Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES TEKNIK KIMIA I

TRANSESTERIFIKASI

Diajukan untuk Memenuhi Laporan Praktikum Proses Teknik Kimia I

Disusun Oleh:
Kelompok IV (A3)

Lambang Wicaksono NIM.210140067


Vivi Febry Katanti NIM.210140078
Aini Sabira NIM.210140080
Danu Siri NIM.210140095

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2023
ABSTRAK

Biodiesel adalah bahan bakar terbaru yang didefinisikan sebagai ester dari alkohol
suhu rendah dan asam-asam lemak, dimana asam-asam lemak berasal dari minyak
nabati dan lemak hewani. Tujuan percobaan ini adalah melaksanakan proses
transesterifikasi untuk membuat Alkil Ester (biodiesel) dari minyak nabati,
mengukur perolehan kasar alkil ester yang dihasilkan, dan mengukur densitas alkil
ester yang diperoleh. Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan
FFA rendah secara proses keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi,
pemisahan gliserol dari etil ester, pemurnian etil ester (netralisasi, pemisahan
etanol, pencucian dan pengeringan), pengambilan gliserol sebagai produk samping
dan pemurnian etanol tak bereaksi secara destilasi. Transesterifikasi juga
menggunakan katalis dalam reaksinya, tanpa adanya katalis konversi yang
dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat. Didapatkan hasil
perhitungan kadar FFA didalam minyak pada percobaan ini pada run I adalah
0,001152% dan pada run II adalah 0,00116%. Analisa bilangan asam pada run I
yaitu 0,018% dan pada run II yaitu 0,001818%. Densitas biodiesel pada run I yaitu
0,698 gr/ml dan pada run II yaitu 2,194 gr/ml. Massa biodiesel pada run I yaitu
119,74 gr dan pada run II yaitu 154,49gr. Yield yang didapatkan pada percobaan ini
yaitu pada run I sebesar 0,0092% dan pada run II sebesar 200,83%. Hasil persen
konversi yang didapat pada run I sebesar 0.0096% dan pada run II sebesar 1,0001%.
Massa piknometer ditambah dengan biodiesel pada run I yaitu 18,29 gr dan pada
run II 17,24 gr. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi mol
katalis yang digunakan maka semakin besar persen Yield yang diperoleh.

Kata Kunci: Alkil ester, Biodiesel, Densitas, Konversi dan Transesterikasi.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Transesterifikasi


1.2 Tanggal Praktikum : 26 Mei 2023
1.3 Pelaksana Praktikum : Kelompok IV(A3)
1. Lambang W NIM. 210140067
2. Vivi Febry Katanti NIM. 210140078
3. Aini Sabira NIM. 210140080
4. Danu Siri NIM. 210140095
1.4 Tujuan Praktikum : 1. Melaksanakan proses transesterifikasi
untuk membuat Alkil ester (biodiesel)
dari minyak nabati.
2. Mengukur perolehan kasar alkil ester
yang dihasilkan.
3. Mengukur densitas dan Viskositas alkil
ester yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel dari Minyak Nabati


Biodisel merupakan bahan bakar altenatif pengganti minyak bumi yang
ramah lingkungan dan sifat kimia biodisel lebih baik daripada diesel dari bahan
bakar fosil sehingga penggunaanya lebih efisien. Biodisel diproduksi dari reaksi
transesterifikasi rantai panjang asam lemak yang berasal dari minyak nabati dan
lemak hewani (trigliserida) dengan alkohol alifatik (metanol atau etanol) dengan
katalis yang tepat untuk membentuk ester asam lemak rantai panjang (biodiesel)
dan gliserol (gliserin). Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam, basa,
atau enzim (Miftakhul, 2016).
Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya
hayati yang berupa minyak lemak nabati atau lemak hewani yang telah digunakan
sebagai alternatif atau dicampur dengan minyak solar di mobil dan armada industri
dengan mesin diesel. Biodiesel harus mempunyai sifat kemiripan sifat fisik dan
kimia dengan solar agar dapat digunakan sebagai pengganti solar. Salah satu sifat
fisik yang penting adalah viskositas (Rahmawati, 2019).
2.1.1 Minyak Nabati
Pengertian ilmiah paling umum dari istilah ‘biodiesel’ mencakup bahan
bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau biomassa. Sekalipun
demikian, pengertiannya lebih sempit tetapi telah diterima luas di dalam industri,
yaitu bahwa biodiesel adalah bahan bakar mesin/motor diesel yang terdiri atas ester
alkil dari asam-asam lemak.
Minyak nabati Crude palm oil merupakan bahan bakar alternatif yang dapat
menggantikan bahan bakar solar. Pemakaian minyak nabati sebagai pengganti
bahan bakar solar menghadapi kesulitan pada proses penginjeksian. Hal ini
dikarenakan properties minyak nabati, terutama viskositas, densitas dan tegangan
permukaan terlalu tinggi dibandingkan bahan bakar solar. Kesulitan tersebut dapat
diatasi dengan memberikan perlakuan kimia berupa proses transesterifikasi minyak
nabati menjadi biodiesel (Zuhra C.U, 2015).
Minyak nabati memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan bakar
alternatif mesin diesel. Indonesia sebagai Negara yang kaya sumber minyak nabati
memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan cara luas memudahkan bahan
bakar alternatif ini. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar mesin diesel
secara langsung mengalami kendala karena viskositas nya yang tinggi (11-17 kali
lebih besar dari metrolium diesel), adanya asam lemak bebas dan volatilitas yang
rendah. Hal ini menyebabkan pembakaran kurang sempurna dan membentuk
deposit pada ruang bakar. Oleh karena itu minyak nabati harus diubah ke bentuk
lain untuk menurunkan viskositas, meningkatkan volatilitas dan menghilangkan
asam lemak bebas. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah mengubahnya alkil
menjadi ester (biodiesel) (Susanto, 2015).
Biodiesel dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan
menghasilkan emisi gas buang yang relatif lebih bersih dibandingkan bahan bakar
fosil. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif terbarukan yang dihasilkan dari
minyak nabati, seperti minyak sawit, minyak jarak pagar, dan minyak karet bahkan
minyak goreng bekas (minyak jelantah). Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati
maupun lemak hewan, namun yang paling umum digunakan sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel adalah minyak nabati.
Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting
dalam penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel:
a. Minyak nabati (trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari
biodiesel (ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami
perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika terpanaskan
tanpa kontak dengan udara (oksigen).
b. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari
minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan
bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan yang
baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar pembakaran.
c. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-
asam lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada
angka setana ester metil.
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak
nabati dan biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama (≥ 90 %-berat)
asam-asam lemak. Pada kenyataannya, proses transesterifikasi minyak nabati
menjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan memodifikasi minyak
nabati menjadi produk (yaitu biodiesel). Semua minyak nabati dapat digunakan
sebagai pengganti bahan bakar namun dengan proses-proses pengolahan tertentu
(Zuhra dan Aziz, 2015).

