Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BIOSINTESIS HIDROGEN DARI PALM OIL MILL EFFLUENT


DEGRADATION OLEH BAKTERI TERMOFILIK ISOLASI DARI
SUMBER AIR PANAS BORA, SULAWESI TENGAH

PKM PENELITIAN

Diusulkan Oleh :

Kartiko Bimo R NIM G40115044 Angkatan 2015


Iswan NIM G30115008 Angkatan 2015

UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidrogen merupakan energi baru dan dapat diperbaharui. Senyawa
hidrogen sangat melimpah di alam baik dalam gas maupun dalam bentuk
komponen yang mengandung hidrogen seperti biomasa, bahan bakar fosil, dan
air. Penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan sejumlah persoalan-persoalan
seperti keterbatasan pasokan energi bahan bakar fosil dan emisi karbon hasil
pembakaran bahan bakar fosil yang menyebabkan perubahan iklim global,
kerusakan lingkungan, dan penurunan kesehatan (Hastuti, 2011). Solusi
diusulkan oleh banyak peneliti dengan menemukan beberapa jenis energi
alternatif yang secara signifikan mengurangi emisi gas dan memiliki biaya
rendah (Destouni dan Frank 2010). Dari beberapa solusi aplikasi penggunaan
hidrogen sebagai bahan bakar tidak dapat dihindari. Penerapan unsur yang
ramah lingkungan ini bisa menjadi solusi untuk masa depan. Pembakaran
hidorgen baik secara kimiawi atau elektrokimia menghasilkan 122 kJ g-1
energi yang menunjukkan efisiensi energik tiga kali lebih baik daripada bahan
bakar berbasis hidrokarbon. Pada saat ini hal terpenting untuk implementasi
hidrogen sebagai pembawa energi bergantung pada skala besar dan produksi
murah tanpa menggunakan bahan bakar fosil (wicher, 2013)
Selama bertahun-tahun kelapa sawit berperan penting dalam
perekonomian Indonesia dan merupakan salah satu komoditas andalan dalam
menghasilkan devisa. Produksi kelapa sawit cendrung meningkat dari tahun ke
tahun. Seiring dengan peningkatan produktifitas kelapa sawit, diikuti dengan
peningkataan limbah yang dihasilkan dari proses pengelohan buah kelapa
sawit menjadi CPO. Adapun limbah yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit
adalah limbah cair yang dikenal palm oil mill effluent (POME), limbah udara
berupa emisi gas dari boiler insinerator dan limbah padat seperti tandan buah
kosong, serat dan cangkang. Hal ini menjadi masalah dilingkungan jika
limbah-limbah tersebut tidak diolah secara tepat sebelum dibuang
dilingkungan. (Sulaiman dan Ling, 2004).
Pome adalah suspensi koloid yang mengadung 95-96% air, 0,6-0,7%
minyak dan 4-5% padatan lokal. POME dikeluarkan dari industri berupa
cairan coklat dengan suhu debit antara 80-90 C dan cukup asam dengan nilai
pH kisaran 4-5. Biasanya POME berisi rata-rata 6000 mg/L minyak dan lemak
(Industri Proses & Lingkungan, 1999). POME rata-rata mengadung BOD
(Biologycal Oxygen Demand) berkisar antara 8.200-35.000 mg/L dan COD
(Chemical Oxygen Demand) berkisar antara 15.103-65.100 mg/L yang akan
menjadi bahan pencemar apabila dibuang langsung ke perairan bebas
(DITJEN PPHP Departemen Pertanian, 2006).
Mikroorganisme Termofil adalah golongan mikroba yang dapat tumbuh
pada suhu 40C-75C dengan suhu optimumnya 55C-60C (Hidayat, 2008).
Menurut klasifikasi yang dibuat Gilter dijelaskan organisme termofil memiliki
suhu minimum untuk hidupnya sebesar 45C, optimum 55C dan maksimum
70C (Morrison and Tanner, 1922). Termofil ekstrim ialah organisme yang
suhu tumbuhnya diatas 80C (Edwards, 1991). Pada penelitian sebelumnya
terdapat 6 genus Termofilik ditemukan di sumber air panas Bora Sulawesi
Tengah yang dapat menghasilkan hidrogen diantaranya adalah Pyrococcus,
Thermoproteus, Thermococcus, Staphylothermus, Desulfurococcus, dan
Ferroglobus (Ifandi, 2012). Berdasarkan literatur bahwa POME mengandung
senyawa polimer seperti karbohidrat, protein, lemak, dan mineral (Wu et al.
2009) dan memiliki suhu tinggi, membuat POME merupakan media yang
cocok karena mengandung nutrisi untuk pertumbuhan Bakteri Termofilik.
