Anda di halaman 1dari 21

TUGAS PENGENALAN INDUSTRI KIMIA

INDUSTRI PENGOLAHAN SINGKONG


MENJADI BENSIN HIJAU

Pipin Nurul Fitriana


1514041
TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INDUSTRI
2015

Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan berkah dan rahmatnya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Terimakasih juga tak lupa diberikan kepada pak Leonard yang telah memberikan pemberitahuan
dalam menyusun makalah ini.Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih atas bantuan temanteman lain. Karena dengan bantuan kalian, saya mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Makalah ini berjudul Industri Pengolahan Singkong Menjadi Bensin Hijau. Dalam
makalah ini menjelaskan tentang devinisi bioetanol, singkong, dan proses produksi bioetanol.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam pengetahuan tentang sumber daya alam disekitar
yang dapat diolah menjadi bioetanol. Dan kedepannya semoga bioetanol ini dapat digunakan
sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak, yang kita ketahui bahwa BBM sekarang ini mulai
menipis.
Saya sadar masih banyak kekurangan dalam penyelesaian makalah ini. Maka dari itu,
saya meminta maaf atas kekurangannya dan di mohon kritik dan sarannya yang dapat
membangun penulis untuk memperbaiki makalah ini.

Jakarta, 2 Januari 2015


Penulis

Pipin Nurul Fitriana

Daftar Isi
Kata Pengatar

...

Daftar Isi

...

ii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah

. 1
............. 1

BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Bioetanol
2.
3.
4.
5.

. 1

. 1
. 2
. 3
. 4

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan
2. Saran
Daftar Pustaka

. 7
. 7
..... 8

BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi selama ini semakin terkuras, karena
sebagian besar sumber energi saat ini berasal dari sumber daya alam yang tidak terbarukan.
Sementara itu, konsumsi energi terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan penduduk. Energi fosil sebagai sumber energi tidak terbarukan merupakan sumber
energi utama di dunia. Permasalahan serius yang dihadapi oleh banyak negara berkembang saat
ini adalah jumlah bahan bakar fosil yang sangat terbatas sementara kebutuhan terus meningkat,
sehingga terjadi krisis energi. Salah satu yang mendasari terjadinya kelangkaan energi adalah
pemakaian kendaraan bermotor berbahan bakar bensin yang dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Menurut data Statistik Kepolisian Indonesia (2009) pada tahun 2009 jumlah
kendaraan bermotor di Indonesia berjumlah 61.956.009 kendaraan. Hal ini mengakibatkan
pemakaian bahan bakar minyak bumi meningkat. Menurut Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (2009), cadangan energi bahan bakar yang ada saat ini tidak dapat diharapkan
untuk jangka waktu yang lama. Pemanasan global yang diakibatkan oleh pemakaian bahan bakar
fosil semakin terasa dan mengakibatkan ancaman lingkungan. Hal ini semakin mendorong
dikembangkannya bahan bakar alternatif yang bersifat terbarukan dan konservasi energi.
Ancaman lingkungan yang berpotensi untuk terjadi adalah polusi akibat emisi pembakaran bahan
bakar fosil. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak
kesehatan bagi manusia, hewan bahkan lingkungan flora. Polusi berupa gas-gas berbahaya,
seperti CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb).
Bahkan ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming
Potential) (Dunan, 2009). Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan
berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy resources) ataupun
pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih
ramah lingkungan. Oleh karena itu, pada saat ini usaha mencari sumber energi alternatif semakin
meningkat. Salah satu bentuk dari energi terbarukan adalah energi biomassa. Energi biomassa
berasal dari bahan organik dan sangat beragam jenisnya. Sumber energi biomassa dapat berasal
dari tanaman perkebunan atau pertanian, hutan, atau bahkan limbah, baik limbah domestik
maupun limbah pertanian. Biomassa dapat digunakan untuk sumber energi langsung maupun
dikonversi menjadi bahan bakar. Penggunaan biomassa sebagai sumber energi ini tidak akan
menyebabkan terjadinya penumpukan gas CO2, karena gas CO2 yang dihasilkan oleh reaksi

pembakaran dipakai untuk pembentukan biomassa itu sendiri. Teknologi pemanfaatan energi
biomassa yang telah dikembangkan terdiri dari pembakaran langsung dan konversi biomassa
menjadi bahan bakar. Penggunaan biomassa langsung sebagai bahan bakar kurang efisien,
sehingga konversi biomassa dianggap lebih baik dalam pemanfaatannya. Hasil konversi
biomassa ini dapat berupa biogas, bioetanol, biodiesel, arang dan sebagainya. Bioetanol dan
biodiesel dalam jangka panjang diharapkan dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar
minyak. Bioetanol merupakan alternatif untuk menyelesaikan masalah ketersediaan bahan bakar
yang saat ini masih tergantung pada bahan bakar minyak (BBM). Bioetanol adalah etanol yang
dihasilkan dari fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Hampir 93% produksi
bioetanol di dunia diproduksi secara fermentasi. Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar
alternatif yang mempunyai kelebihan dibandingkan BBM. Dari masa ke masa penggunaan
bioetanol semakin berkembang. Bahan bakar ini juga diharapkan dapat menggantikan peran
bahan bakar bensin, dan dapat mengurangi terjadinya kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan
akan bahan bakar dapat terpenuhi.
Bahan bakar berbasis nabati juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan, sehingga lebih
ramah lingkungan. Bioetanol dapat dibuat dari sumber daya hayati yang melimpah di Indonesia.
Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti singkong atau ubi kayu, tebu, nira,
sorgum, nira nipah, ubi jalar, ganyong dan lain-lain. Hampir semua tanaman yang disebutkan
diatas merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi, karena mudah ditemukan dan beberapa
tanaman tersebut digunakan sebagai bahan pangan. Energi biomassa berasal dari bahan organik
dan sangat beragam jenisnya. Sumber energi biomassa dapat berasal dari tanaman perkebunan
atau pertanian, hutan, atau bahkan limbah, baik limbah domestik maupun limbah pertanian.
Biomassa dapat digunakan untuk sumber energi langsung maupun dikonversi menjadi bahan
bakar. Penggunaan biomassa sebagai sumber energi ini tidak akan menyebabkan terjadinya
penumpukan gas CO2, karena gas CO2 yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran dipakai untuk
pembentukan biomassa itu sendiri, seperti yang ditimbulkan oleh penggunaan minyak bumi
sebagai bahan bakar. Keunggulan lainnya adalah bioetanol mempunyai angka oktan tinggi 135.
Angka oktan premium yang dijual sebagai bahan bakar hanya 98, makin tinggi bilangan oktan,
bahan bakar makin tahan untuk tidak terbakar sendiri sehingga menghasilkan kesetabilan proses
pembakaran untuk memperoleh daya yang lebih stabil. Proses pembakaran dengan daya yang
lebih sempurna akan mengurangi emisi gas karbon monoksida. Campuran bioetanol 3% saja,

mampu menurunkan emisi karbon monoksida menjadi hanya 1,35%. Bioetanol dapat juga
meningkatkan efisiensi pembakaran karena mengandung 35 % oksigen dan ramah lingkungan
karena emisi gas buangnya seperti kadar karbon monoksida, nitrogen oksida, dan gas-gas lain
lebih rendah yaitu antara 19-25%.
Sumber bioetanol yang cukup potensial dikembangkan di Indonesia adalah singkong
(Manihot esculenta). Indonesia adalah penghasil singkong keempat di dunia. Dari luas areal 1,24
juta hektar tahun 2005, produksi singkong Indonesia sebesar 19,5 juta ton. Di dalam negeri,
singkong biasanya hanya digunakan sebagai pakan ternak dan bahan pangan tradisional setelah
beras dan jagung. Karena itu, harga singkong sangat fluktuatif dan tidak memberikan keuntungan
yang memadai bagi si petani. Pengembangan bioetanol diharapkan dapat menjadi solusi sumber
energi terbaharukan dan dapat meningkatkan pendapatan petani singkong. Dengan langkah ini,
harga singkong akan menjadi stabil sehingga memberikan keuntungan yang cukup bagi petani.
Masalah krisis energi masa depan yang terbaharukan pun akan terselesaikan dan membawa
Indonesia menjadi negara yang mandiri energi.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan bahan
baku nabati. Akhir-akhir ini dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali
mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan. Bioetanol
sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau rumus empiris
C2H6O atau rumus bangunnya CH3- CH2-OH. Bioetanol merupakan bagian dari kelompok
metil (CH3-) yang terangkai pada kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai dengan kelompok
hidroksil (-OH). Secara umum akronim dari Bioetanol adalah EtOH (Ethyl- (OH)).
Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan
menguap, dapat bercampur dengan air dengan segala perbandingan. Karena sifatnya yang tidak
beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan
minuman.
Penggunaan bioetanol dimungkinkan sebagai pengganti bahan bakar bensin dikarenakan
karakteristik etanol yang mirip dengan bensin. Baik etanol maupun bensin sama-sama memiliki
struktur hidrokarbon rantai lurus. Penggunaan bioetanol sebagai pengganti bahan bakar bensin
juga sangat cocok karena bersifat ramah lingkungan. Hal itu disebabkan karena pada dasarnya
bioetanol tidak mengemisikan C netto.
A. Sifat-sifat fisis etanol
1) Rumus molekul