2.1.2 Komposisi dalam Minyak Nabati


Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida asam
lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai sekitar
95%), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat dengan FFA), mono
dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain seperti
phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Bahan-bahan mentah pembuatan
biodiesel adalah sebagai berikut:
a. Trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak-lemak
b. Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri minyak lemak.
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu
asam-asam karboksilat beratom karbon 6 sampai dengan 30. Trigliserida
merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain trigliserida,
terdapat juga monogliserida dan digliserida. Struktur molekul dari ketiga macam
gliserida tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1

O O O
O R O R O O R
OH OH R O
OH O R O R
O O
Monoglyceride Diglyeride Triglyceride
Gambar 2.1 Struktur Molekul Monoglycewride, Diglyceride, dan Triglyceride

Beberapa peneliti menyatakan bahwa viskositas minyak nabati lebih tinggi


dibandingkan minyak solar, hal tersebut menyebabkan minyak nabati tidak cocok
bila digunakan langsung pada mesin diesel.
Reaksi transesterifikasi tidak cocok digunakan untuk minyak yang
mengandung asam lemak bebas tinggi. Bahan baku yang digunakan untuk reaksi
transesterifikasi harus tidak boleh mengandung asam lemak bebas lebih dari 2 %.
Minyak jelantah mengandung beberapa senyawa yang berbahaya bagi kesehatan
manusia yang dihasilkan selama proses pemanasan (penggorengan) dalam jangka
waktu tertentu antara lain: polimer, aldehid, asam lemak bebas, dan senyawa
aromatik. Selama penggorengan minyak mengalami reaksi degradasi yang
disebabkan oleh panas, air dan udara, sehingga terjadinya oksidasi, hidrolisis dan
polimerisasi. Reaksi hidrolisis ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Reaksi Hidrolisis


Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh
pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga
dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati. Struktur
molekul asam lemak bebas ditunjukkan oleh Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sruktur Molekul Asam Lemak Bebas


Asam lemak bebas dapat dikonversi menjadi ester melalui proses esterifikasi.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Asam sulfat, asam sulfonat
organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial.
Diharapkan dengan pretreatment ini dapat menurunkan kadar asam lemak
bebas yang terdapat dalam minyak goreng bekas sehingga kualitas biodiesel yang
dihasilkan akan lebih baik. Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke
konversi yang sempurna pada temperature rendah (paling tinggi 120°C), reaktan
metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih dan air produk yang
ikut bereaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi yaitu fasa minyak. Reaksi
esterifikasi yaitu:

RCOOH + CH 3 RCOOH3 + H2O ……………..(2.1)


Asam lemak Methanol Metil Ester
Esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak dengan alkohol dengan
bantuan katalis asam utuk menghasilkan ester. Esterifikasi dengan katalis asam
mengkonversi FFA menjadi ester alkil. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan
tahap transesterifikasi. Reaksi esterifikasi pada proses pembuatan biodiesel secara
dua tahap (esterifikasi dan transesetrifikasi) dapat meningkatkan produksi biodiesel
dan mempengaruhi karakteristik biodiesel.
Transesterifikasi merupakan reaksi organik dimana suatu senyawa ester
diubah menjadi senyawa ester lain melalui pertukaran gugus alkohol dari ester
dengan gugus alkil dari senyawa alkohol lain. Pada reaksi transesterifikasi pereaksi
yang digunakan bukan air melainkan alkohol. Metanol lebih umum digunakan
karena harganya yang lebih murah dibandingkan alkohol lain dan reaktifitasnya
paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Namun penggunaan alkohol
lain seperti etanol dapat menghasilkan hasil yang serupa.
Reaksi transesterifikasi adalah reaksi antara trigliserida dengan metanol
yang menghasilkan metil ester dan gliserol. Ester yang dihasilkan dari reaksi
transesterifikasi ini (metal ester) disebut biodiesel. Reaksinya ditunjukkan oleh
Gambar 2.4
CH2 -O-COR1 R1COOR’ CH2OH
3 R’OH + CH-O-COR2 katalis R2COOR’ + CHOH

CH2 -O-COR3 R3COOR’ CH2OH


Alkohol Trigliserida Ester/Biodiesel Gliserol

Gambar 2.4. Reaksi Transesterifikasi

Reaksi ini akan berjalan lebih cepat dengan penambahan katalis. Reaksi
menggunakan katalis basa banyak dipilih dibandingkan katalis asam dan enzim,
karena menghasilkan rendemen metil ester yang tinggi dan waktu yang lebih cepat.
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Jadi, di sebagian besar dunia ini,
biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak.
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah Natrium Hidroksida (NaOH), Kalium Hidroksida (KOH),
Natrium Metoksida (CH3NaO), dan Kalium Metoksida (CH3 KO). Reaksi
transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah
katalis 0,5-1,5% minyak nabati.

