Anda di halaman 1dari 19

Efektivitas Adsorben Limbah Kulit Mangga, Kulit Pepaya dan Batang Pisang

dalam Penyisihan Logam Berat Timbal (Pb) pada Air Lindi dan Air Limbah
Anisah Meliyana Sari
Prodi Kimia Universitas Negeri Semarang
E-mail: anisahmeliyana@students.unnes.ac.id

ABSTRAK
Salah satu bahaya pencemaran lingkungan saat ini adalah pencemaran limbah.
Limbah kulit mangga, pepaya dan batang pisang dapat dimanfaatkan untuk menyerap
logam berat dari air misalnya limbah yang mengandung selulosa dan pektin. Lindi
merupakan hasil dari degradasi tumpukan sampah secara fisik, kimia dan biologi.
Dapat ditemukan kandungan zat berbahaya seperti logam berat pada hasil penguraian
limbah tersebut. Untuk mengurangi pencemaran limbah dilakukan beberapa
penelitian dengan metode adsorpsi menggunakan limbah kulit mangga, pepaya dan
batang pisang sebagai adsorben untuk menyerap logam berat dalam air lindi dan air
limbah berupa adsorbat. Dilakukan pengujian kualitas bioadsorben berdasarkan SNI
06-3730-1995. Pada penyerapan ion logam oleh limbah kulit mangga dilakukan studi
kesetimbangan untuk mengetahui bagaimana pH memengaruhi penyerapan tersebut.
Untuk mengetahui mekanisme adsorpsi bioadsorben limbah batang pisang yang telah
disiapkan, diperlukan perhitungan nilai isoterm adsorpsi logam Pb pada limbah
batang pisang.
Kata kunci: Adsorpsi, Timbal, Limbah, Lindi, Adsorben.