: C2H5OH

2) Berat molekul

: 46,07 gram / mol

3) Titik didih pada 1 atm : 78,4C


4) Titik beku

: -112C

5) Bentuk dan warna

: cair tidak berwarna

B. Sifat-sifat kimia etanol:


1) Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air
2) Diperoleh dari fermentasi gula Pembentukan etanol C6H12O6 enzim CH3CH2OH
glukosa etanol

3) Pembakaran etanol menghasilkan CO2 dan H2O Pembakaran etanol CH3CH2OH +


3O2 2CO2 + 3H2O + energi
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat
menggunakan bantuan mikroorganisme. Bahan baku pembuatan bioetanol ini dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu:
a) Bahan sukrosa.
Bahan - bahan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nira, tebu, nira nipati,
nira sargum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah mete.
b) Bahan berpati
Bahan - bahan yang termasuk kelompok ini adalah bahan - bahan yang mengandung
pati atau karbohidrat, antara lain tepung tepung ubi ganyong, sorgum biji, jagung,
cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan lain - lain.
c) Bahan berselulosa (lignoselulosa)
Bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman yang mengandung
selulosa (serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang, dan lain-lain.
Berdasarkan ketiga jenis bahan baku tersebut, bahan berselulosa merupakan bahan yang
jarang digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini karena adanya lignin yang sulit
dicerna sehingga proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit.
Bioetanol sebagai bahan bakar nabati kurang ditanggapi pada waktu tersebut, karena keberadaan
bahan bakar minyak yang murah dan melimpah. Saat ini pasokan bahan bakar minyak semakin
menyusut ditambah lagi dengan harga minyak dunia yang melambung membuat Bioetanol
semakin diperhitungkan. Bioetanol dapat digunakan pada kendaraan bermotor, tanpa mengubah
mekanisme kerja mesin jika dicampur dengan bensin dengan kadar Bioetanol lebih dari 99,5%.
Perbandingan Bioetanol pada umumnya di Indonesia baru penambahan 10% dari total bahan
bakar. Pencampuran Bioetanol absolut sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut
Gasohol E-10. Gasohol singkatan dari gasoline (bensin) dan Bioetanol. Bioetanol absolut
memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara
proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioetanol dikenal sebagai
octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara-negara maju telah
menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE).
Bioetanol secara umum dapat digunakan sebagai bahan baku industry turunan alkohol, campuran

bahan bakar untuk kendaraan. Grade bioetanol harus berbeda sesuai dengan pengunaanya.
Bioetanol yang menpunyai grade 90% - 96,5% volume digunakan pada industri, grade 96% 99,5% digunakan dalam campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Besarnya grade
bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul betul
kering dan anhydrous supaya tidak menyebabkan korosi, sehingga bioetanol harus mempunyai
grade sebesar 99,5% - 100%. Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai
beberapa kelebihan, diantaranya lebih ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut memiliki
nilai oktan 92 lebih tinggi dari premium nilai oktan 88, dan pertamax nilai oktan 94. Hal ini
menyebabkan bioetanol dapat menggantikan fungsi zat aditif yang sering ditambahkan untuk
memperbesar nilai oktan.
Zat aditif yang banyak digunakan seperti metal tersier butil eter dan Pb, namun zat aditif
tersebut sangat tidak ramah lingkungan dan bisa bersifat toksik. Bioetanol juga merupakan bahan
bakar yang tidak mengakumulasi gas karbon dioksida (CO2) dan relatif kompetibel dengan
mesin mobil berbahan bakar bensin. Kelebihan lain dari bioetanol ialah cara pembuatannya yang
sederhana yaitu fermentasi menggunakan mikroorganisme tertentu.

