Anda di halaman 1dari 20

PENGGUNAAN KARBON AKTIF DARI AMPAS TEBU

SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA PROCION MERAH


LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET

OLEH KELOMPOK 5

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan industri yang ada saat ini telah mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Akibat proses industrialisasi tersebut dihasilkan buangan
limbah berupa limbah cair, padat maupun gas yang dapat mengakibatkan
terjadinya pencemaran lingkungan. Limbah cair pada industri ini memberikan
kontribusi terhadap pelepasan logam berat beracun di dalam aliran air. Hal ini
akan berdampak negatif pada makhluk hidup di lingkungan sekitarnya.

Songket merupakan kain khas Sumatera selatan dinas perindustrian


perdagangan dan korperasi kota Palembang mencatat pada tahun 2011 sekitar
150 pemilik usaha kerajinan songket dan pada tahun 2013 tercatat sebanyak
230 orang memiliki usaha kerajinan kain songket (Hariani,2013). Pencelupan
benang ke dalam zat warna sintetis merupakan salah satu proses pembuatan
kain soongket. Pewarna sintetik digunakan untuk menambah tampilan pada
kain songket. zat warna sintetik memiliki struktur kimia yang sulit terurai
(Utomo et al,2015). Oleh karena itu apabila dibuang keperairan menyebabkan
karsinogenik dermatis, alergika iritas kulit umumnya memiliki LD50 sebesar
200-500 mg/L per berat badan mencit (Hariani,2013).

Purwaningrum et al (2013) dalam penelitiannya mengatakan bahwa


kandungan zat warna pricion dalam limbah cair industry songket sebesar
1928,31 mg/L dan dari hasil analisis terdapat limbah industry songket yang
ada di Palembang menunjukan kndungan COD antara 2960-4066 mg/L,
Sementara Said(2008) mendapati nilai COD limbah cair yang di hasilkan pada
salah satu industri songket adalah sebesar 49938 mg/L sedangkan BOD antara
885-1275 mg/L (Hariani,2013).
Industri songket pada umumnya merupakan industri kecil sehingga tidak
memiliki sistem pegolahan limbah oleh karena itu dibutuhkan cara untuk
menangani limbah cair dari industry agar tidak berdampak pada lingkungan.
Adsorpsi menggunakan karbon aktif adalah salah satu cara yang potensial
dalam mengatasi limbah cair oleh zat warna. Bahan dasar karbon aktif adalah
material organic dengan kandungan karbon yyang tinggi seperti ampas tebu
yang memiliki kandungan selulosa lebih dari 30%. Ampas tebu merupakan
limbah bagi pabrik gula yyang dapat digunakan sebagai penjernih perairan
yang kotor (Kurharyati et al.,2012).

Karbon aktif ampas tebu digunakan sebagai penyerap zat warna untuk
congo red (Yoseva et al,2015) zat warna metilan biru (Utomo et al,2015)
Kation basa zat warna (Farahadi et al,2011)

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana karakteristik karbon aktif meliputi gugus fungsional
menggunakan FTIR ?
1.2.2 Berapa luas permukaan dengan menggunakan BET ?
1.2.3 Bagaimana cara menentukan kondisi optimum karbon aktif dengan
menggunakan variable waktu berat, dan Ph ?
1.2.4 Bagaimna karakteristik adsorpsi Isotermal Langmuir yang terjadi dan
efektifitas penyerapan karbon aktif dari ampas tebu terhadap zat warna
procion merah ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mendapatkan informasi mengenai karakteristik karbon aktif meliputi
gugus funfsional menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red)dan
luas permukaan dengan menggunakan BET (Brunauer Emmett Teller)
1.3.2 Menentukan kondisi optimum karbon aktif dengan menggunakan
variable waktu berat dan pH
1.3.3 Mengetahui karakteristik adsorpsi isothermal Langmuir yang terjadi dan
efektifitas penyerapan karbon aktif dari ampas tebu terhadap zat warna
procion merah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah cair industri

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya
dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah
relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya
(Pari,2002).

Berdasarkan nilai ekonominya limbah dibedakan menjadi limbah yang


mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah
yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses
lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu
limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan
memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem
pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan
kerusakan lingkungan (Syukur,2006).

