Disusun Oleh :
DIMAS FAIZAL A. M. 1631010009
M. REZA ARIEF PUTRA 1631010194
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN
DISUSUN OLEH :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT atas Karunia dan
rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh
mahasiswa tingkat akhir sebelum dinyatakan lulusan sebagai Sarjana Program
Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Pembangunan Nasional
“VETERAN” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini penyusun melakukan penelitian dengan judul
“Produksi Garam Sehat Rendah Natrium Menggunakan metode Basah”. Terima
kasih sebesar – besarnya penyusun tujukan kepada semua pihak yang telah
membantu penelitian hingga tersusunnya laporan ini, terutama kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Redjeki, MT. Selaku Dosen pembimbing dalam penelitian
ini.
2. Ibu Dr. Ir. Sintha Soraya S, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia,
Fakutas Teknik, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur
3. Ibu Dr. Ir. Srie Muljani, MT selaku Dosen Penguji dalam penelitian ini.
4. Ibu Ir. Lucky Indrati Utami, MT. selaku Dosen Penguji dalam penelitian ini.
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya atas segala
bantuan, fasilitas, yang telah diberikan kepada kami. Penyusun menyadari masih
banyak kekurangan pada penyusunan laporan ini. Oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun atas Laporan ini. Akhir kata,
penyusun mohon maaf yang sebesar – besarnya kepada semua pihak, apabila
dalam penyusunan laporan ini penyusun melakukan kesalahan baik yang disengaja
maupun tidak di sengaja.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................I
KATA PENGANTAR............................................................................................II
DAFTAR ISI.........................................................................................................III
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................V
DAFTAR TABEL.................................................................................................VI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
I.1 Latar Belakang.............................................................................................1
I.2 Tujuan Penelitian.........................................................................................3
I.3 Manfaat Penelitian.......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
II.1. Garam.........................................................................................................4
II.1.1 Garam Konsumsi..................................................................................4
II.1.2 Garam Industri......................................................................................5
II.1.3 Garam Pengawetan...............................................................................5
II.1.4 Garam Dapur.........................................................................................6
II.1.5 Garam Meja..........................................................................................6
II.2 Dampak Penggunaan Garam Konsumsi..................................................6
II.2.1 Dampak Positif......................................................................................6
II.2.2 Dampak Negatif....................................................................................6
II.3 Natrium Klorida.........................................................................................7
II.4 Kalium Klorida...........................................................................................8
II.5 Fungsi Natrium Klorida dan Kalium Klorida dalam Tubuh.................8
II.6 Struktur Kristal NaCl dan KCl................................................................9
II.6.1 Kristal Logam.......................................................................................9
II.6.2 Kristal Ionik........................................................................................10
II.6.3 Kristal Molekular................................................................................11
II.6.4 Kristal Kovalen...................................................................................11
II.7 Garam Sehat.............................................................................................11
II.8 Rekristalisasi.............................................................................................13
II.9 Metode-Metode Kristalisasi....................................................................14
II.10 Kelarutan................................................................................................16
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Garam sehat adalah garam yang memiliki kadar maksimum natrium
sebesar 60% berat dan kadar kalium maksimum sebesar 40% berat. (BSN,2016).
