi
dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai
gum (gelembung) yang mengendap di dasar tempat penggoregan (Ketaren, 2005).
Penggunaan minyak goreng jelantah secara berulang-ulang dapat
membahayakan kesehatan tubuh. Hal tersebut dikarenakan pada saat pemanasan akan
terjadi proses degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses tersebut
dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun (Rukmini,
2007).
Sehubungan dengan banyaknya minyak jelantah dari sisa industri maupun
rumah tangga dalam jumlah tinggi dan menyadari adanya bahaya konsumsi minyak
goreng bekas, perlu dilakukan upaya-upaya untuk memanfaatkan minyak goreng bekas
tersebut agar tidak terbuang dan mencemari lingkungan. Pemanfaatan minyak jelantah
dapat dilakukan dengan memanfaatkan minyak jelantah sebagai untuk pembuatan
Biodiesel.

6
2.2 Biodiesel
Nama biodiesel telah disetujui oleh Department of Energi (DOE),
Environmental Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Material
(ASTM), biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat
diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui esterifikasi
dengan alkohol (Gerpen, 2004). Biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi ulang
mesin diesel. Biodiesel juga dapat ditulis dengan B100, yang menunjukkan bahwa
biodiesel tersebut murni 100 % monoalkil ester (Zuhdi, 2002). Karena bahan bakunya
berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, biodiesel digolongkan sebagai bahan
bakar yang dapat diperbarui. Pada dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Banyak penelitian yang telah
dilakukan untuk mendapatkan bahan baku alternatif yang dapat dikembangkan secara
luas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Biodiesel berasal dari minyak sawit,
minyak jarak, minyak kedelai, minyak jelantah (Zuhdi, 2002).
Rumus kimia trigliserida adalah CH2COOR-CHCOOR’-CH2COOR”, dimana R,
R’, dan R” masing-masin adalah sebuah rantai alkil yang panjang. Ketiga asam lemak
RCOOH, R’COOH dan R”COOH bisa jadi semuanya sama, semuanya berbeda ataupun
hanya dua diantaranya sama.
Sifat kimia Biodiesel diantaranya merupakan cairan berwarna kuning cerah
sampai kuning kecoklatan. Biodiesel tidak dapat campur dengan air, mempunyai titik
didih tinggi dan mepunyai tekanan uap yang rendah. Biodiesel terdiri dari senyawa
campuran methyl ester dari rantai panjang asam-asam lemak dari minyak tumbuh-
tumbuhan yang memiliki flash point 150 °C (300 °F), density 0,88 g/cm³, di bawah
densitas air. Biodiesel tidak memiliki senyawa toksik dan tidak mengandung sulfur.

2.3 Pembuatan Biodiesel


Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel
dihasilkan melalui proses transesterifikasi minyak atau lemak dengan alkohol. Alkohol
akan menggantikan gugus alkohol pada struktur ester minyak dengan dibantu katalis.
NaOH dan KOH adalah katalis yang umumnya digunakan (Erliza, 2007 : 9).

7
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni)
melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, proses ini bertujuan untuk mengubah
trigliserida menjadi asam lemak metil ester (FAME).
Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor
penentu jenis proses pembuatan biodiesel. Umumnya, minyak murni memiliki kadar
FFA rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode
transesterifikasi. Jika kadar FFA minyak tersebut masih tinggi, sebelumnya dilakukan
proses pra-esterifikasi dengan menentukan terlebih dahulu harga FFA minyak (Erliza,
2007 : 9).

2.3.1 Reaksi Transesterifikasi


Transesterifikasi adalah reaksi pembentukkan metil ester asam lemak (Fatty
Acids Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol dengan mereaksikan
trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek.
Trigliserida merupakan triester dari gliserol, monogliserida dan digliserida dapat
diperoleh dari trigliserida dengan mensubstitusikan dua dan satu asam lemak dengan
gugus hidroksi. Alkohol rantai pendek yang sering digunakan adalah metanol karena
kereaktifannya yang tinggi (Utomo, 2011).
Trigliserida merupakan triester dari glliserol dan asam-asam lemak yaitu asam
karboksilat dengan rantai hidrokarbon (C6 sampai C30). Trigliserida merupakan
penyusun utama minyak nabati. Selain trigliserida dalam lemak juga terdapat
monogliserida dan digliserida. Transesterifikasi biasa disebut dengan alkoholisis
adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi methyl ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Reaksi transesterifikasi
trigliserida menjadi methyl ester adalah:

8
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi ester metil asam- asam
lemak.