Secara umum dapat dikemukakan bahwa limbah cair adalah cairan buangan
yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-tempat umum lainnya dan
mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta
mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).

2.2 Adsorpsi

Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu


terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya
tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam
(Atkins,1999).
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul
pada permukaan padatanyang tidak seimbang. Adanya gaa ini, padatan cenderung
menarik molekul-molekul yang lain yang bersentuhandengan permukaan padatan
baik fase gas atau fase larutan ke dalam permukaannya. Akibatnya, konsentrasi
molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada dalam fase gas atau zat
terlarut dalam larutan. Menurut Giles dalam Osipow (1962), ang bertanggung jawab
terhadap adsorpsi adalah gaya tarik van der waals pembentukan ikatan hydrogen,
pertukaran ion dan pembentukan ikatan kovalen.

Adsorpsi dapat terjadi pada antarfase padat-cair, padat-gas, gas-cair.


Molekul yang terikat pada bagian antarmuka disebut adsorbat, sedangkan
permukaan yang menyerap molekul-molekul adsorbet disebut adsorben. Pada
adsorpsi, interaksi antar adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan
adsorben. Adsorpsi adalah gejala pada permukaan, sehingga makin besar luas
permukaan, maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Walaupun demikian, adsorpsi
masih bergantung pada sifat zat pengandsorpsi (Fatmawati,2006).

2.3 Arang aktif

Arang adalah suatu bahan padat berpori yang dihasilkan melalui proses
pirolisis dari bahan-bahan yang mengandung karbon (Sudrajat dan Soleh,1994).
Arang aktif atau karbon aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya
dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain serta rongga atau porinya dibersihkan dari
senyawa lain atau kotoran, sehingga permukaan dan pusat aktifnya menjadi luas
atau meningkatkan daya adsorbsi terhadap cairan dan gas (Trisnawati,2004).
Pada prinsipnya, pengolahan arang menjadi arang aktif adalah proses untuk
membuka pori-pori arang agar menjadi lebih luas, yaitu dari luas 2 m2/g pada arang
menjadi 300 2000 m2/g pada arang aktif. Arang aktif dapat dibedakan dari arang
berdasarkan sifat pada permukaannya. Permukaan pada arang masih ditutupi oleh
deposit hidrokarbon yang menghambat keaktifannya, sedangkan pada arang aktif
permukaannya relatif telah bebas dari deposit dan mampu mengadsorbsi karena
permukaannya luas dan pori-porinya telah terbuka (Rasjiddin, 2006).

2.4 Ampas tebu

Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu
(saccharum oficinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada Industri
pemurnian gula sehingga diperoleh hasil samping sejumlah besar produk limbah
berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse).

Pada proses penggilingan tebu,terdapat lima kali prosespenggilingan dari


batang tebu sampai dihasilkan ampas tebu.Pada penggilingan pertama dan kedua
dihasilkan nira mentah yang berwarna kuning kecoklatan,kemudian pada proses
penggilingan ketiga,keempat dan kelima dihasilkan nira dengan volume yang tidak
sama.Setelah proses penggilingan awal yaitu penggilingan pertama dan kedua
dihasilkan ampas tebu basah.Untuk mendapatkan nira yang optimal,pada
penggilingan ampas hasil gilingan kedua harus ditambahkan susu kapur 3Be yang
berfungsi sebagai senyawa yang mampu menyerap nira dari serat ampas
tebu,sehingga pada penggilingan ketiga nira masih dapat diserap meskipun
volumenya lebih sedikit dari hasil gilingan kedua. Pada penggilingan seterusnya
hingga penggilingan kelima ditambahkan susu kapur 3Be dengan volume yang
berbeda-beda tergantung sedikit banyaknya nira yang masih dapat dihasilkan.

2.5 Procion Merah

Zat warna reaktif pertama kali diproduksi tahun 1956. Zat warna jenis ini
pada aplikasinya akan sulit dihilangkan karena adanya ikatan kovalen yang kuat
antara atom karbon dari zat warna dengan atom O, N, atau S dari gugus hidroksi,
amino atau thiol dari polimer. Zat warna reaktif mempunyai berat molekul yang
relatif kecil. Keuntungan zat warna reaktif adalah spektra absorpsinya runcing dan
jelas, strukturnya relatif sederhana, dan warnanya lebih terang (Hunger K, 2003).
Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi
dengan serat, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh karena
itu hasil celupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang sangat baik
(Djufri, 1976). Zat warna reaktif yang sering digunakan pada industri batik antara
lain Procion, Cibracon, Drimaren, dan Lavafix, yang dapat mengadakan reaksi
substitusi dengan serat dan membentuk ikatan ester, dan zat warna Remazol,
Remalan, dan Primazin, yang dapat mengadakan reaksi adisi dengan serat dan
membentuk ikatan eter.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven,


Penggilingan, Spektofotometer UV Vis, Erlenmeyer 50 mL, Kertas saring, Shaker,
Labu Ukur 50 mL.

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ampas tebu,
NaOH 6%, NaOH 1 M, Larutan standar Procion Merah, HCl 1 M, dan Kertas pH.

3.2 Metode Penelitian

Ampas tebu sebanyak 500 g dibersihkan dan dirajang kecil-kecil, lalu di


rendam kedalam NaOH 6% selama 24 jam. Hasil rendemen kemudian dicuci
dengan air hingga mencapai pH netral (6-7), lalu dikeringkan dengan menggunakan
oven pada temperature 100o-110oC selama 24 jam. Ampas tebu yang telah kering
digiling dengan menggunakan penggilingan lalu dikarbonisasi pada suhu 450oC
selama 2 jam, sehingga diperoleh karbon aktif dari ampaas tebu sebanyak 72,55 g.
Karbon yang dihasilkan kemudian dilakukan karakterisasi FTIR di laboratorium
Kimia Organk FMIPA Universitas Gajah Mada dan BET dilaboratorium Kimia
Instrumen Universitas negeri semarang. Pencarian panjang gelombang maksimum
untuk pengukuran zat warna procion merah oleh spectrometer UV-Vis dilakukan
pada larutan standar berkonsntrasi 7 mg/L. pada panjang gelombang 500-550 nm.
Panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum diperoleh sebesar 542
nm. Panjang gelombang maksimum ini selanjutnya digunakan ketika mengukur
absorbansi larutan standar procion merah (0, 5, 7, 10, 15, dan 20 mg/L) dan larutan
dari berbagai perlakuan penelitian.

3.2.1 Perlakuan Waktu Kontak

Karbon aktif yang terbuat dari ampas tebu sebanyak 0,1 g dimasukan
kedalam Erlenmeyer yang berisi 50 mL larutan standar procion merah
berkonsentrasi 20 mg/L. terdapat lima waktu kontak yang diteliti, sehingga dengan
tiga kali pengulangan terdapat total 15 satuan percobaan. Campuran di aduk dengan
menggunakan shaker berkecepatan 150 rpm dengan variasi waktu 30, 60 90, 120,
150 menit, lalu campuran didiamkan selama 15 menit selanjutnya disaring
menggunakan kertas saring. Filtrate yang diperoleh diukur absorbansinya dengan
menggunakan spektofotometer UV Vis untuk kemudian dianalisis untuk
memperoleh waktu kontak optimum

3.2.2 Perlakuan Berat Karbon Aktif

Lima buah Erlenmeyer berisi 50 mL larutan standar procion merah


konsentrasi 20 mg/L ditambahkan karbon aktif dari ampas tebu dengan variasi berat
0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 dan 0,5 g. dengan tiga ulangan maka terdapat 15 satuan
percobaan. Campuran diaduk dengan chaker berkecepatan 150 rpm selama waktu
optimum yang diperoleh sebelumnya, campuran didiamkan selama 15 menit
kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diukur
adsorbansinya dengan menggunakan spectrometer UV Vis sehingga diperoleh berat
optimum karbon aktif.

3.2.3 Perlakuan pH

Karbon aktif dari ampas tebu dengan berat optimum sebagaimana hasil
penelitian perlakuan berat karbon aktif dimasukkan dalam Erlenmeyer yang berisi
50 mL larutan standar procion merah berkonsentrasi 20 mg/L. Campuran ditetesi
HCl 1 M ataupun NaOH 1 M agar diperoleh pH 4,5,6,7,8 dan 9. Dengan tiga
ulangan, maka terdapat 18 satuan percobaan. Campuran diaduk dengan shaker
berkecepatan 150 rpm selama waktu kontak yang dihasilkan pada proses
sebelumnya, lalu didiamkan selama 15 menit dan disaring. Filtrat yang diperoleh
diukur adsorbansinya dengan menggunakan spectrometer UV Vis sehingga
diperoleh pH optimum karbon aktif.
3.2.4 Perlakuan Kapasitas Adsorpsi

Karbon aktif dari ampas tebu sebanyak 0,1 g dikontakan dengan 50 mL


variasi larutan zat warna procion merah berkonsentrasi 100 mg/L ; 200 mg/L ; 300
mg/L ; 400 mg/L dan 500 mg/L. Campuran kemudian diaduk dengan menggunakan
shaker berkecepatan 150 rpm selama waktu kontak optimum lalu didiamkan selama
15 menit dan disaring. Filtrate ang diperoleh diukur absorbansinya dengan
menggunakan spektometer UV Vis. Penentuan kapasitas adsorpsi karbon aktif dari
ampas tebu terhadap larutan zat warna procion merah dilakukan dengan
menggunakan model adsorpsi isothermal Langmuir.

3.2.5 Aplikasi Karbon Aktif Terhadap Limbah Cair Industri songket pada
kondisi optimum.

Limbah cair industry songket sebanyak 5 mL diencerkan dengan


menambahkan HCl 1 M hingga pH optimum pada labu takar 50 mL. Larutan ini
kemudian masing-masing ditambahkan karbon ampas tebu sebanyak berat
optimum, kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat kemudian dilakukan
pengukuran adsorbansinya dengan spektofotpmeter UV Vis.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Karakterisasi Karbon aktif Ampas Tebu Dengan menggunakan FTIR

Ampas tebu memiliki komposisi kimia ang didominasi oleh selulosayaitu

sekitar 46 (Fabonn et al,2013). Selulosa yang terkandung dalam ampas tebu

Menentukan kapasitas adsorpsi, dimana pada selulosa terkandung gugus karboksil

(-COO-) dan hidroksil (-OH) (Li et al, 2016). Sebagaimana yang disajikan pada

Gambar 1, Karbon aktif ampas teb memiliki gugus fungsi CO- pada daerah

serapan 1705,07 cm-1 dan fungsi gugus OH pada daerah serapan 3410,15 cm-1.

Gambar1. Spektrum serapan gugus fungsional pada karbon aktif dari ampas
tebu
4.2 Hasil Karakterisasi Karbon Aktif Ampas Tebu dengan BET

Permukaan karbon memiliki karakter yang unik yaitu struktr penyerap yang
menentukan daya serapnya (Bansal dan Golan,2005). Karbon aktif dari ampas tebu
memiliki luas permukaan 29,21 m2/g dan diameter pori 30,17 A. Ukuran pori ini
tergolong mesopori. Karbon aktif dengan dominasi mesopori umumnya digunakan
sebagai penyerap molekul-molekul besar seperti zat warna (Setianingsih et al., 2008).

4.3 Pengaruh Waktu Kontak Karbon Aktif Terhadap Penyerapan Zat warna Procion
Merah

Waktu kontak merupakan salah satu variable kondisi optimum adsorpsi yang
dicapai oleh karbon aktif, waktu kontak optimum dicapai ketika kesetimbangan
adsorben tidak mampu lagi menyerap adsorbat. Pada gambar 2 menunjukan bahwa
karbon aktif dari ampas tebu memiliki waktu kontak 90 menit dengan daya serapnya
sebesar 6,90 mg/g dan efesiensi penyerapan sebesar 69,04%. Setelah 90 menit waktu
kontak, daya serap relative tidak meningkat lagi.
Hal ini menunjkan 1g karbon aktif ampas tebu mampu mengadsorpsi 6,9 mg
zat warna procion merah dengan persentase penurunan konsentrasi sebesar 69% dari
konsentrasi awal zat warna.

4.4 Pengaruh Berat Karbon Aktif terhadap penyerapan Zat warna procion Merah.

Efisiensi penyerapan dipengaruhi oleh perbandingan adsrben terhadap


adsorbat. Oleh karena itu dilakukan penentuan berat optimum dari karbon aktif ampas
tebu dengan memvariasikan berat yakni 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 dan 0, gram. Hasil yang
didapatkan sebagaimana yang disajikan pada gambar 3 bahwa diperoleh berat optimum
karbon aktif 0,1 g dengan daya serap 6,88 mg/g.

