Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES TEKNIK KIMIA I

TRANSESTERIFIKASI

Diajukan untuk Memenuhi Laporan Praktikum Proses Teknik Kimia I

Disusun Oleh :
Kelompok III (A4)

Nur Fatihah NIM. 210140099


Irma Adenia NIM. 210140107
Zahratun Nabila NIM. 210140155
Hudayya Triyanda Isfarizky NIM.210140158

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2023
ABSTRAK

Biodiesel adalah bahan bakar terbaru yang didefinisikan sebagai ester dari alkohol
suhu rendah dan asam-asam lemak, dimana asam-asam lemak berasal dari minyak
nabati dan lemak hewani. Tujuan percobaan ini adalah melaksanakan proses
transesterifikasi untuk membuat Alkil Ester (biodiesel) dari minyak nabati,
mengukur perolehan kasar alkil ester yang dihasilkan, dan mengukur densitas
alkil ester yang diperoleh. Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan
kandungan FFA rendah secara proses keseluruhan terdiri dari reaksi
transesterifikasi, pemisahan gliserol dari etil ester, pemurnian etil ester
(netralisasi, pemisahan etanol, pencucian dan pengeringan), pengambilan gliserol
sebagai produk samping dan pemurnian etanol tak bereaksi secara destilasi.
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya, tanpa adanya katalis
konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat.
Didapatkan hasil perhitungan kadar FFA didalam minyak pada percobaan ini pada
perbandingan katalis dan metanol (run I) adalah 9,30% dan pada perbandingan
katalis dan metanol (run II) adalah 2,56%. Densitas biodiesel pada perbandingan
katalis dan metanol (run I) yaitu 0,766 gr/ml dan pada perbandingan katalis dan
metanol (run II) yaitu 0,864 gr/mol. Yield yang didapatkan pada percobaan ini
yaitu pada perbandingan katalis dan metanol (run I) sebesar 5,598% dan pada
perbandingan katalis dan metanol (run II) sebesar 5,832%. Hasil persen konversi
yang didapat pada perbandingan katalis dan metanol (run I) sebesar 0,29% dan
pada perbandingan katalis dan metanol (run II) sebesar 0,20%. Dari percobaan ini
dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi mol katalis yang digunakan maka
semakin besar persen yield yang diperoleh.

Kata Kunci: Biodiesel, Densitas, Konversi, Transesterifikasi, Viskositas dan


Yield.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Transesterifikasi


1.2 Tanggal Praktikum : 4 April 2023
1.3 Pelaksana Praktikum : 1. Nur Fatihah NIM. 210140099
2. Irma Adenia NIM. 210140107
3. Zahratun Nabila NIM. 210140155
4. Hudayya Triyanda I. NIM. 210140158
1.4 Tujuan Praktikum : 1. Melakukan proses transesterifikasi untuk
membuat alkil ester (biodiesel) dari minyak
nabati.
2. Mengukur perolehan kasar alkil ester yang
dihasilkan.
3. Mengukur densitas dan viskositas alkil ester
yang diperoleh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel dari Minyak Nabati


Biodiesel merupakan bahan bakar yang menggunakan bahan baku nabati
(renewable), mempunyai kelebihan mengurangi emisi pada udara, juga limbah
gas asap tidak berwarna hitam, dan tidak membuat mata perih (Suharto, 2017).
Biodiesel mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar diesel dari
minyak bumi. Keunggulan dari biodiesel yaitu bahan bakar biodiesel dapat
diperbaharui, ramah lingkungan, aman dalam penyimpanan dan transportasi
karena tidak mengandung racun serta dapat memperkuat perekonomian negara
dan menciptakan lapangan kerja (Sudradjat, 2008).
Biodiesel juga memiliki flash point (suhu terendah yang dapat
menyebabkan uap biodiesel dapat menyala) yang tinggi daripada diesel normal
sehingga tidak menyebabkan mudah terbakar. Biodiesel memiliki keuntungan
seperti dapat menambah ketahanan mesin, sifat emisi yang rendah dan
mengandung oksigen sekitar 10-11% (Lotero, dkk. 2005).
Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM
untuk mesin diesel dalam bentuk B100 atau campuran dengan solar pada tingkat
konsentrasi tertentu, seperti 10% biodiesel dicampur dengan 90% solar yang
dikenal B10. Biodiesel memiliki beberapa keuntungan yaitu bisa dicampur dengan
petroleum diesel dalam berbagai rasio, dibuat dari bahan baku terbarukan, nilai
viskositas berkurang dibanding minyak nabati, dapat terbakar dalam mesin diesel
dengan sedikit atau tanpa modifikasi, dan mengurangi emisi SO 2, partikulat, CO,
hidrokarbon dan NOx (Sutapa, 2014).
2.1.1 Minyak Nabati
Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang diproduksi dengan
menggunakan minyak nabati atau lemak hewan melalui proses trensesterifikasi
atau proses esterifikasi dengan bantuan alkohol dan katalis (minyak goreng bekas)
(Setiawati, 2012).
Sumber minyak nabati dari biodiesel yang paling disosialisasikan di
Indonesia saat ini adalah minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak jarak pagar.
Akan tetapi kedua bahan tersebut memiliki keterbatasan, seperti pada minyak
kelapa sawit, kebutuhan CPO sebagai bahan pangan (minyak goreng) masih
relatif tinggi dan masih memiliki nilai jual yang tinggi sehingga kurang ekonomis
untuk dikonversi sebagai biodiesel (Puangsri, dkk. 2005).
Perbedaan wujud molekuler ini memiliki beberapa konsekuensi penting
dalam penilaian keduanya sebagai kandidat bahan bakar mesin diesel :
a. Minyak nabati (trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari
biodiesel (ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami
perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika terpanaskan
tanpa kontak dengan udara (oksigen).
b. Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari
minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan
bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan
(atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam
kamar pembakaran.
c. Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-
asam lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada
angka setana ester metil. Angka setana adalah tolak ukur kemudahan
menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel.
Di luar perbedaan yang memiliki tiga konsekuensi penting di atas, minyak
nabati dan biodiesel sama-sama berkomponen penyusun utama (≥ 90 %-berat)
asam-asam lemak. Pada kenyataannya, proses transesterifikasi minyak nabati
menjadi ester metil asam-asam lemak, memang bertujuan memodifikasi minyak
nabati menjadi produk yaitu (biodiesel) yang berkekentalan mirip solar, berangka
setana lebih tinggi, dan relatif lebih stabil terhadap perengkahan (cracking).
Semua minyak nabati dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar namun
dengan proses-proses pengolahan tertentu (Y.M Choo, 1994).
2.1.2 Komposisi dalam Minyak Nabati
Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida asam
lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai sekitar
95%), asam lemak bebas (FFA), mono dan digliserida, serta beberapa komponen-
komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Bahan-
bahan mentah pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut:
a. Trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak-lemak
b. Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri minyak lemak.
Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam-asam lemak, yaitu
asam asam karboksilat beratom karbon 6 sampai dengan 30. Trigliserida
merupakan komponen terbesar penyusun minyak nabati. Selain trigliserida,
terdapat juga monogliserida dan digliserida. Struktur molekul dari ketiga macam
gliserida tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Molekul Monoglyceride, Diglyceride, dan Triglyceride