2.2 Proses Pembuatan Biodiesel


2.2.1 Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok
adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik
atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih
dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa
berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling
tinggi 120°C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat
berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk
ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Reaksi
esterifikasi ialah sebagai berikut :
RCOOH + CH 3OH RCOOCH3 + H2O ................................................. (2.2)
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar
asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam
lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa
diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

2.2.2 Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol,
dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol
monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah
yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling
tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini,
biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak. Reaksi
transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada Gambar 2.5

O O
H2C O C R1 H 2C O H H 3C O C R1
O Katalis O

HC O C R2 + 3 CH3OH ↔ HC O H +H3C O C R2

O O
H2C O C R3 H 2C O H H 3C O C R3
Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester
Gambar 2.5 Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi metil ester.
(Mittlebach, 2014)

Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya


katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat.
Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa,
karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Produk yang diinginkan dari reaksi
transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar
kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi
eksoterm)

2.2.3 Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi


Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan
biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam
lemak bebas lebih kecil dari 0,5% (<0,5%). Selain itu, semua bahan yang akan
digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga
jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara
agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1mol
gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98%. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol
yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada
rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan
pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat
memberikan konversi yang maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dan menurunkan energi
aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa
katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 250ºC.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
f. Temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik
didih metanol sekitar 65°C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh
akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Untuk waktu 6 menit, pada
temperatur 60°C konversi telah mencapai 94% sedangkan pada 45°C yaitu 87% dan
pada 32°C yaitu 64%. Temperatur yang rendah akan menghasilkan konversi yang
lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih lama (Zuhra dan Aziz, 2015).

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan transesterifikasi


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan tranesterfikasi sebagai
berikut:
1. Suhu
Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh temperatur reaksi pada
ummnya reaksi ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol (65°C)
pada tekanan atmosfer. Kecepatan reksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan
temperatur semakin tinggi temperatur berarti semakin banyak yang dapat
digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi.
2. Waktu reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak produk yang dihasilkan
karena ini akan memberikan kesempatan rektan untuk bertumbukan satu sama lain.
Namun setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu reaksi tidak akan
mempengaruhi reaksi. Penelitian yang menggunakan lama reaksi 3 jam.
3. Katalis
Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan menurunkan energi
aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis rekasi
transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250°C. Penambahan katalis
bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis yang
dapat digunakan adalah katalis asam, katalis basa ataupu penukar ion.
4. Pengadukan
Pada reaksi transesterifikasi reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem
cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara diantara fase-fase yang
berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya metil ester, ia bertindak sebagai
pelarut tunggal yang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistim dengan fase
tunggalpun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan sebagai berikut:
1. Hot plate 2 unit
2. Labu leher tiga 1 unit
3. Corong Pemisah 1 unit
4. Erlenmeyer 1 unit
5. Gelas Ukur 2 unit
6. Statif 1 unit
7. Termometer 1 unit
8. Buret 1 unit
9. Neraca digital 1 unit
10. Magnetic stirrer 1 unit
11. Piknometer 1 unit
12. Aluminium foil Secukupnya
13. Beaker glass 150 ml 2 unit
14. Oven 1 unit
15. Pipet tetes 1 unit
16. Stopwatch 1 unit

3.1.2 Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini sebagai berikut:
1. Minyak Tropical 130gr
2. KOH 2,34 & 2,6 gr
3. Metanol 35,849 & 41,808 ml
4. Indikator PP 4 tetes
5. NaOH 0,1 N Secukupnya
3.2 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut:
3.2.1 Transesterifikasi
1. Minyak tropical dengan berat 130 gram dimasukkan ke dalam labu leher 3
dandipanaskan dengan hot plate hingga mencapai suhu reaksi 50˚C.
2. Sementara minyak dipanaskan, KOH dengan jumlah 2,34 gram dilarutkan
ke dalam metanol yang jumlahnya sudah tertentu. Larutan ini kemudian
dimasukkan ke dalam labu sudah terisi minyak. Campuran dihomogenkan
dengan pengaduk magnetik.
3. Setelah tercapai waktu reaksi 30 menit, peralatan pemanas dimatikan
dengan campuran reaksi dikeluarkan dari labu.
4. Campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pemisah dan dibiarkan
sehinggga terbentuk dua lapisan.
5. Lapisan bawah yang merupakan lapisan gliserol, air, katalis sisa, dan
metanol dipisahkan dari lapisan atas.
6. Ke dalam corong pemisah yang berisi lapisan atas ditambahkan air panas
dan diaduk untuk mengekstrak pengotor yang masih terdapat dalam
lapisanini, kemudian lapisan bawah dibuang. Pencucian dilakukan tiga kali
hingga air cucian berwarna bening.
7. Lapisan atas yang merupakan metil ester dikeringkan.
8. Metil ester yang telah kering ditimbang dan dianalisis densitas dan
viskositasnya.

3.2.2 Pengujian kadar asam lemak bebas


1. Minyak biodiesel sebanyak 20 gr dimasukkan kedalam Erlenmeyer.
2. Campuran dikocok dan diteteskan sebanyak 3 tetes indikator phenolftalein.
3. Campuran ditirasi dengan NaOH 0,1N, titik akhir titrasi tercapai jika warna
larutan berwarna merah muda dan warna ini bertahan selama beberapa detik.
T×V×M
Kadar FFA = ……………………………………………...(3.1)
Berat Sampel

Dimana:
T = Normalitas larutan NaOH
V = Volume larutan NaOH terpakai
M = Berat molekul FFA

3.2.3 Pengujian Densitas


1. Piknometer kosong dikalibrasi dengan air untuk mengetahui volumenya.
Berat air
Volume piknometer = ………………… ……………….(3.2)
Densitas air

