Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES TEKNIK KIMIA I

RESIN UREA FORMALDEHID

Diajukan untuk memenuhi Laporan Praktikum Proses Teknik Kimia I

Disusun Oleh :
Kelompok 3 (A4)

Nur Fatihah NIM. 210140099


Irma Adenia NIM. 210140107
Zahratun Nabila NIM. 210140155
Hudayya Triyanda I. NIM. 210140158

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2023
ABSTRAK

Resin urea-formaldehid adalah salah satu contoh polimer yang merupakan hasil
kondensasi urea dengan formaldehid. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi
Urea-Formaldehid adalah katalis, temperatur, waktu reaksi, perbandingan mol
reaktan, dan penambahan bahan aktif. Tujuan dari percobaan ini adalah
mempelajari pengaruh perubahan kondisi reaksi terhadap kecepatan reaksi dan
hasil pada tahap intermediate. Bahan- bahan yang digunakan dalam percobaaan
resin urea formaldehid yaitu urea, ammonia pekat, asam klorida, etanol, indikator
PP, natrium karbonat, natrium sulfat dan formalin. Prosedur kerja yang dilakukan
yaitu 80 ml formalin ditambah dengan katalis ammonia (NH 3 25%) dan buffering
agent (Na2CO3) dicampur sampai merata, kemudian diambil 10 ml sampel sebagai
sampel nomor 0. Selanjutnya dimasukkan urea dan diambil sampel 10ml untuk
nomor 1. Kemudian dipanaskan sampai mendidih dan di ambil sampai sampel
nomor 5 sebanyak 10ml. Setiap sampel akan diuji nilai pH, densitas, viskositas
dan kadar formaldehid. Hasil dari percobaan ini diperoleh densitas untuk sampel
0,1,2,3,4,5 adalah sebesar 1,184 gr/ml, 1,128 gr/ml, 1,1284 gr/ml, 1,129 gr/ml,
1,276 gr/ml, 1,278 gr/ml. Untuk viskositas dari sampel 0,1,2,3,4,5 adalah 0,182
cp, 0,220 cp, 0,248 cp, 0,273 cp, 0,298 cp, 0,318 cp. Kadar formaldehid bebas
pada sampel 0,1,2,3,4,5 adalah 3,9 N, 3 N, 3 N, 2,7 N, 2,265 N, 2,265 N dan pH
pada sampel 0,1,2,3,4,5 adalah 13,13,13,13,13, dan 13. Kesimpulan dari
percobaan ini didapat bahwa densitas dan viskositas sampel meningkat dengan
bertambahnya waktu dan cenderung konstan selama reaksi berlangsung.

Kata kunci :Buffering agent, Formalin, Intermediate, Resin Urea Formaldehid,


Urea.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Pembuatan Resin Urea Formaldehid


1.2 Tanggal Praktikum : 3 Mei 2023
1.3 Kelompok : 3 (Tiga) (A4)
: Nur Fatihah NIM.210140099
: Irma Adenia NIM.210140107
: Zahratun Nabila NIM.210140155
: Hudayya Triyanda I. NIM.210140158
1.4 Tujuan Praktikum : Mempelajari pengaruh perubahan kondisi reaksi
terhadap kecepatan reaksi dan hasil pada tahap
intermediate.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Resin adalah sintesa senyawa organik dengan berat molekul yang besar
yang dibuat melaui reaksi kimia antar dua molekul yang sama atau berbeda
dengan menggunakan katalis pada kondisi tertentu. Resin dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu:
a. Resin Alami
Resin alami merupakan campuran dari asam karboksilat yang didapat
secara alami di alam. Misalnya: damar, karet alam.
b. Resin Sintesis
Resin sintesis merupakan senyawa polimer yang mempunyai berat
molekul yang tinggi yang dihasilkan dari reaksi dua senyawa atau lebih. Resin
sintesis lebih banyak digunakan dari pada resin alami, karena resin sintetik lebih
murah harganya dan mudah untuk dimurnikan. Resin sintetik lebih stabil dan
seragam dibandingkan dengan resin alami, karena dibuat dibawah kondisi
pengontrolan sehingga kemungkinan untuk terbentuknya impuritis itu sedikit
(Penuntun Praktikum PTK I, 2016).
Konversi kimia pada resin umumnya merupakan reaksi polimerisasi,
dimana molekul-molekul sederhana bereaksi membentuk polimer. Reaksi utama
pada pembentukan polimer adalah reaksi kondensasi dan adisi. Reaksi kondensasi
merupakan reaksi terjadinya pelepasan molekul- molekul kecil, misalnya H 2O dan
metanol. Sedangkan reaksi adisi adalah pembuatan ikatan rangkap pada reaktan
tanpa disertai pembentukan produk samping.

2.1 Bahan Baku


Urea-formaldehid resin adalah hasil kondensasi urea dengan formaldehid.
Resin jenis ini termasuk dalam kelas resin thermosetting yang mempunyai sifat
tahan terhadap asam, basa, tidak dapat melarut dan tidak dapat meleleh. Polimer
termoset dibuat dengan menggabungkan komponen-komponen yang bersifat
saling menguatkan sehingga dihasilkan polimer dengan derajat cross link yang
sangat tinggi.
Karena sifat-sifat diatas, aplikasi resin urea-formaldehid yang sangat luas
sehingga industri urea-formaldehid berkembang pesat. Contoh industri yang
menggunakan industri formaldehid adalah addhesive untuk plywood, tekstil resin
finishing, laminating, coating, molding, casting, laquers, dan sebagainya.
Pembuatan resin urea-formaldehid secara garis besar dibagi menjadi 3,
yang pertama adalah reaksi metiolasi, yaitu penggabungan urea dan formaldehid
membentuk monomer-monomer yang berupa monometilol dan dimetil urea.
Reaksi kedua adalah penggabungan monomer yang terbentuk menjadi polimer
yang lurus dan menghasilkan uap air. Tahap ini disebut tahap kondensasi. Proses
ketiga adalah proses curing, dimana polimer membentuk jaringan tiga dimensi
dengan bantuan pemanasan dalam oven. Reaksi urea-formaldehid pada pH antara
8 sampai 10 adalah reaksi metilolasi, yaitu adisi formaldehid pada gugus amino
dan amida dari urea, dan menghasilkan metilol urea. Pada tahap metilolasi, urea
dan formaldehid bereaksi menjadi metilol dan dimetil urea.
Bahan baku yang digunakan dalam membuat resin urea-formaldehid
adalah urea dan formaldehid (formalin). Urea diproduksi secara besar-besaran
melalui sintesis amoniak dan karbondioksida. Kedua reaktan ini dicampurkan
pada tekanan tinggi menghasilkan ammonium karbamat. Amonium selanjutnya
dipekatkan pada evaporator vakum menghasilkan urea. Formaldehid atau metanal
adalah anggota senyawa aldehida yang pertama. Pada kondisi ruangan,
formaldehid murni berada dalam fasa gas. Karena itu formaldehid disimpan dalam
bentuk larutan yang mengandung 37% hingga 50% berat HCHO. Formaldehid
diproduksi secara besar besaran melalui reaksi oksidasi gas alam (metana) atau
hidrokarbon alifatik ringan (Hezim, 2014).

2.2 Reaksi Urea dan Formaldehid


Reaksi antara urea dan formaldehid dengan katalis basa dapat
menghasilkan mono-metilol urea sebagai monomer reaktan reaksi pembentukan
polimer urea-formaldehid. Basa yang digunakan dapat berupa barium hidroksida
ataupun kalium hidroksida

Gambar 2.1 Reaksi mono-metilol urea


Dimetilol urea juga dapat dibuat dengan cara yang sama tetapi
menggunakan dua buah molekul formaldehid. Baik mono-metilol urea maupun
dimetilol urea larut dalam air sehingga reaksi pembentukannya dilaksanakan
dalam fasa pelarut air. Tahap reaksi pembentukan mono-metilol urea dan
dimetilol-urea biasa dikenal dengan sebutan tahap pembuatan intermediate.
Kondensasi lanjut akan menghasilkan jembatan metilen antara dua
molekul urea. Jenis kondensasi ini dapat berlanjut terus menghasilkan rantai lurus.

Gambar 2.2 Reaksi dimetilol urea


Tahap terakhir adalah proses curing yaitu ketika kondensasi tetap
berlangsung, polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang sangat kompleks
dan menjadi resin thermosetting. Resin thermosetting mempunyai sifat tahan
terhadap asam, basa, serta tidak dapat melarut dan meleleh. Temperatur curing
dilakukan pada sekitar temperatur 120 ºC dan pH < 5.
Reaksi penggabungan dua buah mono-metilol urea menghasilkan suatu
molekul air. Apabila air tersebut dikeluarkan dari sistem reaksi, maka
kesetimbangan reaksi akan bergeser kearah pembentukan polimer. Reaksi urea
dan formaldehida pada pH di atas 7 adalah reaksi metiolasi, yaitu reaksi adisi
formaldehida pada gugus amino dan amido dari urea, menghasilkan metilol urea.
Turunan-turunan metilol merupakan monomer reaktan reaksi polimerisasi
kondensasi. Mula-mula polimer yang dihasilkan masih berupa polimer rantai lurus
dan larut dalam air. Semakin lanjut reaksi berlangsung, reaksi polimerisasi
membentuk polimer tiga dimensi dan kelarutannya dalam air semakin berkurang.
Pada proses curing, reaksi kondensasi tetap berlangsung terus dan polimer
membentuk rangkaian tiga dimensi yang sangat kompleks sehingga terbentuk
thermosetting resin.
Hasil dan laju reaksi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya
perbandingan jumlah mol reaktan, katalis (pH sistem reaksi), temperatur, dan
waktu reaksi. Kondisi reaksi ini sangat menentukan jenis produk yang dihasilkan,
sehingga pada kondisi yang berbeda akan dihasilkan prouduk yang mempunyai
sifat fisik, kimia dan mekanik yang berbeda pula. Karena itu kondisi operasi
ditentukan oleh produk akhir yang dikehendaki (Mc. Cabe, 1976).

2.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Reaksi Urea- Formaldehid


Beberapa faktor yang mempengaruhi nya adalah :
2.3.1 Perbandingan umpan
Umumnya perbandingan mol umpan (formalin/urea) yang digunakan pada
percobaan ini adalah 1,25 dimana perbandingan umpan berada pada batas standar
yang ditentukan, perbandingan umpan harus berada dalam range antara 1,25 – 2,0
hal tersebut dimaksudkan agar larutan resin yang terbentuk tidak kental dan tidak
encer. Sehingga mempermudah analisis baik analisis densitas, viskositas, kadar
resin dan formalin bebas. Besarnya perbandingan mol umpan formalin dengan
urea sangat mempengaruhi pada produk (polimer) yang dihasilkan, bila
perbandingan umpan kurang dari 1,25 maka resin yang dihasilkan memiliki kadar
formalin yang rendah dan menghasilkan polimer yang kekerasan dan
kepadatannya rendah ,sedangkan bila perbandingan umpan lebih dari 2 maka resin
yang dihasilkan memiliki kadar formalin yang tinggi dan menghasilkan polimer
yang kekerasan dan kepadatannya tinggi.
2.3.2 Pengaruh pH
Kondisi reaksi sangat berpengaruh terhadap reaksi atau hasil reaksi selama
proses kondensasi polimerisasi terjadi. Dalam suasana asam akan terbentuk
senyawa Goldsmith dan senyawa lain yang tidak terkontrol sehingga molekul
polimer yang dihasilkan rendah. Senyawa Goldsmith tidak diinginkan karena
mempunyai rantai polimer lebih pendek tetapi stabil terhadap panas. Dalam
suasana basa kuat, formaldehid akan bereaksi secara disproporsionasi dimana
sebagian akan teroksidasi menjadi asam karboksilat dan sebagian tereduksi
menjadi alcohol. Reaksi yang terjadi adalah :
2H-CO-H + OH- = H-CO-O + CH3OH
formaldehid basa kuat asam karboksilat alcohol . . . . . .(2.1)
2.3.3 Katalis
Menurut JJ. Berjelius, katalis merupakan senyawa yang ditambahkan
untuk mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi. Sedangkan menurut W.Ostwald,
katalis merupakan senyawa yang ditambahkan untuk mempercepat reaksi tanpa
tergabung dalam produk. Artinya katalis dapat mempercepat reaksi, ikut aktif
dalam reaksi, tetapi tidak ikut tergabung didalam produk. Untuk proses ini
digunakan katalis NH3 yang dapat menurunkan nergy aktivasi dengan menyerap
panas pada saat curing, bertujuan untuk mengatur penguapan agar tidak gosong.
2.3.4 Temperatur reaksi
Temperatur reaksi tidak boleh melebihi titik lelehnya karena dimetilol urea
yang terjadi akan kehilangan air dan formaldehid. Menurut Kadowaki dan
Hasimoto emperature optimum reaksi adalah 85ºC. Sedangkan titik lelehnya
menurut De Chesne adalah 150ºC, dan menurut Einhorn adalah 126ºC. Kenaikan
emperature akan mempercepat laju reaksi, hal ini dapat ditunjukkan dengan
persamaan Arrhenius yaitu :
K = A e-Ea/RT........................................................................................(2.2)
2.3.5 Buffer
Buffer (larutan penyangga) digunakan untuk menyangga kondisi operasi
pada pH yang diinginkan. Dalam hal ini pH yang diinginkan antar 8 sampai 10.
Buffer yang digunakan pada percobaan ini adalah Na2CO3.H2O.
2.3.6 Kemurnian zat umpan
Zat umpan yang digunakan harus murni karena adanya zat pengotor
dikhawatirkan akan mempengaruhi terbentuknya polimer atau terjadinya reaksi
samping.
2.3.7 Laju Reaksi
Laju reaksi atau kecepatan reaksi ialah laju atau kecepatan berkurangnya
pereaksi atau terbentuknya produk reaksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju
reaksi ialah konsentrasi, temperatur, katalis dan luas permukaan. Persamaan yang
menyatakan laju sebagai fungsi konsentrasi setiap saat yang mempengaruhi laju
reaksi disebut hukum laju atau persamaan laju reaksi.
Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang memepengaruhi laju reaksi,
sebagai contoh pada reaksi A + B → C. Dimana pada waktu reaksi berlangsung,
zat C terbentuk dan semakin lama jumlahnya semakin banyak sebaliknya zat A
dan zat B berkurang, semakin lama semakin sedikit. Orde reaksi adalah jumlah
pangkat konsentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial (Geankoplis, 1993).

2.4 Klasifikasi Dan Struktur Polimer


Struktur polimer dibedakan berdasarkan penggolongannya. Pada
prinsipnya, penggolongan polimer terdiri atas:
2.4.1 Penggolongan Polimer Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Polimer alam, merupakan senyawa yang jumlahnya terbatas dan dihasilkan
dari proses metabolisme mahluk hidup. Sifat polimer ini ialah yang
kurang stabil, mudah menyerap air, tidak stabil karena pemanasan dan
sukar dibentuk. Contohnya dapat berupa protein, amilum, glikogen,
selulosa, karet alam (poliisoprena), asam nukleat.
b. Polimer sintetik, merupakan polimer yang tidak terdapat di alam, tetapi
disintesis dari monomer-monomernya. Polimer ini sengaja dibuat di
untuk memenuhi kebutuhan sekender dan tersier manusia. Contohnya
berupa polietena, polivinilklorida, polipropilena, tetrafloroetilena.
2.4.2 Penggolongan Polimer Berdasarkan Jenis Monomernya
a. Homopolimer, merupakan polimer yang terdiri dari monomer-monomer
sejenis dengan struktur ———A – A – A – A – A ———. Contohnya
dapt berupa polietilena, polistirena, polipropilena, PVC, amilum, teflon,
selulosa dan poliisoprena.
b. Kopolimer, merupakan polimer yang terdiri dari dua atau lebih monomer
yang tidak sejenis dengan struktur —A – B – A – B – A – B —. Polimer
jenis ini sendiri terdiri atas 4 jenis, yaitu:
1. Kopolimer bergantian, merupakan kopolimer yang memiliki beberapa
kesatuan ulang yang berbeda berselang-seling adanya dalam rantai
polimer. Strukturnya meliputi ...-A-B-A-B-A-...
2. Kopolimer balok, merupakan kopolimer yang memiliki suatu kesatuan
berulang berselang-seling dengan kesatuan berulang lainnya dalam rantai
polimer. Strukturnya berupa ...-A-A-AA-B-B-B-B-A-A-A-A-..
3. Kopolimer tidak beraturan, merupakan dengan jumlah satuan berulang
yang berbeda dan tersusunsecara acak dalam rantai polimer. Strukturnya
berupa ...-A-B-A-A-B-B-A-A...
4. Kopolimer tempel/grafit, yaitu kopolimer yang memiliki satu macam
kesatuan berulang menempel pada polimer tulang punggung lurus yang
mengandung hanya satu maca kesatuan berulang dari satu jenis monomer.
Strukturnya yakni ...A-A-A-A-A-A...
2.4.3 Penggolongan Polimer Berdasarkan Sifat Kekenyalaannya
Berdasarkan sifat kekenyalannya, polimer dibedakan menjadi:
1. Polimer Termoplastik, yaitu polimer yang tidak tahan panas sehingga akan
meliat jika dipanaskan dan dapat dibentuk sesuai dengan keinginan.
2. Polimer Termoset, yaitu polimer tahan panas yang tidak akan meliat
(melelleh) jika dipanaskan. Berbeda dengan polimer termoplastik, polimer
ini sangah mudah dibentuk sesuai keinginan.
2.4.4 Penggolongan Polimer Berdasarkan Bentuk Susunan Rantainya
Berdasarkan bentuk susunan rantainya, polimer dibedakan menjadi:
1. Polimer Linier, yaitu polimer yang tersusun satu sama lain melalui unit
ulang yang sama sehingga membentuk rantai polimer yang panjang.
Polimer ini biasanya bersifat padat pada temperatur normal dan dapat larut
dalam beberapa pelarut. Contohnya PVC, polietelena, nylon 66, dsb.
2. Polimer Bercabang, yaitu polimer yang terbentuk jika polimer linier
membentuk cabang.
3. Polimer Berikatan Silang (Cross-linking), yaitu polimer yang terbentuk
karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu sama lain pada
rantai utamanya. Jika sambungan silang polimer terjadi dengan ikatan
kimia antara rantainya akan terbentuk sambung silang tiga dimensi yang
sering disebut polimer jaringan tiga dimensi (Danarto, 2002).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Labu leher dua 1 unit
2. Gelas ukur 25ml 1 unit
3. Gelas ukur 50ml 1 unit
4. Erlenmeyer 6 unit
5. Pipet ukur 10ml 1 unit
6. Bola hisap 1 unit
7. Pipet tetes 1 unit
8. Buret 1 unit
9. Statif 1 unit
10. Spatula 1 unit
11. Piknometer 1 unit
12. Hotplate 1 unit
13. Stopwatch 1 unit
14. Neraca digital 1 unit

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Formaldehid (37%) 80 ml
2. Urea 96,3 gram
3. Natrium sulfat (0,8N) Secukupnya
4. Natrium karbonat 3,74 gram
5. Asam klorida (0,5N) Secukupnya
6. Etanol 100 ml
7. Fenolftalein Secukupnya
8. Amonia pekat 92,25 ml
9. PH Universal Secukupnya
3.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Kedalam labu leher tiga dimasukkan formalin sebanyak 80 ml.
2. Ditambahkan katalis (amoniak pekat) sebanyak 92,25 ml dari massa total
campuran dan kemudian campuran ditambahkan buffering agent (Na2CO3)
sebanyak 18% dari masa katalis.
3. Diaduk campuran sampai rata dan diambil sebanyak 10 ml sampel sebagai
sampel no 0 untuk dianalisa.
4. Dimasukkan urea sebanyak 96,3 gr kedalam labu leher 2 secara perlahan-
lahan kemudian diaduk hingga rata.
5. Diambil 10 ml sampel sebagai sampel nomor 1 untuk dianalisa.
6. Dipanaskan campuran sampai mendidih dan diambil sebanyak 10 ml
sampel nomor 2 untuk dianalisa.
7. Diatur pengambilan sampel sebanyak 10 ml dengan selang waktu 10
menit.

3.3 Prosedur Analisa Sampel


A. Analisa Densitas
Adapun cara menganalisa densitas adalah sebagai berikut:
1. Ditimbang massa pichnometer kosong
2. Pichnometer kosong diisi air dan kembali ditimbang massanya
3. Pichnometer kosong diisi sampel dan kembali ditimbang massanya
4. Dihitung densitas sampel
Massa
Densitas sampel =
Volume
B. Analisa Viskositas
Adapun cara menganalisa viskositas adalah sebagai berikut:
1. Viskosimeter Oswald dikalibrasikan dengan air untuk menentukan harga
K.
2. Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam viskosimeter Ostwald.
3. Sampel dihisap hingga melewati batas atas viskosimeter.
4. Sampael dibiarkan mengalir kebawah sampai melewati batas bawah
viskosimeter
5. Waktu alir sampel dari batas atas kebatas bawah diukur.
6. Viskosimeter sampel dihitung dengan persamaan :
Densitas sampel
Sgsampel =
Densitas air
µ sampel = K × sg sampel × t

C. Analisa pH
Adapun cara menganalisa pH adalah sebagai berikut:
1. Larutan sampel dimasukkan ke dalam beaker glass.
2. Dimasukkan pH meter ke dalam beaker glass tersebut.
3. Dilihat nilai derajat keasaman yang tertera pada alat tersebut.
4. Dan dicatat nilai derajat keasaman sampel tersebut.

D. Analisa Kadar Formaldehid Bebas


Adapun cara menganalisa kadar formaldehid bebas adalah sebagai berikut:
1. Sampel sebanyak 5 ml ditambahkan 2-3 tetes phenolphthalein dan
ditambahkan 5 ml etanol 96%.
2. Ditambahkan 25 ml Na2SO4 dan diaduk sampai homogen.
3. Larutan dititrasi dengan larutan HCl.
4. Kemudian dilakukan titrasi blanko.
5. Dihitung kadar formaldehid bebas.
3× ml HCl × N HCl
Kadar formaldehid =
ml sampel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil dari percobaan Resin Urea Formaldehid (RUF) pada
praktikum ini didapatkan hasil sebagai berikut :
Massa piknometer kosong = 11,85 gram
Massa piknometer + air = 17,54 gram
Massa air = 5,69 gram

Tabel 4.1 Hasil Percobaan Resin Urea Formaldehid (RUF)


No. Waktu Massa Kadar
Suhu Densitas
Sampe (Menit sampel PH Viskositas Formaldehid
(ºC) (gr/ml)
l ) (ml) (cp) Bebas (N)
0 0 10 13 73 1,184 0,182 3,9
1 0 10 13 43 1,28 0,220 3
2 10 10 13 47 1,284 0,248 3
3 20 10 13 49 1,29 0,273 2,7
4 30 10 13 56 1,276 0,298 2,265
5 40 10 13 58 1,278 0,318 2,265
(Sumber : Praktikum Proses Teknik Kimia I, 2023)

4.2 Pembahasan
Pada percobaan yang telah dilakukan yaitu mengenai pembuatan resin urea
formaldehid (RUF) diketahui bahwa resin urea formaldehid terjadi karena adanya
reaksi antara formalin dan urea, dengan bantuan katalis. Perbandingan jumlah
formalin dengan urea yang digunakan pada percobaan ini adalah 2:3, sehingga
untuk volume formaldehida sebanyak 80 ml ditambahkan urea sebanyak 96,3
gram. Untuk katalis yang ditambahkan yaitu katalis NH 3 sebanyak 10% dari
massa total campuran yaitu sebanyak 208,04 gr. Fungsi penambahan katalis yaitu
agar dapat menurunkan energi aktivasi dengan menyerap panas sehingga reaksi
menjadi lebih cepat dan juga dapat memutuskan ikatan rangkap yang berdampak
cepatnya reaksi terjadi. Untuk buffering agent yang ditambahkan pada percobaan
ini adalah Natrium Karbonat (Na2CO3) yaitu sebanyak 3,74 gram yang berfungsi
untuk menjaga keadaan campuran, baik dari pH maupun suhu campuran.
Sedangkan suhu operasi yang digunakan adalah suhu sampai mencapai 60°C
sehingga campuran seluruhnya melarut dan mendidih.
Pada percobaan ini,reaksi pencampuran bahan dilakukan dalam labu leher
tiga dimana bahan yang digunakan adalah urea, amoniak, natrium karbonat,
natrium sulfat, formalin, dan phenolphthalein sebagai indikator untuk titrasi. Pada
percobaan ini dilakukan Analisa pH, kadar formaldehid bebas, densitas, dan
viskositas. Pengambilan sampel untuk dianalisis 10 menit sekali.
4.2.1. Hubungan Antara Waktu Dengan Densitas
Adapun hasil yang didapat sampel 0 dengan waktu 0 menit densitasnya
1,184 gr/ml, sampel 1 dengan waktu 0 menit densitasnya 1,28 gr/ml, sampel 2
dengan waktu 10 menit densitasnya 1,284 gr/ml, sampel 3 dengan waktu 20 menit
densitasnya 1,29 gr/ml, sampel 4 dengan waktu 30 menit densitasnya 1,276 gr/ml,
sampel 5 dengan waktu 40 menit densitasnya 1,278 gr/ml. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi densitas sampel antara lain yaitu konsentrasi, suhu dan waktu
sampel dipanaskan. Densitas (massa jenis) akan semakin meningkat apabila waktu
dipanaskan semakin lama. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu yang
terjadi maka reaksi akan semakin cepat terbentuk resin urea formaldehid, sehingga
resin yang dihasilkan akan semakin banyak menyebabkan densitas semakin besar.
Waktu reaksi yang lama akan meningkatkan suhu pemanasan menuju suhu ideal
pembentukan resin tersebut sehingga molekul-molekul pada reaktan semakin aktif
bertumbukan dan mempercepat laju terbentuk resin. Konsentrasi Na2SO4 juga
mempengaruhi densitas sampel, semakin tinggi konsentrasi Na2SO4 maka
semakin tinggi pula viskositas sampel sehingga densitas akan mengalami
perubahan. Hubungan antara waktu dengan densitas dapat dilihat pada Gambar
4.1 sebagai berikut:
1.3
1.28
1.26
Densitas (gr/ml)
1.24
1.22
1.2
1.18
1.16
1.14
1.12
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Waktu (menit)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Waktu Dengan Densitas


Dari grafik diatas dapat dilihat hasil yang didapat bahwa semakin lama
reaksi berlangsung maka dapat disimpulkan semakin tinggi suhu maka densitas
campuran akan semakin tinggi. Menurut teori, semakin lama reaksi berlangsung
maka semakin banyak produk yang dihasilkan akan konstan apabila reaktan sudah
terkonversi dan semakin tinggi suhu maka akan semakin naik densitasnya
(Ratnaningtyas, 2012).
4.2.2. Hubungan Antara Waktu Dengan Viskositas
Viskositas merupakan pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah baik
dengan tekanan maupun tegangan. Semakin rendah viskositas suatu fluida maka
semakin besar juga pergerakan dari fluida tersebut. Adapun hasil yang di dapat
pada sampel 0 dengan waktu 0 menit viskositasnya 0,184 cp, pada sampel 1
dengan waktu 0 menit viskositanya 0,220 cp, pada sampel 2 waktu 10 menit
viskositasnya 0,248 cp, pada sampel 3 dengan waktu 20 menit viskositasnya 0,273
cp, pada sampel 4 dengan waktu 30 menit viskositasnya 0,298 cp, pada sampel 5
dengan waktu 40 menit viskositasnya 0,318 cp. Dari percobaan ini dapat
disimpulkan bahwa semakin lama waktu yang diperlukan untuk memanaskan
sampel maka viskositasnya semakin naik. Hubungan antara Waktu dengan
Viskositas dapat dilihat pada gambar 4.2 sebagai berikut:
0.35
0.3

Viskositas (cp)
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Waktu Dengan Viskositas


Dari gambar grafik diatas dapat dilihat semakin lama waktu reaski
berlangsung maka semakin besar viskositas yang didapatkan. Hal ini sesuai
dengan teori yang menjelaskan bahwa viskositas akan semakin tinggi seiiring
semakin lamanya reaksi terjadi. Hal ini disebabkan karena semakin banyak resin
urea formaldehid yang tebentuk sehingga larutan menjadi semakin kental (Mao et
al, 2013). Semakin kental resin yang terbentuk maka pertikelnya semakin rapat
sehingga waktu yang dibutuhkanlarutan campuran untuk mengalir dalam
viscometer menjadi semakin lama (Jermejeff, 2012).
4.2.3. Hubungan Antara waktu Dengan pH
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, didapat data pH sampel 0
hingga sampel 5 yaitu sebesar 13. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua
sampel bersifat basa karena memiliki pH>7. Hubungan antara waktu dengan pH
dapat dilihat pada Gambar 4.3 sebagai berikut:
14
12
10
8
6
pH

4
2
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Waktu Dengan PH


Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin lama reaksi terjadi maka ph
campuran akan tetap konstan. Pada umumnya kondisi reaksi dijaga tetap pada pH
8-9 agar tidak terjadi reaksi Cannizaro, yaitu reaksi diproporsionasi formaldehid
menjadi alkohol dan asam karboksilat. Untuk menjaga agar pH tetap maka
dilakukan penambahan ammonia sebagai buffer ke dalam campuran (Amanda
Ariane, 2010).
4.2.4. Hubungan Antara Waktu dengan Kadar Formaldehid Bebas
Adapun hasil yang didapat pada sampel 0 kadar formaldehid bebas sebesar
3,9 N, sampel 1 yang didapat sebesar 3 N, pada sampel 2 terdapat kadar
formaldehid bebas sebesar 3 N, pada sampel 3 terdapat kadar formaldehid bebas
sebesar 2,7 N, pada sampel 4 terdapat kadar formaldehid bebas sebesar 2,265 N,
pada sampel 5 terdapat kadar formaldehid bebas sebesar 2,265 N. Hubungan
antara waktu dengan kadar formaldehid bebas dapat dilihat pada Gambar 4.4
sebagai berikut:
4.5
4
Kadar Formaldehid

3.5
3
Bebas (N)

2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Waktu (menit)

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Waktu Dengan Kadar Formaldehid Bebas
Berdasarkan grafik siatas dapat dilihat bahwa hasil yang di dapat sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa Semakin lama waktu pemanasan
menyebabkan suhu campuran akan semakin meningkat menuju ke suhu ideal
pembentukan resin sehingga resin akan banyak terbentuk sedangkan kadar
formaldehid bebas semakin berkurang dan habis (Ratnaningtyas, 2012).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari percobaan yang telah dilakukan,
maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan di antaranya sebagai berikut :
1. Kadar formaldehid bebas yang tertinggi terdapat pada sampel 0 yaitu 3,9
N dan kadar formaldehid bebas terendah terdapat pada sampel 5 yaitu
2,265 N.
2. Nilai pH yang konstan dikarenakan adanya penambahan larutan buffering
agent yaitu Na2CO3.
3. Hasil setiap sampel pH yang diperoleh yaitu 13.
4. Semakin lama waktu yang diperoleh maka densitas semakin meningkat,
semakin lama reaksi berlangsung maka semakin banyak produk yang
dihasilkan akan konstan apabila reaktan sudah terkonversi dan semakin
tinggi suhu maka akan semakin naik densitasnya, Semakin lama waktu
pemanasan menyebabkan suhu campuran akan semakin meningkat menuju
ke suhu ideal pembentukan resin.

5.2 Saran
Pada praktikum ini, Amonium bikarbonat (NH4HCO3) juga bisa
digunakan sebagai katalis dalam pembuatan resin urea formaldehid. Katalis ini
membantu dalam mengatur kecepatan reaksi dan menghasilkan resin dengan sifat
yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Amanda Ariane Bernadeta, Rochmadi, Prasetyo Agus, dan Hasakowati Wahyu,


2010. Pembuatan Mikrokapsul Dari Urea Formaldehid : Pengaruh pH
Dan Suhu Pada Pembuatan Resin Terhadap Proses Mikroenkapsulasi.
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik. UGM

Bird, Richard M. dan Francois Vaillancourt,2003, Desentralisasi Fiska di PT


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Danarto. Yc. 2002. Studi Kinetika Reaksi Polimerisasi Urea Formaldehid.


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik. UNS Surakarta.

Firmanto Ihsan Fariz, Marina Frilly. Pengaruh Kadar Katalis Terhadap


Pembuatan Resin Urea Formaldehid Skala Laboratorium. Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Cilegon

Geankoplis, C.I. 1993. Transport Process and Unit Operation 2nd. Allyn and
Bacon : Boston.

Hezim, Faisol. 2014. Macam-Macam Jenis Agitator (Pengaduk).

Keenan. 1992. Kimia Universitas. Jakarta: Erlangga.

Mc. Cabe, Warren L. 1976. Unit Operation of Chemical Engineering 3 rd Edition.


Mc. Graw-Hill Kogakusha, LTD. London.

Penuntun Praktikum PTK I. 2021. UNIMAL: Lhokseumawe.

Syaichrurrozi Iqbal, Winarni Tri Della, Napitasari Mita, Almundzir Yulius,


Heriyanto Heri, 2016. Pengaruh Rasio Molar Formaldehid Urea
Menggunakan Katalis NaOH dan NH4OH Terhadap Pembuatan Resin
Urea Formaldehid Skala Laboratorium. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Cilegon

Ratnaningtyas, R.R. 2012, Pitrolisis Pembuatan Asam Cair dari Bonggong


Jagung Sebagai Pengawet Alami Pengganti Formalin. Universitas
Diponegoro: Semarang

Jermejeff, J. 2012. Investigation of UF-resins- The Effect of The Urea


Formaldehyde/Urea Molar Ratio During Synthesis. KTH Chemical
Science and Engineering: Sweden
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

Perbandingan massa formaldehid : urea =2:3


Volume Formaldehida (37%) = 80 ml
Massa Katalis (NH3 Pekat) = 10% dari massa total
Densitas Formaldehid = 1,090 gr/ml
Massa Buffering Agent = 18% dari massa katalis
Densitas Amonia(25%) = 0,902 gr/ml
Konsentrasi Amonia = 25%
HCL =0,5 N
Na2SO4 =0,8 N
1. Perhitungan Jumlah Formaldehid
Massa Larutan Formaldehid
M =PxV
= 1,090 gr/ml × 80 ml
= 87,2 gr
Massa Larutan Formaldehid 37%
M = % × massa larutan formaldehid
= 37% × 87,2 gr
= 0,37 × 87,2 gr
= 32,264 gr

Mol formaldehid
masa formaldehida (37 %)
Mol =
BM Formaldehid
32.264 gr
= 30,03 gr/mol

= 1,07 mol
2. Penentuan Jumlah Urea
Mol Urea
3
Mol urea = x 1,07 mol
2
= 1,605 mol

Massa Urea
Massa urea = n × BM urea
= 1,605 × 60 gr/mol
= 96,3 gr

Massa Katalis NH3


Massa katalis NH3 = 10% × T
= 0,1T

Massa Bufferig Agent


Na2CO3 = 18 % × 0,1%T
= 0,18 × 0,1T
= 0,081T

Massa Total
T = massa formalehida + massa urea +( massa katalis
+ massa buffering agent)
T = 87,2 + 96,3 +( 0,1 + 0,018T)
T = 183,5 gr + 0,118T
T – 0,118T = 183,5 gr
0,882T = 183,5 gr
183 ,5 gr
T =
0,882
T = 208,04
Massa Kataslis NH3 yang ditambahkan
Massa Katalis = 10% × 208,04
= 20,804 gr
Massa Katalis yang ditambahkan
NH3 25% =
25%
20,804 gr
=
25%
= 83,216 gr

N H 3 yang digunakan
Volume NH3 =
Densitas NH3
83,216 gr
=
0,902 gr/ml
= 92,25 ml

Massa Na2CO3 yang ditambahkan


Massa = 18% × massa katalis
= 0,18 × 20,804 gr
= 3,74 gr

3. Perhitungan Densitas Sampel


Berat piknometer kosong = 11,85 gr
Berat piknometer + air = 17.54 gr
Volume sampel = 5 ml
ρ air = 17,54 – 11,85
= 5,69 gr
a. Sampel 0
Piknometer + sampel = 17,77 gr
massa sampel
ρ sampel =
volume
17 ,77 gr −11, 85 gr
=
5 ml
= 1,184 gr/ml

b. Sampel 1
Piknometer + sampel = 18,25 gr
massa sampel
ρ sampel =
volume
18 ,25 gr−11 ,85 gr
=
5 ml
= 1,28 gr/ml
c. Sampel 2
Piknometer + sampel = 18,27 gr
massa sampel
ρ sampel =
volume
18 ,27 gr−11, 85 gr
=
5 ml
= 1,284 gr/ml
d. Sampel 3
Piknometer + sampel = 18,30 gr
massa sampel
ρ sampel =
volume
18 ,30 gr−11 ,85 gr
=
5 ml
= 1,29 gr/ml
e. Sampel 4
Piknometer + sampel = 18,23 gr
massa sampel
ρ sampel =
volume

18 ,23 gr−11 ,85 gr


=
5 ml
= 1,276 gr/ml
f. Sampel 5
Piknometer + sampel = 18,24 gr
massa sampel
ρ sampel =
volume
18 ,24 gr −11, 85 gr
=
5 ml

= 1,278 gr/ml

4. Perhitungan Kadar Formaldehid Bebas


a. Sampel 0
Volume Titrasi = 13 ml
3 × volume titrasi × N HCl
Kadar Formaldehid =
volume sampel
3 × 13 ml × 0,5
=
5 ml
= 3,9 N
b. Sampel 1
Volume Titrasi = 10 ml
3 × volume titrasi × N HCl
Kadar Formaldehid =
volume sampel
3 × 10 ml × 0,5
=
5 ml
=3N
c. Sampel 2
Volume Titrasi = 10 ml
3 × volume titrasi × N HCl
Kadar Formaldehid =
volume sampel
3 × 10 ml × 0,5
=
5 ml
=3N
d. Sampel 3
Volume Titrasi = 9 ml
3 × volume titrasi × N HCl
Kadar Formaldehid =
volume sampel
3 × 9 ml × 0,5
=
5 ml
= 2,7 N
e. Sampel 4
Volume Titrasi = 8,75 ml
3 × volume titrasi × N HCl
Kadar Formaldehid =
volume sampel
3 × 8,75 ml × 0,5
=
5 ml
= 2,625 N

f. Sampel 5
Volume Titrasi = 8,75 ml
3 × volume titrasi × N HCl
Kadar Formaldehid =
volume sampel
3 × 8,75 ml × 0,5
=
5 ml
= 2,625 N

5. Perhitungan viskositas
massa air
ρ air =
volume
5 ,69 gr
=
5 ml
= 1,138 gr/ml
a. Sampel 0
ρ sampel
Sg sampel =
ρ air
gr
1,184
ml
=
gr
1,138
ml
= 1,040
µ = k × sg sampel × t
= 0,35 × 1,040 × 0,5
= 0,182 cp
b. Sampel 1
ρ sampel
Sg sampel =
ρ air
gr
1 ,28
ml
=
gr
1,138
ml
= 1,124
µ = k × sg sampel × t
= 0,35 × 1,124 × 0,56
= 0,220 cp
c. Sampel 2
ρ sampel
Sg sampel =
ρ air
gr
1,284
ml
=
gr
1,138
ml
= 1,128
µ = k × sg sampel × t
= 0,35 × 1,128 × 0,63
= 0,248 cp
d. Sampel 3
ρ sampel
Sg sampel =
ρ air
gr
1 ,29
ml
=
gr
1,138
ml
= 1,133
µ = k × sg sampel × t
= 0,35 × 1,133 × 0,69
= 0,273 cp
e. Sampel 4
ρ sampel
Sg sampel =
ρ air
gr
1,276
ml
=
gr
1,138
ml
= 1,121
µ = k × sg sampel × t
= 0,35 × 1,121× 0,76
= 0,298 cp
f. Sampel 5
ρ sampel
Sg sampel =
ρ air
gr
1,278
ml
=
gr
1,138
ml
= 1,123
µ = k × sg sampel × t
= 0,35 × 1,123 × 0,81
= 0,318 cp
6. Hasil Analisa pH
Sampel Waktu Ph
0 0 13
1 0 13
2 10 13
3 20 13
4 30 13
5 40 13
LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT

No. Gambar Alat Fungsi


1. Stopwatch Digunakan untuk mengukur
lamanya waktu yang diperlukan
dalam kegiatan.
2. Labu leher dua Digunakan untuk thermometer,
memasukan bahan kimia yang akan
didestilasi dan jalan uap cairan
yang akan dilewati pada gelas
pendingin

3. Buret Untuk mengukur volume satu


larutan

4. Pipet ukur Untuk memindahkan cairan cairan


yang digunakan dalam proses
pengujian dan untuk mengukur
cairan

5. Piknometer Untuk mengukur nilai masa jenis


atau densitas dari fluida.
6. Neraca digital Digunakan sebagai pengukuran
untuk mengukur suatu berat atau
beban maupun massa pada suatu
zat.

7. Thermometer Sebagai alat untuk mengukur suhu


atau temperatur, serta perubahan
suhu.

8. Bola pengisap Untuk mengambil zat cair dengan


menggunakan pipet ukur dan pipet
volume dengan cara menghisap

9. Statif and klem Digunakan untuk menjepit


peralatan gelas seperti buret.
10. Hot plate Digunakan untuk memanaskan
larutan.

11. Spatula Sebagai sendok kecil yang juga


digunakan untuk mengambil bahan
kimia.

12. Pipet tetes Sebagai saluran tunggal yang biasa


digunakan di laboratorium biologi
dan kimia untuk memindahkan
cairan dengan volume kecil, dan
merupakan alat ukur untuk
memindahkan cairan dari wadah
aslinya ke wadah lain dalam jarak
tertentu.

13. Erlenmeyer fungsinya untuk menjadi wadah


dari bahan kimia cair.

Anda mungkin juga menyukai