Pada proses reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel memerlukan


bantuan katalis yang berfungsi untuk mempercepat reaksi. Percepatan reaksi tersebut
terjadi karena katalis mempengaruhi mekanisme reaksi yang berlangsung, dimana
penggunaan katalis asam atau basa melibatkan mekanisme yang berbeda. Secara
umum diketahui bahwa reaksi transesterifikasi diawali dengan reaksi antara alkohol
dengan katalis untuk menghasilkan spesies aktif yang selanjutnya bereaksi dengan asam
lemak.

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dipengaruhi beberapa faktor, antara
lain:
a. Lama Reaksi
Secara umum, untuk reaksi kimia diketahui bahwa semakin lama waktu reaksi
maka interaksi antar molekul semakin intensif dan menghasilkan produk yang lebih
banyak. Prinsip dasar reaksi ini juga berlaku untuk reaksi transesterifikasi. Metil
ester yang dikonversi dengan variasi waktu reaksi selama 1-4 jam. Waktu reaksi
selama 1 jam menghasilkan metil ester sebesar 77,59 %. Waktu reaksi dinaikkan
menjadi 2 jam hasil konversi mengalami peningkatan sebesar 86,40 % sampai
dimana waktu 3 jam menghasilkan produk maksimal sebesar 91,66 %. Namun
setelah reaksi berlangsung selama 4 jam produk metil ester yang dihasilkan
mengalami penurunan menjadi 76,72 %. Menurut Kusuma, dkk. (2011) reaksi
transesterifikasi bersifat reversibel sehingga terjadi pergeseran kesetimbangan ke
arah reaktan, dimana waktu reaksi yang terlalu lama akan menyebabkan produk
yang terbentuk berubah kembali menjadi reaktan.
b. Pengadukan
Merupakan faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu reaksi kimia, pengadukan

9
sangat penting karena minyak, metanol dan katalis merupakan campuran yang
immiscible (Samart et al., 2010). Dalam bidang penelitian tentang biodiesel, faktor
ini juga telah dipelajari dalam sejumlah penelitian. Hayyan et al. (2011)
mempelajari pengaruh pengadukan pada biodiesel minyak kelapa sawit dengan
variasi pengadukan antara 200 sampai 800 rpm, dan melaporkan pengadukan
terbaik pada 400 rpm dengan persentase konversi 94,78 %.
c. Jenis katalis,
Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi aktivasi
sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi
dapat berlangsung pada suhu 250°C, katalis yang biasa digunakan dalam reaksi
transesterifikasi adalah katalis basa seperti Kalium Hidroksida (KOH) dan Natrium
Hidroksida (NaOH). Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan
menghasilkan konversi minyak nabati menjadi metil ester yang optimum (94% -
99%).
d. Konsentrasi Katalis
Penambahan konsentrasi zeolit sebagai katalis akan meningkatkan biodisel yang
dihasilkan dari reaksi transesterifikasi. Penambahan katalis pada kondisi optimum
akan memaksimalkan hasil reaksi, jika penggunaannya berlebih biodiesel yang
dihasilkan akan menurun Naluri, dkk. (2015). Penelitian Arifin dan Latifah (2015)
melakukan sintesis biodiesel dari minyak goreng bekas dengan variasi jumlah
katalis sebesar 2,5 %; 5 %; 7,5 %; dan 10 % b/b total minyak dan metanol.
Rendemen biodiesel tertinggi yang diperoleh adalah 94,48 % pada penggunaan
rasio mol minyak : metanol sebesar 1:12, konsentrasi sebesar katalis 10 % b/b
total reaktan, dan waktu reaksi selama 3 jam.
e. Perbandingan molar alkohol dengan minyak
Secara stoikiometri, setiap 1 molekul trigliserida membutuhkan 3 mol alkohol
untuk membentuk 3 senyawa alkil ester dan 1 senyawa gliserol. Semakin banyak
jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan
bertambah banyak.
f. Suhu Reaksi
Zulfadli, dkk. (2015), melakukan pembuatan biodiesel menggunakan zeolit
teraktivasi dengan variasi suhu pada tahap transesterifikasi. Suhu reaksi yang

10
digunakan adalah 50 oC, 60 oC, dan 70 oC. Biodiesel yang dihasilkan semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu reaksi, akan tetapi pada suhu 70 oC
mengalami penurunan. Hal ini dimungkinkan karena titik didih dari methanol
sekitar 64,5 oC, sehingga pada suhu 70 oC diasumsikan metanol telah menguap
sehingga mengalami penurunan rendemen biodiesel. Hasil biodiesel tertinggi
diperoleh pada kondisi reaksi dengan suhu 60 oC sebesar 95,84 %.

2.4 Standar Mutu Biodiesel


Secara umum, parameter standar mutu biodiesel terdiri atas densitas, titik nyala,
angka setana, viskositas kinematik, abu sulfat, energi yang dihasilkan, bilangan iod, dan
residu karbon. Beberapa Negara telah mempunyai standar mutu biodiesel yang berlaku
di negaranya masing-masing. Adapun persyaratan mutu biodiesel Indonesia tercantum
dalam RSNI EB 020551.
a. Cetane Number
Menunjukkan kemampuan bahan bakar motor diesel menyala dengan sendirinya
(auto ignition) dalam ruang bakar motor diesel. Fungsinya untuk mengetahui
kecenderungan bahan bakar motor diesel membentuk ketukan ( knocking ).
b. Viskositas Kinematik
Merupakan ukuran hambatan cairan untuk mengalir secara gravitasi, untuk aliran
gravitasi dibawah tekanan hidrostatis, tekanan cairan sebanding dengan kerapatan
cairan. Satuan viskositas dalam cgs adalah cm2 per detik (Stokes). Satuan SI untuk
viskositas m2 per detik (104 St). Lebih sering digunakan centistokes (cSt) (1cSt =
10_2 St = 1 mm2/s).
c. Densitas
Adalah massa biodiesel per satuan volume pada suhu tertentu. Jika densitasnya
rendah kemampuan bahan bakar minyak tinggi.
d. Titik Nyala
adalah temperatur terendah yang harus dicapai dalam pemanasan biodiesel untuk
menimbulkan uap yang dapat terbakar dalam jumlah yang cukup, untuk nyala atau
terbakar sesaat ketika disinggungkan dengan suatu nyala uap. Apabila Flash point
bahan bakar tinggi, akan memudahkan dalam penanganan dan penyimpanan bahan
bakar tersebut karena bahan bakar tidak perlu disimpan pada temperatur rendah,

