Disusun Oleh:
NPM : 20.403020.63
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) atau Palm Oil Mill Effluent (POME)
merupakan salah satu jenis limbah organik agroindustri berupa air, minyak dan
padatan organik yang berasal dari hasil samping proses pengolahan tandan buah segar
(TBS) kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO). Jumlah limbah cair yang
dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit ini cukup besar, berkisar antara 600 - 700 liter/ton
tandan buah segar (TBS). Limbah cair kelapa sawit (POME) ini kemudian
dimanfaatkan menjadi tenaga listrik melalui proses anaerob digestion dengan
teknologi covered lagoon atau Continuos Stirred Tank Reactor (CSTR). POME dari
produksi CPO dapat dimanfaatkan menjadi biogas dan listrik. Palm Oil Mill Effluent
(POME) dapat diolah menjadi energi dan dimanfaatkan untuk memasok listrik.
Limbah cair sawit memiliki kandungan organik kemudian difermentasi dengan bakteri
untuk menghasilkan biogas yang mengandung gas methane. Menurut Data
Kementerian Perindustrian, setiap 1 ton minyak sawit menghasilkan 2,5 m³
POME.Selama 2015-2022, produksi minyak sawit telah menghasilkan 98,3 juta m³
POME. Ironisnya, banyaknya limbah POME itu tidak bisa dibuang langsung karena
mengandung kadar polutan tinggi. Karenanya, POME harus mengalami
pemrosesan.Pengolahan air limbah POME secara anaerobik mampu mendegradasi dan
mengkonversi hampir keseluruhan bahan organik kompleks menjadi energi biogas.
Jika saja inovasi ini diterapkan maka Indonesia berpotensi menghasilkan 258 miliar m³
biogas yang dapat dimanfaatkan secara optimal.Meskipun demikian masih diperlukan
penelitian lebih lanjut terkait pemanfaatan POME untuk biogas sehingga hasil yang
didapat bisa lebih optimal. Potensi pemanfaatan POME telah mulai dilakukan oleh
Pertamina. Pemanfaatan ini berpotensi menjadi energi alternatif, salah satunya bahan
bakar PLTBg Sei Mengkei.Sejak Januari 2020, PT Pertamina telah mulai operasi
pemanfaatan yang mampu menyerap POME hingga 288.350 meter kubik serta
memiliki kapasitas 2,4 MW.Selain itu, pemanfaatan POME juga bisa berkontribusi
dalam pengurangan emisi gas rumah kaca melalui gas metana diubah menjadi biogas
yang bisa sebagai energi listrik. Pemanfaatan ini dinilai mampu turunkan emisi karbon
sebesar 70 ribu/tahun.
2.1.2 Biogas
Dalam sepuluh tahun terakhir ini, masalah listrik menjadi polemik yang
berkepanjangan dan telah memunculkan multi implikasi yang sangat kompleks di 6
berbagai aspek kehidupan, antara lain : keuangan, ekonomi, sosial, budaya, politik,
dan lain-lain. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa listrik telah menjadi bagian
yang sangat penting bagi umat manusia. Oleh karenanya tak berlebihan bahwa listrik
bisa dikatakan sebagai salah satu kebutuhan utama bagi penunjang dan pemenuhan
kebutuhan hidup umat manusia. Beberapa tantangan besar yang dihadapi dunia pada
masa kini, antara lain, bagaimana menemukan sumber energi baru, mendapatkan
sumber energi yang pada dasarnya tidak akan pernah habis untuk masa mendatang,
menyediakan energi di mana saja diperlukan, dan mengubah energi dari satu ke lain
bentuk, serta memanfaatkannya tanpa menimbulkan pencemaran yang dapat merusak
lingkungan hidup kita. Salah satu sumber energy Terbarukan ialah Biogas. Energi
biogas adalah energi yang dihasilkan dari limbah organik seperti kotoran ternak,
Limbah Cair Kelapa Sawit dan limbah dapur seperti sayuran yang sudah digunakan.
Limbah-limbah tersebut akan melalui proses urai yang dinamakan anaerobik
digester di ruang kedap udara. Komponen utama dari energi biogas ini adalah gas
metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Kedua gas tersebut dapat dibakar atau
dioksidasi dan melepas energi, dan energi tersebutlah yang dapat dimanfaatkan
manusia untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi, besarnya komponen gas tersebut
tergantung pada proses anaerobik dan komposisi dari bahan dasar pembuatan energi
biogas. Semakin besar kandungan metana dari energi biogas, maka akan semakin
besar juga energi yang bisa dihasilkan dari biogas tersebut. Biogas sendiri dapat
dimanfaatkan masyarakat sebagai energi alternatif pengganti LPG untuk memasak dan
bahan bakar generator untuk menghasilkan listrik. Selain itu, biogas dinilai lebih aman
untuk bumi karena pembakaran biogas mampu mengurangi emisi gas kaca. Biogas
juga dapat mengurangi bau, serangga, dan patogen yang berasal dari timbunan kotoran
tradisional.Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
pengembangan biogas di Indonesia merupakan tantangan sekaligus peluang bagi
Indonesia. Ada beberapa aspek yang masih perlu ditinjau ulang seperti, akses
pendanaan, pemanfaatan langsung, teknologi, koordinasi, pengembangan
berkelanjutan, tata kelola, investasi dan kebijakan. Kementerian ESDM mencatat
biogas rumah tangga yang sudah terpasang mencapai 47.505 unit di seluruh wilayah
Indonesia dengan menghasilkan biogas sebanyak 75.044,2 m3/hari atau sekitar 26,72
juta m3/tahun.Meskipun pemanfaatan biogas belum maksimal dan masih banyak hal
yang perlu dibenahi, namun Kementerian ESDM akan terus mengejar target
Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) mencapai 5.5 GW pada tahun 2025.
Harapannya biogas akan menjadi salah satu energi alternatif utama bagi masyarakat
Indonesia pada masa yang akan datang, dan dapat menjadi salah satu upaya untuk
menjaga bumi dari pemanasan global.
Pada pembuatan biogas bahan baku harus banyak mengandung selulosa. Bahan
baku dalam bentuk selulosa akan lebih mudah dicerna oleh bakteri anaerob.
(Wiratmana,2012) Pembentukan biogas secara biologis dengan memanfaatkan
sejumlah mikroorganisme anaerob meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis (tahap
pelarutan), Tahap asidogenesis (tahap pengasaman), dan tahap metanogenesis (tahap
pembentukan gas metana).Biogas dapat diproduksi dari berbagai bahan organik,
seperti limbah pertanian, limbah pabrik, limbah rumah tangga, atau biomassa lainnya.
Pemilihan bahan baku yang tepat penting untuk menghasilkan biogas dengan kualitas
yang baik.
Pada tahap ini bahan yang tidak larut seperti selulosa, polisakarida dan lemak
diubah menjadi bahan yang larut dalam air seperti glukosa. Bakteri berperan
mendekomposisi rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak menjadi bagian yang
lebih pendek. Sebagai contoh, polisakarida diubah menjadi monosakarida. Tahap
pelarutan berlangsung pada suhu 25oC di digester.
2.2.2. Tahap Asidogenesis
Pada tahap ini, bakteri asam menghasilkan asam asetat dalam suasana anaerob.
Tahap ini berlangsung pada suhu 25oC di digester (Price dan Cheremisinoff, 1981).
Bakteri akan menghasilkan asam yang akan berfungsi untuk mengubah senyawa
pendek hasil hidrolisis menjadi asam asam organik sederhana seperti asam asetat, H2
dan CO2 , karena itu bakteri ini disebut pula bakteri penghasil asam (acidogen).
Bakteri ini merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh pada keadaan asam. Untuk
menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang
diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan.
METEDOLOGI PENELITIAN
a. Sebuah Laptop/Komputer
b. Sebuah Handphone/Kamera
c. Kalkulator
d. Buku Tulis
Alur Penelitian