Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Limbah merupakan produk akhir dari aktivitas kebutuhan manusia yang
menjadi material tidak terpakai. Limbah menjadi masalah bagi kehidupan
makhluk hidup sebab dapat menjadi sarang bagi sumber penyakit. Limbah
organik merupakan limbah yang tersusun dari bahan-bahan hayati yang dapat
terurai. Pemanfaatan limbah organik masih belum optimal ditambah lagi
dengan peningkatan volume limbah organik yang terus meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan limbah yaitu dengan
memanfaatkannya menjadi sesuatu yang lebih bernilai ekonomis seperti
produksi biogas. Biogas merupakan energi alternatif terbarukan berupa gas
yang dapat diproduksi dari bahan buangan atau limbah organik melalui proses
fermentasi oleh aktivitas mikroorganisme. Umumnya, semua jenis bahan
organik dapat diproses untuk menghasilkan biogas, tetapi hanya bahan organik
homogen, baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas.
Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana
(CH4) yang dihasilkan dari fermentasi limbah organik. Semakin tinggi
kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada
biogas dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai
kalornya (Murjito, 2008). Berdasarkan uraian tersebut, maka praktikum dengan
judul produksi biogas dari limbah organik menjadi penting dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pembuatan biogas ?
2. Berapa kadar volume gas (cm) yang dihasilkan masing-masing substrat ?

C. Tujuan Praktikum
Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses pembuatan biogas.
2. Untuk mengetahui kadar volume gas (cm) yang dihasilkan masing-masing
substrat.
D. Manfaat Praktikum
Manfaat yang diperoleh pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui proses pembuatan biogas.
2. Dapat mengetahui kadar volume gas (cm) yang dihasilkan masing-masing
substrat.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Sampah Organik
Permasalahan

pengelolaan

sampah

dapat

diminimalkan

dengan

menerapkan pengelolaan sampah yang terpadu (Integrated Solid Waste


Management/ISWM), diantaranya waste to energy atau pengolahan sampah
menjadi energi (Damanhuri, 2010). Salah satu bentuk energi yang dihasilkan
dari sampah adalah biogas, yaitu energi terbarukan yang dibuat dari bahan

buangan organik berupa sampah, kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta
bahan lainnya (Surawiria, 2005).
Pemanfaatan sampah antara lain sebagai sumber pupuk organik, misalnya
kompos yang sangat dibutuhkan oleh petani, selain itu juga berfungsi sebagai
sumber humus. Manfaat lain yang bisa diambil dari sampah adalah bahan
pembuat biogas. Penggunaan sampah untuk penyediaan energi telah lama
dicoba, misalnya saja bahan bakar untuk penggerak mesin pembangkit listrik.
Sampah juga dijadikan bahan baku untuk proses fermentasi non alkohol dalam
pembuatan biogas (Yamtinah, dkk., 2006).
Limbah peternakan seperti kotoran sapi dan kotoran ayam dapat
digunakan sebagai bahan baku biogas, kotoran sapi mengandung unsur N 26,2
kg/ton, P 4,5 kg/ton, dan K 13,0 kg/ton sedangkan kotoran ayam mengandung
sisa pakan dan serat selulosa yang tidak dicerna, protein, karbohidrat, lemak
dan senyawa organik lainnya. Protein pada kotoran ayam merupakan sumber
nitrogen selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui efektivitas jenis starter kotoran sapi dan kotoran
ayam untuk menghasilkan biogas dari jerami, mengetahui jumlah biostarter
yang tepat untuk menghasilkan biogas dari jerami padi dan mengetahui serta
menganalisis waktu fermentasi optimum yang diperlukan untuk menghasilkan
biogas (Sakinah, 2012).
B. Biogas
Biogas

merupakan

salah

satu

jenis

energi

yang

dapat

dibuat

dari banyak bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah, kotoran ternak,
jerami, enceng gondok serta banyak bahan-bahan lainnya lagi. Segala jenis