II.2 Kelebihan Singkong sebagai Penghasil Etanol


Singkong merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di dunia.
Singkong merupakan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman lain perharinya.
No

Jenis tanaman

Nilai Kalori (kal/ha/hari)

.
1
2
3

Singkong
Jagung
Beras

250 x 103
200 x 103
176 x 103

4
5

Sagu
Shorgum

114 x 103
110 x 103

Menurut table tersebut singkong memiliki potensi yang cukup bagus sebagai tanaman
bahan baku etanol.

No
1
2

Jenis Tanaman
Jagung
Singkong

Hasil Panen(Ton/ha/tahun)
1-6
10-50

Etanol (liter/ha/tahun)
400-2.500
2.000-7.000

3
4
5
6
7
8

Tebu
Ubi jalar
Sorgum
Sorgum manis
Kentang
Bit
Potensi beberapa

40-120
3.000-8.500
10-40
1.200-5.000
3-12
1.500-5.000
20-60
2.000-6.000
10-35
1.000-4.500
20-100
3.000-8.000
tanaman sebagai bahan baku etanol menunjukkan bahwa tebu sebagai

tanaman penghasil etanol dengan produktifitas tertinggi dan disusul oleh singkong. Keunggulan
singkong dibanding tebu adalah masa panen singkong relatif lebih singkat dan biaya produksi
lebih murah.Tanaman ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di lahan yang kurang
subur serta masa panennya tidak tergantung pada musim sehingga panennya kontinu.
Terdapat beberapa karakteristik internal etanol yang menyebabkan penggunaan etanol pada
mesin lebih baik daripada bensin. Etanol memiliki angka research octane 108.6 dan motor octane
89.7.Angka tersebut (terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai
oleh bensin walaupun setelah ditambahkan aditif tertentu. Sebagai catatan, bensin yang dijual
Pertamina memiliki angka research octane 88 dan umumnya motor octane lebih rendah dari pada
research octane. Untuk rasio campuran etanol dan bensin mencapai 60:40%, tercatat peningkatan
efisiensi hingga 10%. Etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen
yang berikatan di dalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara
campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran yang
lebar, yakni 4.3 19 vol% (dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran
1.4 7.6 vol%), pembakaran campuran udara dan bahan bakar etanol menjadi lebih baik. Hal ini
dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran
udara dan bensin, yakni sekitar 4%. Etanol juga memiliki panas penguapan yang tinggi, yakni
842 kJ/kg. Tingginya panas penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk
menguapkan ethanol lebih besar dibandingkan bensin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut
adalah temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran etanol
dibandingkan dengan bensin.

II.3
1. Likuifiasi
Proses likuifikasi berarti membuat bahan menjadi cair, atau mencairkan bahan tersebut.
Dalam proses ini digunakan bahan tambahan yaitu enzim alfa amilase. Pada kondisi ini tepung

akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa
Amylase bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin).
Amilase merupakan enzim yang memecah pati atau glikogen dimana senyawa ini banyak
terdapat dalam hasil tanaman dan hewan.
Amilase dapat dibedakan menjadi 3 golongan enzim :
1. - Amilase yaitu enzim yang memecah pati secara acak dari tengah atau bagian dalam
molekul.
2. - Amilase yaitu enzim yang memecah unit-unit gula dari molekul pati.
3. Glukoamilase yaitu Enzim yang dapat memisahkan glukosa dari terminal gula non
pereduksi substrat.
Dalam penelitian ini, digunakan enzim -amilase. Enzim -amilase adalah salah satu enzim
pemecah pati, Enzim -amilase menghidrolisis ikatan alpha 1,4 glikosida baik pada amilosa
maupun amilopektin secara acak. Karena pengaruh aktifitasnya, pati terputus-putus menjadi
dekstrin dengan rantai sepanjang 6-10 unit glukosa. Jika waktu reaksi diperpanjang, dekstrin
tersebut dapat dipotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa, maltosa, dan ikatan lain
yang lebih panjang.
Hidrolisis amilosa oleh - amilase terjadi melalui dua tahap:
1. Degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak, sangat cepat dan
diikuti dengan penurunan viskositas.
2. Proses degradasi yang relatif lebih lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltosa sebagai
hasil akhir, dimulai dari ujung pereduksi secara teratur (Winarno ,1983).
Kerja -amilase pada molekul amilopektin akan menghasilkan glukosa dan oligosakarida
(Winarno, 1983). Enzim -amilase yang diperoleh dari mikroba umumnya stabil pada pH 5,5
-8,0 dan suhu optimumnya bervariasi bergantung pada sumber enzim tersebut. Penggunaan amilase dalam proses hidrolisa pati sering juga disebut likuifikasi, karena adanya penurunan
viskositas dengan cepat, dan kecepatannya dapat bervariasi untuk berbagai substrat. Enzim amilase dapat diisolasi dari berbagai sumber mikroorganisme seperti Aspergilus oryzae,
Aspergilus niger, Bacillus substilis, Endomycopsis fibuligira, dan sebagainya. Khusus -amilase
dari Bacillus substilis, merupakan sumber terpenting dalam proses likuifikasi di industri, karena
-amilase dari mikroorganisme ini mampu bereaksi pada temperatur yang tinggi diatas
temperatur gelatinisasi dari granula pati. Dalam hidrolisa pati, -amilase menghasilkan dekstrin
yang merupakan substrat untuk tahap selanjutnya.

2.Sakarifikasi
Proses sakarifikasi maksudnya ialah proses pemecahan gula kompleks menjadi gula
sederhana. Pemecahan gula kompeks ini dengan bantuan enzim glukoamilase yaitu enzim yang
dapat memisahkan glukosa dari terminal gula non pereduksi substrat. Ragi tidak dapat langsung
memfermentasikan pati. Oleh karena itu diperlukan tahap sakarifikasi, yakni perubahan pati
menjadi maltose atau glukosa dengan menggunakan enzim atau asam. Dengan memanfaatkan
enzim pengurai pati dari mikroorganisme, konversi pati untuk menghasilkan maltose dan
dekstrin yang tidak terfermentasi terjadi karena hidrolisis enzimatis. Komposisi kimia dari pati
adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer dari glukosa yang merupakan
rantai lurus dan secara kuantitatif amilosa dapat dihidrolisis menghasilkan maltose sedangkan
amilopektin hanya akan terhidrolisis sebagian. Pati jagung yang disakarifikasi akan
menghasilkan 80% maltose dari total pati dan sisanya disebut limit dekstrin.
3.Fermentasi
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi ethanol/bio-ethanol
(alkohol) dengan menggunakan yeast. Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat
anaerob jenih atau anaerob sebagian. Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti
natrium klorida bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan organisme pembusuk dan mencegah
pertumbuhan sebagian besar organisme yang lain. Suatu fermentasi yang busuk biasanya adalah
fermentasi yang mengalami kontaminasi, sedangkan fermentasi yang normal adalah perubahan
karbohidrat menjadi alkohol. Manusia memanfaatkan Saccharomyces cereviseae untuk
melangsungkan fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang mengandung
alcohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alcohol dan
gas CO2 secara cepat dan efisien.
Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme uniseluler yang bersifat makhluk
mikroskopis dan disebut sebagai jasad sakarolitik, yaitu menggunakan gula sebagai sumber
karbon untuk metabolisme. Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan sejumlah gula,
diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, mannosa, maltosa dan maltotriosa.
Saccharomyces cerevisiae merupakan mikrobia yang paling banyak digunakan pada fermentasi