Reaksi transesterifikasi tidak cocok digunakan untuk minyak yang
mengandung asam lemak bebas tinggi. Bahan baku yang digunakan untuk reaksi
transesterifikasi harus tidak boleh mengandung asam lemak bebas lebih dari 2%.
Minyak goreng bekas (minyak jelantah) merupakan limbah yang berasal dari
rumah tangga, terutama dari restoran dan industri pangan. Minyak jelantah
mengandung beberapa senyawa yang berbahaya bagi kesehatan manusia yang
dihasilkan selama proses pemanasan (penggorengan) dalam jangka waktu tertentu
antara lain: polimer, aldehid, asam lemak bebas, dan senyawa aromatik. Selama
penggorengan minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas,
air dan udara, sehinnga terjadinya oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi. Reaksi
hidrolisis ditunjukkan oleh Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Reaksi hidrolisis
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida,
digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh
pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga
dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati. Struktur
molekul asam lemak bebas ditunjukkan oleh Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sruktur Molekul Asam Lemak Bebas


Asam lemak bebas dapat dikonversi menjadi ester melalui proses
esterifikasi. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Asam sulfat,
asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-
katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial.
Reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih
dan air produk yang ikut bereaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi yaitu fasa
minyak. Reaksi esterifikasi yaitu:

Gambar 2.4 Reaksi Esterifikasi


Esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak dengan alkohol dengan
bantuan katalis asam utuk menghasilkan ester. Esterifikasi dengan katalis asam
mengkonversi FFA menjadi ester alkil. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan
tahap transesterifikasi. Reaksi esterifikasi pada proses pembuatan biodiesel secara
dua tahap (esterifikasi dan transesetrifikasi) dapat meningkatkan produksi
biodiesel dan mempengaruhi karakteristik biodiesel.
Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia molekul trigliserida
yang besar, bercabang dari minyak nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih
kecil, molekul rantai lurus, dan hamper sama dengan molekul dalam bahan bakar
diesel. Minyak nabati atau lemak hewani bereaksi dengan alkohol (biasanya
metanol) dengan bantuan katalis (biasanya basa) yang menghasilkan alkil ester
(atau untuk metanol, metil ester) (Knothe, dkk. 2005).
Reaksi transesterifikasi adalah reaksi antara trigliserida dengan metanol
yang menghasilkan metil ester dan gliserol. Ester yang dihasilkan dari reaksi
transesterifikasi ini (metil ester) disebut biodiesel. Reaksinya ditunjukkan oleh
Gambar 2.5.
CH2-O-COR1 R1COOR’ CH2OH
3 R’OH + CH-O-COR2 katalis R2COOR’ + CHOH

CH2-O-COR3 R3COOR’ CH2OH


Alkohol Trigliserida Ester/Biodiesel Gliserol

Gambar 2.5 Reaksi Transesterifikasi


Reaksi ini akan berjalan lebih cepat dengan penambahan katalis. Reaksi
menggunakan katalis basa banyak dipilih dibandingkan katalis asam dan enzim,
karena menghasilkan rendemen metil ester yang tinggi dan waktu yang lebih
cepat.

2.2 Proses Pembuatan Biodiesel


2.2.1 Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang
cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat
organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2006).
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester dengan mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung dalam
trigliserida menjadi metil ester dan hasil samping dari reaksi ini terbentuk air.
Hasil samping berupa air tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metanol
berlebih, air yang terbentuk akan larut dalam metanol dan tidak menghambat
proses reaksi. Selain itu, metanol juga dapat menghambat laju hidrolisis dalam
suasana basa karena metanol dalam bentuk ion metoksida bereaksi dengan
trigliserida menghasilkan metil ester (Sutapa, 2014).
Reaksi esterifikasi ialah sebagai berikut :
RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O ....................................................
(2.1)
Menurut Julianus (2006), tahap esterifikasi diperlukan untuk
mengesterifikasi asam lemak bebas Free Fatty Acid (FFA) dalam minyak bekas
agar jumlahnyatidak terlalu banyak. Asam lemak bebas yang terlalu banyak akan
membentuk banyak sabun sehingga akan mengurangi produksi biodiesel.
2.2.2 Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah reaksi antara lemak dan alkohol membentuk alkil
ester dan produk samping gliserol. Prinsip dasar transesterifikasi adalah satu
alkohol menempati asam lemak menghasilkan ester. Reaksi yang terjadi adalah
reversible dan memerlukan alkohol berlebih untuk mempercepat kesetimbangan
kea rah produk (Anastopoulous, dkk. 2009).
Transesterifikasi merupakan metode yang saat ini paling umum digunakan
untuk memproduksi biodiesel dari minyak nabati. Pada dasarnya proses
transesterifikasi ini bertujuan untuk mengubah (tri, di, mono) gliserida yang
mendominasi komposisi minyak kelapa sawit dan berviskositas tinggi menjadi
metil ester asam lemak dimana metanol atau etanol menggantikan gliserin
(Knothe, 2005).
Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada
Gambar 2.6.
O O
H2C O C R1 H2C O H H3C O C R1
O Katalis O
HC O C R2 + 3 CH3OH ↔ HC O H + H3C O C R2
O O
H2C O C R3 H2C O H H3C O C R3
Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester
Gambar 2.6 Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi Metil Ester
(Mittlebach,
2004)
Tidak seperti esterifikasi yang mengkonversi asam lemak bebas menjadi
ester, pada transesterifikasi sendiri yang terjadi adalah mengubah trigliserida
menjadi ester. Perbedaan antara transesterifikasi dan esterifikasi ini akan menjadi
sangat penting ketika memilih bahan baku dan katalis. Transesterifikasi dikatalisis
oleh asam atau basa, sedangkan esterifikasi, bagaimanapun hanya dikatalisis oleh
asam (Nourredine, 2010).

2.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi


Menurut Arpiwi (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi
transesterifikasi adalah sebagai berikut:
1. Lama Reaksi
Semakin lama waktu reaksi semakin banyak produk yang dihasilkan
karena keadaan ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul
reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun setelah kesetimbangan tercapai
tambahan waktu reaksi tidak mempengaruhi reaksi.
2. Rasio Perbandingan Alkohol dengan Minyak
Rasio molar antara alkohol dengan minyak nabati sangat mempengaruhi
dengan metil ester yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang
digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak.
Perbandingan molar antara alkohol dan minyak nabati yang biasa digunakan
dalam proses industry untuk mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar
dari 98% berat adalah 6:1.
3. Jenis Katalis
Katalis adalah suatu zat yang berfungsi mempercepat laju reaksi dengan
menurunkan energi aktivasi, namun tidak menggeser letak keseimbangan.
Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi
operasi. Tanpa katalis reaksi transesterifikasi baaru dapat berjalan pada suhu
25°C. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun rekasi
berjalan dengan lambat. Katalis yang bisa digunakan pada reaksi transesterifikasi
adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercept reaksi.
4. Suhu
Kecepatan reaksi transesterifikasi akan meningkat pada suhu yang
mendekati titik didih alkohol yang digunakan. Suhu selama reaksi transesterifikasi
dapat dilakukan pada rentang suhu 30°C - 65°C dan dijaga selama proses,
tergantung dari jenis minyak yang digunakan. Dalam proses transesterifikasi
perubahan suhu reaksi menyebabkan gerakan molekul semakin cepat sehingga
bisa mengatasi energi aktivasi. Suhu mempengaruhi viskositas dan densitas,
karena viskositas dan densitas merupakan dua parameter fisis penting yang
mempengaruhi pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar. Semakin tinggi suhu
menyebabkan gerakan molekul semakin cepat atau energi kinetik yang dimiliki
molekul-molekul pereaksi semakin besar sehingga tumbukan antara molekul
pereaksi juga meningkat.
5. Pengadukan
Peningkatan kecepatan pengadukan meningkatkan kecepatan reaksi karena
dengan pengadukan akan mempercepat pergerakan molekul dan memperbesar
peluang terjadinya tumbukan antar molekul.
6. Lama Waktu Pengadukan (Settling)
Lama waktu pengendapan berpengaruh pada proses transesterifikasi 2
tahap yaitu melakukan dua kali proses transesterifikasi. Pengendapan bertujuan
untuk memisahkan gliserol dan biodiesel. Waktu pengendapan metil ester
mempengaruhi bilangan asam. Ketika pengendapan yang lebih lama, diduga
tingkat oksidasi pada proses dua tahap lebih tinggi dari pada proses satu tahap.
Hal ini mengakibatkan bilangan asam menjadi lebih tinggi.
7. Kandungan Air
Kandungan air yang berlebihan dapat menyebabkan sebagian reaksi dapat
berubah menjadi reaksi sabun atau saponifikasi yang akan menghasilkan sabun,
sehingga meningkatkan viskositas, terbentuknya gel dan dapat menyulitkan
pemisahan antara gliserol dan biodiesel.
8. Metanol
Jenis alkohol yang selalu dipakai pada proses transesterifikasi adalah
metanol dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam
pembuatan biodiesel karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih
mudah bereaksi atau lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C 2H5OH) karena
metanol memiliki satu ikatan karbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan
karbon, sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol disbanding dengan
etanol.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Labu leher tiga 1 buah
2. Panci 1 buah
3. Statif and klem 1 buah
4. Termometer 1 buah
5. Pengaduk magnetik (magnetic stirer) 1 buah
6. Gelas beaker 2 buah
7. Corong pemisah 2 buah
8. Piknometer 1 buah
9. Buret 1 buah
10. Spatula 1 buah
11. Erlenmeyer 3 buah
12. Oven 1 buah
13. Hot plate 1 buah
14. Gelas ukur 1 buah
15. Pipet tetes 1 buah
16. Alumunium Foil Secukupnya
3.1.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Minyak Sunco 150 gram
2. Indikator PP 1% 5 tetes
3. Metanol 41,34 ml dan 55,15 ml
4. NaOH 0,1N 0,4 ml dan 0,2 ml
5. KOH 4,9 gram dan 6 gram
6. Aquadest Secukupnya

3.2 Cara Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut:
3.2.1 Transesterifikasi
1. Minyak Sunco dengan berat 150 gram dimasukkan ke dalam labu leher
tiga dan dipanaskan dengan hot plate hingga mencapai suhu 55°C.
2. Sementara minyak dipanaskan, KOH dengan jumlah 4,9 gram dan 6 gram
dilarutkan dalam methanol yang jumlah 41,34 ml dan 55,15 ml, larutan ini
kemudian dimasukkan ke dalam labu yang telah berisi minyak. Campuran
dihomogenkan dengan magnetic stirrer.
3. Setelah tercapai suhu 55°C, peralatan pemanas dimatikan dengan
campuran reaksi dikeluarkan dari labu.
4. Campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pemisah dan dibiarkan
sehingga terbentuk dua lapisan
5. Lapisan bawah yang merupakan lapisan gliserol, air, katalis sisa dan
methanol dipisahkan dari lapisan atas.
6. Ke dalam corong pemisah yang berisi lapisan atas ditambahkan air panas
dan dikocok untuk mengekstrak pengotor yang masih terdapat dalam
lapisan ini, kemudian lapisan bawah dibuang. Pencucian dilakukan
beberapa kali hingga air cucian berwarna bening.
7. Lapisan atas yang merupakan metil ester dikeringkan dengan oven.
8. Metil ester yang telah kering ditimbang dan dianalisis densitasnya.
3.2.2 Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas
1. Minyak Sunco sebanyak 11 gram dan 20 gram dimasukan ke dalam
erlenmeyer.
2. Campuran dikocok saat ditambahkan indikator fhenolftalein (PP) sebanyak
5 tetes dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titik akhir tercapai jika warna
larutan berwarna merah rosa dan bertahan selama 10 detik.
3. Dihitung kadar FFA dengan persamaan:
N NaOH × V NaOH × BM minyak
Kadar FFA =
Berat sampel
...................................................(3.1)
4. Pengujian Bilangan Asam
V NaOH x N NaOH x BMNaOH
Bilangan Asam = ………..…………..
Berat sampel
……...(3.2)
3.2.3 Pengujian Densitas
1. Piknometer kosong ditimbang massanya
2. Piknometer diisi sampel dan ditimbang massanya untuk run I
3. Piknometer diisi air dan ditimbang massanya untuk run II
4. Densitas sampel dihitung dengan persamaan:
Berat sampel
ρsampel = ………………........................................
volume piknometer
(3.3)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Adapun hasil yang didapat pada percobaan ini dapat dilihat pada Tabel
4.1.
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Transesterifikasi
Perbandingan Katalis dan
No. Variabel Metanol
RUN I RUN II
Perbandingan Mol Minyak dan Mol
1. 1:6 1:8
Metanol
1. Suhu (oC) 55°C 55°C
2. Waktu (menit) 55 menit 55 menit
3. Massa minyak (gr) 150 gram 150 gram
4. Massa katalis KOH (gr) 4,9 gram 6 gram
5. Kadar air biodiesel (gr) 0,14 gram 1,05 gram
6. Densitas biodiesel (gr/ml) 0,766 gr/ml 0,864 gr/ml
7. Volume metanol (ml) 41,34 ml 55,15 ml
8. Bilangan asam (%) 0,14 % 0,04 %
9. Yield (%) 5,598 % 5,832 %
10. Konversi (%) 0,29 % 0,20 %
11. Massa Biodiesel (gr) 83,98 gram 87,48 gram
12. Kadar FFA (%) 9,30 % 2,56 %
Sumber: (Praktikum Proses Teknik Kimia I, 2023)

4.2 Pembahasan
Transesterifikasi adalah reaksi antara lemak dan alkohol membentuk alkil
ester dan produk samping gliserol. Prinsip dasar transesterifikasi adalah satu
alkohol menempati asam lemak menghasilkan ester. Reaksi yang terjadi adalah
reversible dan memerlukan alkohol berlebih untuk mempercepat kesetimbangan
kearah produk (Anastopoulous, dkk. 2009).
Percobaan ini bertujuan untuk menghasilkan biodiesel (metil ester) dengan
mereaksikan minyak sunco dengan metanol. Biodiesel dapat berupa metil ester
ataupun etil ester tergantung dari jenis alkohol yang digunakan. Alkohol/metanol
disini berfungsi sebagai reaktan, yang nantinya akan menjadi pelarut KOH yang
berfungsi sebagai katalis. KOH merupakan katalis yang bersifat basa sehingga
akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam,
karena sifat KOH yang homogen, tidak korosif dan berlangsung searah. Tanpa
adanya katalis (KOH), konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan
lambat (Arpiwi, 2015).
Percobaan ini minyak nabati yang digunakan yaitu minyak sebanyak 150
gr untuk run I dan run II. Massa katalis KOH yang digunakan perbandingan
katalis dan metanol (run I) sebanyak 4,9 gr dan perbandingan katalis dan metanol
(run II) 6 gr. Kemudian volume metanol yang digunakan pada perbandingan
katalis dan metanol (run I) sebanyak 41,34 ml dan perbandingan katalis dan
metanol (run II) sebanyak 55,15 ml. Langkah pertama yang dilakukan pada proses
transesterifikasi adalah di masukkan minyak ke dalam labu leher tiga setelah
dipanaskan kemudian dimasukkan katalis KOH yang telah dilarutkan dengan
metanol. Campuran dipanaskan dan diaduk dengan magnetic stirer hingga
mencapai suhu reaksi 55℃ pada perbandingan katalis dan metanol (run I) dan
perbandingan katalis dan metanol (run II). Reaksi transesterifikasi merupakan
reaksi bolak-balik yang relatif lambat. Untuk mempercepat jalannya reaksi dan
meningkatkan hasil, proses dilakukan dengan pengadukan yang baik. Peningkatan
kecepatan pengadukan meningkatkan kecepatan reaksi karena dengan pengadukan
akan mempercepat pergerakan molekul dan memperbesar peluang terjadinya
tumbukan antar molekul (Arpiwi, 2015).
Kenaikan suhu reaksi pada waktu yang lebih singkat akan menaikkan
konversi transesterifikasi, hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu
menyebabkan gerakan molekul semakin cepat atau energi kinetik yang dimiliki
molekul-molekul pereaksi semakin besar sehingga tumbukan antara molekul
pereaksi juga meningkat. Suhu mempengaruhi viskositas dan densitas, karena
viskositas dan densitas merupakan dua parameter fisis penting yang
mempengaruhi pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar. Semakin tinggi suhu
menyebabkan gerakan molekul semakin cepat atau energi kinetik yang dimiliki
molekul-molekul pereaksi semakin besar sehingga tumbukan antara molekul
pereaksi juga meningkat (Arpiwi, 2015).
Setelah campuran yang dipanaskan mencapai suhu reaksi hot plate
dimatikan dan dibiarkan hingga mencapai waktu reaksi, untuk masing-masing
perbandingan katalis dan metanol (run) 55 menit. Berdasarkan teori jika
kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi
tidak akan menguntungkan yaitu produk berkurang karena adanya reaksi balik,
yaitu metil ester terbentuk menjadi trigliserida. Setelah mencapai waktu reaksi
campuran reaksi dikeluarkan dari labu leher tiga dan di masukkan ke dalam
corong pemisah. Pada corong pemisah terbentuk dua lapisan, biodiesel berada
pada lapisan atas sedangkan lapisan bawah adalah gliserol, air, metanol dan sisa
katalis. Gliserol berada di lapisan bawah karena massa jenisnya lebih besar dari
pada massa jenis biodiesel. Biodiesel dipisahkan dari lapisan bawah dan dicuci
menggunakan air panas beberapa kali hingga air pencucinya berwarna bening.
Tujuan dari proses pencucian ini adalah untuk menghilangkan pengotor-pengotor
yang masih ada pada biodiesel. Setelah mengalami proses pencucian biodiesel
dikeringkan di dalam oven selama beberapa hari. Tujuan pengeringan ini adalah
untuk menghilangkan kandungan air. Biodiesel yang dihasilkan diuji densitasnya.
Dari hasil pengujian diperoleh densitas biodiesel perbandingan katalis dan
metanol (run I) adalah 0,766 gram/mol dan densitas biodiesel perbandingan
katalis dan metanol (run II) adalah 0,864 gr/mol. Dari hasil percobaan diperoleh
massa biodiesel yang diperoleh pada perbandingan katalis dan metanol (run I)
adalah 83,98 gr dan pada perbandingan katalis dan metanol (run II) adalah 87,48
gr. Jika massa biodiesel yang dihasilkan pada perbandingan katalis dan metanol
(run II) lebih besar maka begitu pula yield biodiesel pada perbandingan katalis
dan metanol (run II) lebih besar dari pada yield biodiesel pada perbandingan
katalis dan metanol (run I) (Mittlebatch, 2004).