11
sebaliknya jika Flash point terlalu rendah, akan berbahaya karena menimbulakn
resiko tinggi bagi penyalaan, sehingga harus disimpan pada suhu rendah.
e. Bilangan Iod
Bilangan iod didefenisikan sebagai jumlah garam iodin yang diserap oleh 100 g
minyak. Nilai yang diperoleh menunjukkan derajat ketidak jenuhan minyak.
Kandungan senyawa asam lemak takjenuh meningkatkan ferpormansi biodiesel
pada temperatur rendah karena senyawa ini memiliki titik leleh (Melting Point)
yang lebih rendah, sehingga berkorelasi terhadap clout point dan puor point yang
rendah. Namun disisi lain banyaknya senyawa lemak tak jenuh di dalam biodiesel
memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer. Biodiesel
dengan kandungan bilangan iod yang tinggi akan mengakibatkan tendensi
polimerisasi dan pembentukan deposit pada injector noozle dan cincin piston pada
saat mulai pembakaran. Nilai maksimum harga angka Iod yang diperbolehkan
untuk biodiesel yaitu 115 (g I2/100 g) berdasarkan Standar Biodiesel indonesia.
f. Bilangan asam
Angka asam yang tinggi merupakan indikator biodiesel masih mengandung asam
lemak bebas. Berarti, biodiesel bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau
kerak di injektor mesin diesel. Analisa ini dilakukan untuk mendapatkan nilai
bilangan asam sampel minyak nabati. Bilangan asam didefenisikan sebagai jumlah
milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari
44 satu gram minyak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam
lemak bebas yang terdapat dalam sampel minyak. Kandungan asam yang besar
pada minyak bahan bakar akan berakibat buruk pada kinerja mesin pembakar.
Asam akan menyebabkan korosi pada mesin sehingga menghambat proses
pembakaran. Penentuan bilangan asam dilakukan dengan metode titrasi asam basa.
Sejumlah minyak dilarutkan dalam alkohol dan diberi indikator phenolphthalein.
Kemudian dititrasi dengan larutan KOH sampai terjadi perubahan warna merah
jambu yang tetap. Senyawa KOH akan bereaksi dengan asam lemak yang berada
pada sampel minyak nabati. Titrasi dilakukan untuk mengetahui keadaan dimana
semua KOH telah bereaksi dengan asam lemak pada minyak dan kelebihan KOH
ditandai dengan perubahan warna pada sampel akibat ditambahi dengan indikator
phenolphthalein.

12
g. Kadar Air
Kadar air dalam minyak merupakan salah satu tolak ukur mutu minyak. Makin
kecil kadar air dalam minyak maka mutunya makin baik, hal ini dapat memperkecil
kemungkinan terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kenaikan kadar
asam lemak bebas, kandungan air dalam bahan bakar dapat juga menyebabkan
turunnya panas pembakaran, berbusa dan bersifat korosif jika bereaksi dengan
sulfur karena akan membentuk asam.

2.5 Keunggulan dan Kelemahan Biodiesel


a. Keunggulan Biodiesel:
 Biodiesel tidak beracun.
 Biodiesel adalah bahan bakar biodegradable
 Biodiesel lebih aman dipakai disbanding diesel konvensional
 biodiesel dapat dengan mudah dicampur dengan diesel konvensional, dan
dapat digunakan di sebagian besar jenis kendaraan saat ini, bahkan dalam bentuk
biodiesel murni B100.
 Biodiesel dapat membantu mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar
fosil, dan meningkatkan keamanan dan kemandirian energi.
 Biodiesel dapat diproduksi secara massal di banyak negara, contohnya USA yang
memiliki kapasitas untuk memproduksi lebih dari 50 juta galon biodiesel per
tahun.
 Produksi dan penggunaan biodiesel melepaskan lebih sedikit emisi dibandingkan
dengan diesel konvensional, sekitar 78 % lebih sedikit dibandingkan dengan
diesel konvensional.
 Biodiesel memiliki sifat pelumas yang sangat baik, secara signifikan lebih baik
daripada bahan bakar diesel konvensional, sehingga dapat memperpanjang masa
pakai mesin.
 Biodiesel memiliki delay pengapian lebih pendek dibandingkan dengan diesel
konvensional.
 Biodiesel tidak memiliki kandungan sulfur, sehingga tidak memberikan
kontribusi terhadap pembentukan hujan asam.