alkohol karena dapat berproduksi tinggi, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan
terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan aktivitasnya pada suhu 4 32 oC.
Proses metabolisme pada Saccharomyces cereviseae merupakan rangkaian reaksi yang terarah
yang berlangsung pada sel. Pada proses ini terjadi serangkaian reaksi yang bersifat merombak
suatu bahan tertentu dan menghasilkan energy serta serangkaian reaksi lain yang bersifat
mensintesis senyawa-senyawa tertentu dengan membutuhkan energi. Saccharomyces cereviseae
sebenarnya tidak mampu langsung melakukan fermentasi terhadap makromolekul seperti
karbohidrat, tetapi karena mikroba tersebut memiliki enzim yang disekresikan mampu
memutuskan ikatan glikosida sehingga dapat difermentasi menjadi alcohol atau asam. Alkohol
yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen
volume. Sementara itu, bila fermentasi tersebut digunakan bahan baku gula (molases), proses
pembuatan ethanol dapat lebih cepat. Pembuatan ethanol dari molases tersebut juga mempunyai
keuntungan lain, yaitu memerlukan bak fermentasi yang lebih kecil. Ethanol yang dihasilkan
proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-zat
yang tidak diperlukan. Fermentasi bioethanol dapat didefenisikan sebagai proses penguraian gula
menjadi bioethanol dan karbondioksida yang disebabkan enzim yang dihasilkan oleh massa sel
mikroba.
Perubahan glukosa menjadi bioethanol oleh sel-sel Saccharomyces cereviseae. C6H12O6
Sacch aromyces cereviseae 2C2H5OH + 2CO2 (6) Glukosaenzim zimosa etanol Alkohol yang
dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung gas-gas antara lain CO2 (yang
ditimbulkan dari pengubahan glucose menjadi ethanol/bio-ethanol) dan aldehyde yang perlu
dibersihkan. Gas CO2 pada hasil fermentasi tersebut biasanya mencapai 35 persen volume,
sehingga untuk memperoleh ethanol/bio-ethanol yang berkualitas baik, ethanol/bio-ethanol
tersebut harus dibersihkan dari gas tersebut. Proses pembersihan (washing) CO2 dilakukan
dengan menyaring ethanol/bio-ethanol yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh
ethanol/bio-ethanol yang bersih dari gas CO2). Kadar ethanol/bio-ethanol yang dihasilkan dari
proses fermentasi, biasanya hanya mencapai 8 sampai 10 persen saja, sehingga untuk
memperoleh ethanol yang berkadar alkohol 95 persen diperlukan proses lainnya, yaitu proses
distilasi. Agar dapat mencapai kemurnian diatas 95% , maka alkohol hasil fermentasi harus
melalui proses destilasi.Destilasi Distilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan

kembali, yang dimaksudkan untuk memisahkan campuran dua atau lebih zat cair ke dalam fraksi
faraksinya berdasarkan perbedaan titik didih. Pada umumnya, pemisahan hasil fermentasi
glukosa/dektrosa menggunakan sistem uap-cairan, dan terdiri dari komponen komponen
tertentu yang mudah tercampur. Sebagaimana disebutkan diatas, untuk memurnikan bioetanol
menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil
fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati proses destilasi untuk
memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan
tersebut yang kemudian diembunkan kembali. Kadar etanol hasil fermentasi tidak dapat
mencapai level diatas 18 hingga 21 persen, sebab etanol dengan kadar tesebut bersifat toxic
terhadap ragi yang memproduksi etanol tersebut sehingga untuk memperoleh etanol dengan
kadar yang lebih tinggi perlu dilakukan destilasi. Destilasi adalah proses pemanasan yang
memisahkan etanol dan beberapa komponen cair lain dari substrat fermentasi sehingga diperoleh
kadar etanol yang lebih tinggi. Tujuan proses destilasi adalah untuk memisahkan etanol dari
campuran etanol-air. Titik didih etanol adalah 780C dan titik didih air adalah 100 oC sehingga
dengan pemanasan pada suhu 780C dengan metode destilasi maka etanol dapat dipisahkan dari
campuran etanol-air. Konsentrasi maksimum etanol yang dapat diperoleh dengan cara destilasi
biasa adalah 96%. Etanol anhidrat (99,5%-100%) dapat diperoleh dengan menggunakan metode
destilasi azeotrop menggunakan benzen.