bahan yang dalam istilah kimia termasuk senyawa organik, entah berasal dari
sisa dan kotoran hewan ataupun sisa tanaman, dapat dijadikan bahan biogas
(Suriawiria, dkk., 2002). Beberapa hal yang menarik dari pada teknologi biogas
adalah kemampuannya untuk membentuk biogas dari limbah organik yang
jumlahnya berlimpah dan tersedia secara bebas. Variasi dari sifat-sifat biokimia
menyebabkan produksi biogas juga bervariasi. Sejumlah bahan organik dapat
digunakan bersama-sama dengan beberapa persyaratan produksi gas atau
pertumbuhan normal bakteri metan yang sesuai. Beberapa sifat bahan organik
tersebut mempunyai dampak/pengaruh yang nyata pada tingkat produksi
biogas (Wahyuni, 2011).
Biogas merupakan hasil fermentasi bahan bahan organik oleh bakteri
anaerob. Produksi biogas memungkinkan pertanian berkelanjutan dengan
sistem proses terbarukan dan ramah lingkungan. Secara ilmiah, biogas yang
dihasilkan dari sampah organik adalah gas yang mudah terbakar (flammable).
Umumnya, semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan
biogas. Tetapi hanya bahan organik homogen, baik padat maupun cair yang
cocok untuk sistem biogas sederhana (Mujahidah, 2013).
C. Biokonversi Sampah Organik oleh Mikroorganisme
Kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi limbah dan polutan
adalah sangat esensial untuk menjaga kualitas dan plingkungan. Keberadaan
mikroorganisme tersebut menyebabkan bahan-bahan sisa di lingkungan dapat
menghilang atau berubah bentuk. Berdasarkan kemampuan degradatif terhadap
bahan organik, beberapa jenis bakteri telah dikomersialisasikan sebagai pupuk
biologi atau konsorsia bakteri sebagai inokula penanganan limbah secara
aerobik maupun anaerobik (Myrold and Nason, 2002), antara lain Bacillus

megaterium sebagai bakteri pelarut fosfat, Rhizobum melioti dan metanogen


sebagai agensia penanganan limbah secara anaerobik dan pembuatan biogas.
Mikroorganisme dapat juga digunakan untuk memproses lignoselulosa dan
meningkatkan hidrolisis enzimatis. White rot fungi adalah mikroorganisme
paling effektif digunakan dalam pretreatment biologi lignoselulosa (Sun dan
Cheng, 2002). Taniguchi, dkk., (2005) mengevaluasi pretreatment biologi pada
jerami padi dengan 4 macam jamur putih yang dapat merubah struktur
komponen dalam jerami padi dan meningkatkan kecepatan hidrolisis enzimatis.
Penambahan EM-4 (effective microorganism-4) yang dikombinasikan dengan
enzim amylase pada pembentukan biogas dari limbah padat tapioka akan
meningkatkan volume biogas 477,16%.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 09-30 April 2016 pukul
13.00-17.00 WITA dan bertempat di Laboratorium Unit Mipa Lama, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Halu
Oleo, Kendari.
B. Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan pada praktikum ini tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Bahan dan kegunaan
No
Bahan
Satuan
.
1
2
3
1 Kotoran
sapi,
sayuran,
sampah
kg
domestik,
ampas
sagu
2 Air
L

Kegunaan
4
Sebagai sumber substrat
Sebagai media ukur gas

3
4

Kertas label
Starter mikroba EM4

Sebagai penanda sampel


Sebagai mikroba fermentor

C. Alat Praktikum
Alat yang digunakan pada praktikum ini tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan kegunaan
No
Alat
Jumlah
.
1
2
3
1 Pipa
1
2
3
4
5

Selang plastik
Botol besar (1
liter)
Botol kecil
Kamera

Kegunaan

10

4
Sebagai penghubung wadah substrat
dan wadah gas
Untuk wadah perpindahan gas

10

Untuk menampung gas

10

Untuk wadah menyimpan substrat


Untuk mendokumentasikan hasil
pengamatan
Untuk menuliskan hasil pengamatan
Untuk memotong wadah botol

6 Alat tulis
1
7. Pisau
1
D. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Merakit fermentor terlebih dahulu, terutama bagian tutup botol besar
dilubangi sedikit untuk pipa dengan menggunakan pisau, menusukkan
pipa tersebut ke tutup botol yang sudah dilubangi. Sambungkan dengan
selang plastik ke botol kecil yang sudah terisi air dan telah diberi ukuran
tiap-tiap cm.
2. Memasukkan limbah sebanyak 1 kg ke dalam botol besar, yang
sebelumnya telah dihaluskan atau dipotong-potong.
3. Menambahkan air ke dalam botol tersebut dengan perbandingan 1:1 dan
aduk hingga tercampur rata.
4. Untuk mempercepat reaksi menambahkan starter mikroba sebanyak 5%
5. Selanjutnya botol ditutup menggunakan tutup botol yang telah dirakit
dengan rapat, bisa menggunakan isolasi. Usahakan udara tidak dapat
keluar masuk.

6. Menyimpan wadah selama 2-3 minggu. Setelah 2-3 minggu mengamati


penurunan volume air sebagai hasil dari pembentukan gas.
7. Mencatat dan mendokumentasikan hasil pengamatan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum ini tercantum pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengamatan biogas
No
Substrat
Gambar
1
2
3
1. Kotoran sapi

2.

Limbah sayuran

Vol.gas
4
-

Keterangan
5
Gagal

8 cm

Berhasil

3.

Limbah domestik

Tabel 3. (Lanjutan)
1
2
4. Ampas sagu

5.

Kotoran sapi +
sayuran

10 cm

Berhasil

4
7 cm

5
Berhasil

10 cm

Berhasil

6.

Kotoran sapi +
domestic

Gagal

7.

Kotoran sapi +
ampas sagu

10 cm

Berhasil

4
-

5
Gagal

Tabel 3. (Lanjutan)
1
2
8. Sayuran + bahan
domestik

9.

Sayuran + ampas
sagu

5,5 cm

Berhasil

10
.

Kotoran sapi +
sayuran +
domestik + ampas
sagu

9 cm

Berhasil

Energi biogas adalah salah satu dari banyak macam sumber energi
terbarukan, karena energi biogas dapat diperoleh dari air buangan rumah
tangga (sampah domestik), kotoran dari peternakan ayam, sapi, sampah
organik dari pasar, industri makanan dan limbah buangan lainnya. Produksi
biogas memungkinkan pertanian berkelanjutan dengan sistem proses
terbarukan dan ramah lingkungan. Komponen penyusun biogas terdiri atas
metana (CH4), karbon dioksida (CO2), nitrogen (N2), hidrogen (H2), hidrogen
sulfida (H2S) dan oksigen (O2). Sistem produksi biogas mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi
polusi bau yang tidak sedap, (c) sebagai pupuk, (d) produksi daya dan panas.

Pembuatan biogas diawali dengan perakitan tabung fermentor (digester)


yang dimodifikasi dari botol plastik minuman (1,5 L) yang berfungsi sebagai
wadah fermentasi berisi substrat atau bahan-bahan organik (kotoran sapi,
sampah domestik (rumah tangga), limbah sayuran dan ampas sagu) dan starter
mikroba (EM4) atau mikroorganisme lokal (MOL) hasil praktikum
sebelumnya. Digester (tabung fermentor) dibuat dengan dihubungkan dengan
selang plastik ke dalam botol plastik minuman (0,6 L) yang dipenuhi air dan
terpasang dengan posisi terbalik. Tujuannya agar ketika terjadi pembentukan
gas sebagai hasil aktivitas mikroorganisme akan terjadi penurunan volume air
sebab gas yang terbentuk akan mendorong air keluar dari botol (sifat dari gas
akan mengisi ruang kosong).
Setelah perakitan digester modifikasi telah selesai, selanjutnya substrat
atau bahan-bahan organik dimasukkan ke dalam digester tersebut. Digester
berisi substrat dengan kombinasi yang berbeda-beda, digester mengandung
satu substrat (homogen), digester mengandung dua substrat berbeda, dan
digester mengandung empat substrat berbeda. Setiap digester juga dilakukan
penambahan starter mikroba (EM4) dan MOL sebagai mikroba fermentor.
Biogas dibuat melalui fermentasi anaerobik. Selama proses ini, bahanbahan organik didekomposisi oleh mikroorganisme. Pada awal proses
dekomposisi, bahan organik dipecah menjadi molekul-molekul lain seperti
glukosa, asam amino, gliserin, dan asam lemak. Pada proses pembuatan biogas,
mikroorganisme mengubah (konversi) bahan-bahan organik menjadi gas
hidrogen dan gas karbon dioksida yang kemudian lebih lanjut diubah menjadi
gas metana dan air menurut reaksi :
CO2 + 4H2

CH4 + 2H2O

Akibat penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik tersebut,


maka akan terbentuk zat atau senyawa lain yang lebih sederhana (kecil), serta
salah satu di antaranya berbentuk CH4 atau gas metan. Dalam produksi biogas
beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti kandungan atau isi yang
terkandung dalam bahan, kadar air bahan yang terkandung dalam bahan yang
digunakan, temperatur selama proses fermentasi, keberadaan mikroorganisme
fermentor dan keberadaan oksigen (aerasi).
Berdasarkan hasil pengamatan, untuk

digester

modifikasi

yang

mengandung satu substrat (limbah sayuran, limbah domestik dan ampas sagu),
mengandung dua substrat (kotoran sapi + limbah sayuran, kotoran sapi +
ampas sagu, dan limbah sayuran + ampas sagu) dan yang mengandung empat
substrat (kotoran sapi + limbah sayuran + sampah domestik + ampas sagu)
memperlihatkan hasil yang positif (+) atau berhasil yang ditandai dengan
adanya penurunan volume air sebagai hasil dari terbentuknya gas (biogas).
Limbah sayuran penurunan volume air sebanyak 8 cm, ampas sagu 7 cm,
limbah domestik, kotoran sapi + limbah sayuran dan kotoran sapi + ampas sagu
masing-masing 10 cm, limbah sayuran + ampas sagu 5,5 cm dan kotoran sapi
+ limbah sayuran + sampah domestik + ampas sagu 9 cm. Sedangkan digester
yang mengandung substrat kotoran sapi, kotoran sapi + sampah domestik, dan
limbah sayuran + sampah organik, memperlihatkan hasil negatif (-) atau tidak
berhasil hal ini dikarenakan adanya kesalahan dalam perakitan tabung
fermentor (digester).
Jenis kotoran ternak mempengaruhi biogas yang dihasilkan. Ini berkaitan
erat dengan hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan dengan

rasio karbon/nitrogen (C/N), rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar


25-30 (Wahyuni, 2011). Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi
dengan

cepat

oleh

bakteri

metanogen

untuk

memenuhi

kebutuhan

pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon akibatnya gas
yang dihasilkan menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen akan
dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia (NH 4). Kotoran sapi
mempunyai rasio C/N sekitar 24 (Haryati, 2006).

V. PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan yang diperoleh pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan biogas diawali dari perakitan tabung fermentor (digester)
sebagai wadah fermentasi. Digester tersebut dilakukan pengisian substrat
berupa bahan-bahan organik dan penambahan starter mikroba (EM4) atau
MOL sebagai mikroorganisme fermentor. Selanjutnya diinkubasi untuk
optimalisasi produksi biogas.
2. Kadar volume gas limbah sayuran sebanyak 8 cm, ampas sagu 7 cm,
limbah domestik, kotoran sapi + limbah sayuran dan kotoran sapi + ampas
sagu masing-masing 10 cm, limbah sayuran + ampas sagu 5,5 cm dan
kotoran sapi + limbah sayuran + sampah domestik + ampas sagu 9 cm.
B. Saran
Saran yang diajukan pada praktikum ini adalah agar praktikan lebih
memperhatikan lagi hal-hal yang penting seperti dalam hal perakitan tabung
fermentor (digester).

DAFTAR PUSTAKA
Mujahidah, Mappiratu, dan Sikanna, R., 2013, Kajian Teknologi Produksi Biogas
dari Sampah Basah Rumah Tangga, Jurnal of Natural Science, 2(1): 25-34
Murjito, 2008, Desain Alat Penangkap Gas Methan pada Sampah menjadi
Biogas, Fakultas Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang,
Malang.
Sakinah, Tawali, A. B., dan Muin, M., 2012, Pengaruh Konsentrasi Biostarter
Kotoran Sapid an Kotoran Ayam pada Produksi Biogas dengan
menggunakan Limbah Jerami Padi, Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin, Makasar.
Taniguchi, M., Suzuki, H., Watanabe, D., Sakai, K., Hoshino, K., and Tanaka, T.,
2005, Evaluation of Pretreatment with Pleurotus ostreatus for Enzymatic
Hydrolysis of Rice Straw, Biosci, Journal Bioeng, 100, 637-43
Wahyuni, S., 2011, Biogas, Penebar Swadaya, Jakarta.
Yamtinah, S., 2006, Studi Pustaka Pemanfaatan Proses Biokonversi Sampah
Organik sebagai Alternatif Memperoleh Biogas, Seminar Nasional Sumber
Energi Hayati, FMIPA, UNS, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai