Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah

Oleh :

Gilang Wahyu Sejati


XII KI A / 15

SMK SMTI YOGYAKARTA


KIMIA INDUSTRI
PROSES INDUSTRI KIMIA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan makalah Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah ini
adalah sebagai berikut :

1. Mengenalkan sumber energi terbarukan biodiesel yang terbuat dari limbah minyak
jelantah.

2. Diharapkan dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan akibat


pembuangan limbah minyak goreng.

3. Mengetahui metode pembuatan biodiesel dari minyak jelantah.

4. Dengan menggunakan biodiesel dari minyak jelantah diharapkan dapat membantu


mengurangi emisi karbon dan polusi ( lebih ramah lingkungan).

B. Manfaat

1. Mampu memberikan wawasan tentang pemanfaatan limbah, dalam hal ini yaitu
minyak goreng bekas/jelantah.

2. Dapat memberikan pengetahuan tentang pembuatan biodiesel dari minyak jelantah


dan manfaat pembuatannya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkil ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan
terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar
menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses
ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip
dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus.
Namun, biodiesel lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum,
meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil
sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui
yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual
dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini.

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika
Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan
bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada
konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan
bakar.

B. Minyak Jelantah

Minyak jelantah (bahasa Inggris: waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa
berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak
samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah
tangga umumnya. Minyak yang telah dipakai untuk menggoreng menjadi lebih kental,
mempunyai asam lemak bebas yang tinggi dan berwarna kecokelatan. Selama menggoreng
makanan, terjadi perubahan fisiko-kimia, baik pada makanan yang digoreng maupun minyak
yang dipakai sebagai media untuk menggoreng, dapat digunakan kembali untuk keperluaran
kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung
senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Jadi
jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan
manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan
generasi berikutnya.

Minyak jelantah juga dapat digunakan kembali sebagai minyak goreng yang bersih tanpa
kotoran, dengan cara minyak jelantah tersebut direndam bersama dengan ampas tebu, maka
nantinya warna coklat dan kotoran pada minyak jelantah akan terserap oleh ampas tebu
tersebut, sehingga minyak jelantah tersebut akan kembali bersih dan dapat dipakai kembali.

Umumnya, minyak goreng digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai
200-300 °C. Pada suhu ini, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rusak, sehingga
tinggal asam lemak jenuh saja. Risiko terhadap meningkatnya kolesterol darah tentu menjadi
semakin tinggi. Selain itu, vitamin yang larut di dalamnya, seperti vitamin A, D, E, dan K
ikut rusak. Kerusakan minyak goreng terjadi atau berlangsung selama proses penggorengan,
dan itu mengakibatkan penurunan nilai gizi terhadap makanan yang digoreng. Minyak goreng
yang rusak akan menyebabkan tekstur, penampilan, cita rasa dan bau yang kurang enak pada
makanan. Dengan pemanasan minyak yang tinggi dan berulang-ulang, juga dapat terbentuk
akrolein, di mana akrolein adalah sejenis aldehida yang dapat menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan, membuat batuk konsumen dan yang tak kalah bahaya adalah dapat
mengakibatkan pertumbuhan kanker dalam hati dan pembengkakan organ, khususnya hati
dan ginjal.

Minyak goreng yang telah dipakai secara berulang-ulang, akan mengalami beberapa
reaksi yang dapat menyebabkan menurunkan mutu minyak. Pada suhu pemanasan sampai
terbentuk akrolein. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng akan mengalami
peruraian molekul-molekul, sehingga titik asapnya turun. Bila minyak digunakan berulang
kali, semakin cepat terbentuk akrolein. Yang membuat batuk orang yang memakan hasil
gorengannya. Jelantah juga mudah mengalami reaksi oksidasi sehingga jika disimpan cepat
berbau tengik.

Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung
dan lain-lain. Meski beragam secara kimia isi kandungannya sebetulnya tak jauh beda, yakni
terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (AL) dan asam lemak tidak jenuh (ALT). Dalam
jumlah kecil kemungkinan terdapat juga lesitin, cephalin, fosfatida lain, sterol, asam lemak
bebas, lilin, pigmen larut lemak, dan hidrokarbon, termasuk karbohidrat dan protein. Hal
yang kemungkinan berbeda adalah komposisinya.

Selain itu, minyak jelantah juga disukai jamur aflatoksin sebagai tempat berkembang
biak. Jamur ini menghasilkan racun aflatoksin yang menyebabkan berbagai penyakit,
terutama hati/liver. Selanjutnya, proses dehidrasi (hilangnya air dari minyak) akan
meningkatkan kekentalan minyak dan pembentukan radikal bebas (molekul yang mudah
bereaksi dengan unsur lain). Proses ini menghasilkan zat yang bersifat toksik (berefek racun)
bagi manusia.

Jadi, penggunaan minyak jelantah secara berulang berbahaya bagi kesehatan. Proses
tersebut dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. Pada
minyak goreng merah, seperti minyak kelapa sawit, kandungan karoten pada minyak tersebut
menurun setelah penggorengan pertama. Dan hampir semuanya hilang pada penggorengan
keempat. Minyak jelantah sebaiknya tidak digunakan lagi bila warnanya berubah menjadi
gelap, sangat kental, berbau tengik, dan berbusa.

Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat
dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu
bentuk pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat dari berbagai macam aspek ialah
dengan mengubahnya secara proses kimia menjadi biodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena
minyak jelantah juga merupakan minyak nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Biodiesel
dari substrat minyak jelantah merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan
sebagaimana biodiesel dari minyak nabati lainnya. Hasil uji gas buang menunjukkan
keunggulan FAME dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak 65%.
Biodiesel dari minyak jelantah ini juga memenuhi persyaratan SNI untuk Biodiesel.

C. Proses yang Digunakan dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah

Reaksi yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini adalah reaksi
trans-esterifikasi.

Reaksi transesterifikasi mengubah trigliserida (96-98 %minyak) dan alkohol menjadi


ester, dengan sisa gliserin sebagai produk sampingnya. Hasilnya molekul-molekul trigliserida
yang panjang dan bercabang diubah menjadi ester-ester yang lebih kecil yang memiliki
ukuran dan sifat yang serupa dengan minyak solar.

Alkohol yang digunakan adalah alkohol dengan rantai pendek, seperti metanol, etanol dan
butanol. Metanol dan etanol dapat dengan mudah dihasilkan dari bahan nabati. Etanol
menghasilkan etil ester yang lebih sedikit dan meninggalkan sisa karbon yang banyak.
Metanol selain harganya yang lebih murah, juga adalah jenis alkohol yang paling umum
digunakan. Katalis digunakan untuk mempercepat jalannya reaksi (Encinar, 1999).

Metanol dan etanol adalah jenis alkohol yang banyak dipakai dalam industri, karena
kedua jenis alkohol ini memberikan reaksi yang relatif lebih cepat. Reaksi dengan alkohol
yang mempunyai titik didih lebih rendah dilaksanakan pada suhu 60-65 ºC, sedangkan untuk
reaksi dengan alkohol yang mempunyai titik didih tinggi dilakukan pada suhu 200-250 ºC.
Reaktor yang dipakai diusahakan dalam keadaan kering dan kadar asam lemak bebas yang
ada dalam minyak atau lemak harus kecil. Konsentrasi katalisator akan berkurang karena air
dan asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalisator yang sifatnya basa dan membentuk
sabun.
BAB III

CARA KERJA

A. Alat

a) Neraca Analitik 1 buah

b) Gelas ukur ukuran 250 mL 1 buah

c) Gelas beaker ukuran 500 mL 2 buah

d) Gelas beaker ukuran 1000 mL 1 buah

e) Spatula 1 buah

f) Corong gelas 1 buah

g) Pengaduk magetik 1 buah

h) Pengaduk 1 buah

i) Penyaring 1 buah

j) Kompor/penangas listrik 1 buah

k) Termometer 1 buah

l) Panci stainless steels (jangan gunakan panci aluminium karena dikhawatirkan akan
terjadi reaksi lain)

B. Bahan

a) 1 liter minyak goreng bekas

b) 3,5 gram NaOH

c) 200 mL metanol (spiritus putih/tak berwarna)

d) Aquades

C. Langkah Kerja

 Pembuatan Biodisel

1. Timbang 3,5 gram NaOH pa ke dalam gelas beaker 500 mL


2. Ukurlah 200 mL metanol menggunakan gelas ukur, lalu tuang ke dalam gelas
beker 500 mL yang berisi NaOH, aduk hingga NaOH larut (sekitar 30 menit).

3. Ambil minyak jelantah yang telah disaring sebanyak 1 liter, lalu tuang ke
dalam panci stainless steels.

4. Panaskan minyak bekas di atas pemanas listrik atau kompor sambil diaduk
hingga suhu minyak mencapai 60°C.

5. Setelah suhu minyak mencapai 60°C angkat minyak dari kompor sambil terus
diaduk, tuangkan larutan NaOH dan metanol yang telah dibuat sebelumnya.
Pencampuran dilakukan dengan cara menuangkan sedikit demi sedikit larutan
sambil tetap terus diaduk.

6. Setelah semua larutan tertuang habis, campuran harus tetap diaduk dengan agak
kuat. Setelah sekitar 20-30 menit pada campuran akan berubah warna menjadi
oranye. Perubahan warna ini menandakan telah terjadi reaksi. Lakukan terus
pengadukan hingga warna oranye menjadi semakin tajam dan agak keruh. Jika
warna sudah tidak berubah lagi , maka menandakan reaksi telah selesai.

7. Diamkan campuran selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan : lapisan bagian


atas yang berwarna oranye merupakan biodiesel, sedangkan di bagian bawahh
padat kuning keputihan merupakan campuran gliserol, air dan sisa NaOH.

8. Pisahkan kedua campuran dengan cara menuangkan secara perlahan –lahan


bagian atasnya (biodiesel) ke tempat lain.

9. Jika ingin hasil yang lebih baik, dapat dilakukan pemurnian dengan
menggunakan air.

 Cara Pemurnian

1. Ukurlah air menggunakan gelas ukur dengan perbandingan 1:5 dari hasil
biodiesel yang telah dibuat.

2. Panaskan di atas kompor dan atur suhunya (jangan melebihi 80°C).

3. Aduk terus campuran selama ±30 menit.

4. Setelah itu angkat dan diamkan selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan :
lapisan bagian atas merupakan biodiesel, sedangkan endapan bagian bawah
merupakan air yang mengandung kotoran sisa NaOH dan lain-lain.

5. Pisahkan kedua lapisan tersebut dan biodiesel siap digunakan sebagai bahan
bakar pengganti solar atau minyak tanah.
DAFTAR PUSTAKA

http://titi-sindhuwati.blogspot.com/2012/01/limbah-minyak-goreng-tidak-lagi-menjadi.html

http://greenchemistryindonesia.wordpress.com/

http://id.wikipedia.org

Djaeni, dkk., 2002, Pengolahan Limbah Minyak Goreng Bekas menjadi Gliserol dan Minyak
Diesel melalui Proses Trans-Esterifikasi, Universitas Diponegoro, Semarang, Prosiding
Seminar Nasional “Kejuangan” Teknik Kimia, Yogyakarta

Tahar, A., 2003, Evaluasi Teknis Pembuatan

Biodiesel dari Minyal Jelantah, Institut Teknologi Bandung, Prosiding Seminar

Rekayasa dan Proses Kimia, UNDIP, Semarang

Anda mungkin juga menyukai