13
Keuntungan Biodesel terhadap Mesin
Penggunaan biodiesel mempunyai beberapa keuntungan, menurut studi yang
dilakukan National Biodiesel Board beberapa keuntungan penggunaan biodiesel antara
lain:
 Biodiesel mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan minyak diesel,
sehingga dapat langsung dipakai pada motor diesel tanpa melakukan modifikasi
yang signifikan dengan resiko kerusakan yang sangat kecil.
 Biodiesel memberikan efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak diesel
konvensional. Bahkan satu persen penambahan biodiesel dapat meningkatkan
pelumasan hampir 30 %.
 Hasil percobaan membuktikan bahwa jarak tempuh 15.000.000 mil, biodiesel
memberikan konsumsi bahan bakar, HP, dan torsi yang hampir sama dengan
minyak diesel konvensional.
 Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak
menyebabkan pemanasan global. Analisa siklus kehidupan memperlihatkan
bahwa emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78 % dibandingkan
dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum.
 Untuk menambah pelumasan mesin, menambah ketahanan mesin, mengurangi
frekuensi pergaantian mesin. Keuntungan lain dari biodesel adalah sifat
emisi yang rendah dan mengandung oksigen sekitar 10-11 %.
b. Kelemahan Biodiesel
 Biodiesel saat ini sebagian besar diproduksi dari jagung yang dapat
menyebabkan kekurangan pangan dan meningkatnya harga pangan. Hal ini bisa
memicu meningkatnya kelaparan di dunia.
 Biodiesel 20 kali lebih rentan terhadap kontaminasi air dibandingkan dengan
diesel konvensional, hal ini bisa menyebabkan korosi, filter rusak, pitting di
piston, dll.
 Biodiesel murni memiliki masalah signifikan terhadap suhu rendah.
 Biodiesel secara signifikan lebih mahal dibandingkan dengan diesel
konvensional.

14
 Biodiesel memiliki kandungan energi yang jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan diesel konvensional, sekitar 11 % lebih sedikit dibandingkan dengan
bahan bakar diesel konvensional.
 Biodiesel dapat melepaskan oksida nitrogen yang dapat mengarah pada
pembentukan kabut asap.

Biodiesel, meskipun memancarkan emisi karbon yang secara signifikan lebih aman
dibandingkan dengan diesel konvensional, masih berkontribusi terhadap pemanasan
global dan perubahan iklim.

15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di laboratorium SMKN 1 Tanah Luas. Analisis sampel
dan uji kualitas fisik dilakukan di Laboratorium Satuan Proses Teknik Kimia Politeknik
Negeri Lhokseumawe.

3.2 Bahan dan Alat yang digunakan


3.2.1 Alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah corong pisah,
penyaring 200 mesh, seperangkat alat refluks, oven, labu leher tiga, piknometer,
desikator, magnetic stirrer, termometer 100oC, neraca analitik, hot plate,
viskometer oswald, seperangkat alat titrasi, penangas listrik, pH meter, kondensor,
bejana ukur, wadah/bejana, labu erlenmeyer berbagai ukuran, wadah plastik, pipet
berbagai ukuran,batang pengaduk, cetane number, dan flash point analyzer.

3.2.2 Bahan yang digunakan


Bahan yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini adalah minyak
jelantah. Bahan kimia yang digunakan adalah Aseton 96% , NaOH (Merck), KOH
(Merck), Etanol 96 %, Aquadest, Metanol (Merck), Zeolit alam, Indikator PP, pH
universal, Alumunium foil.

3.3 Rancangan Perlakuan Percobaan


Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen laboratorium. Dalam
penelitian ini sampel yang digunakan adalah minyak jelantah, melalui proses
transesterifikasi pada suhu 60 oC selama 3 jam dengan dua perlakuan. Perlakuan
pertama mereaksikan KOH 10 % dengan mol minyak jelantah dan metanol (variasi 1:9,
1:12, 1:15). Perlakuan kedua mereaksikan KOH (variasi 5 %, 10 %, 15 %) dengan mol
minyak dan metanol 1:12. Adapun variabel percobaan:
1. Variabel Tetap
Bahan : Minyak jelantah
Waktu Operasi : 3 jam
Suhu : 60oC

16
2. Variabel bebas
Rasio minyak dengan methanol : 1:9 % b/b, 1:12 % b/b, 1:15 % b/b
Variasi katalis : 5 %, 10%, 15%
3. Variabel Terikat
Bilangan asam
Densitas
Flash Point
Cetane number