Sebenarnya, garam konsumsi yang dijual dipasaran bukanlah penyebab dari
meningkatnya tekanan darah. Namun, kandungan natrium di dalam garam itulah
yang menyebabkan hipertensi (Setiyono, 2018). Garam sehat diharapkan dapat
menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
(Depkes, 2014). Hipertensi diklasifikasikan menjadi 3 jenis. Pertama hipertensi
ringan yang hanya diperbolehkan mengkonsumsi garam paling banyak 1000-1200
miligram. Kedua Hipertensi (stage 1) yang disarankan menyuplai tubuh dengan
garam sebanyak 600-800 miligram Na saja. Ketiga Hipertensi (stage 2) yang
merupakan hipertensi berat, yakni hanya boleh membubuhkan garam sebanyak
200-400 miligram garam. (Kusumaningtyas, 2018)
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh peneliti terdahulu antara lain,
Krotkiewski, dkk. (1988) telah membuat garam meja dengan komposisi yaitu 40-
85% berat garam yang telah diuapkan, 5-45% berat kalium klorida, 2-10% berat
kalsium karbonat, 2-10% berat magnesium karbonat. Setelah dilakukan uji pada
garam meja ini didapatkan kesimpulan bahwa garam tersebut bermanfaat dalam
metabolisme pengaturan cairan darah, pengaturan tekanan osmotik dan
kesetimbangan asam basa. Hal ini membuktikan bahwa penambahan kalium pada
garam konsumsi dapat menurunkan tekanan darah tinggi
Derrien (2004) telah membuat garam meja dari bahan dan komposisi yang
terdiri dari 40-50% berat kalium klorida, 15-25% berat natrium klorida, 15-25%
berat garam kalsium, 8-15% berat garam magnesium. Penemuan ini dikhususkan
untuk diet dalam bentuk garam rendah natrium yang berguna sebagai suplemen
pada tekanan darah tinggi ringan atau sedang. Sementara untuk penderita tekanan
darah tinggi berat masih perlu mengkonsumsi garam dengan kandungan natrium
lebih sedikit.
Rood (1982). Membuat “Low-Natrium Salt Substitute”, yaitu garam
dengan komposisi yang terdiri dari 40-50% berat natrium klorida, 25-35% berat
kalium klorida, 15-25% berat garam dengan menggunakan metode kering. Karena
sifat garam yang relatif kering dan berukuran kristal maka pencampuran dapat
dilakukan dengan metode kering. Setiyono, (2018) telah melakukan penelitian
yakni membuat garam sehat menggunakan metode kering dengan cara
mencampurkan dua bahan, yaitu Kalium klorida dan Natrium klorida dengan
variable perbandingan massa NaCl dan KCl, serta variabel ukuran partikel. Hasil
dari penelitian tersebut didapatkan garam rendah natrium yang belum sesuai
dengan standar BSN, yaitu didapatkan hasil maksimum kadar NaCl 54,4087% dan
kadar KCl 40,3263% dengan perbandingan massa NaCl dan KCl sebesar 1:3,
serta ukuran partikel 40 mesh.
Garam sehat dapat dibuat dengan menggunakan dua metode, yakni metode
kering dan metode basah. Metode kering dilakukan dengan cara mencampurkan
kristal NaCl dan kristal KCl sesuai komposisi yang diinginkan kemudian
dicampurkan pada alat pencampur sehingga didapatkan kristal garam sehat.
Sementara pada metode basah, NaCl dan KCl dilarutkan terlebih dahulu dengan
pelarut berupa air lalu dicampurkan pada fase liquid-liquid. Kemudian air
diuapkan dengan evaporator sampai larutan pekat dikristalkan sehingga
didapatkan kristal garam sehat.
Pada rencana penelitian ini akan dibuat garam rendah Natrium dengan
penambahan Kalium Klorida sebagai bahan campuran. Kadar Natrium dalam
garam nantinya akan menurun dengan penambahaan kalium klorida sesuai
ketentuan BSN dari kadar garam diet dan diharapkan dapat menurunkan tekanan
darah tinggi stage 2. Pembuatan garam sehat akan diproses dengan menggunakan
metode basah dengan harapan didapat hasil pencampuran yang yang sesuai
dengan standar BSN yakni 60% NaCl dan 40% KCl.. Hasil dari penelitian akan di
Analisa komposisi bahannya dengan metode AAS (Atomic Absorption
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal
yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida
(>80%) serta senyawa lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat,
kalsium klorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis
yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 -
0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801 oC. Garam natrium klorida untuk
keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsur iodin (dengan
menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) yang merupakan padatan kristal berwarna
putih, berasa asin, tidak higroskopis dan apabila mengandung MgCl2 menjadi
berasa agak pahit dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting
untuk makanan, sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan baku pembuatan
logam Na dan NaOH (bahan untuk pembuatan keramik, kaca, dan pupuk), sebagai
zat pengawet.
II.1.1 Garam Konsumsi
Garam konsumsi digunakan untuk memasak dan keperluan rumah tangga.