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan berbagai jenis tumbuhan. Di antara
banyak tanaman Indonesia yaitu mangga, pepaya dan pisang. Banyak terdapat
kandungan vitamin dan mineral pada buah mangga. Mangga dapat dimanfaatkan baik
sebagai buah segar maupun dengan mengolahnya menjadi berbagai makanan dan
minuman seperti sirup dan puding. Pisang termasuk tanaman yang memiliki banyak
kandungan vitamin A, B, dan karbohidrat. Pisang banyak dikonsumsi masyarakat
karena buahnya yang sangat bermanfaat, karena daun dan batangnya dapat
dimanfaatkan selain buahnya. Jumlah konsumsi mangga, pepaya dan pisang, buah ini
juga menghasilkan banyak limbah, termasuk kulit dan batangnya, yang harus
diperhatikan untuk menggunakan alternatif lainnya.
1. Adsorpsi Kulit Mangga, Pepaya dan Batang Pisang Sebagai Penyerap
Timbal (Pb) Pada Air Lindi
Limbah kulit mangga mengandung komponen seperti selulosa dan pektin
yang dapat memiliki sifat penyerap logam berat. Penyerapan logam berat oleh
limbah kulit mangga dapat terjadi melalui berbagai mekanisme, termasuk
adsorpsi, kompleksasi, dan pertukaran ion. Komponen dalam limbah kulit
mangga dapat berinteraksi dengan ion logam berat dan membentuk ikatan kimia
atau ikatan fisik dengan logam tersebut, sehingga mengurangi konsentrasi logam
berat dalam larutan (Nugroho et al., 2022). Ketika direndam dalam air,
permukaan selulosa menjadi partikel bermuatan negatif, yang menyebabkan
interaksi Coulomb dengan logam berat bermuatan positif di dalam air.
Kulit pepaya mengandung banyak pektin. Pektin yang diekstrak dapat
memiliki tingkat metoksilasi yang tinggi dan berat molekul yang tinggi, yang
penting untuk digunakan sebagai agen gel (Girma & Teshome Worku, 2016).
Ekstrak pektin dapat dimodifikasi secara kimia dan digunakan sebagai adsorben
untuk penyisihan timbal (Jimmy J et al., 2023).
Batang pisang memiliki komposisi kimiawi yang kaya akan selulosa.
Selulosa adalah polimer karbohidrat yang terdiri dari rantai panjang molekul
glukosa. Gugus OH (hidroksil) yang melekat pada molekul selulosa memberikan
potensi penyerapan yang signifikan. Sifat penyerapan selulosa terutama
bergantung pada kemampuannya untuk berinteraksi dengan molekul melalui
ikatan hidrogen dan interaksi Van der Waals. Permukaan selulosa yang luas dan
gugus OH yang tersedia membuatnya menjadi penyerap yang baik untuk
sejumlah zat, termasuk logam berat, senyawa organik, dan zat pewarna (Kokate
et al., 2022).
Air lindi (leachate) adalah cairan yang terbentuk ketika air menyaring
timbunan sampah. Air lindi dapat mengandung zat berbahaya seperti logam
berat, dan jika tidak dilakukan perawatan yang baik, air merembes ke dalam
tanah sehingga mencemari akuifer tanah di sekitar TPA. Lindi yang digunakan
mengandung logam berat Pb sebesar 1,58 mg/L.
Logam berat yang ditemukan dalam air lindi memiiliki kandungan seperti
Pb, Cu, dan Cd. Konsentrasi logam berat dalam air lindi dapat menginfeksi tanah
dan sumber daya air bawah tanah. Keberadaan logam berat dalam air lindi adalah
masalah lingkungan yang serius karena sifatnya yang non-biodegradabilitas,
mobilitas, dan toksisitas. Berbagai limbah yang dibuang di tempat pembuangan
sampah, seperti baterai, limbah elektronik, pestisida, bahan kimia fotografi,
produk perawatan pribadi, deterjen tertentu, tabung fluoresensi, minyak limbah,
obat-obatan, kayu yang diproses dengan zat berbahaya, dan cat, yang dapat
menjadi sumber logam berat dalam air lindi (Essien et al., 2022). Kandungan
logam berat yang sudah terserap ke tanah melalui pencucian dan drainase dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan terutama pada air sumur di dekat TPA.
Adsorpsi adalah proses perpindahan molekul dari pori-pori larutan ke
pori-pori adsorben. Dalam keseluruhan proses adsorpsi, difusi eksternal dan
difusi pori berperan penting dalam memindahkan molekul logam dari larutan ke
dalam pori-pori adsorben, sehingga mengurangi konsentrasi logam dalam
larutan. Hal ini memungkinkan adsorben untuk berfungsi sebagai penyerap
logam berat dan memainkan peran penting dalam pemurnian lingkungan atau
pengolahan air limbah. Semakin besar volume pori adsorben, semakin banyak
ion logam yang terserap (Saiyidah et al., 2016).
2. Bioadsorben Kulit Mangga, Pepaya dan Batang Pisang dalam Penyisihan
Timbal (Pb) pada Air Limbah
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai
makanan, pernapasan, dan kulit. Di jalur makanan berasal dari proses rantai
makanan yang terjadi sebagai akibat dari proses bioakumulasi, biomagnifikasi,
dan biokonsentrasi. Sumber logam berat masuk ke badan air kemudian
dikonsumsi oleh ikan dan manusia mengonsumsi ikan tersebut (Connell &
Miller, 1984).
Salah satu sumber logam berat yaitu dari laboratorium pendidikan
biasanya dihasilkan dari kegiatan praktikum. Limbah logam berat tersebut
berasal dari bahan kimia yang digunakan pada praktikum analisis logam berat,
beberapa bahan kimia dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur
konsentrasi logam berat dalam sampel. Contohnya, K2Cr2O7 (kalium dikromat)
dapat digunakan sebagai agen oksidator untuk mentitrasi logam berat yang
dioksidasi menjadi bentuk yang dapat diukur. Larutan induk dan deret Pb
digunakan untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi yang diketahui
guna pembuatan kurva kalibrasi dalam analisis kuantitatif.
Nilai konsentrasi dan nilai ambang batas kandungan logam Pb pada hasil
pengujian awal air limbah masing-masing didapatkan nilai sebesar 2,0 ppm dan
0,5 ppm berdasarkan PP RI No. 22 Th. 2021 Tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menunjukkan limbah
laboratorium sudah melebihi baku mutu.
Adsorpsi dikenal sebagai metode yang ramah lingkungan dan ekonomis
untuk menghilangkan timbal dalam sistem air. Ini dianggap sebagai proses yang
cocok untuk pengikatan logam selektif pada konsentrasi rendah (Li et al., 2019).
Bioadsorben adalah bahan alami yang memiliki kemampuan untuk
menyerap atau mengikat zat-zat tertentu dari lingkungan, seperti logam berat atau
senyawa organik, dan digunakan untuk tujuan pemulihan atau penghilangan
polutan.
Dalam hal aplikasi, bioadsorben memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan adsorben lain seperti gel silika. Beberapa keunggulan
tersebut antara lain:
1. Biaya yang relatif rendah: Bioadsorben yang diperoleh dari residu alam,
seperti limbah pertanian atau industri pangan, seringkali tersedia secara
melimpah dan dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan
dengan adsorben sintetis atau kimia.
2. Efisiensi tinggi dalam larutan encer: Bioadsorben dapat memiliki kapasitas
penyerapan yang tinggi, terutama dalam larutan yang relatif encer. Permukaan
yang luas dan sifat kimia khusus pada bioadsorben memungkinkan interaksi
yang efisien dengan polutan dalam larutan.
3. Minimasi pembentukan lumpur: Bioadsorben cenderung menghasilkan sedikit
atau bahkan tidak ada pembentukan lumpur selama proses penyerapan. Hal ini
mengurangi masalah pengendapan dan pemisahan selama proses pengolahan
polutan.
4. Kesederhanaan proses regenerasi: Proses regenerasi bioadsorben umumnya
lebih sederhana dibandingkan dengan adsorben sintetis. Bioadsorben sering
dapat diregenerasi dengan menggunakan metode yang lebih mudah, seperti
perendaman dalam larutan asam atau basa, sehingga dapat digunakan kembali
untuk penyerapan lebih lanjut.
Banyak peneliti telah mempelajari penghilangan logam berat melalui
proses adsorpsi menggunakan berbagai bagian limbah pepaya sebagai adsorben,
seperti biji, daun dan kulit pepaya (Abbaszadeh et al., 2015; Raju et al., 2012;
Shooto & Naidoo, 2019). Perlu dicatat bahwa penggunaan kulit pepaya sebagai
bioadsorben untuk menghilangkan timbal sejauh ini terbatas pada pepaya matang
yang hasil percobaannya terbukti tidak memuaskan. Saat menggunakan pepaya
matang, ditemukan persentase penyisihan timbal sebesar 80-93%, nilai ini
termasuk rendah dibandingkan dengan nilai yang diperoleh saat menggunakan
bagian pepaya lainnya (Abbaszadeh et al., 2015; Adie Gilbert et al., 2011; Raju
et al., 2012).
Limbah batang pisang jenis Musa balbisiana Colla telah banyak
digunakan sebagai bioadsorben untuk penyisihan logam berat.
Selama pengolahan mangga, kulit buah dihasilkan sebagai produk
sampingan/limbah yang merupakan 7-24% dari total berat buah. Kulit buah tidak
memiliki tujuan komersial, tetapi dibuang sebagai limbah dan dengan demikian
menjadi sumber polusi. Kulit mangga mengandung pektin, selulosa,
hemiselulosa, lipid, protein, polifenol, dan karotenoid (Ajila et al., 2007).
Diantaranya, pektin dan selulosa merupakan polisakarida terpenting yang
terdapat pada kulit mangga. Polimer ini kaya akan gugus fungsi seperti
irakarboksilat (asam galakturonat dalam pektin) dan hidroksil (dalam selulosa)
dan dapat mengikat kuat kation logam dalam larutan air (Pehlivan et al., 2008;
Shukla & Pai, 2005; Xuan et al., 2006). Oleh karena itu, karena kandungan
pektin dan selulosa yang tinggi, kulit mangga berpotensi sebagai adsorben untuk
menghilangkan logam beracun, pewarna dan zat organik lainnya dari limbah
industri.
Faktor yang mempengaruhi parameter pada penyerapan logam, yaitu
jumlah bahan penyerap, waktu kontak, pH, dan konsentrasi ion logam. Faktor
tersebut perlu dipantau untuk mengoptimalkan proses penyerapan agar dapat
digunakan sebagai bahan penyerap berbiaya rendah untuk pengolahan air limbah.

PEMBAHASAN
Data Deret Standar Logam Pb
Tabel 1. Deret Standar Logam Pb
ID Sampel Konsentrasi (ppm) Adsorbansi
Cal Zero 0 0,0002
Standar 1 0,1 0,0041
Standar 2 0,5 0,0083
Standar 3 1 0,0124
Standar 4 2 0,0213
Standar 5 4 0,0399
Sumber: (Saiyidah et al., 2016).
Adsorben Kulit Mangga

Grafik 1. Pengaruh waktu kontak terhadap penyerapan logam timbal (Pb) dengan
variasi massa kulit mangga.
Sumber: (Saiyidah et al., 2016)
Grafik 1 menunjukkan bahwa efisiensi penyerapan tertinggi terjadi pada
waktu pemaparan 40 menit, sedangkan efisiensi penyerapan terendah terjadi pada
waktu pemaparan 80 menit. Pada waktu pemaparan 40 menit, efisiensi penyerapan
menurun ketika ditambahkan 1,5 gram dan 2 gram berat adsorpsi. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan massa adsorben melebihi kapasitas penyerapan
optimal pada waktu tersebut, sehingga efisiensi penyerapan menurun.
Pada waktu kontak 60 menit, efisiensi penyerapan meningkat ketika
ditambahkan 1,5 gram dan 2 gram massa adsorben. Hal ini menunjukkan bahwa pada
waktu tersebut, penambahan massa adsorben masih dapat meningkatkan kapasitas
penyerapan dan efisiensi penyerapan.
Namun, pada waktu pemaparan 80 menit, efisiensi penyerapan menurun
ketika massa adsorpsi dinaikkan 1,5 gram, tetapi meningkat lagi ketika massa
adsorpsi dinaikkan 2 gram. Pola ini mengindikasikan bahwa pada waktu tersebut,
penambahan massa adsorben sebesar 1,5 gram telah melebihi kapasitas penyerapan
optimal, sementara penambahan massa adsorben sebesar 2 gram memberikan manfaat
tambahan dalam penyerapan.
Pada saat menggunakan adsorben kulit mangga, waktu kontak yang paling
efektif untuk mengadsorpsi logam timbal ke air lindi adalah 40 menit, karena jika
terlalu lama. dapat memperlambat laju penyerapan. Hal tersebut dapat disebabkan
semakin lama waktu kontak dapat mengakibatkan desorpsi, yaitu lepasnya ion logam
timbal yang sudah terikat pada gugus aktif adsorben (Nor et al., 2014). Berdasarkan
penambahan massa adsorben, waktu kontak yang paling efektif adalah 60 menit,
karena semakin banyak massa adsorben yang ditambahkan maka semakin banyak
logam timbal yang terserap. Pada waktu pemaparan 40 dan 80 menit, penyerapan
logam timbal mengalami penurunan seiring bertambahnya massa adsorben.
Penurunan massa timbal yang teradsorpsi disebabkan oleh konsentrasi timbal yang
teradsorpsi pada permukaan kulit mangga lebih tinggi dari konsentrasi timbal yang
tersisa dalam larutan. Perbedaan konsentrasi menyebabkan ion Pb 2+ yang sudah
terikat pada kulit mangga akan terdesorpsi kembali ke dalam larutan (Irawan et al.,
2015). Penyisihan timbal menggunakan limbah kulit mangga sebagai adsorben
dengan adsorpsi kolom menunjukkan efisiensi sebesar 80,860% (Katrina Bianca T.
Bandiola et al., 2020).

Adsorben Kulit Pepaya

Grafik 2. Pengaruh waktu kontak terhadap penyerapan logam timbal (Pb) dengan
variasi massa kulit papaya
Sumber: (Saiyidah et al., 2016)
Grafik 2 menunjukkan bahwa efisiensi penyerapan tertinggi terjadi pada
waktu pemaparan 40 menit, sedangkan efisiensi penyerapan terendah terjadi pada
waktu pemaparan 80 menit. Pada waktu pemaparan 40 menit, terdapat efisiensi
penyerapan tertinggi. Ini menunjukkan bahwa waktu kontak selama 40 menit
memberikan kondisi yang paling efektif untuk penyerapan zat terlarut. Setelah kontak
40 menit, efisiensi penyerapan meningkat dengan penambahan massa adsorben
sebanyak 1,5 gram. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan massa adsorben pada
titik ini berkontribusi positif terhadap efisiensi penyerapan. Namun, ketika massa
adsorben ditambahkan sebanyak 2 gram setelah kontak 40 menit, efisiensi
penyerapan kembali menurun. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan massa
adsorben melebihi batas optimalnya dan dapat mengganggu efisiensi penyerapan.
Pada waktu pemaparan 60 menit, efisiensi penyerapan meningkat ketika
ditambahkan 1,5 gram dan 2 gram massa adsorben. Ini menunjukkan bahwa pada
waktu kontak ini, penambahan massa adsorben masih berkontribusi positif terhadap
efisiensi penyerapan.
Pada waktu pemaparan 80 menit, efisiensi penyerapan menurun ketika berat
adsorpsi dinaikkan 1,5 gram, tetapi meningkat lagi ketika berat adsorpsi dinaikkan 2
gram. Hal ini menunjukkan bahwa efek penambahan massa adsorben dapat bervariasi
tergantung pada waktu kontak tertentu.
Bila menggunakan adsorben kulit mangga, waktu kontak yang paling efektif
untuk mengadsorpsi logam timbal dalam air lindi adalah 40 menit. Persentase ion Pb 2
yang teradsorpsi menurun pada menit ke-60 dan 80, karena semakin banyak ion Pb 2
yang terserap ke dalam kulit pepaya, mereka saling memadat, dan luas permukaan
adsorpsi semakin berkurang sehingga menyebabkan pepaya. kulit tidak mampu lagi
menyerap ion Pb2, sehingga ion Pb2 yang sudah terikat pada kulit pepaya terdesorpsi
kembali ke dalam larutan.

Adsorben Batang Pisang


Grafik 3. Pengaruh waktu kontak terhadap penyerapan logam timbal (Pb) dengan
variasi massa batang pisang
Sumber: (Saiyidah et al., 2016)
Grafik 3 menunjukkan bahwa efisiensi penyerapan tertinggi dicapai pada
waktu pemaparan 40 menit, sedangkan terendah pada waktu pemaparan 80 menit.
Pada waktu pemaparan 40 menit, efisiensi penyerapan menurun ketika 1,5 dan 2
gram berat adsorpsi ditambahkan. Artinya, semakin banyak massa adsorben yang
ditambahkan, efisiensi penyerapan semakin rendah. Pada waktu pemaparan 60 menit,
efisiensi penyerapan meningkat dengan penambahan massa adsorben sebesar 1,5
gram, namun mengalami penurunan efisiensi penyerapan ketika ditambahkan massa
adsorben sebesar 2 gram. Pada waktu pemaparan 80 menit, efisiensi penyerapan
meningkat dengan penambahan massa adsorben sebesar 1,5 gram, namun kembali
menurun ketika ditambahkan massa adsorben sebesar 2 gram.
Dengan demikian, hasil pengukuran menunjukkan adanya pengaruh waktu
pemaparan dan massa adsorben terhadap efisiensi penyerapan. Waktu pemaparan
yang optimal untuk mencapai efisiensi penyerapan tertinggi adalah 40 menit,
sementara penambahan massa adsorben harus disesuaikan agar tidak mengurangi
efisiensi penyerapan.
Bila menggunakan adsorben kulit mangga, waktu kontak yang paling efektif
untuk mengadsorpsi logam timbal dalam lindi adalah 40 menit. Ketika adsorpsi
mencapai titik adsorpsi optimal, terjadi proses pemecahan yang disebut desorpsi.
Keadaan optimal ini disebut keadaan kesetimbangan adsorpsi. Dengan demikian,
selama kontak adsorpsi optimal, kapasitas logam teradsorpsi maksimum. Namun
setelah melewati titik ekuilibrium, logam Pb yang teradsorpsi pada batang pisang
akan mengalami proses desorpsi. Jadi logam terserapnya kembali berkurang
(Kristiyani et al., 2012).

Kualitas Bioadsorben Limbah Batang Pisang


Parameter kadar air (%), kadar abu (%), zat terbang (%) dan daya serap
iodium (mg/g) diuji untuk mengetahui kualitas bioadsorben berbahan limbah batang
pisang. Kualitas bioadsorben ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kualitas Bioadsorben Limbah Batang Pisang
No Uji Parameter Aktivasi Kimia Aktivasi Fisika Baku Mutu
.
1 Kadar Air (%) 1 0,56 Maks .15
2 Kadar Abu(%) 7,99 6,89 Maks .10
3 Volatile Matter (% ) 23,71 20,74 Maks .25
4 Daya Serap Iod (mg /g) 1098,22 1093,35 Min .750
Sumber: (Fadli et al., 2018)

Kadar Air
Kadar air yang tinggi pada bioadsorben dapat menyebabkan masalah dalam
proses adsorpsi. Air yang menutupi pori-pori bioadsorben dapat menghambat akses
bahan yang akan diadsorpsi ke permukaan bioadsorben, sehingga mengurangi
efisiensi proses adsorpsi (Ejeian & Wang, 2021). Untuk mengatasi masalah ini,
penting untuk mengoptimalkan kondisi penggunaan bioadsorben. Proses pengeringan
bioadsorben sebelum penggunaan dapat membantu mengurangi kadar air yang
tertinggal. Selain itu, pengendalian lingkungan, seperti suhu dan kelembaban, juga
dapat memainkan peran penting dalam menjaga kadar air yang optimal pada
bioadsorben. Kadar air yang didapatkan pada aktivasi kimia dan fisika sudah
memenuhi standar baku mutu, dimana untuk kadar air yang dipersyaratkan adalah
maksimal 15% untuk bioadsorben yang berbentuk serbuk.

Kadar Abu
Kadar abu yang tinggi pada bioadsorben dari batang pisang disebabkan oleh
kandungan mineral yang terdapat dalam batang pisang tersebut. Mineral-mineral
seperti nikel, besi, kalium, natrium, dan silikon yang terdapat dalam batang pisang
dapat menjadi bagian dari abu setelah proses aktivasi (Sukeksi et al., 2017).
Pada aktivasi kimia, sisa air dari proses aktivasi dan sifat bioadsorben yang
higroskopis dapat berkontribusi pada peningkatan kadar abu. Proses kimia yang
melibatkan penggunaan zat kimia tertentu dalam aktivasi juga dapat mempengaruhi
komposisi abu tersebut (Viena et al., 2019).
Sementara itu, aktivasi fisika biasanya melibatkan proses seperti pemanasan,
pengeringan, atau perlakuan fisik lainnya tanpa melibatkan zat kimia. Kadar abu yang
dihasilkan dari aktivasi fisika mungkin lebih rendah dibandingkan dengan aktivasi
kimia, karena tidak ada zat kimia tambahan yang dapat meningkatkan kandungan
mineral atau mempengaruhi sifat higroskopis bioadsorben (Nadew et al., 2023). Pada
bioadsorben yang berbentuk serbuk, kadar air yang diperbolehkan memiliki batas
maksimal sebesar 10% berdasarkan standar baku mutu yang ditetapkan.

Kadar Volatile Matter


Aktivasi fisika dan aktivasi kimia adalah dua metode yang umum digunakan
untuk mengaktifkan bioadsorben, seperti arang aktif, dengan tujuan meningkatkan
daya serapnya terhadap senyawa tertentu. Proses aktivasi ini dapat mempengaruhi
komposisi kimia dari bioadsorben, termasuk nilai volatile matter. Dari aktivasi fisika
dan aktivasi kimia yang dilakukan pada pengujian nilai volatile matternya telah
memenuhi standar baku mutu SNI- 06-3730-1995.
Proses aktivasi fisika biasanya melibatkan perlakuan termal pada bahan
bioadsorben tanpa menggunakan bahan kimia tambahan (Williams & Reed, 2006).
Pada proses ini, bahan bioadsorben dipanaskan pada suhu tinggi, yang menyebabkan
dekomposisi dan pembentukan pori-pori di permukaan bahan. Kadar volatile matter,
yaitu komponen organik yang mudah menguap, cenderung lebih rendah dalam
aktivasi fisika karena suhu tinggi menghilangkan sebagian besar komponen organik
yang mudah teruap (Bergna et al., 2018).
Di sisi lain, pada proses aktivasi kimia, bahan bioadsorben direndam dalam
larutan bahan kimia tertentu, seperti NaOH. Bahan kimia ini berinteraksi dengan
komponen organik dalam bahan bioadsorben dan membentuk senyawa yang larut
dalam air. Namun, beberapa sisa larutan kimia mungkin masih tersisa dalam bahan
setelah proses aktivasi, yang dapat menyebabkan kandungan volatile matter yang
lebih tinggi dibandingkan dengan aktivasi fisika (Budianto et al., 2021).

Daya Serap Iod


Daya serap iod bioadsorben terhadap iod memiliki korelasi dengan luas
permukaan dari bioadsorben. Aktivasi kimia menggunakan bahan kimia seperti
larutan NaOH atau asam dapat mengubah struktur dan sifat permukaan bioadsorben.
Proses aktivasi tersebut dapat menghasilkan peningkatan luas permukaan
bioadsorben, serta meningkatkan kemampuannya dalam menyerap zat terlarut seperti
iod (Lee et al., 2019).
Sebagai perbandingan, aktivasi fisika melibatkan proses fisik seperti
pemanasan, pengeringan, atau penggilingan. Meskipun aktivasi fisika juga dapat
meningkatkan daya serap bioadsorben, namun aktivasi kimia cenderung
menghasilkan peningkatan yang lebih signifikan (Wu et al., 2014).
Berdasarkan pengujian kedua aktivasi tersebut, nilai daya serap iod yang
diperoleh telah memenuhi standar baku mutu SNI-06-3730-1995 yang menunjukkan
bahwa bioadsorben tersebut memiliki kemampuan yang memadai dalam menyerap
iod.
Pengaruh Massa Bioadsorben dan Waktu Kontak Terhadap Penyisihan Logam
Pb.
Bioadsorben yang digunakan untuk penyisihan logam berat dilakukan variasi
massa untuk mengetahui massa optimum dalam penyisihan logam berat.

Gambar 1. Pengaruh Mass Bioadsorben dan Waktu Kontak Terhadap Penyisihan


Logam Pb, Cd, dan Cr.
Sumber: (Fadli et al., 2018)
Pada Gambar 1, massa bioadsorben memiliki pengaruh terhadap konsentrasi
logam berat Pb yang disisihkan dari sampel air limbah. Pada massa 1 gram
bioadsorben dengan waktu pengadukan 10 menit, persentase penyisihan logam berat
Pb mencapai 98,69%. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi tersebut, bioadsorben
memiliki efektivitas maksimum dalam menghilangkan logam berat Pb dari larutan.
Namun, ketika massa bioadsorben yang ditambahkan lebih besar, tidak selalu berarti
persentase penyisihan logam berat yang lebih tinggi. Ini disebabkan oleh fenomena
jenuhnya bioadsorben.
Ketika massa bioadsorben yang ditambahkan berlebihan, yaitu melebihi
kapasitas penyerapan maksimumnya, bioadsorben menjadi jenuh. Artinya,
bioadsorben sudah tidak dapat menyerap logam berat lagi karena situs-situs
penyerapan pada permukaannya telah terisi penuh. Oleh karena itu, persentase
penyisihan logam berat dapat menjadi fluktuatif dan bahkan berkurang setelah
mencapai titik jenuh tersebut.
Massa 1 gram bioadsorben dengan waktu pengadukan 10 menit dianggap
sebagai massa optimum dalam penyisihan logam berat karena pada kondisi tersebut,
bioadsorben mencapai titik kesetimbangan adsorpsi. Pada titik ini, logam berat Pb
yang terserap mencapai jumlah maksimum yang dapat ditangkap oleh bioadsorben.
Namun, setelah titik kesetimbangan itu, logam berat Pb yang terserap dapat
mengalami pengurangan kembali, baik melalui proses desorpsi atau penguraian
(Hijrah, 2016).
Isoterm Adsorpsi Logam Pb
Penelitian yang dilakukan telah menunjukkan bahwa aktivasi kimia
merupakan metode yang efektif dalam penyisihan logam berat menggunakan
bioadsorben limbah batang pisang. Setelah proses aktivasi, langkah selanjutnya
adalah menentukan massa dan waktu pengadukan optimum untuk mencapai kinerja
adsorpsi yang maksimal.
Setelah mendapatkan massa dan waktu pengadukan optimum, perhitungan
nilai isotherm adsorpsi dapat dilakukan. Isotherm adsorpsi adalah persamaan
matematis yang menggambarkan hubungan antara konsentrasi adsorbat yang
diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan konsentrasi adsorbat dalam fase cair
pada kesetimbangan.
Digunakan model isotherm Langmuir dan Freundlich. Isotherm Langmuir
didasarkan bahwa permukaan adsorben memiliki situs adsorpsi homogen yang
terbatas dalam menyerap molekul adsorbat.
Untuk menentukan model isotherm yang paling sesuai, dilakukan regresi data
eksperimen dengan menggunakan kedua model tersebut. Tujuan utama adalah
memperoleh koefisien regresi (R2) yang paling tinggi, yang menunjukkan tingkat
kecocokan antara data yang diamati dan model yang digunakan. Jika diantara
keduanya menunjukkan kecocokan maka kurva kesetimbangannya digambarkan
menjadi garis lurus (Sahara et al., 2018).
Tabel 3. Perhitungan Isoterm Adsorpsi Logam Pb
Massa Bioadsorben Co Ce qe Log Ce Log qe Ce/qe
(gram) (mg/L) (mg/L) (mg/g)
0,5 1,9936 0,8938 0,4399 -0,0487 -0,3566 0,1367
1 1,9936 0,0260 0,3935 -1,5850 -0,4050 3,9133
2 1,9936 0,0087 0,1984 -2,0604 -0,7022 2,9340
3 1,9936 0,0477 0,1297 -1,3214 -0,8869 1,4898
Sumber: (Fadli et al., 2018)
Model isotherm Freundlich berdasarkan data perhitungan Tabel 3 dapat dibuat dengan
mengeplotkan nilai log Ce sebagai sumbu x terhadap log qe sebagai sumbu y. Untuk
model isotherm Langmuir dibuat dengan mengplotkan nilai qe/Ce sebagai sumbu x
terhadap Ce sebagai sumbu y, seperti berikut:

(a)

(a) (b)
Gambar 2. Pemodelan isoterm adsorpsi (a) Freundlich (b) Langmuir bioadsorben
limbah batang pisang dalam penyisihan logam berat Pb.
Sumber: (Fadli et al., 2018)
Terlihat pada gambar 2 bahwa pemodelan adsorpsi menggunakan isotherm
Langmuir lebih sesuai daripada isotherm Freundlich. Hal ini dikarenakan nilai
koefisien determinasi (R2) pada isotherm Langmuir sebesar 0,66 lebih tinggi
dibandingkan dengan isotherm Freundlich sebesar 0,26.
Isotherm Langmuir adalah model yang sering digunakan untuk memodelkan
adsorpsi pada permukaan padat. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa adsorbat
(zat yang diadsorpsi) menempel pada satu lapisan molekul yang tertentu pada
permukaan bioadsorben, membentuk monolayer. Model Langmuir juga
mengasumsikan bahwa semua sisi aktif pada permukaan bioadsorben bersifat
homogen, yaitu memiliki sifat adsorpsi yang serupa.
Dalam kasus ini, nilai R2 yang lebih tinggi pada isotherm Langmuir
menunjukkan bahwa model ini lebih baik dalam menjelaskan data yang sudah
dimiliki. Kemungkinan besar, adsorpsi iod pada bioadsorben terjadi secara fisika, di
mana terdapat interaksi antara permukaan bioadsorben dan iod yang kuat. Isotherm
Langmuir dapat menggambarkan dengan baik fenomena ini (Alifaturrahma &
Hendriyanto, 2016).
KESIMPULAN
 Pengaruh waktu pemaparan dan massa adsorben terhadap efisiensi
penyerapan perlu diperhatikan dalam proses adsorpsi. Waktu pemaparan yang
tepat dan jumlah massa adsorben yang optimal dapat meningkatkan efisiensi
penyerapan, sementara penambahan massa adsorben melebihi kapasitas
penyerapan optimal dapat mengurangi efisiensi penyerapan.
 Kadar air yang tinggi pada bioadsorben dapat mengurangi efisiensi proses
adsorpsi karena air dapat menghambat akses bahan yang akan diadsorpsi ke
permukaan bioadsorben.
 Kadar abu yang tinggi pada bioadsorben dari batang pisang disebabkan oleh
mineral-mineral yang terdapat dalam batang pisang. Aktivasi kimia dengan
penggunaan zat kimia tertentu dapat meningkatkan kadar abu bioadsorben,
sedangkan aktivasi fisika cenderung menghasilkan kadar abu yang lebih
rendah.
 Proses aktivasi fisika melibatkan perlakuan termal pada bahan bioadsorben
tanpa menggunakan bahan kimia tambahan, yang dapat mengurangi kadar
volatile matter. Aktivasi kimia dengan penggunaan bahan kimia tertentu dapat
meningkatkan kadar volatile matter bioadsorben.
 Proses aktivasi kimia dapat meningkatkan luas permukaan bioadsorben dan
kemampuannya dalam menyerap zat terlarut seperti iod.
 Pada massa 1 gram bioadsorben dengan waktu pengadukan 10 menit,
persentase penyisihan logam berat Pb mencapai 98,69%, menunjukkan
efektivitas maksimum dalam menghilangkan logam berat Pb dari larutan.
 Massa 1 gram bioadsorben dengan waktu pengadukan 10 menit dianggap
sebagai massa optimum dalam penyisihan logam berat karena mencapai titik
kesetimbangan adsorpsi di mana logam berat Pb yang terserap mencapai
jumlah maksimum yang dapat ditangkap oleh bioadsorben.
 Model isotherm Langmuir cocok untuk memodelkan adsorpsi logam Pb pada
bioadsorben limbah batang pisang, menunjukkan bahwa adsorpsi terjadi
dalam bentuk monolayer pada permukaan bioadsorben.
 Percobaan yang dilakukan dengan menggunakan kulit pepaya matang
menunjukkan persentase penyisihan timbal sebesar 80-93%, yang dianggap
rendah dibandingkan dengan nilai yang diperoleh saat menggunakan bagian
pepaya lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kulit pepaya matang mungkin
memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih rendah daripada bagian lain dari
pepaya, seperti biji pepaya atau daun pepaya.
DAFTAR PUSTAKA
Abbaszadeh, S., Wan Alwi, S. R., Ghasemi, N., Nodeh, H. R., Webb, C., & Muhamad, I. I.
(2015). Use Of Pristine Papaya Peel To Remove Pb(II) From Aqueous Solution.
Chemical Engineering Transactions, 45, 961–966.
Adie Gilbert, U., Unuabonah Emmanuel, I., Adeyemo Adebanjo, A., & Adeyemi Olalere,
G. (2011). Biosorptive removal of Pb2+and Cd2+ onto novel biosorbent: Defatted
Carica papaya seeds. Biomass and Bioenergy, 35(7), 2517–2525.
https://doi.org/10.1016/j.biombioe.2011.02.024
Ajila, C. M., Bhat, S. G., & Prasada Rao, U. J. S. (2007). Valuable components of raw and
ripe peels from two Indian mango varieties. Food Chemistry, 102(4), 1006–1011.
https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2006.06.036
Alifaturrahma, P., & Hendriyanto, O. (2016). Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok sebagai
Adsorben untuk Menyisihkan Logam Cu. Environmental Engineering Department,
8(2), 105–111.
Bergna, D., Varila, T., Romar, H., & Lassi, U. (2018). Comparison of the Properties of
Activated Carbons Produced in One-Stage and Two-Stage Processes.
Multidisciplinary Digital Publishing Institute, 4(3), 41.
https://doi.org/10.3390/c4030041
Budianto, A., Kusdarini, E., Amrullah, N. H., Ningsih, E., Udyani, K., & Aidawiyah, A.
(2021). Physics and chemical activation to produce activated carbon from empty
palm oil bunches waste. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering,
1010(1), 1–8. https://doi.org/10.1088/1757-899X/1010/1/012016
Connell, D. W. (Desley W., & Miller, G. J. (1984). Chemistry and ecotoxicology of
pollution. Wiley.
Ejeian, M., & Wang, R. Z. (2021). Adsorption-based atmospheric water harvesting. Joule,
5(7), 1678–1703. https://doi.org/10.1016/j.joule.2021.04.005
Essien, J. P., Ikpe, D. I., Inam, E. D., Okon, A. O., Ebong, G. A., & Benson, N. U. (2022).
Occurrence and spatial distribution of heavy metals in landfill leachates and impacted
freshwater ecosystem: An environmental and human health threat. National Library
of Medicine, 17(2), e0263279. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0263279
Fadli, J., Riyandini, V. L., Lisha, Y., Program, ), Teknik, S., Sekolah, L., Teknologi, T.,
Padang, I., Kunci, K., Pisang, :, Cair, L., Kimia, A., & Fisika, A. (2018). Efektivitas
Bioadsorben Limbah Batang Pisang dalam Penyisihan Logam Berat (Pb, Cd, Cr)
pada Air Limbah Laboratorium. In Jurnal Sains dan TeknologiVol. XXNo.X.
Girma, E., & Teshome Worku, M. (2016). Extraction and Characterization of Pectin From
Selected Fruit Peel Waste. International Journal of Scientific and Research
Publications, 6(2), 447. www.ijsrp.org
Irawan, C., Dahlan, B., & Retno, N. (2015). Pengaruh Massa Adsorben, Lama Kontak Dan
Aktivasi Adsorben Menggunakan HCl Terhadap Efektivitas Penurunan Logam Berat
(Fe)Dengan Menggunakan Abu Layang Sebagai Adsorben. JTT (Jurnal Teknologi
Terpadu), 3(2). https://doi.org/10.32487/jtt.v3i2.89
Jimmy J, D., Nondo, J., & Simwatachela, H. (2023). Lead metal ions remediation in vitro,
using centrifuge-assisted pectin extract a polysaccharide-based biomolecule. SCIREA
Journal of Environment, 7(3), 54–72. https://doi.org/10.54647/environmental610368
Katrina Bianca T. Bandiola, Josua James Angelo Y. Galotera, Jenn Christel C. Sampiano,
& Harold P. Mediodia. (2020). Column Adsorption of Cadmium (II) and Lead (II)
Using Rice Husks and Mango Peels. Publiscience, 3(1), 11–15.
Kokate, S., Parasuraman, K., & Prakash, H. (2022). Adsorptive removal of lead ion from
water using banana stem scutcher generated in fiber extraction process. Results in
Engineering, 14, 1–9. https://doi.org/10.1016/j.rineng.2022.100439
Kristiyani, D., Susatyo, E. B., & Prasetya, A. T. (2012). Pemanfaatan Zeolit Abu Sekam
Padi untuk Menurunkan Kadar Ion Pb2+ pada Air Sumur. Indonesian Journal of
Chemical Science, 1(1), 14–19.
Lee, C. L., H’ng, P. S., Chin, K. L., Paridah, M. T., Rashid, U., & Go, W. Z. (2019).
Characterization of bioadsorbent produced using incorporated treatment of chemical
and carbonization procedures. Royal Society Open Science, 6(9), 190667.
https://doi.org/10.1098/rsos.190667
Li, X., Wang, Z., Liang, H., Ning, J., Li, G., & Zhou, Z. (2019). Chitosan modification
persimmon tannin bioadsorbent for highly efficient removal of Pb(II) from aqueous
environment: the adsorption equilibrium, kinetics and thermodynamics.
Environmental Technology, 40(1), 112–124.
https://doi.org/10.1080/09593330.2017.1380712
Nadew, T. T., Keana, M., Sisay, T., & Getye, B. (2023). Synthesis of activated carbon from
banana peels for dye removal of an aqueous solution in textile industries:
optimization, kinetics, and isotherm aspects. Water Practice & Technology, 18(4),
947–966. https://doi.org/10.2166/wpt.2023.042
Nor, F., Sunarto, W., & Prasetya, A. (2014). SINTESIS BIOMASSA BULU AYAM
TERAKTIVASI NaOH/Na2SO3 APLIKASINYA PENURUN KADAR TEMBAGA
LIMBAH ELEKTROPLATING. Indonesian Journal of Chemical Science, 3(2).
https://doi.org/10.15294/ijcs.v3i2.3497
Nugroho, A., Amanah, N. L., & Firdaus, R. G. (2022). Adsorption study of mango peel
activated carbon as iron removal for batik waste industry. Jurnal Rekayasa Proses,
16(1), 19. https://doi.org/10.22146/jrekpros.69404
Pehlivan, E., Yanık, B. H., Ahmetli, G., & Pehlivan, M. (2008). Equilibrium isotherm
studies for the uptake of cadmium and lead ions onto sugar beet pulp. Bioresource
Technology, 99(9), 3520–3527. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2007.07.052
Raju, D. S. S. R., Rao, V. N., Prasad, P. R., & Babu, N. C. (2012). Sorption of Lead(II)
Ions from Wastewater Using Carica Papaya Leaf Powder. International Journal of
Engineering Science & Advanced Technology, 2(6), 1577–1581.
Sahara, E., Gayatri, P. S., & Suarya, P. (2018). Adsorpsi Zat Warna Rhodamin B  dalam
Larutan oleh Arang Aktif  Batang Tanaman Gumitir Teraktivasi  Asam Fosfat.
Indonesian  E-Journal Of Applied Chemistry, 6(1), 37–45.
Saiyidah, H. M., Ihsan, I., & Sahara, S. (2016). EFEKTIVITAS ADSORPSI KULIT
MANGGA, KULIT PEPAYA DAN BATANG PISANG SEBAGAI PENYERAP
TIMBAL (Pb) PADA AIR LINDI TPA TAMANGAPA. JFT: Jurnal Fisika Dan
Terapannya, 3(0), 61–68. https://doi.org/10.24252/jft.v3i0.16833
Shooto, N. D., & Naidoo, E. B. (2019). Detoxification of Wastewater by Paw–Paw (Carica
papaya L.) Seeds Adsorbents. Asian Journal of Chemistry, 31(10), 2249–2256.
https://doi.org/10.14233/ajchem.2019.22051
Shukla, S., & Pai, R. S. (2005). Removal of Pb(II) from solution using cellulose-
containing materials. Journal of Chemical Technology & Biotechnology, 80(2), 176–
183. https://doi.org/10.1002/jctb.1176
Sukeksi, L., Valentina Haloho, P., & Sirait, M. (2017). Maserasi Alkali dari Batang Pisang
(Musa paradisiaca) Menggunakan Pelarut Aquadest. Jurnal Teknik Kimia USU, 6(4),
22–28.
Viena, V., Elvitriana, & Nizar, M. (2019). Characterization of Activated Carbon Prepared
From Banana Peels: Effect of Chemical Activators on the Adsorption of Gas
Emissions. Journal of Physics: Conference Series, 1232(1), 1–8.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1232/1/012005
Williams, P., & Reed, A. (2006). Development of activated carbon pore structure via
physical and chemical activation of biomass fibre waste. Biomass and Bioenergy,
30(2), 144–152. https://doi.org/10.1016/j.biombioe.2005.11.006
Wu, L., Zhang, X., Liu, D., Peng, H., & Long, T. (2014). Activated Carbons Derived from
Livestock Sewage Sludge and their Absorption Ability for the Livestock Sewage.
IERI Procedia, 9, 33–42. https://doi.org/10.1016/j.ieri.2014.09.037
Xuan, Z., Tang, Y., Li, X., Liu, Y., & Luo, F. (2006). Study on the equilibrium, kinetics and
isotherm of biosorption of lead ions onto pretreated chemically modified orange peel.
Biochemical Engineering Journal, 31(2), 160–164.
https://doi.org/10.1016/j.bej.2006.07.001

Anda mungkin juga menyukai