2. Piknometer kosong diisi sampel dan kembali ditimbang massanya.


Berat sampel
Densitas sampel = …………………………………..(3.3)
volume piknometer
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat dalam percobaan ini ditunjukan pada Table 4.1
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Tranesterifikasi
Variabel Run I Run II
Suhu (oC) 50 oC 50 oC
Waktu (menit) 30 menit 35 menit
Massa minyak (gram) 130 gr 130 gr
Volume Methanol (ml) 35,8499 mL 41,808 mL
Densitas biodiesel (gr/ml) 3,49 gr/mol 2,194 gr/mol
Massa piknometer + biodiesel (gr) 18,29 gr 17,24 gr
Massa biodiesel (gr) 99,67 gr 100,40 gr
Massa katalis (gr) 2,34 gr 2,6 gr
Yield (%) 0,0092% 200,83%
Konversi (%) 0,0096 % 0,8469 %
Analisa bilangan asam 0,018% 0,001818%
Kadar air biodiesel 0,07 gr 0,03 gr
Kadar FFA (%) 0,001152% 0,00116%
(Sumber: Praktikum Proses Teknik Kimia I, 2023)

4.2 Pembahasan
Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia molekul trigliserida yang
besar, bercabang dari minyak nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil,
molekul rantai lurus, dan hampir sama dengan molekul dalam bahan bakar diesel.
Minyak nabati atau lemak hewani bereaksi dengan alkohol (biasanya metanol)
dengan bantuan katalis (biasanya basa) yang menghasilkan alkil ester (atau untuk
metanol, metil ester) (Knothe, dkk. 2015).
Agar reaksi transesterifikasi untuk produksi biodiesel dapat berlangsung,
selama ini digunakan KOH dan NaOH sebagai katalis basa homogen. Katalis ini
memiliki aktivitas katalitik yang tinggi untuk menghasilkan biodiesel pada kondisi
lunak dan waku reaksi singkat. Namun, penggunaan katalis homogen memiliki
beberapa kelemahan termasuk masalah korosi, rekoveri katalis, pembentukan
sabun, menghasilkan air limbah dalam jumlah besar, dan masalah kulitas gliserol
sebagai produk samping (Zuhra C.U, 2015).
Percobaan ini bertujuan untuk menghasilkan biodiesel (metil ester) dengan
mereaksikan minyak kita dengan metanol. Biodiesel dapat berupa metil ester
ataupun etil ester tergantung dari jenis alkohol yang digunakan. Alkohol/metanol
disini berfungsi sebagai reaktan, yang nantinya akan menjadi pelarut KOH yang
berfungsi sebagai katalis. KOH merupakan katalis yang bersifat basa sehingga akan
mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam, karena
sifat KOH yang homogen, tidak korosif dan berlangsung searah . Tanpa adanya
katalis (KOH), konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan lambat
(Mittlebatch, 2014).
Percobaan ini minyak nabati yang digunakan yaitu minyak Tropical
sebanyak 130 gr untuk run I dan run II. Massa katalis KOH yang digunakan run I
sebanyak 2,34 gr dan run II 2,6 gr. Kemudian volume metanol yang digunakan pada
run I sebanyak 35,8499mL dan run II sebanyak 41,808 mL. Langkah pertama yang
dilakukan pada proses transesterifikasi adalah di masukkan minyak ke dalam labu
leher tiga dan katalis KOH yang telah dilarutkan dengan metanol. Campuran
dipanaskan dan diaduk hingga mencapai suhu reaksi 50°C pada run I dan run II.
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi bolak balik yang relatif lambat. Untuk
mempercepat jalannya reaksi dan meningkatkan hasil, proses dilakukan dengan
pengadukan yang baik. Selain itu tujuan adanya pengadukan adalah agar terjadi
tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga reaksi
terjadi secara sempurna dan cepat (Aziz, 2014).
Kenaikan suhu reaksi pada waktu yang lebih singkat akan menaikkan
konversi transesterifikasi, hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu
menyebabkan gerakan molekul semakin cepat atau energi kinetik yang dimiliki
molekul-molekul pereaksi semakin besar sehingga tumbukan antara molekul
pereaksi juga meningkat. Semua ini menyebabkan kecepatan reaksi semakin besar.
Hal ini sesuai dengan persamaan Arrhenius yang menyatakan bahwa dengan
naiknya suhu maka kecepatan reaksi juga meningkat (Aziz, 2014).
Setelah campuran yang dipanaskan mencapai suhu reaksi hot plate
dimatikan dan dibiarkan hingga mencapai waktu reaksi, untuk masing-masing run
30 menit. Berdasarkan teori jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan
bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan yaitu produk berkurang
karena adanya reaksi balik, yaitu metil ester terbentuk menjadi trigliserida. Setelah
mencapai waktu reaksi campuran reaksi dikeluarkan dari labu leher tiga dan di
masukkan ke dalam corong pemisah. Gliserol berada di lapisan bawah karena
massa jenisnya lebih besar dari pada massa jenis biodiesel. Biodiesel dipisahkan
dari lapisan bawah dan dicuci menggunakan air panas beberapa kali hingga air
pencucinya berwarna bening,. Tujuan dari proses pencucian ini adalah untuk
menghilangkan pengotor-pengotor yang masih ada pada biodiesel. Setelah
mengalami proses pencucian biodiesel dikeringkan di dalam oven selama beberapa
hari. Tujuan pengeringan ini adalah untuk menghilangkan kandungan air. Biodiesel
yang dihasilkan diuji densitasnya. Dari hasil pengujian diperoleh densitas biodiesel
run I adalah 0,698gram/mol dan densitas biodiesel run II adalah 2,194 gram/mol.
Dari hasil percobaan diperoleh massa biodiesel yang diperoleh pada run I adalah
119,74 gr dan pada run II adalah 154,49 gr. Jika massa biodiesel yang dihasilkan
pada run II lebih besar maka begitu pula yield biodiesel pada run II lebih besar dari
pada yield biodiesel pada run I (Mittlebatch, 2014).

4.2.1 Grafik Hubungan antara Yield dengan Waktu


Yield dalam konteks produksi minyak merujuk pada jumlah minyak yang
dihasilkan dari jumlah bahan baku yang diproses dalam suatu unit produksi. Yield
yang tinggi menunjukkan bahwa unit produksi dapat menghasilkan lebih banyak
minyak dari bahan baku yang digunakan, sehingga meningkatkan efisiensi produksi
dan profitabilitas perusahaan. Untuk meningkatkan yield, perusahaan minyak dapat
menggunakan berbagai metode dan teknologi, seperti peningkatan efisiensi proses
produksi, penggunaan bahan baku berkualitas tinggi, dan penggunaan katalis yang
efektif dalam proses pemisahan minyak dari bahan baku.
Hubungan Antara Yield (%) dan Waktu (s)
35 30 30
Waktu (s) 30
25
20
15 Waktu (s)
10 Yield (%)
5 0.664 0.669
0
1 2
Yield (%)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara yield dan Waktu


Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa waktu mempengaruhi yield yang
dimana perhitungan yield didapati dari massa biodiesel dan masssa minyak. Waktu
yang digunakan run 1 dan run II yaitu 30 menit, Yield yang diperoleh pada run II
lebih tinggi karena massa biodiesel yang didapati pada run II lebih besar
dibandingkan run I. Jika massa biodiesel yang dihasilkan pada run II lebih besar
maka begitu pula yield biodiesel pada run II lebih besar dari pada yield biodiesel
pada run I (Mittlebatch, 2014).

4.2.2 Grafik Hubungan antara Kadar Air dan Waktu


Kandungan air yang berlebihan dapat menyebabkan sebagian reaksi dapat
berubah menjadi reaksi sabun atau saponifikasi yang akan menghasilkan sabun,
sehingga meningkatkan viskositas, terbentuknya gel dan dapat menyulitkan
pemisahan antara gliserol dan biodiesel.

Hubungan Antara Kadar Air (gram) dan Waktu (s)


35 30 30
30
25
Waktu (s)

20 Waktu (s)
15
10 Kadar air (gram)
5 0.43 0.05
0
1 2
Kadar Air (gram)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Kadar Air dan Waktu


Pada perhitungan kadar air yang dihitung adalah perbandingan massa
biodiesel sebelum di oven dengan massa biodiesel setelah di oven. Hasil yang
didapat pada run I adalah 0,07 gram dan pada run II adalah 0,03 gram. Dapat
diketaui bahwasanya massa biodiesel yang digunakan pada run I adalah 20 gram
dan pada run II adalah 11 gram. Pada grafik di atas kadar air run II lebih kecil dari
run I dikarenakan perbedaan massa biodiesel yang diperoleh. Dari hasil dan melalui
grafik dapat kita ketahui bahwasanya waktu mempengaruhi kadar air yang
diperoleh pada biodiesel ini, karena pada biodiesel sendiri hasil beratnya akan
digunakan untuk perhitungan kadar air (Arpiwi, 2015).
4.2.3 Grafik Hubungan antara Kadar FFA dan Waktu
Sebelum melaksanakan proses transesterifikasi, minyak goreng terlebih
dahulu diuji kadar ALB (Asam Lemak Bebas) untuk memastikan bahwa kandungan
ALB pada minyak goreng tidak melebihi batas yang diperbolehkan yaitu <0,5%
agar saat proses transesterifikasi berlangsung tidak terjadi proses saponifikasi yang
menghasilkan sabun.

Hubungan Antara Kadar FFA (%) dan Waktu (s)


35
30 30
30
Waktu (s)

25
20 Waktu (s)
15 Kadar FFA (%)
10
5
0.089 0.186
0
1 2
Kadar FFA (%)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Kadar FFA dan Waktu

Pada percobaan ini kadar FFA yang dihasilkan yaitu pada run I adalah
0,0092% dan pada run II adalah 200,83 % dalam waktu 35 menit, untuk run I dan
30 menit untuk run II. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan baku atau minyak
yang digunakan memiliki kandungan ALB yang lebih banyak dari standar yang
diperbolehkan. Pada proses pembuatan biodiesel, kandungan asam lemak bebas
dalam minyak/lemak dapat bereaksi dengan katalis basa membentuk sabun. Hal
tersebut menyebabkan kehilangan katalis dalam membentuk metil ester dan
mengurangi yield produk (Arita, dkk. 2017).

4.2.4 Grafik Hubungan Bilangan Asam dan Waktu


Tahap selanjutnya yaitu penentuan bilangan asam. Bilangan asam didapat
dengan mengalihkan kadar asam lemak bebas dengan faktor konversi, yaitu bobot
molekul (BM) KOH (56,1 g/mol) dibagi persepuluh BM asam lemak (BM asam
palmitat = 256). Penggunaan BM KOH sebagai faktor konversi adalah untuk
mengubah nilai kadar asam lemak bebas menjadi bilangan asam.

Hubungan Antara Bilangan Asam (%) dan Waktu (s)


35
30 30
30
25
Waktu (s)

20
15 Waktu (s)
10 Bilangan Asam (%)
5
0.14 0.29
0
1 2
Bilangan Asam (%)

Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Bilangan Asam dan Waktu

Pada grafik di atas maka dapat diketahui bahwa waktu tidak mempengaruhi
tetapi yang mempengaruhi adalah massa biodiesel yang digunakan pada saat proses
titrasi dan juga volume titrasi yang didapat pada saat melakukannya maka bilangan
asam yang dihasilkan semakin rendah. Pada run I bilangan asam yang diperoleh
adalah 0,018% dan pada run II adalah 0,001818%. Dapat diketahui bahwasanya
volume hasil titrasi dengan massa biodiesel yang dititrasi juga mempengaruhi.
Rendahnya bilangan asam ini artinya setara dengan rendah pula kadar asam lemak
bebasnya. Trigliserida yang terkandung di dalam tidak terlalu banyak yang terurai
menjadi asamlemak bebasnya akibat reaksi hidrolisa. Rendahnya bilangan asam
yang didapat karena minyak kita yang digunakan belum pernah digunakan atau
masih baru. Sementara itu untuk biodiesel dengan bilangan asam tinggi disebabkan
karena trigliserida yang terkandung di dalam minyak sudah banyak yang terurai
menjadi asam lemak bebasnya akibat reaksi hidrolisa. Hal ini bisa terjadi pada
proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dan berulang-ulang.

4.2.5 Hubungan antara Konversi dan Waktu


Konversi adalah istilah yang digunakan untuk mengukur seberapa besar
persentase reaksi kimia yang terjadi dalam suatu sistem reaktan. Konversi dapat
dinyatakan dalam persen, dan merupakan perbandingan antara jumlah reaktan yang
diubah menjadi produk dengan jumlah reaktan awal yang digunakan. Hubungan
antara konversi dan waktu dalam reaksi kimia bergantung pada jenis reaksi yang
terjadi. Dalam reaksi kimia yang terjadi secara kinetika orde satu, konversi secara
eksponensial meningkat seiring dengan peningkatan waktu reaksi. Dalam kasus ini,
waktu setengah reaksi, yaitu waktu yang diperlukan untuk mencapai 50% konversi,
akan selalu sama, tidak peduli berapa besar jumlah reaktan awal yang digunakan.

Hubungan Antara Konversi (%) dan Waktu (s)


35
30 30
30
25
Waktu (s)

20
15 Waktu (s)
10 Konversi (%)
5
0.834 0.651
0
1 2
Konversi (%)

Gambar 4.5 Grafik Hubungan antara Konversi dan Waktu

Dari grafik ini dapat diketahui waktu yang digunakan adalah sama yaitu
50°C tetapi hasil % konversinya berbeda yang dimana pada run I adalah 0,834%
dan pada run II adalah 0,651%. Hasil ini menunjukkan bahwasanya konversi
terbentuk dari awal tergantung pada mol biodiesel yang digunakan dengan mol
mula-mula yang dimana jika mol biodiesel dan mol mula-mula yang dihasilkan
besar maka konversi yang dihasilkan kecil dan jika mol mula-mula dan massa
biodiesel yang didapati kecil maka hasil konversinya akan besar. Karena pada
dasarnya perhitungan ini dialihkan dari kadar asam lemak bebas dengan faktor
konversi, yaitu bobot molekul (BM) KOH (56,1 g/mol) dibagi persepuluh BM
asam lemak (BM asam palmitat = 256) (Arita, dkk. 2017).
Dari keseluruhan analisa yang telah dilakukan didapatkan hasil biodiesel
dengan kualitas baik atau memenuhi standar sehingga layak digunakan adalah
semua biodiesel pada masing-masing run yang dilakukan pada percobaan ini. Hal
ini dikarenakan memiliki yield dan persen konversi yang tinggi dan juga
mempunyai kadar ALB dan bilangan asam yang rendah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia molekul trigliserida yang
besar, bercabang dari minyak nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih
kecil, molekul rantai lurus, dan hamper sama dengan molekul dalam bahan
bakar diesel.

2. Kadar FFA didalam minyak kita pada run I yaitu 0,089% dan run II yaitu
0,186%.

3. Densitas biodiesel pada run I yaitu 3,49 gr/ml dan pada run II yaitu 2,194
gr/ml.

4. Yield yang didapat pada percobaan ini yaitu pada run I yaitu 0,664% dan
pada run II yaitu 0,669%.

5. Hasil persen konversi yang didapat pada run I yaitu 0,0096% dan pada run
II yaitu 0,8469%.

6. Bilangan asam yang di dapat pada run I adalah 0,018% dan pada run II
adalah 0,001818%.

7. Kadar air biodiesel yang didapati pada run I adalah 0,07 gr dan pada run II
adalah 0,03 gr.

5.2 Saran
Pada praktikum ini katalis yang digunakan adalah KOH 0,1 N dengan waktu
reaksi selama 30 menit. Disarankan untuk praktikum transesterifikasi agar
menggunakan katalis lain yaitu katalis heterogen seperti CaO dan juga ditambah
perhitungannya untuk menghitung viskositas agar kita tidak hanya tahu densitas,
kadar FFA saja.
DAFTAR PUSTAKA

Arita, Susila. 2017. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Dari Cpo Off Grade
Dengan Metode Esterifikasi Transesterifikasi, Vol. 15, No 2.
Arpiwi, N. L. 2015. Produksi Biodiesel dari Biji Malapari (Pongamia pinnata (L.)
Pierre). Karya Tulis Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Udayana.
Knothe, G. 2015. Dependence Of Biodiesel Fuel Properties On The Structure Of
Fatty Acid Alkyl Esters. Fuel Processing Technology, 86, 1059-1070.
Miftakhul, H., Nuryono, & Astuti, D. I. (2016). Pembuatan Biodiesel dari Minyak
Sawit dengan Proses Transesterifikasi Menggunakan Katalis Asam Sulfat.
Jurnal Teknik Kimia, 10(1), 19-25.
Mittlebach, M. Remschmidt, Claudia.2014. Biodiesel The Comprehensive
Handbook. Vienna: Boersedruck Ges.m.Bh.a
Rahmawati, D., & Irawaty, W. (2019). Produksi Biodiesel dari Minyak Goreng
Bekas dengan Metode Transesterifikasi Menggunakan Katalis KOH. Jurnal
Kimia Sains dan Aplikasi, 22(1), 10-16.
Soerawidjaja, Tatang, H. 2006. Fondasi – Fondasi Ilmiah dan Keteknikan Dari
Teknologi Pembuatan Biodiesel. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Susanto, B. H., & Indrawan, D. (2015). Pembuatan Biodiesel dari Minyak Nabati
dengan Metode Transesterifikasi Menggunakan Katalis Padat. Jurnal
Teknik Kimia, 9(1), 17-25.
Zuhra, C. U. (2015). Kajian potensi minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar
alternatif. Jurnal Teknik Kimia, 9(1), 30-39.
Zuhra, M., & Aziz, M. (2015). Karakteristik Biodiesel dari Minyak Nabati. Jurnal
Riset Teknologi Industri, 7(2), 137-147.
.
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

B.1 Perhitungan Komposisi Bahan


Diketahui: Massa Minyak = 130 gr
BM Minyak Kelapa Sawit = 880,4 gr
BM Metanol = 32,04
Densitas Metanol = 0,7918
Suhu Reaksi = 50°C
Waktu Reaksi = 30 menit dan 35 menit

Ditanya: Mol minyak ?


Mol metanol ?
Massa metanol ?
Volume metanol ?
Massa katalis (KOH) ?

Penyelesaian:
Massa minyak
1. Mol minyak =
BM minyak
130 gr
=
880,4 gr/mol
= 0,1476 mol

mol metanol
2. Mol metanol (Run I) = mol minyak ×
mol minyak
6
= 0,1476 mol ×
1

= 0,8856 mol
mol metanol
Mol metanol (Run II) = mol minyak ×
mol minyak
7
= 0,1476 mol ×
1

= 1,0332 mol
3. Massa metanol (Run I) = mol metanol × BM metanol
= 0,8856 × 32,04 gr/mol
= 28,386 gram
Massa metanol (Run II) = mol metanol × BM metanol
= 1,0332 × 32,04 gr/mol
= 33,1037 gram

Massa metanol
4. Volume metanol (Run I) =
Densitas metanol
28,386 gr
=
0,7918 gr/ml
= 35,8499 ml

Massa metanol
Volume metanol (Run II) =
Densitas metanol
33,1037 gr
=
0,7918 gr/ml
= 41,808 ml

5. Massa katalis (KOH)


Run I = Katalis (KOH) × Massa minyak
= 1,8 × 130 gram
= 2,34 gram
Run II = Katalis (KOH) × Massa minyak
= 2× 130 gram
= 2,6 gram

B.2 Perhitungan Densitas Biodiesel


(Pikonometer + biodiesel) - piknometer kosong
Densitas biodiesel (Run I) =
Volume piknometer
17,24 - 13,75
=
5
= 0,698 gr/ml
(Pikonometer + air) - piknometer kosong
Densitas biodiesel (Run II) =
Volume piknometer
18,29 - 7,32
=
5
= 2,194 gr/ml

B.3 Kadar Air


Run I
Kadar Air = massa biodiesel sebelum dioven – massa biodiesel setelah di oven
= 119,81 gr – 119,74 gr
= 0,07 gram

Run II
Kadar Air = massa biodiesel sebelum dioven – massa biodiesel setelah di oven
= 154,46 gr – 154,49 gr
= 0,03 gram

B.4 Perhiungan Yield


Run I
Massa biodiesel
% Yield = ×100%
Massa minyak
119,74
= × 100%
130
= 0,0092 %

Run II
Massa biodiesel
% Yield = ×100%
Massa minyak
154,49
= × 100%
130
= 200,83 %

B.5 Perhitungan Konversi


Run I
Mol mula-mula = Mol minyak + Mol metanol
= 0,1476 mol + 0,8856 mol
= 1,0332 mol
Massa biodiesel
Mol biodiesel =
BM biodiesel
119,74 gr
=
119,81 gr/mol

= 0,9994 gr/mol
Massa biodiesel
% Konversi = × 100%
Mol mula-mula
0,9994
= × 100%
1,0332
= 0,0096 %

Run II
Mol mula-mula = Mol minyak + Mol metanol
= 0,1476 mol + 1,0332 mol
= 1,1808 mol
Massa biodiesel
Mol biodiesel =
BM biodiesel
154,49 gr
=
154,46 gr/mol

= 1,001 gr/mol
Massa biodiesel
% Konversi = × 100%
Mol mula-mula
1,0001
= × 100%
1,1808
= 0,8469 %

B.6 Bilangan Asam


Diketahui:
Konsentrasi NaOH = 0,1 N
BM NaOH = 40
Berat Sampel = 20 dan 11
Volume titrasi run I dan run II = 0,9 ml dan 0,5 ml
Penyelesaian:
N NaOH × V titrasi × BM NaOH
Run I = × 100%
Berat sampel

0,1 × 0,9 × 40
= × 100%
20
= 0,0018 %

N NaOH × V titrasi × BM NaOH


Run II = × 100%
Berat sampel

0,1 × 0,5 × 40
= × 100%
11
= 0,00181 %

B.7 Kadar FFA

T × V titrasi × BM minyak
Run I = × 100%
Berat sampel

0,1 × 0,9× 25,6


= × 100%
20
= 0,001152 %

T × V titrasi × BM minyak
Run II = × 100%
Berat sampel

0,1 × 0,5 × 25,6


= × 100%
11
= 0,001163 %
LAMPIRAN C
TUGAS DAN PERTANYAAN
1. Analisis densitas, kadar air, Yield, konversi, kadar FFA dan bilangan asam.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan praktikum
3. Plot perbandingan Yield dan waktu!

Jawaban
1. a. Densitas
(Pikonometer + biodiesel) - piknometer kosong
Densitas biodiesel (Run I) =
Volume piknometer

17,24- 13,75
=
5
= 0,698 gr/ml

(Pikonometer + air) - piknometer kosong


Densitas biodiesel (Run II) =
Volume piknometer

18,29 - 7,32
=
5
= 2,194 gr/ml
b. Kadar Air
Run I
Kadar Air = massa biodiesel sebelum dioven – massa biodiesel setelah
di oven
= 119,81 gr – 119,74 gr
= 0,07 gram

Run II
Kadar Air = massa biodiesel sebelum dioven – massa biodiesel setelah
di oven
= 154,46 gr – 154,49 gr
= 0,03 gram

c. Yield
Run I
Massa biodiesel
% Yield = ×100%
Massa minyak
119,74
= × 100%
130
= 0,0092 %

Run II
Massa biodiesel
% Yield = ×100%
Massa minyak
154,49
= × 100%
130
= 200,83 %

d. Konversi
Run I
Mol mula-mula = Mol minyak + Mol metanol
= 0,1476 mol + 0,8856 mol
= 1,0332 mol
Massa biodiesel
Mol biodiesel =
BM biodiesel
119,74 gr
=
119,81 gr/mol
= 0,9994 gr/mol
Massa biodiesel
% Konversi = × 100%
Mol mula-mula
0,9994
= × 100%
1,0332
= 0,0096 %

Run II
Mol mula-mula = Mol minyak + Mol metanol
= 0,1476 mol + 1,0332 mol
= 1,1808 mol
Massa biodiesel
Mol biodiesel =
BM biodiesel
154,49 gr
=
154,46 gr/mol
= 1,0001 gr/mol
Massa biodiesel
% Konversi = × 100%
Mol mula-mula
1,0001
= × 100%
1,1808
= 0,8469 %
e. Kadar FFA

T × V titrasi × BM minyak
Run I = × 100%
Berat sampel
0,1 × 0,9 × 25,6
= × 100%
20
= 0,001152 %

T × V titrasi × BM minyak
Run II = × 100%
Berat sampel
0,1 × 0,5× 25,6
= × 100%
11
= 0,001163 %
f. Bilangan Asam
Diketahui:
Konsentrasi NaOH = 0,1 N
BM NaOH = 40
Berat Sampel = 20 dan 11
Volume titrasi run I dan run II = 0,9 ml dan 0,5 ml
Penyelesaian:
N NaOH × V titrasi × BM NaOH
Run I = × 100%
Berat sampel
0,1 × 0,9 × 40
= × 100%
20
= 0,018 %

N NaOH × V titrasi × BM NaOH


Run II = × 100%
Berat sampel
0,1 × 0,5 × 40
= × 100%
11
= 0,001818 %

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagaglan


praktikum transesterifikasi, yaitu:
a. Kualitas bahan baku: Kualitas bahan baku, seperti minyak nabati atau lemak
hewan yang digunakan dalam transesterifikasi, dapat mempengaruhi
kebersihan dan hasil akhir dari reaksi. Bahan baku yang tidak bersih atau
terkontaminasi dapat menghasilkan produk yang tidak bersih.
b. Konsentrasi reagen: Konsentrasi reagen, seperti katalis dan alkohol, dapat
mempengaruhi kecepatan dan hasil reaksi transesterifikasi. Konsentrasi
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan reaksi yang tidak
efisien atau bahkan kegagalan reaksi.
c. Waktu dan suhu reaksi: Waktu dan suhu reaksi dapat mempengaruhi
kecepatan dan hasil transesterifikasi. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah atau waktu reaksi yang terlalu lama atau terlalu singkat dapat
menghasilkan produk yang tidak diinginkan.
d. Kualitas katalis: Katalis yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi harus
berkualitas tinggi dan bekerja efektif untuk menghasilkan produk yang
bersih. Katalis yang tidak efektif atau terkontaminasi dapat menghasilkan
produk yang tidak diinginkan.
e. Teknik pemisahan: Teknik pemisahan yang digunakan untuk memisahkan
produk transesterifikasi dari sisa reagen dapat mempengaruhi kebersihan
dan hasil akhir produk. Teknik yang tidak efektif atau tidak sesuai dapat
menghasilkan produk yang tidak bersih atau terkontaminasi.
f. Kontaminasi silang: Kontaminasi silang dapat terjadi jika peralatan yang
digunakan dalam transesterifikasi sebelumnya digunakan untuk reaksi yang
berbeda atau terkontaminasi dengan bahan kimia lain. Hal ini dapat
menyebabkan kegagalan reaksi atau menghasilkan produk yang tidak
diinginkan.
g. Ketidakseimbangan reagen: Ketidakseimbangan reagen dapat terjadi jika
reagen yang digunakan tidak dicampur dalam proporsi yang tepat. Hal ini
dapat menghasilkan produk yang tidak diinginkan atau bahkan kegagalan
reaksi.
3. Plot perbandingan yield dan waktu

Hubungan Antara Yield (%) dan Waktu (s)


35 30 30
30
Waktu (s)

25
20
15 Waktu (s)
10 Yield (%)
5 0.664 0.669
0
1 2
Yield (%)

Gambar C.1 Grafik Hubungan antara yield dan Waktu


LAMPIRAN D
GAMBAR ALAT

NO Nama dan Gambar Alat Fungsi


1. Hot Plate Untuk menghangatkan atau
memanaskan sekaligus mencampurkan
atau menghomogenkan larutan kimia

2. Labu Leher Tiga Untuk memasukkan bahan kimia yang


akan didestilasi dan jalan uap cairan
yang akan dilewatkan pada gelas
pendingin.

3. Corong Pemisah Untuk memisahkan komponen dalam


suatu campuran antara dua fase pelarut
dengan densitas berbeda yang tak
bercampur.

4. Erlenmeyer Untuk menjadi wadah bahan kimia cair,

5. Gelas Ukur Untuk mengukur volume larutan atau


zat cair dengan tepat.
6. Statif Salah satu dari instrumen peralatan
laboratorium non-gelas yang
digunakan sebagai pendukung dalam
berbagai proses kimia.

7. Termometer Alat untuk pengukur suhu.

8. Buret Untuk meneteskan sejumlah reagen


cair dalam eksperimen yang tentunya
memerlukan presisi, seperti
eksperimen titrasi.

9. Neraca Digital Untuk membantu mengukur berat serta


cara kalkulasi fecare otomatis harganya
dengan harga dasar satuan banyak
kurang.

10. Magnetic Stirrer Untuk pengadukan suatu larutan.

11. Piknometer Untuk menentukan massa jenis dari


suatu cairan.
12. Aluminium Foil Sebagai penutup bagian mulut alat-alat
praktikum berbahan kaca sehingga
bakteri ataupun jamur tidak akan
masuk ke dalamnya.

13. Beaker Glass Untuk mengukur volume larutan.

14. Oven Untuk memanaskan dan mengeringkan


sampel, melakukan proses sterilisasi,
dll.

15. Pipet Tetes Untuk memindahkan cairan dari satu


wadah ke wadah lainnya.

16. Stopwatch Untuk menghitung satuan waktu,


berdasarkan jarak yang ditempuh
dengan kecepatan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai