Anda di halaman 1dari 14

+

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktek Kerja Lapang (PKL) merupakan salah satu mata kuliah yang ada di Program Studi Keteknikan
Pertanian, Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.
Praktek Kerja Lapang ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh pendidikan Strata Satu (S-1).
Kegiatan ini bersifat observatif kerja dalam rangka memperluas wawasan pengetahuan dan
pengembangan cara berpikir mahasiswa secara logis dan sistematis pada suatu industri atau
instansi.

Sasaran yang diharapkan dari dilaksanakannya PKL ini, adalah menambah pengalaman praktis
mahasiswa di lapangan, sehingga benar – benar siap ketika diterjunkan ke dunia kerja. Berpijak pada
tujuan itulah untuk mencapai hasil yang optimal dibutuhkan kerjasama dan jalur komunikasi yang
baik antara perguruan tinggi, industri, instansi pemerintah maupun swasta dengan tujuan penukaran
informasi serta menyamakan korelasi antara ilmu pengetahuan di perguruan tinggi dan aplikasinya
dalam dunia industri. Sehingga, pengenalan dunia industri sedini mungkin sangat diperlukan untuk
menunjang hal tersebut, maka salah satu cara yang dilakukan oleh Program Studi Teknik Bioproses,
Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya adalah mewajibkan
mahasiswanya untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapang di industri – industri yang terkait dengan
bidang studi mahasiswanya.

Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini akan dilaksanakan di PT Petro Kimia Gresik, Jawa Timur. Didalam
suatu perusahaan tentunya terdapat tahapan yang dilalui dalam proses produksi untuk dijadikan
sebuah produk. Produk yang dihasilkan tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi ini dapat berasal dari bahan, mesin, pengedalian
control dan sebagainya. Terutama pupuk, bahan, mesin, pengendalian control dan sebagainya dalam
proses produksi pupuk dapat mempengaruhi produk pupuk tersebut. Oleh karena itu dalam kegiatan
praktek kerja lapang ini mempelajari sistem operasi dan kontrol proses khususnya pada produksi
Ammonium Sulfat (ZA). Praktek Kerja Lapang “Sistem Operasi dan Kontrol Proses Pembuatan
Ammonium Sulfat (ZA)” dilaksanakan di PT Petrokimia Gresik Jawa Timur dengan alasan perusahaan
tersebut merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi pupuk tanaman terbesar di
Indonesia dengan kualitas produk yang baik dan terjamin mutunya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. PetroKimia Gresik yang
meliputi Tujuan Umum dan Tujuan Khusus, diantaranya:

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan Umum dalam pembuatan proposal ini adalah untuk:


1. Memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 (S-1) di Jurusan
Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

2. Sebagai sarana untuk menambah pengalaman dan pengetahuan mengenai kondisi nyata dalam
lingkungan pekerjaan serta mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada beserta alternative
penyeselsaiannya.

3. Melatih Keterampilan untuk bekerja mandiri saat di lapang dan melatih menyesuaikan diri dengan
kondisi lapangan pekerjaan yang nantinya akan dijalani.

4. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama perkuliahan dan membandingkan
dengan yang diterapkan di lapang dan menelaahnya apabila terdapat perbedaan-perbedaan atau
penyesuaian.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dalam pembuatan proposal ini adalah untuk:

1. Mengetahui kondisi umum perusahaan yang meliputi sejarah, struktur organisasi serta letak
geografis perusahaan PT. PetroKimia Gresik

2. Mempelajari proses yang terjadi dalam pembuatan Ammonium Sulfat (ZA) di PT. PetroKimia
Gresik.

3. Mengetahui sistem operasi dan kontrol proses produksi Ammonium Sulfat (ZA) di PT. PetroKimia
Gresik

4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Ammonium Sulfat

5. Mengetahui cara perawatan mesin pada proses produksi Ammonium Sulfat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amonium Sulfat

Amonium sulfat biasa disebut pupuk ZA (Zwuafel Amonium) banyak dimanfaatkan sebagai pupuk
nitrogen, terutama untuk tanaman industri dan perkebunan diantaranya tebu, tembakau, cengkeh,
kopi, lada, kelapa sawit, dan teh. Sebagai pupuk, amonium sulfat merupakan jenis pupuk anorganik
tunggal yang terdiri dari unsur sulfur (24% berat) dalam bentuk ion sulfat dan unsur nitrogen (21%
berat) dalam bentuk ion amonium (Speight, 2002).
Pupuk ZA ((NH4)2SO4) merupakan pupuk anorganik terdiri atas senyawa S Sulfur (24%) dalam Sulfat
dan N Nitrogen (21%) dalam bentuk ammonium yang mudah larut dan diserap tanaman. Peran
Nitrogen (a) membuat bagian tanaman menjadi lebih hijau segar karena banyak mengandung butir
hijau daun yang penting dalam fotosintesa; (b) mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah
ankan, cabang dan lain-lain); (c) menambah kandungan kandungan protein hasil panen. Peran
belerang : (a) membantu pembentukan butir hijau daun sehingga daun menjadi lebih hijau; (b)
menambah kandungan protein dan vitamin hasil panen; (C) meningkatkan jumlah anakan yang
menghasilkan (pada tanaman padi); (d) berperan penting pada proses pembuatan zat gula
(Kiswondo, 2011).

Sifat pupuk ZA ialah sedikit higroskopis (menarik air), tetapi baru menarik uap air pada kelembapan
80% dan suhu 30 oC. Pupuk ZA harus disimpan di tempat kering. Sifat lain pupuk ini ialah reaksi
kerjanya agak lambat dan akar tanaman tidak dapat menyerapnya bersama air tanah, tetapi harus
mendapatkannya secara langsung. Pupuk ini pun kurang terkuras oleh air. Bila ingin dipakai sebagai
pupuk dasar sebelum tanaman, pupuk ZA ini tergolong cocok. Pupuk ini pun tidak cocok diberikan
pada tanah muda yang baru dibuka dan tanah yang kurang mengandung kalsium (Lingga dan
Marsono, 2008).

Negara Indonesia merupakan negara agraris yang selalu membutuhkan amonium sulfat sebagai
pupuk nitrogen. Keuntungan penggunaan amonium sulfat (pupuk ZA) dibandingkan pupuk nitrogen
lainnya yaitu (Setyamidjaja, 1986):

1. Mengandung unsur nitrogen dan sulfur sedangkan unsur sulfur ini tidak dimiliki pupuk nitrogen
lainnya, misal urea (CO(NH2)2), amonium nitrat (NH4NO3) dan senyawa chili (NaNO3). Kedua unsur
ini merupakan jenis unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar atau disebut
makronutrient.

2. NH4+ dapat diserap secara langsung oleh tanaman sehingga tidak membutuhkan mikroorganisme
tanah untuk mengurai senyawa NH4+ menjadi unsur nitrogen, seperti pada pupuk urea (CO(NH2)2).

2.2 Sifat Fisis dan Kimia Bahan Baku Ammonium Sulfat (ZA) dan Produk

2.2.1 Bahan Baku

Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan Ammonium Sulfat (ZA) terdiri dari beberapa
senyawa Kimia yaitu Gypsum FGD atau Gypsum Sintetik (CaSO4.2H2O), Amonia (NH3), Karbon
Dioksida (CO2), Air (H2O) dan Asam Sulfat (H2SO4)

2.2.1.1 Gypsum FGD atau Gypsum Sintetik (CaSO4.2H2O)

Gypsum sintetik diproduksi dari unit Flue Gas Desulfurization (FGD) pada pembakaran batu bara
(PLTU). Gypsum sintetik memiliki kemurnian yang lebih tinggi diatas (96 %) dari gypsum alami (80 %)
(Euro Gypsum, 2007).

Batubara yang dibakar di boiler akan menghasilkan tenaga listrik serta menghasilkan emisi seperti
partikel SO2, NOx, dan CO2. Emisi tersebut dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi seperti
denitrifikasi, desulfurisasi, electrostratic precipitator (penyaring debu), dan separator CO2 (Sianturi,
2012).
Teknologi FGD digunakan untuk mengurangi emisi SO2 yang dapat mencemari air hujan menjadi
hujan asam. Ada dua tipe FGD yaitu FGD basah (Wet Limestone Scrubbing) dan FGD kering (Dry
Limestone Scrubbing). Pada FGD basah, campuran air dan gamping (batu kapur) disemprotkan dalam
gas buang. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 70-95 %. Kalsium karbonat (CaCO3) dalam
batu kapur diubah terlebih dahulu menjadi kalsium sulfit (CaSO3). SO2 yang diserap kemudian
direaksikan dengan CaSO3 membentuk senyawa baru yaitu kalsium sulfat (CaSO4) atau gypsum. FGD
kering menggunakan campuran air dan batu kapur atau gamping yang diinjeksikan ke dalam ruang
bakar. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 70-97 %. FGD kering menghasilkan produk
sampingan gypsum yang bercampur dengan limbah lainnya (Sugiono, 2000).

Gypsum alami merupakan mineral yang umumnya ditemukan di lapisan sedimen yang mengendap
dan bersatu dengan halite, anhydrite, sulfur, calcite dan dolomite. Gypsum merupakan mineral yang
tidak larut dalam air dalam waktu yang lama, sehingga gypsum alami jarang ditemukan dalam
bentuk butiran atau pasir. Gypsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat
dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Gypsum terbentuk dalam kondisi berbagai kemurnian dan
ketebalan yang bervariasi. Gypsum merupakan garam yang pertama kali mengendap akibat proses
evaporasi air laut diikuti oleh anhidrit dan halit, ketika salinitas makin bertambah (Suhada, 2011).

Gypsum sintetik dan gypsum alami memiliki rumus kimia yang sama yaitu CaSO4.2H2O. Tetapi
keduanya memiliki perbedaan komposisi penyusun. Berikut ini merupakan tabel perbedaan antara
gypsum sintetik dan gypsum alami:

Tabel 2.1 perbedaan gypsum sintetik dan alami

Komponen Unit Gypsum Alami Gypsum Sintetik

Mineral Present Air % 0.38 5.5

CaSO4.2H2O % 87 99.6

Insoluble Residue % 13 0.4

Kalsium % 24.5 24.3

Sulfur % 16.1 18.5

Nitrogen ppm - 970

Posfor ppm 30 <1

Kalium ppm 3600 <74

Magnesium ppm 26900 200

Boron ppm 99 13

Tembaga ppm <0.6 <0.38

Besi ppm 3800 150

Mangan ppm 225 0.62

Molybdenum ppm <0.6 3.2

Nikel ppm <0.6 <3

Zinc ppm 8.7 1.2


Adapun sifat fisis dan kimia dari gypsum sintetik menurut (MSDS, 2011) adalah:

Sifat fisis:

Calsium sulfat dihidrat : 90-99% wt

Spesifik grafity : 2.3 gr/cm3

Titik didih : >1000oC

Padatan berwarna putih

pH di air 5-8

Tidak larut di air

Terdekomposisi menjadi calsium oksida dan sulfur dioksida pada suhu 1450oC

Sifat kimia:

Gypsum sintetik harus dihindari dari senyawa asam, diazometana, posfor, logam alumunium dan
agen pengoksida kuat

Gypsum sintetik dan air menghasilkan sedikit panas

2.2.1.2 Amonia (NH3)

Menurut (Othmer, 1998), sifat fisis dan kimia meliputi:

Sifat fisis:

Berat molekul : 17.03 gr/mol

Titik didih : -33.35oC

Titik beku : -77.7oC

Temperatur kritis : 133oC

Tekanan kritis : 11.425 kPa

Panas spesifik

0o : 2097.2 J/Kg K

100o : 2226.2 J/Kg K

200o : 2105.6 J/Kg K

Kelarutan dalam air


0o : 42.8 wt%

20o : 33.1 wt%

40o : 23.4 wt%

60o : 14.2 wt%

Spesifik grafity

40o : 0.69

0o : 0.639

40o : 0.58

Sifat kimia:

Amonia sangat dibutuhkan dalam system netralisasi, terutama dalam

produksi pupuk seperti amonium sulfat, amonium sitrat dan ammonium

posfat

Larutan dalam air membentuk basa NH4OH

Bersifat menyerap air (higroskopis)

Bereaksi substitusi dengan asam anorganik dan organik

Bereaksi dengan CO2 lembab membentuk amonium karbonat

Bereaksi dengan larutan NaOCl membentuk hidrazine

Kelarutan amonia dalam air menurun terhadap peningkatan suhu.

Reaksi antara amonia dan air bersifat reversibel

NH3 + H2O ↔ NH4+ + OH-

Dengan bantuan katalis oksidasi berupa katalis platinum rhodium, amonia akan membentuk asam
nitrit dan air dalam waktu singkat pada suhu 650 oC

4 NH3 + 5O2 → 4NO + 6 H2O

2NO + O2 → 2NO2

3 NO2 + H2O → 2HNO3 + NO

Amonia cair berperan sebagai precipitate basah dari metalic hydroxide

dari larutan garamnya dan membentuk ion kompleks dalam alur keluaran

amonia CuSO4 + 2NH3.H2O → Cu(OH)2 + (NH4)2SO4

Cu(OH)2 → Cu2+ + 2OH

2NH3 → Cu(NH3)4│2+
2.2.1.3 Karbon Dioksida (CO2) (Othmer, 1998)

Sifat fisis:

Temperatur kritis : 31,1 oC

Tekanan kritis : 7383 kPa

Densitas gas pada 273 K dan 101,3 kPa : 1,976 g/l

Viskositas pada 298 K dan 101,3 kPa : 0,015 Cp

Panas laten penguapan

− triple point : 353,4 J/g

− 0 oC : 231,3 J/g

Panas pembentukan pada 298 K : 393,7 kJ/mol

Kelarutan di air (Perry & Green, 1999)

− 0 oC : 179,7 cc

− 20 oC : 90,1 cc

Sifat kimia

Karbon dioksida tidak reaktif pada suhu kamar

Karbon dioksida dan air membentuk asam karbonat

Karbon dioksida membentuk karbon monoksida pada suhu 1700 oC

Larut dalam air membentuk asam lemah H2CO3, HCO3-

Bereaksi dengan air membentuk metana, gas hidrogen, karbon monoksida pada suhu dan tekanan
tinggi dengan bantuan katalis

Bereaksi dengan basa membentuk karbonat

Bereaksi dengan NH3 dalam air membentuk amonium karbonat

Bereaksi dengan NH3 kering membentuk karbamat (intermedit ke urea)

2.2.1.4 Air (H2O) (Othmer, 1998)

Sifat fisis:

Titik beku : 0 oC

Titik didih : 100 oC


Viskositas pada 25 oC : 0,8949 cP

Densitas pada 25 oC : 0,99987 g/cm3

Panas spesifik pada 25 oC : 4,17856 J/g K

Konduktivitas termal pada 20 oC : 0,00598 W/(cm K)

Sifat kimia:

Bereaksi dengan karbon menghasilkan metana, hidrogen, karbon dioksida, monoksida


membentuk gas sintetik (dalam proses gasifikasi batubara)

Bereaksi dengan kalsium, magnesium, natrium dan logam-logam reaktif lain membebaskan H2

Air bersifat amfoter

Bereaksi dengan kalium oksida, sulfur oksida membentuk basa kalium dan asam sulfat

Dengan anhidrid asam karboksilat membentuk asam karboksilat.

2.2.1.5 Asam Sulfat (H2SO4) (Othmer, 1998)

Titik didih : 270 oC

Terdekomposisi : 340 oC

Titik leleh : 10,49 oC

Berat jenis (30 oC) : 1,8261 gr/cm3

Kerapatan : 1,84 gr/c

Berat molekul : 98 gr/mol

Kelarutan tak terhingga pada air dingin dan air panas

Terdekomposisi dalam etil alkohol 95%

Bersifat korosif

Cairan tidak berwarna pada suhu kamar

2.2.2 Produk

2.2.2.1 Amonium Sulfat ((NH4)2SO4)

Umumnya, amonium sulfat banyak digunakan sebagai pupuk, dengan pemanfaatan kandungan
nitrogen dan sulfur didalamnya. Amonium sulfat merupakan pupuk yang cocok untuk tanaman padi,
citrus, anggur, tanaman merambat serta khususnya untuk tanah ber-pH tinggi. Selain sebagai pupuk,
amonium sulfat juga digunakan untuk makanan, fire control, pakan ternak dan tanning (penyamak),
water treatment dan proses fermentasi (Othmer, 1998; Speight, 2002).

Sifat-sifat (UNIDO & IFDC, 1979) :

Wujud berupa kristal putih


Berat molekul : 132,14 gr/mol

Kandungan nitrogen : 21,2 %

pH :5

Densitas padatan (20 oC) : 1,769

Panas kristalisasi (42% (NH4)2SO4 (aq)) : 11,6 kcal/kg

Kelarutan dalam 100 gr air

− 0 oC : 70,6 gr

− 100 oC : 103,8 gr

Spesifik grafitasi larutan jenuh

− 20 oC : 1,2414

− 93oC : 1,2502

Panas spesifik padatan pada 91oC : 0,345 cal/g.oC

Panas spesifik larutan jenuh cal/g.oC

− 20 oC : 0,67

− 100 oC : 0,63

Titik lebur : 512,2 oC

Terdekomposisi : 280 oC

Pada sistem terbuka mulai terdekomposisi pada suhu 100 oC menghasilkan NH3 dan amonium
bisulfat (NH4HSO4)

Diatas 300 oC terdekomposisi membentuk SO2, SO3, H2O, N2

2.2.2.2 Kalsium karbonat (CaCO3) (Othmer, 1998 dan Perry & Green,

1999)

Kalsium karbonat merupakan salah satu mineral pengisi serbaguna dan dikonsumsi dalam jumlah
besar untuk produksi semen, kertas, cat, plastik, karet, tekstil, kapur, dan tinta printer. Kalsium
karbonat dengan kemurnian tinggi biasanya digunakan untuk pangan, farmasi, pasta gigi, dan
kosmetik.

Sifat-sifat:

Berat molekul : 100,09 gr/mol

Spesifik grafitasi : 2,6-2,75

Titik lebur pada 102,5 atm : 1339 oC

Terdekomposisi : 900 oC
Kelarutan dalam 100 gr air

− 25 oC : 0,0014 gr

− 100 oC : 0,002 gr

2.3 Proses Pembuatan Amonium Sulfat

2.3.1 Proses Netralisasi Langsung

Amonium sulfat dibuat dalam suatu unit netralizer dan crystalizer dengan mereaksikan langsung gas
amonia dengan asam sulfat yang masuk melalui alur recycle slurry, direaksikan dan dipanaskan di
slurry recycle. Slurry kemudian di flash pada upper chamber dibawah tekanan vakum yaitu sekitar 55
- 58 mmHg. Panas reaksi yang terjadi dalam reaktor dikontrol dan dihilangkan dengan penambahan
air atau pendinginan dengan udara ke dalam reaktor. Unit netralizer dan crystalizer dibuat terpisah
untuk memudahkan sistem operasi dan kontrol proses. Kesetimbangan optimum antara energi
udara pendingin dengan yield kristal diperoleh ketika unit crystalizer di- control pada suhu 63 – 66°C
(Gowariker,dkk., 2009).

Pengontrolan pH selama operasional sangat penting dilakukan, yaitu berkisar 3-3,5, untuk
menghindarkan yield minimum, dan kristal yang tipis. Kelebihan asam akan menyebabkan
pertumbuhan kristal berlebih terutama di pipa, sehingga memerlukan pelarutan kembali kristal
dengan steam. Sebaliknya, kekurangan asam menyebabkan mutu kristal yang rendah, sehingga akan
menyebabkan sistem pencucian dan storage sulit, serta kandungan nitrogen juga rendah
(Gowariker,dkk., 2009).

Adapun reaksi proses netralisasi adalah sebagai berikut (Othmer, 1998):

2 NH3 (g) + H2SO4(aq) → (NH4)2SO4(s) ∆H=-274 KJ/mol (-65,5 Kcal/mol)

2.3.2 Proses Karbonasi Batubara

Batubara bituminous digunakan untuk pabrikasi gas dan produksi coke (arang). Batubara ini
mengandung 1-2% nitrogen (N) dan dapat diperoleh 15-20% NH3, yaitu berkisar 2,5-3 kg NH3/ ton
batubara.

Gas NH3 yang diperoleh akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan amonium sulfat.
Amonium sulfat dapat diproduksi dari hasil samping pembakaran batubara (coke-oven gas) dengan 3
cara yaitu direct method, indirect method dan semi direct method (Gowariker,dkk., 2009).

1. Direct Method
Dalam direct method, semua gas yang terbentuk didinginkan terlebih dahulu untuk menghilangkan
sejumlah tar, kemudian dialirkan ke- bubble saturator spray, dimana kemudian dicuci asam sulfat
untuk membentuk slurry amonium sulfat. Kristal amonium sulfat yang terbentuk dalam cairan turun
kemudian dipisahkan dan dicuci dalam centrifuge lalu dikeringkan. Kristal kering yang dihasilkan
dikirim lewat conveyor untuk disimpan. Adapun kekurangan dari metode ini adalah bahwa di dalam
kristal yang diperoleh didapati sejumlah tar dan pyridin, sehingga memerlukan rekristalisasi kembali
sebelum dipasarkan, tingkat korosinya tinggi dan sulit untuk mengatur tingkat optimum asam bebas
yang dibutuhkan untuk menekan impurities dan optimum pH untuk menaikkan pertumbuhan kristal
(Gowariker,dkk., 2009).

2. Indirect Method

Pada proses ini, gas panas dari oven utama didinginkan dengan resirkulasi cairan pencuci dan water
scrubbing. Campuran cairan kemudian dipanaskan dengan steam dalam kolom stripper tipe bubble
untuk melepaskan amonia bebas dalam senyawa garam. Steam lewat melalui kolom kedua stripper
kemudian amonia dan cairan dicampur dengan uap sehingga diperoleh amonia mentah yang
selanjutnya didestilasi ulang atau diubah menjadi amonium sulfat dalam saturator kristaliser.
Adapun amonium sulfat yang diperoleh bebas dari impurities, proses fleksibel. Kekurangan dari
metode ini adalah masalah limbah buangan dan amonia yang hilang besar karena reaksi dan
absorpsi yang tidak sempurna (Gowariker,dkk., 2009).

3. Semi Direct Method

Metode ini merupakan gabungan dari direct method dan indirect method. Dalam proses ini gas mula
– mula didinginkan dan dicuci untuk menghilangkan sejumlah tar dan untuk memproduksi larutan
kondensat yang banyak mengandung amonia bentuk gas. Kemudian amonia cair dipanaskan sampai
suhu 700C dan diabsorbsi dengan asam sulfat encer 5-6% dan menghasilkan larutan amonium sulfat
jenuh dengan suhu 50–70 oC. Semi - direct method memproduksi amonium sulfat atau posfat dan
amonia dengan yield yang tinggi (Gowariker,dkk., 2009).

2.3.3 Proses Meserburg

Reaksi antara amonium karbonat dengan Gypsum dikenal dengan proses Merseburg. Metode ini
didasarkan pada penggabungan amonia dan karbon dioksida untuk menghasilkan larutan amonium
karbonat. Kemudian larutan ammonium karbonat direaksikan dengan gypsum (CaSO4.2H2O)
sehingga diperoleh amonium sulfat dan kalsium karbonat. Adapun reaksinya sebagai berikut:

NH3 + H2O → NH4OH

2NH4OH + CO2 → (NH4)2CO3 + H2O

CaSO4.2H2O + (NH4)2CO3 → (NH4)2 SO4 + CaCO3 + 2 H2O


Reaksi-reaksi di atas bersifat eksotermik. Proses ini memiliki banyak keuntungan seperti kalsium
karbonat sebagai hasil samping yang dapat digunakan untuk produksi semen, pupuk, proses ini juga
tidak membutuhkan supply sulfur (Gowariker,dkk.,2009). Larutan amonium sulfat dievaporasi
dalam kondisi vakum, kemudian dikristalisasi, disentrifuge dan dikeringkan (Cheremisinoff, 1995).
Proses pembuatan amonium sulfat dari gypsum sintetik (hasil unit FGD) menghasilkan konversi 83%
dan kemurnian hingga 99% (Chou, 1995)

2.4 Pemilihan Proses

Dari beberapa uraian proses pembuatan amonium sulfat diatas, maka akan dirancang pabrik
amonium sulfat dengan proses Merseburg. Adapun pertimbangannya adalah: (Tarigan dan Ridha,
2004)

1. Proses menggunakan bahan baku gypsum (Gypsum FGD) dari buangan PLTU batu bara yang
berharga murah.

2. Proses reaksi pada suhu dan tekanan rendah.

3. Proses ini sangat cocok untuk negara yang tidak memiliki supply sulfur alam, sehingga gypsum
baik dari alam yang ditambang langsung atau gypsum byproduct FGD dapat digunakan sebagai
bahan baku tanpa harus mengimpor dari luar.

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek kerja lapang (PKL) ini dilaksanakan di PT. PetroKimia Gresik yang berlokasi di Jl. Jendral
Ahmad Yani, Kabupaten Gresik 61119, Jawa Timur. Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan 30 hari
atau satu bulan, yang disesuaikan dengan hari kerja efektif instansi. Ketentuan jam kerja bagi
mahasiswa peserta Praktek Kerja Lapangan disesuaikan dengan jam kerja instansi. PKL ini
dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2015 sampai dengan 20 Agustus 2015.

3.2 Metode Pengumpulan Data dan Informasi

Bentuk kegiatan dan metode pengumpulan data yang dilakukan selama pelaksanaan praktek kerja
lapang ini adalah:

1. Studi Lapang / Riset Lapang

Yaitu mengadakan pengamatan langsung di lapangan dengan cara :

a. Observasi

Metode ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung untuk mendapatkan
data tentang objek yang akan diamati di PT. Petrokimia Gresik.
b. Wawancara

Metode ini dilakukan dengan cara meminta informasi secara langsung atau tanya jawab dengan
pembimbing lapangan, bagian pemasaran, QC (Quality Control), serta bagian-bagian lain yang
berkaitan.

c. Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dokumen yang berkaitan dengan
kondisi objek pengamatan.

2. Studi Literatur/ Riset Pustaka

Yaitu pengumpulan data sekunder dan informasi dari buku yang berhubungan dengan proses
produksi pupuk Ammonium Sulfat (ZA)

3.3 Materi Kegiatan

Materi kegiatan selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapang berlangsung adalah sebagai berikut :

1. Gambaran Umum Perusahaan

• Sejarah berdirinya dan perkembangan perusahaan

• Visi dan misi perusahaan

• Lokasi perusahaan

• Struktur organisasi perusahaan

• Ketenagakerjaan

2. Produk yang dihasilkan

3. Mesin dan peralatan

4. Proses produksi

5. Penerapan produk

6. Tugas khusus

No Nama Kegiatan Pelaksanaan Kegiatan

Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

1 pengenalan perusahaan

2 pengenalan alat produksi

3 pengambilan data dan informasi

4 pemahaman proses produksi


5 tugas akhir

6 penyusunan laporan

Anda mungkin juga menyukai