3.4 Prosedur dan Pengujian


3.4.1 Prosedur Pembuatan Biodiesel Melalui Reaksi Transesterifikasi
Proses transesterifikasi dilakukan dalam labu leher tiga berkapasitas 500 mL
dengan mencampurkan minyak jelantah dan metanol dengan menggunakan KOH.
Variasi perbandingan mol minyak jelantah dan metanol yang digunakan yaitu 1:9, 1:12,
dan 1:15. Penambahan katalis KOH sebanyak 10 % b/b dari total reaktan dengan KOH
1 M. Serta variasi KOH 5%, 10%, 15% dengan mol minyak jelantah dan metanol
1:12. Proses transesterifikasi dilakukan selama 3 jam pada suhu 60 oC dan disertai
pengadukan dengan kecepatan 300 rpm. Setelah proses selesai, selanjutnya campuran
didiamkan dalam corong pisah selama 24 jam. Setelah terpisah, diambil lapisan atas
(biodiesel) dan dimurnikan dengan aquades panas sebanyak 10 % dari volume minyak
dan didiamkan dalam corong pisah. Setelah 1 jam, lapisan atas diambil dan ditambah 1
% b/b Na2SO4 anhidrat.
3.4.2 Analisis Fisik Biodiesel
a. Bilangan asam
1) Mengambil 10 gr sampel ke dalam erlenmeyer 250 ml
2) Menambahkan 2,5 ml etanol 96% netral
3) Memanaskan sampai 450C
4) Menambahkan 2-3 tetes indikator PP dan menitrasi dengan larutan standar
NaOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap selama 15 detik.
5) Melakukan penetapan duplo
6) Menghitung bilangan asam

17
ml akali(KOH )x N x 56,1
Bilangan asam=
massa sampel

b. Massa jenis
Ditimbang piknometer bersih (W1). Piknometer diisi dengan sampel
minyak, bagian luarnya dilap hingga kering dan ditimbang (W2).

W 2−W 1
ρ=
V

Keterangan:
ρ : densitas (g/mL)
W2 : massa piknometer + sampel (g)
W1 : massa piknometer (g)

c. Kadar Air
1) Menimbang sampel minyak sebanyak 1 gr dalam botol timbang yang
telah diketahui beratnya.
2) Memanaskan sampel pada suhu 100oC selama 3 jam.
3) Mendinginkan sampel dalam desikator dan menimbangnya.
4) Memanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, mendinginkan dalam
desikator dan menimbangnya.
5) Perlakuan ini diulangi sampai dicapai berat konstan.
6) Pengurangan merupakan banyaknya air dalam bahan.

d. Viskositas
1) Dibersihkan viskometer oswald dengan aseton hingga bersih dan kering
2) Dimasukkan 5 ml aquades dengan menggunakan pipet volume
3) Dihisap cairan hingga berada pada tanda atas viskometer
4) Dibiarkan cairan turun, dicatat waktu yang diperlukan untuk melewati 2
tanda batas pada viskometer
5) Digunakan cara yang sama untuk menghitung viskositas sampel minyak.

18
e. Titik Nyala
1) Bersihkan alat yang akan dipakai.
2) Siapkan bahan yang akan diuji, isi bahan uji ke dalam cawan, terisi
sampai pada tanda batas dan tutup sampel uji dengan penutup cawan.
3) Buka keran tabung gas, nyalakan api dan atur gas yang akan keluar.
4) Minyak kemudian diaduk dan dipanaskan.
5) Apabila suhu bahan sudah mendekati suhu teoritis, dekatkan api penyala
ke lubang uji titik nyala.
6) Lakukan pengulangan apabila belum terjadi penyalaan setiap kenaikan
temperature 2o C.
f. Analisa Cetana Number
1) Start ON/OFF
2) Tunggu hitung mundur 15 detik sampai muncul “clear chamber & press
measure”.
3) Tekan menu
4) Tekan select OKTAN = tekan 0 dan muncul Gasoline ON, dan tekan
2 muncul Diesel OFF, Tekan cancel, dan sebaliknya bila diukur cetan
number pilih 2.
5) Pasang tutup cahaya, klik Measure.
6) Angkat tutup dan letakkan sampel, lihat pas strip, Measure.
7) Angkat dan putar sampel, lihat pas strip, Measure.
8) Keluar hasil printout.

19
20

Anda mungkin juga menyukai