Jumlah adsorben yang ditambahkan mempengaruhi efisiensi penyerapan,


dimana hal ini sebanding dengan jumlah partikel dan luas permukaan karbon aktif
sehingga menyebabkan sisi aktif adsorpsi dan efisiensi penyerapan meningkat
sementara daya serap menurun dengan bertambahan karbon aktif. Efisiensi serapan
penyerapan sebesar 6884% seperti gambar 4.
Ada kemungkinan daya serap meningakat dan belum mencapai kondisi
optimum, dikarenakan adanya kemungkinan tumbukan antar muka serbuk yang belum
intensif sehingga menyebabkan semakin besar kesempatan serbuk berinteraksi dengan
zat warna apabila adsorben ditambahkan lebih sedikit.

4.5.Pengaruh pH Larutan terhadap Penyerapan Zat Warna Procion Merah

Nilai pH optimum adalah pH dimana adsorben memiliki kempuan menyerap


adsorbat tertinggi, pH awal larutan sebelum ditambahkan NaOH ataupun HCl adalah
sebesar 5,37. Pada gambar menunjukan bahwa karbon aktif dari ampas tebu memiliki
serapan optimum pada pH 5 dengan daya serap sebesar 7,66 mg/g serta efisiensi
serapan 76%. pH memainkan peran penting pada proses penyerapan khususnya pada
kapasitas adsorpsi, dimana akan terjadi proses pertukaran ion yang berasal dari gugus
reaktif zat warna dengan luas permukaan adsorben. Interaksi antara adsorben dan zat
warna dapat terjasi karena ikatan hydrogen yang berperan pada proses adsorpsi.

Penurunan daya serap disebabkan oleh adanyya pertukaran antara adsorben


adsorbat, luas permukaan adsorben dan interaksi antara adsorben dan at warna
merupakan factor dalam menentukan daya serap.
3.6 Penentuan adsorpsi Isotermal Langmuir

Adsorpsi isothermal memberikan informasi mengenai adsorbat, adsorben dan


proses penyerapan yang terjadi. Model adsorpsi isothermal digunakan untuk
menentukan daya serap dan menunjukan adanya korelasi antara aktivitas adsorbat
dengan jumlah zat teradsorpsi pada temperature konstan. Grafik Isoterm Langmuir
(Gambar 6) dibuat dengan memplotkan C sebagai sumbu X dengan C/Q sebagi sumbu
Y dimana serapan maksimum sebesar 0,455 mg/g dan energy serapan 4,35 kJ/mol.
Adsorpsi isothermal Langmuir memiliki asumsi dimana adsorben mempunyai
permukaan yang homogeny dan hanya dapat menyerap satu molekul untuk tiap
molekul adsorbennya, sehingga setiap area permukaan memiliki energy ikatan yang
sama.

3.7 Aplikasi Karbon Aktif dari Ampas Tebu pada limbah cair industry songket

Kondisi optimum penyerapan diperlukan untuk mengetahui daya serap limbah


zair dari industry songket oleh karbon aktif dari ampas tebu. Konsentrasi zat warna
procion merah limbah cair dari industry songket sebesar 969,28 mg/L, namun ketika
ditambahkan karbon aktif pada kondisi waktu kontak 90 menit, berap karbon aktif 0,1
g dan pH 5 terjadi penurunan konsentrasi 229,87 mg/L dengan efektifitas penyerapan
sebesar 76,3%.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Karbon aktif dari ampas tebu memiliki gugus fungsional CO- dan OH dan
termasuk karbon aktif mesopori. Adsorpsi zat warna procion merah oleh karbon aktif
dari ampas tebu memiliki kondisi optimum waktu kontak ke 90 menit berat adsorben
sebesar 0,1 g, pH optimum 5. Serapan isothermal Langmuir menunjukan serapan
maksimum 0,45 mg/L dan energi serapan 4,35 kj/mol. Penelitian ini menunjukan
karbon aktif dari ampas tebu digunakan untuk mengurangi kadar zat warna procion
merah dalam limbah cair industry songket.

5.2 Saran

Efisiensi penyerapan yang dilakukan oleh karbon aktif terhadap larutan zat
warna procion merah dapat ditingkatkan dengan melakukan perbandingan adsorben
terhadap adsorbat yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P. W., 1999, Kimia Fisika, (diterjemahkan oleh : Kartahadiprojo Irma I),edisi
ke-2, Erlangga, Jakarta

Bansal, C. R. dan M. Goyal,2005. Activated Carbon Adsorption. CRC Press, Boca


Raton.

Djufri, Rasjid, dkk. (1976). Teknologi Pengelantangan, Pencelupan danPencapan.


Bandung : Institut Teknologi Tekstil

Fabon, M., G. J. Lengaspi, K. Leyasa, M. C, Macawile, 2013. Removal of Basic Dye


In Water Matrix Using Actived Carbon from Sugarcane Bagasse. International
Conference on Innovation in Engineering and Technology,pp. 198-201.

Farahani, M., S. R. S. Abdullah, S. Hosseini, S. Shojaeipour, M. Kashisaz, 2011.


Adsorption-based Cationic Dyes using the Carbon Active Sugarcane Bagasse.
Procedia Environmental Sciences 10, pp. 203-208.

Fatmawati. 2006. Kajian Adsorpsi Cd(II) oleh Biomassa Potamogeton (Rumput naga)
yang terimobilkan pada silica Gel. Banjarbaru : FMIPA Universitas Lambung
Mangkurat.

Hariani, P. L., 2013. Pengolahan limbah cair industry songket menggunakan komposit
Fe3O4 karbon aktif dari cangkang kelapa sawit. Program pascasarjana,
Universitas Sriwijaya, Palembang.

Hunger, David K. dan Thomas L. Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Kusharharyati, T. Y., K, W. Deddy, A. Fahmi, 2012. Pengolahan limbah pewarnaan
konveksi dengan bantuan adsorben ampas tebu dan Activated sludge.
Simposium Nasional RAPI XL FT UMS, pp. 51-54.

Kusnoputranto, Haryoto.1985. Kesehatan Lingkungan. FKM UI. Jakarta.

Li, F., K. Shen, X. Long, J. Wen, X. Xie., X. Zeng, Y. Liang, Y. Wei, Z. Lin, Huang,
R.Zhong, 2016. Preparation and characterization of Biochars from Eichornia
Crassipes for Cadmium Removal in Aqueous Solutions. Journalpone, pp. 1-13.

Osipow, L.S. 1962. Surface Chemistry : Theory and Industrial Applications. Reinhold
Publishing Coorporation. New York.

Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri. Buletin Penelitian


HasilHutan 14:60-68.

Purwaningrum, W., L. H. Poedji, N. T. Khanizar, 2013. Adsorpsi zat warna procion


merah pada limbah xair industry songket menggunakan kitin dan kitosan.
Prosiding seminar FMIPA Universitas Lampung, pp. 423-4427.

Rasjiddin I. 2006. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede
(Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng
Bekas. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Said, M., 2008. Pengolahan Limbah cair Hasil pencelupan benang songket dengan
metode filtrasi dan adsorpsi. Jurnal penelitian sains 11, pp. 479-480.

Setianingsih, T., Hasanah, U., Darjito, 2008. Kajian pengaruh Temperatur Aktivasi
Mesopori Berbahan dasar Limbah Kompleks Lumpur industry Tekstil Indo. J.
Chem 8, pp. 348-352.
Sudrajat R, Soleh S. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Bogor:Puslitbang
Hasil Hutan dan SosialEkonomi Kehutanan.

Syukur DA. 2006. Integrasi Usaha Perternakan Sapi pada Perkebunan


Tebu.http//www.disnakkeswanlampung.go.id/Index.php.htm. [16 Feb 2008].

Trisnawati D. 2004. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jarak Pagar
(Jatropha curcas L) sebagai Adsorben pada Pemucatan Minyak. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Utomo, H. D., R. Y. N. Phoon, Z. Shen, L., H. Ng. Z. B Lim, 2015. Removal of


methylen Blue Using Chemical Modified Sugarcane Bagasse. Natural
Resources 20, pp. 209-220.

Yoseva, P. L., M. Akmal, S. Halida, 2015. Pemanfaatan Limbah Ampas tebu sebagai
Adsorben Untuk Peningkatan Kualitas Air Gambu. JOM FMIPA 2: 56-63.

Anda mungkin juga menyukai