Penelitian ini dimaksudkan untuk membuktikan Bakteri Termofilik yang dapat
mengsintesis hidrogen dengan menggunakan bahan dasar berupa POME.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengsintesis hidrogen dari
degradasi Palm Oil Mill Effluent oleh Bakteri Termofilik yang diisolasi dari
sumber air panas Bora, Sulawesi Tengah.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini untuk menghasilkan hidrogen sebagai bahan
bakar yang dapat diperbaharui dan dapat mengurangi limbah cair pencemar
yang dihasilkan oleh industri besar kelapa sawit.
1.4 Luaran Penelitian
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini yaitu berupa artikel ilmiah
dan jurnal nasional. Selain itu, data hasil penelitian ini juga dapat menjadi
dasar bagi peneliti untuk menemukan energi alternatif terbarukan seperti
hidrogen, biogas, biolistrik, dan lain-lain, serta dapat memberikan salah satu
contoh cara mengurangi limbah dan bahan pencemar yang memiliki dampak
buruk terhadap lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produksi Hidrogen
Hidrogen merupakan energi baru dan dapat diperbaharui. Senyawa
hidrogen sangat melimpah di alam baik dalam gas maupun dalam bentuk
komponen yang mengandung hidrogen seperti: biomasa, bahan bakar fosil,
dan air. Hidrogen dapat dihasilkan dari berbagai substrat atau bahan baku
yang mengandung hidrogen (Hastuti, 2011). Berbagai metode yang digunakan
untuk menghasilkan hidrogen yang memerlukan sumber energi berupa panas,
elektrolitik, dan energi cahaya. Produksi hidrogen secara biologi berbeda dari
cara kimia atau elektrokimia, yaitu dapat dilakukan pada tekanan dan suhu
normal (Kotay & Das 2008). Semua proses yang terbentuk pada suhu dan
tekanan yang normal tidak menimbulkan kontaminasi racun terhadap
lingkungan dan dapat teruraikan. Keuntungan utama metode mikrobiologi
produksi hidrogen bergantung pada pemanfaatan limbah cair industri,
penurunan secara signifikan biaya produksi dan kesederhanaan proses
(wicher, 2013).
Ada empat jenis sistem produksi hidrogen yaitu fotosintesis,
Fotofermentasi, fermentasi gelap, dan pemrosesan elektrolisis mikroba (Levin
et al., 2004; Mohan dan Pandey 2013). Fotosintesis hanya membutuhkan air
dan sinar matahari untuk memproduksi hidrogen. Sebagian besar kelompok
mikroba memiliki fotosintesis berasal dari ganggang hijau dan sianobakteria.
Fotofermentasi membutuhkan kondisi anoksigenik dan penggunaan sinar
matahari sebagai energi untuk memfermentasi senyawa organik yang akan
menghasilkan hidrogen sebagai produk samping (Argun dan Kargi 2011).
Fermentasi gelap membutuhkan kondisi sedikit atau tanpa oksigen,
bergantung pada spesies mikroba yang mengambil energi kimia dari konversi
senyawa organik. Dengan demikian fermentasi gelap dapat dilakukan oleh
mikroorganisme obligat dan fakultatif (Cardoso et al., 2014; Chandrasekhar
dkk. 2015).
Faktor lingkungan merupakan faktor penting dalam mengoptimalkan
proses produksi hidrogen yaitu suhu, pH, Waktu Retensi Hidrolik (HRT),
tekanan parsial hidrogen, dan penghambatan produk (Chandrasekhar et Al.
2015; Pradhan dkk. 2015). Suhu mempengaruhi pertumbuhan mikroba,
banyak mikroba yang dapat tumbuh pada suhu optimum yang bervariasi. Suhu
yang lebih tinggi dapat digunakan untuk memproduksi hidrogen tetapi
memiliki batas tertentu tergantung pada suhu optimum dari masing-masing
mikroba dan kualitas substrat (Stams 1994; Schnheit dan Schfer 1995;
Levin dkk. 2004). Keuntungan lain dari produksi hidrogen mengunakan
mikroba termofilik adalah dapat mempertahankan pertumbuhan pada suhu
yang lebih tinggi karena memiliki kondisi viskositas rendah, resiko kurangnya
kontaminasi, percampuran yang lebih baik dan tidak perlu reaktor pendingin,
hal ini membuat biaya produksi hidrogen jauh lebih rendah (Verhaart et al.,
2010). pH dapat menjadi faktor penting dalam produksi hidrogen. Sedikit
perubahan pH bisa mempengaruhi jumlah hasil hidrogen yang bisa dihasilkan
(Fan et al., 2004). Waktu Retensi Hidrolik (HRT) juga merupakan faktor
penting karena bisa memilih dan menentukan tingkat pertumbuhan mikroba
menurut pengenceran mekanis yang disebabkan oleh sirkulasi volumetrik
yang berkelanjutan. HRT yang lebih pendek akan menghasilkan hidrogen
yang lebih tinggi (Hawkes et al 2007). Produk samping seperti asam laktat
atau asam asetat akan menghambat produksi hidrogen itu sendiri, tapi bakteri
termofilik mempunyai keuntungan yang lain yang terkait dengan masalah ini
yaitu menghasilkan produk samping yang lebih rendah daripada mesofil
(Kengen et al., 2009).
2.2 Limbah Cair Kelapa Sawit (POME)
Indonesia merupakan salah satu negara terbesar yang memproduksi dan
mengekspor minyak sawit. Luas perkebunan kelapa sawit diperkirakan lebih
dari 7 juta hektar pada tahun 2010. Selain itu, Indonesia adalah penghasil
minyak kelapa sawit kedua terbesar dunia setelah Malaysia dan dalam kurung
waktu kurang lebih 15 tahun terakhir produksi minyak kelapa sawit meningkat
hampir lima kali lipat dari sebesar 4.8 juta ton minyak sawit mentah (CPO)
pada tahun 1996 menjadi 19.8 juta ton pada tahun 2010 (Dirjen Jenderal
Perkebunan 2010). Pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) rata-rata mengolah
setiap ton tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dihasilkan 120-200 kg
minyak mentah, 230-250 kg tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 130-150 kg
serat/ fiber, 60-65 kg cangkang dan 55-60 kg kernel dan air limbah 0,7 m3 (H-
Kittikun et al. 2000, Yuliasari et al. 2001).
Palm Oil Mill Effluent (POME) merupakan cairan kental berwarna
coklat yang mengandung total padatan yang tinggi (40500 mg/L), minyak dan
lemak (4000 mg/L), Chemical Oxygen Demand (COD) (50000 mg/L) dan
Biological Oxygen Demand (BOD) (25000 mg/L) (Ahmad et al. 2003). Dalam
memproduksi satu ton minyak kelapa sawit yang mentah membutuhkan air
sekitar 5-6 ton dan berakhir dengan sekitar 3-4 ton POME. Limbah POME
mengandung senyawa kompleks yang tinggi seperti karbohidrat, protein,
lemak, dan mineral. Berdasarkan komposisi kimia limbah kelapa sawit,
sebagian besar limbah merupakan senyawa polimer seperti polisakarida (Wu
et al. 2009).
2.3 Kondisi Umum Pengambilan Sampel
Bora merupakan ibu kota Kabupaten Sigi memiliki luas wilayah sekitar
63.02 km2. Daerah Bora memiliki topografi hampir 75% terdiri dari daratan.
Secara administrasi Desa Bora berbatasan dengan sebelah utara Desa
Vatunonju, sebelah timur Desa Sigimpu, sebelah selatan Desa Sidondo dan
sebelah barat Desa Maranata. Secara topografi wilayah Desa Bora merupakan
daerah daratan tinggi. Hampir 75% daerah Bora memiliki tanah yang kering
dan berbatu. Desa Bora secara geografis terletak pada ketinggian 1.700 meter
di atas permukaan laut, suhu berkisar 27-30C. Desa Bora merupakan salah
satu daerah objek wisata disamping memiliki pemandangan dan panorama
alam ynag indah daerah ini terdapat sumber mata air panas yang dijadikan
objek wisata bagi masyarakat sekitar dan kota palu pada umumnya.
Berdasarkan hasil pengukuran parameter lingkungan suhu rata-rata air panas
berkisar 50C, pH mencapai 6,8 dan kadar garam sekitar 2,2 ppm (Ifandi,
2012)
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juni 2017. Sampel
airnya diambil dari Sumber Air Panas Bora, Sulawesi Tengah dan disimpan di
dalam tabung hampa udara untuk menjaga suhu. Pengukuran fisik Variabel
diambil di lokasi sampel, meliputi suhu, pH, dan salinitas. Limbah cair kelapa
sawit (POME) diambil dari pabrik yang berada di kecamatan Pasangkayu,
Sulawesi Barat. Sedangkan penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Tadulako.
Bahan penelitian ini adalah sampel air yang diambil dari Sumber Air Panas
desa Bora, Gizi Agar, Laktosa Broth, limbah cair kelapa sawit (POME), reagen
lainnya yang telah dikarakterisasi secara biokimia, kapas, masker, handscoon,
alumunium foil, tissue, tip mikropipet, plastik tahan panas, lakban bening, spritus,
kertas label, ballpoint, pensil dan buku catatan. Peralatannya adalah termometer,
pH meter, tabung hampa udara, botol sampel, mikropipet, cawan petri, tabung uji,
drop pipet, inkubator, microwave, atouklaf, labu berbentuk kerucut, pembakar
bunsen, loop inokulasi dan jarum, pengaduk magnet, kaca pengukur, skala digital,
laminar air flow, rak tabung reaksi, tabung reaksi, tabung durham, Erlenmeyer,
neraca analitik dan kulkas.
3.1 Isolasi Bakteri
Pada awal proses isolasi, proses sterilisasi dilakukan dengan
menggunakan autoclave. Baik medium maupun barang pecah belah atau
peralatan berbahan plastik disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121C
dengan tekanan 2 atm 15 menit. Thermophiles diisolasi dari sampel air yang
berasal dari sumber air panas bora. 10 mL air Sampel ditambahkan ke
aquadest steril 90 mL. Sampel dilakukan homogenisasi dengan shaker dengan
150 rpm sepanjang 30 menit. Pengenceran serial dilakukan sampai 10-9.
Pengenceran sampel pada 10-7, 10-8, dan 10-9 diambil dan disebarkan ke
cawan petri berisi Nutrient Agar yang selanjutnya akan diinkubasi pada suhu
55C selama 24 jam dengan posisi terbalik. Proses ini dilakukan dengan tiga
kali pengulangan masing-masing. Kemudian, sampel dari cawan petri yang
inkubasi harus diinokulasi ke cawan petri baru mengandung Gizi Agar dan
lagi harus diinkubasi pada suhu 55C selama 24 jam posisi terbalik.
3.2 Biosintesis Hidrogen
Eksperimen Hidrogen Thermophiles dilakukan dengan modifikasi
substrat dengan menggunakan limbah cair kalapa sawit (POME). Limbah cair
kelapa sawit (POME) direbus hingga suhunya mencapai 100C selama
beberapa menit kemudian didingikan. Media fermentasi berupa Laktosa Broth
yang diperkaya dengan 20% atau 40% limbah cair kelapa sawit (POME).
Sampel diinokulasikan kedalam media dengan 10%, 15% dan 25% v/v
inokulum. Larutan NaOH ditambahkan untuk mengontrol pH pada media
(wicher, 2013). Setelah itu media fermentasi termofilik ditempatkan tabung
reaksi yang berisi tabung durham dan diinkubasi pada suhu 55C selama 24
jam. Biosintesis hidrogen dilakukan pada suhu yang bervasiasi yaitu 55, 65,
75, 85 dan 90C dan pada pH yang bervariasi yaitu 5, 6, 7, 8, dan 9.
Identifikasi gas hidrogen dilakukan melalui pengamatan dengan melihat
gelembung pada tabung durham. Gelembung gas yang dihasilkan dalam
proses fermentasi oleh bakteri termofilik akan mengeluarkan gas CO2 dan H2.
Proses Biosintesis hidrogen yang dilakukan oleh bakteri termofilik karena
adanya enzim hidrogenase.
3.3 Analisis Gas Hidrogen
Pengukuran gas hidrogen selain menggunakan sensor hidrogen H2 scan
model 2240 juga diukur menggunakan alat kromatografi gas. Detektor yang
digunakan adalah TCD (Thermal Conductivity Detector atau detektor
konduktivitas termal). Adapun kolom yang digunakan adalah kolom poropak,
dengan temperatur injektor, detektor, dan kolom. Gas pembawa yang dipakai
adalah gas nitrogen (N2). Sampel diinjeksikan sebanyak 1 ml ke dalam kolom
kemudian hasil analisis berupa kromatogram yang menampilkan puncak
analit dan luas area dilihat pada layar monitor (Kawaguchi et al. 2002).
Sebelumnya telah ditentukan luas area puncak untuk gas hidrogen dengan
konsentrasi 100 %. Konsentrasi hidrogen sampel ditentukan dengan
membandingkan luas area puncak sampel terhadap luas area gas hidrogen
konsentrasi 100 %.
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Ringkasan Anggaran Biaya
No. Jenis pengeluaran Biaya (Rp)
1.
2.
3.
4.
Jumlah

4.2 Jadwal Kegiatan


Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4
No Kegiatan
*1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi
1.
pustaka
2. Survei lokasi
Persiapan
3. alat dan
bahan
Pengambilan
4.
sampel
Isolasi
5.
bakteri
Identifikasi
6.
hidrogen
Analisis dan
7.
interpretasi
Penyusunan
8.
laporan
Seminar
9.
nasional
10. Publikasi
Tanda *adalah minggu ke-n

Anda mungkin juga menyukai