Garam konsumsi memiliki NaCl minimal 94% dan harus memenuhi persyaratan
kualitas garam konsumsi. Standar untuk garam konsumsi sudah dapat dipenuhi
oleh petani lokal Indonesia (Suryani, 2013). Berikut ini merupakan Standar yang
diberlakukan di Indonesia menurut Badan Standardisasi Nasional.
Tabel II.1 Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium
Gambar II.1 Kisi kristal NaCl, kubus berpusat muka (Face Centered Cubic).
Warna putih adalah ion Na+ (ukurannya lebih kecil) dan warna hijau
Cl– (ukurannya lebih besar)
Ion-ion Na+ dan Cl– dengan bola-bola dan dihubungkan dengan garis-
garis. Garis-garis yang menghubungkan bola-bola tersebut bukan lambang dari
ikatan kovalen karena ikatan antara ion-ion yang ada merupakan ikatan ionik.
Garis-garis tersebut digambarkan untuk memudahkan dalam mengindentifikasi
bentuk dari kisi kristal senyawa ionik dan geometri yang terbentuk oleh suatu ion
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
10
Laporan Hasil Penelitian
“Produksi Garam Sehat Rendah Natrium Menggunakan Metode
Basah”
dengan ion-ion yang muatannya berlawanan yang ada disekitarnya pada jarak
yang sama.
Susunan kubus berpusat muka ditunjukan dengan adanya ion-ion Cl– pada
pojok-pojok dan dipusat muka kubus atau adanya ion-ion Na+ yang terdapat pada
pojok dan dipusat muka kubus. Jadi kristal ionik NaCl dapat dianggap terdiri dari
kisi kubus berpusat muka yang terdiri dari ion-ion Na + dan kisi kubus berpusat
muka dari ion-ion Cl- yang saling menembus.
Dalam kristal ionik, banyaknya anion yang mengelilingi kation dengan
jarak yang sama merupakan bilangan koordinasi dari kation, sebaliknya
banyakannya kation yang mengelilingi anion dengan jarak yang sama merupakan
bilangan koordinasi dari anion. (Seran, 2011)
II.6.2.2 Kristal KCl
KCl merupakan kristal ionik. Kalium klorida memiliki struktur kristal
kubik berpusat muka, juga memiliki vitreous kristal warna, dengan struktur kristal
yang memotong mudah dalam tiga arah. (Dadalikapiuhan, 2011)
II.6.3 Kristal Molekular
Kristal dengan molekul terikat oleh gaya antarmolekul semacam gaya van
der Waals disebut dengan kristal molekul. Kristal yang didiskusikan selama ini
tersusun atas suatu jenis ikatan kimia antara atom atau ion. Namun, kristal dapat
terbentuk, tanpa bantuan ikatan, tetapi dengan interaksi lemah antar molekulnya.
Bahkan gas mulia mengkristal pada temperatur sangat rendah.
II.6.4 Kristal Kovalen
Banyak kristal memiliki struktur mirip molekul-raksasa atau mirip
polimer. Dalam kristal seperti ini semua atom penyusunnya (tidak harus satu
jenis) secara berulang saling terikat dengan ikatan kovelen sedemikian sehingga
gugusan yang dihasilkan nampak dengan mata telanjang. (Mas’udah, 2011)
Diketahui bahwa organ jantung dan ginjal jika dikaitkan dengan endema,
hipertensi, arteriosklerosis, komplikasi kehamilan dan epilepsi, maka perlu
dilakukan diet garam meja untuk menghindari kerusakan organ yang lebih lanjut.
Penyebab garam meja dikatakan dapat merusak yakni kandungan natriumnya
yang berupa ion, namun banyak pasien penyakit jantung dan ginjal tetap terus
menggunakan garam meja meskipun sudah tidak disarankan. Sebenarnya, garam
bukanlah penyebab dari meningkatnya tekanan darah. Namun, garam merupakan
gabungan dari senyawa natrium (Na) dan klorida (Cl). Kandungan natrium di
dalam garam itulah yang menyebabkan hipertensi (Setiyono, 2018). Garam sehat
adalah garam yang memiliki kadar natrium rendah dengan kadar maksimum
natrium 60% berat dan kadar kalium maksimum 40% berat. (BSN,2016). studi
epidemiologi menunjukkan hubungan antara diet makanan dengan ion K dan
efeknya pada tekanan darah tinggi. Manfaat penambahan kalium secara simultan
dengan penurunan pasokan natrium khususnya untuk penurunan tekanan darah
telah ditunjukkan dengan jelas pada meta-analisis yang diterbitkan di JAMA:
1997; 277: 1624-1632 dan berkaitan dengan 33 penelitian melaporkan bahwa
penambahan dengan kalium pada garam meja menyebabkan pengurangan 3,11
mmHg untuk tekanan sistolik dan 1,97 mmHg untuk tekanan diastolik.
(Derrien,2004).
Tabel II.3 Syarat Mutu Garam Diet
2 Bagian yang tidak larut dalam air fraksi massa, % maks. 0,5
6 Cemaran logam
II.8 Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian suatu zat padat dari campuran atau
pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut
setelah dilarutkan dalam pelarut (solven) yang sesuai atau cocok. (Rositawati, dkk
2013). Rekristalisasi pada prinsipnya adalah pelautan kristal kedalam solven yang
sesuai dan kemudian dikristalkan kembali. (Pinalia, 2011). Ada beberapa syarat
agar suatu pelarut dapat digunakan dalam proses kristalisasi yaitu memberikan
perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dengan zat
pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor pada kristal, dan mudah dipisahkan
dari kristalnya. Dalam kasus pemurnian garam dengan teknik rekristaliasi pelarut
yang digunakan adalah air. (Rositawati, dkk 2013).
Dalam rekristalisasi, ada tujuh langkah yang dilakukan yaitu memilih
pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan zat terlarut, menghilangkan warna
larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpulkan dan
mencuci kristal biasanya dengan filtrasi, mengeringkan produk/hasil. (Pinalia,
2011). Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang
akan direkristalisasi dengan kelarutan zat pencampurannya. Larutan yang
terbentuk dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan
dikristalkan dengan cara menjenuhkannya (mencapai kondisi supersaturasi atau
larutan lewat jenuh). Secara teoritis ada 4 metode untuk menciptakan keadaan
supersaturasi yaitu dengan menguapkan solven, mengubah tempertur, reaksi
kimia, dan mengubah komposisi solven. (Rositawati, dkk 2013).
limbah tersebut akan dihasilkan presipitasi CaSO 4 dan CaCO3. Kristalisasi ini
terjadi melalui proses sebagai berikut.
Na2SO4 + CaCl2 CaSO4 + 2NaCl
Na2CO3 + CaCl2 CaCO3 + 2NaCl
Na2SO4 + Ca(OH)2 CaSO4 + 2NaOH
Na2CO3 + Ca(OH)2 CaCO3 + 2NaOH
Kristalisasi reaksi terjadi juga telah dilakukan untuk mendapatkan kristal
struvite dalam mengolah dan recovery NH4+ dan PO43- dari air limbah peternakan.
Kristalisasi reaksi dapat menghasilkan kristal dalam bentuk sulfide atau karbonat.
Kristalisasi reaksi pada air limbah mengandung Zn dan Cu dapat menghasilkan
ZnS dan CuS. Proses ini dapat terjadi melalui penambahan Na 2S dan NaHS pada
air limbah. Kristalisasi dalam bentuk karbonat dapat dilakukan melalui
penambahan Na2CO3 pada air limbah tang mengandung Pb sehingga terbentuk
kristal PbCO3.
4. Drowning-out Crystallization (DC)
Kristalisasi menggunakan metoda DC adalah kristalisasi akibat adanya
penambahan zat dari luar untuk mencapai pemisahan dalam bentuk kristal. Zat
yang ditambahkan untuk pembentukan kristal dapat berupa gas, cair , dan padat.
Zat penambah ini seiring disebut sebagai antisolvent, pengencer, presipitan,
salting-out agent atau watering-out agent. Setelah penambahan zat tersebut,
kelarutan senyawa tertentu akan menurun secara signifikan dan terbentuk kristal
dari larutan.
5. Membrane Distillation Crystallization (MD)
Kristalisasi menggunakan metode MD merupakan proses hybrid membran
distilasi dan kristalisasi. MD adalah proses pemisahan menggunakan driving force
berupa termal yang terintegrasi pada teknologi membran dan distilasi. Prinsip
pada MD adalah pemisahan dengan memanfaatkan pemisahan uap air dengan air
terkonsentrasi melalui pori-pori membran hidrofobik, namun menghambat
penetrasi air, sehingga terjadi pemisahan dari larutan terkonsentras. (Apriani,
2018)
II.10 Kelarutan
Kelarutan secara kuantitatif didefinisikan sebagai
konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur
tertentu. Secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan
dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler
homogen. Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah
larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di
bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan yang
sempurna pada temperatur tertentu. Larutan jenuh adalah suatu
larutan dimana zat terlarut berada dalam keadaan setimbang
dengan fase padat. Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu
larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih
banyak dari yang seharusnya pada temperatur tertentu terdapat
juga zat terlarut yang tidak larut. Pada NaCl memiliki kelarutan
35,9 gr/100mL air (25oC), dan pada KCl memiliki kelarutan 35,7
gr/100mL air (25oC).
II.10.1 Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan
1. Interaksi solut dan solven
Pada kondisi tertentu, zat mempunyai kelarutan tertentu pula. Kemampuan
berinteraksi antara solut dan solven sangat tergantung pada sifat solut maupun
sifat solven, yang dipengaruhi efek kimia, elektrik maupun struktur.
2. Suhu
Perubahan kelarutan suatu zat terlarut karena pengaruh suhu erat
hubungannya dengan panas kelarutan dari zat tersebut. Panas kelarutan
didefinisikan sebagai banyaknya panas yang dibebaskan atau diperlukan
apabila satu mol zat terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut untuk
menghasilkan suatu larutan jenuh. Semakin tinggi suhu maka kelarutan akan
meningkat, sebaliknya semakin rendah suhu maka kelarutan semakin rendah.
3. Tekanan
Pada umumnya, tekanan mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan zat
cair atau zat padat dalam pelarut zat cair, karena diperlukan tekanan yang
besar untuk merubah kelarutan. (Widyanigsih, 2009)
II.11 Mixing
Mixing adalah sebuah proses untuk mencampurkan dua bahan atau lebih
untuk mengurangi ketidakhomogenan, umumnya di proses di dalam bejana
dengan pengaduk yang digerakkan secara mekanis.
II.11.1 Pencampuran Liquid-Liquid
Di semua perangkat pencampur cairan, diperlukan memiliki dua elemen.
Pertama, harus ada umpan curah atau konvektif keseluruhan sehingga tidak ada
daerah stagnan di dalam perangkat. Kedua, harus ada daerah pencampuran
intensif atau geser tinggi yang mampu memberikan pengurangan inhomogeneities
atau peningkatan laju proses yang diperlukan oleh beban. Kedua elemen ini
membutuhkan energi untuk mempertahankannya. Proporsi energi yang mengalir
ke masing-masing tergantung pada aplikasi tertentu dan, apa pun distribusinya,
energi mekanik akhirnya hilang sebagai panas.
II.11.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mixing
1. Kelarutan
Semakin besar kelarutan bahan-bahan yang akan dicampurkan pada
pencampuran, maka akan semakin baik pencampurannya. Pada saat pelarutan
terjadi, terjadi pula difusi. Laju difusi dipercepat oleh adanya aliran.
2. Suhu
Pada saat terjadi pencampuran, dapat terjadi transfer panas dan reaksi
kimia, dalam beberapa kasus, suhu yang terbentuk akibat transfer panas maupun
reaksi kimia dapat mengontrol mekanisme pencampuran.
3. Waktu
Banyak keadaan dimana terjadi kelebihan mixing yang mengakibatkan
terbuangnya energy dan juga tidak produktif. Pencampuran yang baik adalah
pencampuran yang dilakukan relative sebentar. Contohnya pencampuran yang
menggunakan lebih banyak energy atau waktu mungkin dapat merusak
komponen. (Harnby, N. 1992)
tekanan darah yang diakibatkan karena kelebihan natrium. Mekanisme KCl dalam
menurunkan hipertensi adalah kalium yang berada di intraseluler yang bersifat
higroskopis mudah menarik dan berikatan dengan air dari ekstraseluler yang
sebelumnya diserap oleh natrium, sehingga meningkatkan kadar air dalam darah.
Komposisi garam sehat yang dianjurkan sebesar 60% NaCl dan 40% KCl
Garam memiliki sifat yang relatif kering dan berukuran kristal, maka
pembuatan garam rendah natrium dapat dilakukan dengan dua metode, yakni
metode kering dengan cara menghaluskan bahan hingga didapatkan ukuran yang
seragam dan sesuai. Kemudian semua bahan tersebut dicampur dalam keadaan
kering. Kedua dengan menggunakan metode basah yang di mana bahan-bahan
dilarutkan dalam air, dan kemudian kadar air dikurangkan dengan menggunakan
proses penguapan. Kristalisasi merupakan kelanjutan dari proses evaporasi atau
penguapan. Larutan pekat dari hasil evaporasi secara perlahan-lahan didinginkan,
sehingga padatan memisah dari larutan pekat membentuk kristal. (Setiyono,
2018). Serangkaian proses diatas disebut dengan proses rekristalisasi.
Pada proses rekristalisasi yang dijalankan, akan dilakukan dengan
Evaporation Crystallization. Tahapan-tahapan berupa pelarutan kristal garam
NaCl dan KCl masing-masing dengan solven berupa air, kemudian kedua larutan
dicampurkan dan diaduk. Setelah itu larutan campuran dikristalkan dengan cara
dipanaskan hingga terbentuk kristal-kristal garam.
II.12.1 Evaporasi
Penguapan atau evaporasi merupakan proses yang melibatkan pindah
panas dan pindah massa secara simultan. Dalam proses ini sebagian air akan
diuapkan sehingga diperoleh suatu produk yang kental (konsentrat). Proses pindah
panas dan pindah massa yang efektif akan meningkatkan kecepatan penguapan.
Penguapan terjadi apabila suhu suatu bahan sama atau lebih tinggi dari titik didih
cairan. (Joharman, 2006).
II.13 Hipotesa
Dalam pembuatan garam sehat rendah natrium maka garam konsumsi
perlu ditambahkan kalium klorida. Perbandingan antara kalium klorida dengan
natrium klorida yang tepat diharapkan dapat menghasilkan garam sehat rendah
natrium yang sesuai untuk penderita hipertensi. Semakin tinggi suhu operasi,
maka akan mempercepat penguapan air ke udara. Selain itu juga harus diimbangi
dengan waktu yang tepat agar tidak merusak proses pengkristalan.
BAB III
METODE PENELITIAN
III.3 Peubah
2. Melarutkan garam konsumsi dengan air dan kalium klorida dengan air.
4. Lalu dievaporasi sesuai dengan suhu yang dijalankan, yaitu 40oC, 70oC,
100oC hingga terbentuk Kristal.
d. Perhitungan
Dengan :
C = adalah konsentrasi kalium, mg/L
P = faktor pengenceran
K = faktor koreksi kadar air (100/100-KA)
1,2046 = faktor konversi K2O terhadap K
W = berat contoh, mg
Perhitungan kadar NaCl dengan Stokiometri
(terlampir)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel IV.2.1 Hasil analisa kadar NaCl dan KCl pada suhu 40oC
No. Perbandingan massa bahan ( NaCl : KCl ) NaCl (%) KCl (%)
Tabel IV.2.2 Hasil analisa kadar NaCl dan KCl pada suhu 70oC
No. Perbandingan massa bahan ( NaCl : KCl ) NaCl (%) KCl (%)
Tabel IV.2.3 Hasil analisa kadar NaCl dan KCl pada suhu 100oC
No. Perbandingan massa bahan ( NaCl : KCl ) NaCl (%) KCl (%)
(a) (b)
(c)
Gambar IV.1 (a) Hasil SEM garam rendah natrium menggunakan pemanasan
40oC; (b) Hasil SEM garam rendah natrium menggunakan pemanasan
70oC; (c) Hasil SEM garam rendah natrium menggunakan pemanasan
100oC.
Karakterisasi SEM pada garam sehat rendah natrium dilakukan pada
perbesaran 500×, Hasil dari analisa SEM menunjukkan adanya kristal-kristal
kubus bermuka pusat, dengan permukaan kristal yang tidak rata. Kristal kubus ini
berdasarkan literatur diidentifikasikan sebagai garam NaCl dan garam KCl yang
memiliki struktur kristal kubus berpusat muka. Permukaan kubus kristal yang
tidak rata diidentifikasikan sebagai zat-zat pengotor yang menempel pada kristal
saat proses pembesaran bibit kristal terjadi. Pada suhu pemanasan 40oC memiliki
ukuran kristal 27,6-87,2 μm; pada suhu pemanasan 70oC memiliki ukuran kristal
30,8-87 μm; pada suhu pemanasan 100oC memiliki ukuran kristal 35,8-68,8 μm.
Hal ini menunjukan bahwa morfologi garam sehat rendah natrium telah sesuai
dengan literatur yang ada. Perbedaan suhu kristalisasi tidak terlalu berpengaruh
terhadap besaran kristal garam sehat karena pada tiap-tiap suhu memiliki ukuran
kristal pada range yang hampir sama walau menurut literatur, kristalisasi akan
semakin cepat jika suhu kristalisasi semakin tinggi yang kemungkinan akan
mempengaruhi ukuran dari kristal-kristal yang akan terbentuk.
Gambar IV.2 Grafik hubungan antara perbandingan massa bahan 1:3 , 1:2 , 1:1,
2:1, 3:1 pada pemanasan suhu 40oC terhadap kadar NaCl dan KCl yang
dihasilkan setelah proses pencampuran.
Pada suhu pemanasan 40oC didapatkan hasil analisa kadar NaCl yang
mengalami kenaikan yang sesuai dengan perbandingan massa bahan yakni 1:3,
1:2, 1:1, 2:1, 3:1 berturut-turut sebesar 5,3222%; 28,7570%; 53,4230%;
72,4184%; dan 79,6940%. Hal ini telah sesuai dengan hipotesa maupun literature
yaitu semakin besar perbandingan massa bahan NaCl maka semakin besar pula
kadar yang didapatkan dari hasil pencampuran basah. Sedangkan pada hasil
analisa kadar KCl mengalami penurunan yang sesuai dengan perbandingan massa
bahan yakni 1:3 , 1:2 , 1:1, 2:1, 3:1 berturut-turut sebesar 93,2733%; 70,3363%;
46,1600%; 26,2355%; dan 20,2677%. Hal ini telah sesuai dengan hipotesa
maupun literature yaitu semakin kecil perbandingan massa bahan KCl maka
semakin kecil pula kadar yang didapatkan dari hasil pencampuran basah.
Gambar IV.3 Grafik hubungan antara perbandingan massa bahan 1:3 , 1:2 , 1:1,
2:1, 3:1 pada pemanasan suhu 70oC terhadap kadar NaCl dan KCl yang
dihasilkan setelah proses pencampuran.
Pada suhu pemanasan 70oC didapatkan hasil analisa kadar NaCl yang
mengalami kenaikan yang tidak sesuai dengan perbandingan massa bahan yakni
1:3, 1:2, 1:1, 2:1, 3:1 berturut-turut sebesar 24,5309%; 67,1522%; 55,6819%;
70,2027%; dan 85,2579%. Kenaikan yang tidak sesuai terjadi pada perbandingan
massa bahan 1:1. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesa maupun literature yaitu
semakin besar perbandingan massa bahan NaCl maka semakin besar pula kadar
yang didapatkan dari hasil pencampuran basah. Sedangkan pada hasil analisa
kadar KCl mengalami penurunan yang sesuai dengan perbandingan massa bahan
yakni 1:3 , 1:2 , 1:1, 2:1, 3:1 berturut-turut sebesar 75,0648%; 31,5128%;
44,2724%; 29,7247%; dan 13,1700%. Kenaikan yang tidak sesuai terjadi pada
perbandingan massa bahan 1:1. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesa maupun
literature yaitu semakin kecil perbandingan massa bahan KCl maka semakin kecil
pula kadar yang didapatkan dari hasil pencampuran basah. Kedua hal tersebut
dapat dipengaruh oleh beberapa faktor yang memepengaruhi salah satunya
ketidakhomogennya proses pencampuran.
Gambar IV.4 Grafik hubungan antara perbandingan massa bahan 1:3 , 1:2 , 1:1,
2:1, 3:1 pada pemanasan suhu 70oC terhadap kadar NaCl dan KCl yang
dihasilkan setelah proses pencampuran.
Pada suhu pemanasan 100oC didapatkan hasil analisa kadar NaCl yang
mengalami kenaikan yang sesuai dengan perbandingan massa bahan yakni 1:3,
1:2, 1:1, 2:1, 3:1 berturut-turut sebesar 23,0156%; 31,8286%; 50,3046%;
67,2447%; dan 75,2785%. Hal ini telah sesuai dengan hipotesa maupun literature
yaitu semakin besar perbandingan massa bahan NaCl maka semakin besar pula
kadar yang didapatkan dari hasil pencampuran basah. Sedangkan pada hasil
analisa kadar KCl mengalami penurunan yang sesuai dengan perbandingan massa
bahan yakni 1:3 , 1:2 , 1:1, 2:1, 3:1 berturut-turut sebesar 76,6664%; 67,7433%;
47,8188%; 29,1908%; dan 20,2677%. Hal ini telah sesuai dengan hipotesa
maupun literature yaitu semakin kecil perbandingan massa bahan KCl maka
semakin kecil pula kadar yang didapatkan dari hasil pencampuran basah.
grafik yang memiliki perbandingan kadar yang hampir sama pada perbandingan
massa yang sama tiap perbedaan suhu. Berdasarkan pada nilai kelektro
negatifannya, klorida memiliki nilai 3,16 natrium memiliki nilai 0,93 dan kalium
0,82. Menurut literatur, semakim kecil nilai elektronegatifannya, maka akan
semakin mudah bagi atom untuk melepas electron, sehingga klorida akan
cenderung lebih cepat untuk berikatan dengan kalium daripada dengan natrium.
V.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian ini yang paling mendekati SNI Garam Diet 2016 yakni pada
suhu pemanasan 70oC dengan perbandingan massa 1:1 dihasilkan kadar NaCl
sebesar 55,6819% dan kadar KCl sebesar 44,2724%.
2. Kadar KCl sangat berpengaruh terhadap penurunan kadar NaCl, semakin
tinggi kemurnian kadar KCl yang ditambahkan dalam NaCl maka hasil yang
didapatkan akan sesuai dengan perbandingan massa bahan.
3. Pada suhu pemanasan 40oC memiliki ukuran kristal 27,6-87,2 μm; pada suhu
pemanasan 70oC memiliki ukuran kristal 30,8-87 μm; pada suhu pemanasan
100oC memiliki ukuran kristal 35,8-68,8 μm.
V.2 Saran
1. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan bahan pensubstitusi lain yang dapat
bermanfaat bagi tubuh manusia.
2. Peneliti selanjutnya diharapkan memerhatikan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi pembesaran kristal seperti menambahkan bibit kristal pada
proses kristalisasi
3. Peneliti selanjutnya sebaiknya lebih memperhatikan dalam pemilihan kadar
bahan baku khususnya untuk KCl, karena semakin kecil kadar pengotor pada
KCl maka kadar yang akan didapat pada pencapuran akan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran A : Appendix
Sampel yang digunakan perbandingan massa (1:1) dengan suhu pemanasan 70oC
%K hasil analisa AAS = 23,22%
1. Perhitungan perbandingan massa pencampuran bahan
Kelarutan NaCl = 35,9 gr/100ml air (25oC)
Kelarutan KCl = 35,7 gr/100ml air (25oC)
2. Perhitungan Kadar Cl