4.2.1 Grafik Hubungan antara Yield dengan Waktu


Yield merujuk pada efisiensi reaksi konversi bahan baku menjadi produk
yang diinginkan. Lebih khususnya, yield menggambarkan persentase jumlah
produk yang dihasilkan dalam hubungannya dengan jumlah bahan baku.

60 55 55
50

40
Waktu (menit)

30 Waktu
Yield
20

10 5.598 5.832

0
1 2

Yield (%)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Yield dengan Waktu


Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa waktu mempengaruhi yield yang
dimana perhitungan yield didapati dari massa biodiesel dan masssa minyak.
Waktu yang digunakan disetiap run adalah sama yaitu 55 menit tetapi yield yang
diperoleh pada perbandingan katalis dan metanol (run II) lebih tinggi karena
massa biodiesel yang didapati pada perbandingan katalis dan metanol (run II)
lebih besar dibandingkan perbandingan katalis dan metanol (run I). Yield
merupakan hasil konversi minyak sampel dengan metil ester yang dihasilkan. Jika
massa biodiesel yang dihasilkan pada perbandingan katalis dan metanol (run II)
lebih besar maka begitu pula yield biodiesel, pada perbandingan katalis dan
metanol (run II) lebih besar dari pada yield biodiesel pada perbandingan katalis
dan metanol (run I) (Mittlebatch, 2004).
4.2.2 Grafik Hubungan antara Kadar Air dan Waktu
Kandungan air yang berlebihan dapat menyebabkan sebagian reaksi dapat
berubah menjadi reaksi sabun atau saponifikasi yang akan menghasilkan sabun,
sehingga meningkatkan viskositas, terbentuknya gel dan dapat menyulitkan
pemisahan antara gliserol dan biodiesel.

60 55 55
50
Waktu (menit)

40

30
Waktu
20 Kadar Air
10
0.14 1.05
0
1 2

Kadar Air (gr)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Kadar Air dengan Waktu


Pada perhitungan kadar air yang dihitung adalah perbandingan massa
biodiesel sebelum di oven dengan massa biodiesel setelah di oven. Hasil yang
didapat pada perbandingan katalis dan metanol (run I) adalah 0,14 gram dan pada
perbandingan katalis dan metanol (run II) adalah 1,05 gram. Dapat diketaui
bahwasanya massa biodiesel yang digunakan pada perbandingan katalis dan
metanol (run I) adalah 11 gram dan pada perbandingan katalis dan metanol (run
II) adalah 20 gram. Pada grafik di atas kadar air perbandingan katalis dan metanol
(run II) lebih besar dari perbandingan katalis dan metanol (run I) dikarenakan
perbedaan massa biodiesel yang diperoleh. Dari hasil percobaan yang telah
dilakukan dan melalui grafik di atas dapat kita ketahui bahwasanya waktu
mempengaruhi kadar air yang diperoleh pada biodiesel ini, karena pada biodiesel
sendiri hasil beratnya akan digunakan untuk perhitungan kadar air (Arpiwi, 2015).
4.2.3 Grafik Hubungan antara Kadar FFA dan Waktu
Sebelum melaksanakan proses transesterifikasi, minyak goreng terlebih
dahulu diuji kadar ALB (Asam Lemak Bebas) untuk memastikan bahwa
kandungan ALB pada minyak goreng tidak melebihi batas yang diperbolehkan
yaitu <0,5% agar saat proses transesterifikasi berlangsung tidak terjadi proses
saponifikasi yang menghasilkan sabun.

60 55 55
50

40
Waktu (menit)

30 Waktu
Kadar FFA
20
9.3
10
2.56
0
1 2
Kadar FFA (%)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Kadar FFA dengan Waktu


Pada percobaan ini kadar FFA yang dihasilkan melebihi batas yang
diperolehkan yaitu pada perbandingan katalis dan metanol (run I) adalah 9,30%
dan pada perbandingan katalis dan metanol (run II) adalah 2,56 % dalam waktu
55°C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan baku atau minyak yang
digunakan memiliki kandungan ALB yang lebih banyak dari standar yang
diperbolehkan. Pada proses pembuatan biodiesel, kandungan asam lemak bebas
dalam minyak/lemak dapat bereaksi dengan katalis basa membentuk sabun. Hal
tersebut menyebabkan kehilangan katalis dalam membentuk metil ester dan
mengurangi yield produk (Arita, dkk. 2008).
4.2.4 Grafik Hubungan antara Kadar Asam dan Waktu
Tahap selanjutnya yaitu penentuan bilangan asam. Bilangan asam didapat
dengan mengalihkan kadar asam lemak bebas dengan faktor konversi, yaitu bobot
molekul (BM) KOH (56,1 g/mol) dibagi persepuluh BM asam lemak (BM asam
palmitat = 256). Penggunaan BM KOH sebagai faktor konversi adalah untuk
mengubah nilai kadar asam lemak bebas menjadi bilangan asam.

60 55 55
50

40
Waktu (menit)

Waktu
30
Kadar Asam
20

10
0.14 0.04
0
1 2

Kadar Asam (%)

Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Kadar Asam dengan Waktu


Pada grafik di atas maka dapat diketahui bahwa waktu tidak mempengaruhi tetapi
yang mempengaruhi adalah massa biodiesel yang digunakan pada saat proses
titrasi dan juga volume titrasi yang didapat pada saat melakukannya maka
bilangan asam yang dihasilkan semakin rendah. Pada perbandingan katalis dan
metanol (run I) bilangan asam yang diperoleh adalah 0,14% dan pada
perbandingan katalis dan metanol (run II) adalah 0,4%. Dapat diketahui
bahwasanya volume hasil titrasi dengan massa biodiesel yang dititrasi juga
mempengaruhi. Rendahnya bilangan asam ini artinya setara dengan rendah pula
kadar asam lemak bebasnya. Trigliserida yang terkandung di dalam tidak terlalu
banyak yang terurai menjadi asam lemak bebasnya akibat reaksi hidrolisa.
Rendahnya bilangan asam yang didapat karena minyak sunco yang digunakan
belum pernah digunakan atau masih baru. Sementara itu untuk biodiesel dengan
bilangan asam tinggi disebabkan karena trigliserida yang terkandung di dalam
minyak sudah banyak yang terurai menjadi asam lemak bebasnya akibat reaksi
hidrolisa. Hal ini bisa terjadi pada proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dan
berulang. Dimana semakin tinggi suhu menyebabkan gerakan molekul semakin
cepat atau energi kinetik yang dimiliki molekul-molekul pereaksi semakin besar
sehingga tumbukan antara molekul pereaksi juga meningkat (Anita, 2013).
4.2.5 Grafik Hubungan antara Konversi dan Waktu
Pada dasarnya perhitungan ini dialihkan dari kadar asam lemak bebas
dengan faktor konversi, yaitu bobot molekul (BM) KOH (56,1 g/mol) dibagi
persepuluh BM asam lemak (BM asam palmitat = 256).

60 55 55
50

40
Waktu (menit)

30 Waktu
Konversi
20

10
0.29 0.2
0
1 2

Konversi (%)

Gambar 4.5 Grafik Hubungan antara Konversi dengan Waktu


Dari grafik ini dapat diketahui waktu yang digunakan adalah sama yaitu
55°C tetapi hasil % konversinya berbeda yang dimana pada perbandingan katalis
dan metanol (run I) adalah 0,29% dan pada perbandingan katalis dan metanol
(run II) adalah 0,20%. Hasil ini menunjukkan bahwasanya konversi terbentuk dari
awal tergantung pada mol biodiesel yang digunakan dengan mol mula-mula yang
dimana jika mol biodiesel dan mol mula-mula yang dihasilkan besar maka
konversi yang dihasilkan kecil dan jika mol mula-mula dan massa biodiesel yang
didapati kecil maka hasil konversinya akan besar (Arita, dkk. 2008).
Dari keseluruhan analisa yang telah dilakukan didapatkan hasil biodiesel
dengan kualitas baik atau memenuhi standar sehingga layak digunakan adalah
semua biodiesel pada masing-masing run yang dilakukan pada percobaan ini. Hal
ini dikarenakan memiliki yield dan persen konversi yang tinggi dan juga
mempunyai kadar ALB dan bilangan asam yang rendah.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil dari transesterifikasi yang telah dilakukan bisa digunakan untuk
memproduksi biodiesel dari minyak nabati.
2. Kadar FFA didalam minyak sunco pada perbandingan katalis dan metanol
(run I) yaitu 9,30% dan perbandingan katalis dan metanol (run II) yaitu
2,56%.
3. Densitas biodiesel pada perbandingan katalis dan metanol (run I) yaitu
0,766 gr/ml dan pada perbandingan katalis dan metanol (run II) yaitu
0,864 gr/ml.
4. Yield yang didapat pada percobaan ini yaitu pada perbandingan katalis dan
metanol (run I) yaitu 5,598% dan perbandingan katalis dan metanol (run
II) yaitu 5,832%.
5. Hasil persen konversi yang didapat pada perbandingan katalis dan metanol
(run I) yaitu 0,29% dan pada perbandingan katalis dan metanol (run II)
yaitu 0,20%.
6. Bilangan asam yang di dapat pada perbandingan katalis dan metanol (run
I) adalah 0,14% dan pada perbandingan katalis dan metanol (run II) adalah
0,04%.
7. Kadar air biodiesel yang didapati pada perbandingan katalis dan metanol
(run I) adalah 0,14 gr dan pada perbandingan katalis dan metanol (run II)
adalah 1,05 gr.

5.2 Saran
Disarankan untuk praktikum transesterifikasi selanjutnya agar
melakukannya dengan variasi bahan yang berbeda misalnya minyak sawit dan
minyak kelapa. Sedangkan untuk katalis, menggunakan katalis lain yaitu katalis
heterogen seperti CaO.

DAFTAR PUSTAKA

Anastopoulos, G., Zannikou, Y., Stournas, S. dan Kalligeros, S. 2009.


Transesterification of vegetable oils with ethanol and characterization of
the key fuel properties of ethyl esters. Energies 2(2): 362-376.
Arpiwi, N. L. 2015. Produksi Biodiesel dari Biji Malapari (Pongamia pinnata
(L.) Pierre). Karya Tulis Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas
Udayana.
Devitria, Rosa, Nurhayati, dan Sofia Anita. 2013. Sintesis Biodiesel dengan
Katalis Heterogen Lempung Cengar yang diaktivasi dengan NaOH :
Pengaruh NaOH Loading. Prosiding Seminar FMIPA Universitas
Lampung, 359-362.
Knothe, G. 2005. Dependence Of Biodiesel Fuel Properties On The Structure Of
Fatty Acid Alkyl Esters. Fuel Processing Technology, 86, 1059-1070.
Lotero E, Liu Y, Lopez., Suwannakarn K, Bruce DA, and Goodwin JG, J. 2005.
Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis. Industrial and Engineering
Chemistry Research, 44 No. 14, 5353-5363.
Mittlebach, M. Remschmidt, Claudia. 2004. Biodiesel The Comprehensive
Handbook. Vienna: Boersedruck Ges.m.Bh.a
Nourrredine, Abdoulmoumine. 2010. Sulfate and Hydroxide Supportes on
Zirconium Oxide Catalysts for Biodiesel Production. Thesis, Virgina
Polytechnic Institute and State University. Blacksburg, Virgina.
Puangsri, T., Abdulkarim, S.M. and Ghazali, H.M. 2005. Properties of Carica
Papaya L. (Papaya) Seed Oil Following Extractions Using Solvent and
Aqueous Enzymatic Methods. Journals of Food Lipids, 12, pp. 62-76.
Setiawati. E. Edward. F. 2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel Dari Minyak
Goreng Dengan Teknik Mikrofitrasi dan transesterifikasi sebagai
Alternatif Bahan Bakar Mesin Diesel. Balai Riset dan standarisasi Industri
Banjarbaru.
Sudradjat. 2008. Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar. Jakarta: Swadaya.
Suharto. 2017. Bioteknologi dalam Bahan Bakar Nonfosil. Yogyakarta: ANDI.
Sutapa I.W, R. 2014. Pengaruh Berat Katalis, Suhu Dan Waktu Reaksi Terhadap
Produk Biodiesel Dari Lemak Sapi. Prosidang Seminar Nasional Basic
Science Vi F-Mipa Unpatti.
Y.M. Choo. 1994. Palm Oil Carotenoids. The United Nation University Press
Food and Nutrition Buletin. Vol. 15.

LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

B.1 Perhitungan Komposisi Bahan


Diketahui:
Massa minyak = 150 gram
BM Minyak Kelapa Sawit = 880,4 gr/grmol
BM Metanol = 32,04 gr/mol
Massa jenis Metanol = 0,7918 gr/ml
Perbandingan Mol = 1:6 dan 1:8
Suhu Reaksi = 55°C
Waktu Reaksi = 55 menit

Ditanya :
Mol minyak ?
Mol metanol ?
Massa metanol ?
Volume metanol ?
Massa katalis (NaOH) ?

Penyelesaian :
Perbandingan mol minyak dengan metanol = 1:6 dan 1:8
massa minyak
1. Mol minyak =
BM minyak
150 gr
=
880,4 gr/mol
= 0,1703 mol

m ol metanol
2. Mol metanol (Run I) = mol minyak ×
mol minyak
6
= 0,1703 mol ×
1
= 1,022 mol
mol metanol
Mol metanol (Run II) = mol minyak ×
mol minyak
8
= 0,1703 mol ×
1
= 1,363 mol

3. Massa metanol (Run I) = mol metanol × BM metanol


= 1,022 × 32,04 gr/mol
= 32,74 gram
Massa metanol (Run II) = mol metanol × BM metanol
= 1,363 × 32,04 gr/mol
= 43,67 gram

Massa metanol
4. Volume metanol (Run I) =
densitas metanol
32,74 gr
=
0,7918 gr/ml
= 41,34 ml
Massa metanol
Volume metanol (Run II) =
densitas metanol
43,67 gr
=
0,7918 gr/ml
= 55,152 ml

5. Massa katalis (KOH)


Run I = Katalis (KOH) × Massa Minyak
= 0,032 × 150 gr
= 4,9 gr
Run II = Katalis (KOH) × Massa Minyak
= 0,040 × 150 gr
= 6 gr

B.2 Perhitungan Densitas Biodiesel


(piknometer + biodiesel) – piknometer kosong
Densitas biodiesel (Run I) =
volume piknometer
19,57 – 13,74
=5

= 0,766 gr/ml
(piknometer + air) – piknometer kosong
Densitas biodiesel (Run II) =
volume piknometer
18,06 – 13,74
=5

= 0,864 gr/ml

B.3 Kadar Air


Run I
Kadar Air = massa biodisel sebelum di oven – massa biodiesel setelah di oven

= 84,12 gr – 83,98 gr

= 0,14 gram
Run II
Kadar Air = massa biodisel sebelum di oven – massa biodiesel setelah di oven
= 88,53 gr – 87,48 gr

= 1,05 gram

B.4 Perhitungan Yield


Run I
Massa biodiesel
% Yield =
Massa minyak
× 100%
83,98
=
150
× 100%
= 5,598%
Run II
Massa biodiesel
% Yield =
Massa minyak
× 100%
87,48
=
150
× 100%
= 5,832%

B.5 Perhitungan Konversi


Run I
Mol mula-mula = mol minyak + mol metanol
= 0,1703 + 1,022
= 1,192 mol
massa biodiesel
Mol biodiesel =
BM biodiesel
83,98
=
283,77
= 0,351 mol
massa biodiesel
% Konversi =
mol mula-mula
× 100%
0,351
=
1,192
× 100%
= 0,29%
Run II
Mol mula-mula = mol minyak + mol metanol
= 0,1703 + 1,363
= 1,5333 mol
massa biodiesel
Mol biodiesel =
BM biodiesel
87,48
=
283,77
= 0,308 mol
massa biodiesel
% Konversi =
mol mula-mula
× 100%
0,308
=
1,533
× 100%
= 0,20%

B.6 Bilangan Asam


Diketahui :
Konsentrasi NaOH = 0,1 N
BM NaOH = 40
Berat Sampel = 11 gr dan 20 gr
Volume titrasi Run I = 0,4 ml
Volume titrasi Run II = 0,2 ml
Penyelesaian :
N Na OH × V titrasi × BM NOH
Run I =
Berat sampel
×
100%
0,1 × 0,4 × 40
= 11 gr × 100%

= 0,14 %
N NaOH × V titrasi × BM NaOH
Run II =
Berat sampel
×
100%
0,1 × 0,2 × 40
= 20 gr × 100%

= 0,04 %

B.7 Kadar FFA


N NaOH × V titrasi × BM Minyak
Run I =
Berat sampel
×
100%
0,1 × 0,4 × 25,6
= 11 gr × 100%
= 9,30%
N NaOH × V titrasi × BM Minyak
Run II =
Berat sampel
×
100%
0,1 × 0,2 × 25,6
= 20 gr ×100%

= 2,56%

LAMPIRAN C
TUGAS DAN PERTANYAAN

1. Analisa density, kadar air, yield, konversi data FFA dan bilangan asam!
2. Plot perbandingan yield dan waktu!
3. Faktor yang mempengaruhi transesterifikasi!

Jawaban

1. Analisa density, kadar air, yield, konversi data FFA dan bilangan asam!

Perhitungan Densitas Biodiesel


(piknometer + biodiesel) - piknometer kosong
Densitas biodiesel (Run I) =
volume piknometer
19,57 - 13,74
=5

= 0,766 gr/ml
(piknometer + air) - piknometer kosong
Densitas biodiesel (Run II) =
volume piknometer
18,06 - 13,74
=5

= 0,864 gr/ml
Kadar Air
Run I
Kadar Air = massa biodisel sebelum di oven – massa biodiesel setelah di oven

= 84,12 gr – 83,98 gr

= 0,14 gram
Run II
Kadar Air = massa biodisel sebelum di oven – massa biodiesel setelah di oven

= 88,53 gr – 87,48 gr

= 1,05 gram

Perhitungan Yield
Run I
Massa biodiesel
% Yield =
Massa minyak
× 100%
83,98
=
150
× 100%
= 5,598%
Run II
Massa biodiesel
% Yield =
Massa minyak
× 100%
87,48
=
150
× 100%
= 5,832%
Perhitungan Konversi
Run I
Mol mula-mula = mol minyak + mol metanol
= 0,1703 + 1,022
= 1,192 mol
massa biodiesel
Mol biodiesel =
BM biodiesel
83,98
=
283,77
= 0,351 mol
massa biodiesel
% Konversi =
mol mula-mula
× 100%
0,351
=
1,192
× 100%
= 0,29%
Run II
Mol mula-mula = mol minyak + mol metanol
= 0,1703 + 1,363
= 1,5333 mol
massa biodiesel
Mol biodiesel =
BM biodiesel
87,48
=
283,77
= 0,308 mol
massa biodiesel
% Konversi =
mol mula-mula
× 100%
0,308
=
1,533
× 100%
= 0,20%
Kadar FFA
N N a OH × V titrasi × BM Minyak
Run I =
Berat sampel
× 100%
0,1 × 0,4 × 25,6
= 11 gr × 100%
= 9,30%
N NaOH × V titrasi × BM Minyak
Run II =
Berat sampel
× 100%
0,1 × 0,2 × 25,6
= 20 gr ×100%

= 2,56%
Bilangan Asam
Diketahui :
Konsentrasi NaOH = 0,1 N
BM NaOH = 40
Berat Sampel = 11 gr dan 20 gr
Volume titrasi Run I dan Run II = 0,4 ml dan 0,2 ml
Penyelesaian :
N NaOH × V titrasi × BM NOH
Run I =
Berat sampel
× 100%
0,1 × 0,4 × 40
= 11 gr × 100%

= 0,14 %

N NaOH × V titrasi × BM NaOH


Run II =
Berat sampel
× 100%
0,1 × 0,2 × 40
= 20 gr × 100%

= 0,04 %

2. Plot perbandingan yield dan waktu!


60 55 55
Waktu (s) 50
40
30 Waktu
Yield
20
10 5.598 5.832
0
1 2
Yield (%)

Gambar C.1 Grafik Hu bungan antara Yield dengan Waktu


3. Faktor yang mempengaruhi transesterifikasi!
a. Kualitas bahan baku: Kualitas bahan baku, seperti minyak nabati atau
lemak hewan yang digunakan dalam transesterifikasi, dapat
mempengaruhi kebersihan dan hasil akhir dari reaksi. Bahan baku yang
tidak bersih atau terkontaminasi dapat menghasilkan produk yang tidak
bersih.
b. Konsentrasi reagen: Konsentrasi reagen, seperti katalis dan alkohol, dapat
mempengaruhi kecepatan dan hasil reaksi transesterifikasi. Konsentrasi
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan reaksi yang
tidak efisien atau bahkan kegagalan reaksi.
c. Waktu dan suhu reaksi: Waktu dan suhu reaksi dapat mempengaruhi
kecepatan dan hasil transesterifikasi. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah atau waktu reaksi yang terlalu lama atau terlalu singkat dapat
menghasilkan produk yang tidak diinginkan.
d. Kualitas katalis: Katalis yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi
harus berkualitas tinggi dan bekerja efektif untuk menghasilkan produk
yang bersih. Katalis yang tidak efektif atau terkontaminasi dapat
menghasilkan produk yang tidak diinginkan.
e. Teknik pemisahan: Teknik pemisahan yang digunakan untuk memisahkan
produk transesterifikasi dari sisa reagen dapat mempengaruhi kebersihan
dan hasil akhir produk. Teknik yang tidak efektif atau tidak sesuai dapat
menghasilkan produk yang tidak bersih atau terkontaminasi.
f. Kontaminasi silang: Kontaminasi silang dapat terjadi jika peralatan yang
digunakan dalam transesterifikasi sebelumnya digunakan untuk reaksi
yang berbeda atau terkontaminasi dengan bahan kimia lain. Hal ini dapat
menyebabkan kegagalan reaksi atau menghasilkan produk yang tidak
diinginkan.
g. Ketidakseimbangan reagen: Ketidakseimbangan reagen terjadi ketika
perbandingan mol antara reagen dalam suatu persamaan kimia tidak sesuai
dengan koefisien stoikiometri yang tepat. Jika ada ketidakseimbangan
reagen, ini dapat menghasilkan beberapa masalah dalam perhitungan
kimia.

LAMPIRAN D
GAMBAR ALAT

No. Nama dan Gambar Alat Fungsi


1. Labu Leher Tiga Untuk memasukkan minyak dan
bahan kimia lainnya yang akan
didestilasi dan jalan uap cairan yang
akan dilewatkan pada gelas pendingin.

2. Gelas Beaker Untuk sebagai tempat minyak yang


digunakan pada masing-masing run,
melarutkan metanol dan KOH,
memanaskan air pada praktikum
transesterifikasi.

3. Erlenmeyer Untuk menjadi wadah saat melakukan


titrasi pada minyak di masing-masing
run.

4. Hot plate Untuk membantu minyak saat


didestilasi di labu leher tiga dan
memanaskan air.
5. Magnetic stirer Untuk melakukan pengadukan dan
meratakan larutan di dalam labu leher
tiga.

6. Piknometer Untuk menentukan massa jenis dari air


dan sampel minyak.

7. Gelas Ukur Untuk mengukur volume larutan


metanol yang digunakan.

8. Pipet Tetes Untuk meneteskan indikatot PP pada


sampel minyak yang akan dilakukan
titrasi.
9. Statif dan Klem Digunakan untuk menjepit peralatan
gelas seperti buret dalam proses titrasi.

10. Thermometer Untuk mengukur suhu sampel minyak


yang digunakan untuk mencapai
keberhasilan yang diinginkan.

11. Aluminium foil Untuk menutup sampel minyak dan


bahan kimia lain saat dipanaskan agar
tidak menguap diudara yang akan
mengakibatkan percobaan gagal.

12. Panci Untuk memanaskan labu leher tiga


yang dimana didalamnya terdapat air
yang sudah dipanaskan.

13. Corong Pemisah Untuk memisahkan larutan yang telah


didiamkan untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan.
14. Buret Untuk meneteskan NaOH ke sampel
minyak yang akan dititrasi.

15. Spatula Untuk mengaduk, meratakan dan


menuangkan zat kimia yang
diperlukan.

16. Oven Untuk memanaskan dan


mengeringkan sampel, melakukan
proses sterilisasi, dll.

Anda mungkin juga menyukai