II.4 Alat-alat yang digunakan dalam Pembuatan Bioetanol


Fungsi peralatan yang digunakan dalam industri etanol mesin penggiling yaitu untuk
menghaluskan bahan baku. Tangki pemasak berfungsi untuk memasak dan mengaduk bahan

baku.Sebelum dimasukan ke alat penukar panas (heat exchanger) dan dapat dibuat dari drum
bekas.
Gambar 3.
Tangki pemasak & tempat terjadinya hidrolisis

alat penukar panas. berfungsi untuk

mendinginkan bahan baku (saat proses sakarifikasi) lebih cepat dapat dibuat dari stainless steel
tanki fermentasi berfungsi untuk menghasilkan etanol kadar 6-12 %. Dapat dibuat dari drum
bekas maupun tangki stainless steel.
Gambar 2. Mesin Penggiling Singkong
Gambar 4. Heat Exchanger
Gambar 5. Tangki Fermentasi evaporator
berfungsi untuk menguapkan etanol yang akan dialirkan ke alat destilasi. Dibuat dari stainless
steel, untuk mengatur temperatur evaporator pada alat ini dipasang termostat (alat pengatur
temperatur).
Gambar 6. Evaporator alat destilasi.
berfungsi untuk mengkondensasikan uap etanol menjadi etanol cair. dapat dibuat dari drum
bekas maupun stainless steel. berbentuk spiral (untuk membentuknya digunakan alat curving
pliers) terbuat dari tembaga.
Gambar 7. Penghancuran Singkong Bioetanol dari Singkong

II.5 Proses Pembuatan Bioetanol dari Singkong

1. Persiapan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan ialah ubi kayu (singkong). Singkong yang
telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa
berinteraksi dengan air secara baik.
2. Hidrolisis merupakan tahap konversi pati menjadi glukosa. Dalam tahap ini terdapat pula dua
tahap, yaitu : tahap liquefaction dan tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula
sederhana).
a. Likuifikasi
Dalam proses likuifikasi, bahan baku ubi kayu dicampur air sehingga menjadi bubur, yang
diperkirakan mengandung pati 27-30 persen. Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati
pada bahan baku singkong dikonversi menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase
melalui proses pemanasan (pemasakan) pada suhu 90 oC (hidrolisis). Pada kondisi ini tepung
akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa
Amylase bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin).
Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah
menjadi lebih cair seperti sup.
Gambar 7. Hasil Proses Likuifikasi Bioetanol dari Singkong
b. Sakarifikasi
Tahap sakarifikasi merupakan tahap pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana yang
dilakukan pada sebuah tabung pada rangkaian peralatan untuk produksi bioethanol. Sakarifikasi
melibatkan proses sebagai berikut: Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi
Gambar 8. Hasil Proses Sakarifikasi Bioetanol dari Singkong
bekerja

Pengaturan pH optimum enzim Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat

Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 oC, sampai proses saccharifikasi


selesai.
3. Fermentasi

Gambar 9. Tangki Fermentasi


Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian
fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan selanjutnya adalah
mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah
tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32 oC selama kurun waktu 5 hingga 7
hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian agar bahan baku
tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain, dari persiapan baku, liquifikasi,
sakarifikasi, hingga fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi
akan menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2. Hasil dari fermentasi berupa cairan
mengandung alkohol/ethanol berkadar rendah antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer).
Pada kadar ethanol max 10 % ragi menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan
beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan aktifitasnya. Bioetanol dari Singkong | 25 4.
Destilasi Produk hasil fermentasi mengandung alkohol yang rendah, disebut bir (beer) dan sebab
itu perlu di naikkan konsentrasinya dengan jalan distilasi bertingkat. Beer mengandung 8 10%
alkohol. Maksud dan proses distilasi adalah untuk memisahkan etanol dari campuran etanol air.
Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbeda nyata suhu didihnya, distilasi
merupakan cara yang paling mudah dioperasikan dan juga merupakan cara pemisahan yang
secara thermal adalah efisien. Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada 1000C dan etanol
mendidih pada sekitar 770C. perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan pemisahan
campuran etanol air.
Gambar 9.
Dehidrator Bioetanol dari Singkong. Dehidrasi Hasil penyulingan berupa ethanol
berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan
ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering. Untuk pemurnian ethanol 95 %
diperlukan proses dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara,antara lain :
1. Cara Kimia dengan menggunakan batu gamping
2. Cara Fisika ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi
berupa ethanol berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol

(FGE),barulah layak digunakan sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang
digunakan pada proses pemurnian ini disebut Dehidrator.

B. Langkah-langkah dalam Pembuatan Bioetanol


Dalam pembuatan bioetanol dari singkong, langkah-langkah yang dilakukan adalah :
1. Singkong sebagai bahan baku dikupas terlebih dahulu dan digiling/dihancurkan sehingga
ukurannya mengecil.
2. Singkong masuk ke tahap pemasakan yaitu likuifikasi. Bahan baku ditambah air, dipanaskan
pada suhu 90-95 oC. Selama pemanasan ditambah enzim alpha amilase yang bekerja memecah
struktur tepung secara kimia menjadi gula kompleks. Pada kondisi ini bahan akan mengalami
gelatinasi (mengental seperti jelly). Proses ini selesai dengan ditandai bahan tadi menjadi cair
seperti sup.
3. Sakarifikasi, setelah di dinginkan dari likuifikasi hingga suhu 60 oC, lalu di tambah enzim
gluko amilase yaitu pemecahan gula kompleks menjadi sederhana
4. Kemudian tahap fermentasi, untuk mengkonversi gula menjadi etanol dan CO2. Fermentasi
dilakukan dengan mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan
mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32 oC
5. Kemudian masuk ke tahap pemisahan, destilasi untuk memisahkan etanol dalam cairan hasil
fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78 derajat celcius (setara dengan titik didih
alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius.
Uap ethanol didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi
menjadi cairan ethanol. Lalu diperoleh kadar etanol sebesar 10 %.
6. Dehidrasi, tahapan ini dilakukan agar kandungan air didalam produknya berkurang. Tahapan
ini dapat dilakukan dengan katalis yaitu zeolite sintesis. Zeolit adalah mineral yang memiliki
pori-pori berukuran sangat kecil, dan dapat menyerap air. Dan kadar etanol yang diperoleh
setelah melalui tahap ini sebesar 99,7 %.

Hasil Samping Pengolahan Bioetanol Akhir proses penyulingan (distilasi) ethanol


menghasilkan limbah padat (sludge) dan cair (vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap
pencemaran lingkungan, limbah padat dengan proses tertentu dirubah menjadi pupuk
kalium,bahan pembuatan biogas,kompos,bahan dasar obat nyamuk bakar dan pakan ternak.
Sedangkan limbah cair diproses menjadi pupuk cair.
Dengan demikian produsen bioethanol tidak perlu khawatir tentang isu berkaitan dengan
dampak lingkungan.
Gambar 10. Limbah Padat
Gambar 11. Limbah Cair Bioetanol dari Singkong.

BAB IV PENUTUP
IV.1 Kesimpulan

Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti singkong atau ubi kayu,
tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi jalar, ganyong dan lain-lain. Cara membuat bioetanol
dengan proses penggilingan bahan baku, proses likuifikasi, sakarifikasi, fermentasi,
destilasi dan dehidrasi.
IV.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Apa itu Bioetanol. http://www.nusantara-agro-industri.com. Bioetanol
dari Singkong | 30 Diakses tanggal 15 Januari 2013. Anonim. 2008. Bioetanol Bahan
baku Singkong. The Largest Aceh Community.Aceh. Anonim. 2009. Bioetanol Bahan
Baku Singkong. http:// www.acehforum.or.id. diakses tanggal 15 Januari 2013 Khairani,
Rini. 2007. Tanaman Jagung Sebagai Bahan Bio-fuel. http://www.macklintmipunpad.net/Bio-fuel/Jagung/Pati.pdf. diakses tanggal 15 Januari 2013 Mursyidin, D. 2007.
Ubi Kayu dan Bahan Bakar Terbarukan. http://www.banjarmasin.net/pedoman%Bahan
%bakar%berbarukan. Diakses tanggal 15 Januari 2013 Prihandana. 2007. Bioetanol Ubi

kayu Bahan Bakar Masa Depan. Agromedia.Jakarta. Rismunandar. 1990. Bertanam


Singkong. C.V. Sinar Baru. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai