Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN TETAP

METIL ESTER
LABORATORIUM REKAYASA PROSES PRODUK INDUSTRI KIMIA

DISUSUN OLEH
MAHALIA NURHIDAYANTI (03031182025003)
TIARA MAHARANI R. P. (03031182025023)
FIRA KHAIRUNNISA (03031282025047)
KAVIN HANDOKO (03031282025067)
STEVANY VANESYA S.M. (03031282025083)

NAMA CO-SHIFT : 1. REDHO PERDANA


2. TIARA PUSPITA PRAJA
NAMA ASISTEN : 1. RAHMAD ALFAKHRI
2. USWATUN HASANAH
3. PUTI ADINDA
4. JENNI NURADILA S.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023

1
ABSTRAK

Metil ester atau biodiesel merupakan suatu bahan organik yang dapat dijadikan sebagai
bahan bakar alternatif disebabkan oleh sifatnya yang biodegradable dan dapat diperoleh
dari limbah minyak nabati maupun hewani. Bahan yang digunakan serta reaksi yang terjadi
tergolong sederhana, sehingga memiliki potensi yang besar dalam pemanfaatannya.
Percobaan pembuatan biodiesel dari minyak jelantah bertujuan untuk mengkaji prinsip
pembuatan biodiesel, faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan biodiesel. Serta
pengaruh nisbah katalis yang digunakan pada proses pemanasan dan pereaksian minyak
jelantah. Tahap yang digunakan dalam percobaan ini ialah transesterifikasi, disebabkan
oleh kadar FFA minyak sudah cukup rendah dan dengan penambahan katalis basa yaitu
KOH. Hasil dari percobaan yang dilakukan akan ditinjau dari persen yield serta densitas
biodiesel yang sesuai. Variasi nisbah katalis yang digunakan ialah 0,6%, 0,8%, 1%, 1,2%
dan 1,4%. Setelah dilakukan pengamatan diperoleh hasil tertinggi persen yield berada pada
nisbah 1% kemudian menurun seiring peningkatannya. Hal ini disebabkan oleh kondisi
yang dicapai sudah mencapai titik optimumnya.

Kata Kunci: Biodiesel, minyak jelantah, nisbah katalis, yield.

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Energi memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia. Energi fosil
merupakan salah satu energi yang paling banyak digunakan. Masyarakat Indonesia
sangat menggantungkan kebutuhan energi dari bahan bakar yang berbasis fosil.
Cadangan energi fosil semakin menipis dan akan segera habis dalam jangka waktu
yang tidak panjang dengan berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat.
Penelitian saat ini banyak yang membahas mengenai energi baru dan terbarukan.
Salah satu energi baru yang banyak diteliti adalah biodiesel. Bodiesel merupakan
energi baru yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diproses dengan metode
esterifikasi dan transesterifikasi yang dibuat untuk mesin diesel.
Bahan bakar nabati (BBN) bioetanol dan biodiesel merupakan dua jenis
energi baru terbarukan sebagai pengganti bensin dan solar. Saat ini pengembangan
bahan bakar nabati yang menggantikan bahan bakar fosil terus dilakukan. Biodiesel
atau metil ester adalah sebuah alternatif untuk bahan bakar diesel berbasis minyak
bumi yang terbuat dari sumber daya terbarukan seperti minyak nabati, lemak
hewan, atau alga. Metil ester memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel
petroleum dan dapat menggantikannya dalam menggunakan saat ini. Diesel
merupakan salah satu jenis bahan yang mungkin untuk menggantikan bahan bakar
fosil sebagai sumber energi utama dunia transportasi. Biodiesel merupakan bahan
bakar terbarukan yang dapat menggantikan solar pada mesin saat ini. Biodiesel juga
dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini.
Biodiesel tendiri dari asam lemak rantai panjang dengan akohol terpasang,
sering berasal dari minyak rabati. Biodiesel dihasikan melalui reaksi minyak nabati
dengan akohol meti atau etil alkohol dengan adanya katalis. Pembuatan metil ester
atau biodiesel yang dilakukan dalam praktikum ini digunakan untuk skala
laboratorium dengan bahan utamanya yakni minyak jelantah. Minyak jelantah
mengandung. Praktikum ini dilakukan guna meningkatkan pengetahuan mengenai
metil ester baik dalam cara dan prinsip pembuatannya, karakteristik, serta faktor
yang dapay mempengaruhi dalam proses pembuatan metil ester.

1
2

1.2. Rumusan masalah


1. Bagaimana pengaruh nisbah katalis terhadap yield metil ester?
2. Bagaimana prinsip dan cara kerja pembuatan metil ester?
3. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan metil
ester?
1.3. Tujuan
1. Mengatahui pengaruh nisbah katalis terhadap yield metil ester.
2. Mengetahui prinsip dan cara kerja pembuatan metil ester.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan metil
ester.
1.4. Manfaat
1. Bagi praktikan, dapat mengetahui tahapan pembuatan metil ester berbahan
dasar minyak jelantah.
2. Bagi peneliti, dapat menambah kajian literatur mengenai pembuatan metil
ester dan faktor yang mempengaruhi proses pembuatannya.
3. Bagi masyarakat, dapat menambah pengetahuan mengenai pemanfaatan
minyak jelantah menjadi metil ester.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Biodiesel


Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah
lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar diesel. Biodiesel merupakan bahan
bakar yang bersifat biodegradable, merupakan senyawa pelumas tinggi, memilki
kandungan karbon rendah, serta titik nyala yang lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan bahan bakar solar. Biodiesel merupakan suatu senyawa mono-alkil ester
asam lemak yang mempunyai rantai panjang (Latisya, 2022). Pada umumnya
biodiesel dibuat melalui pengolahan minyak nabati atau lemak hewani.
Minyak nabati pada umunya terdapat lima jenis asam lemak yaitu asam
stearat, asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam stearat
dan asam palmitat termasuk jenis asam lemak jenuh, asam oleat, asam linoleat,
asam linolenat termasuk asam lemak tak jenuh, jika asam lemak terlepas dari
trigliseridanya maka akan menjadi lemak asam bebas. Bahan yang digunakan untuk
membuat biodiesel harus tidak beracun serta memiliki karakterisitik yang
sebanding dengan diesel minyak bumi yang pada umunya telah digunakan saat ini.

Gambar 2.1. Biodiesel


(Sumber: Suherman dkk, 2022)

Biodiesel memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan


petrodiesel yaitu diesel yang berasal dari sumber daya alam yang dapat
diperbaharui. Menurut Ambarriny dan Alim (2020), biodiesel memiliki kandungan
aromatik dan sulfur yang cukup rendah, biodiesel memiliki cetane number yang

3
4

tinggi. Selain itu, biodiesel merupakan energi yang ramah lingkungan, bersifat
biodegradable, dan tidak beracun. Gas buang berupa hidrokarbon dan karbon
monoksida dari biodiesel cenderung lebih rendah dibandingkan dengan solar.
Rantai karbon biodiesel yaitu mono alkil ester sehingga biodiesel lebih mudah
didegradasi oleh bakteri dibandingkan dengan rantai karbon petrodiesel yang
bersifat lebih kompleks dengan ikatan rangkap dan banyak cabang.

2.2. Reaksi pembentukan biodiesel


Biodiesel merupakan suatu bahan bakar alternatif yang dibuat melalui
proses esterifikasi, transesterifikasi atau esterifikasi-transesterifikasi. Penggunaan
reaksi ini dipilih berdasarkan bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan
biodiesel. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester dengan mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung di
dalam trigliserida menjadi metil ester. Melalui rekasi ini akan dihasilkan hasil
samping atau produk samping dari reaksi berupa terbentuknya air.
Reaksi esterifikasi dilakukan jika bahan baku yang digunakan mengandung
asam lemak bebas tinggi. Reaksi esterifikasi dapat terjadi dan dipercepat dengan
bantuan katalis asam dan panas. Hasil samping berupa air tersebut dapat diatasi
dengan menggunakan metanol berlebih, air yang terbentuk akan larut dalam
metanol dan tidak menghambat proses reaksi (Suleman dkk, 2019).
Transesterifikasi adalah reaksi yang saat ini paling umum digunakan untuk
membuat biodiesel dari minyak nabati. Pada dasarnya proses transesterifikasi ini
bertujuan untuk mengubah (tri, di, mono) gliserida yang mendominasi komposisi
minyak yang memiliki nilai viskositas tinggi menjadi metil ester asam lemak
dimana metanol atau etanol menggantikan gliserin (Nenobahan dkk, 2020).
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan biodiesel adalah
kandungan FFA (Free Fatty Acid). Pada reaksi transesterifikasi reaktan trigliserida
direaksikan dengan metanol atau etanol. Pada proses ini dipilih metanol sebagai
reaktan karena merupakan alkohol yang paling reaktif. Reaksi transesterifikasi
merupakan reaksi yang bersifat reversible. Karena sifatnya yang reversible, maka
pergeseran reaksi ke kanan atau ke arah produk pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan alkohol secara berlebih dari kesetimbangan stoikhiometri.
5

Maka dari itu perlu dilakukan proses pemurnian metil ester menjadi
biodiesel. Pada proses pemurnian ini umumnya dilakukan pencucian. Pencucian
adalah proses menghilangkan sisa metanol, sisa katalis, sabun dan gliserol yang
tidak bisa dihilangkan pada proses pemisahaan sebelumnya menggunakan corong
pemisah. Metode yang umum digunakan dalam pemurnian biodiesel adalah water
washing yaitu pencucian menggunakan air. Proses pencucian water washing
dilakukan hingga tiga kali untuk menghilangkan sisa gliserol, metanol yang tidak
bereaksi, katalis dan sabun yang terbentuk selama proses pembentukan metil ester
(Rachmanita dan Safitri, 2019). Biodiesel yang akan dicampur harus sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan karena standar tersebut dapat memastikan bahwa
biodiesel yang dihasilkan dari reaksi pemrosesan bahan baku minyak nabati
sempurna yaitu bebas gliserol, katalis, alkohol, dan asam lemak bebas.

2.3. Katalis Reaksi


Suatu reaksi pada umumnya berlangsung melalui proses pembentukan
reaktan menjadi produk dengan kondisi operasi tertentu. Reaksi dapat berjalan
dalam waktu yang lambat ataupun dalam waktu yang cepat tergantung dengan
segala kondisi dalam reaksi yang tentunya sudah disesuaikan. Pada suatu proses
reaksi sangat umum dijumpai suatu katalis yang digunakan untuk mempercepat
suatu reaksi terjadi. Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan laju suatu
reaksi tanpa ikut bereaksi. Katalis memberikan mekanisme reaksi yang lebih mudah
dengan energi pengaktifan yang lebih baik dibanding dengan tanpa katalis
(Supriyanto, 2019). Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi
aktivasi reaksi. Pada katalis terdapat site aktif yang berperan dalam proses reaksi.
Pada pembuatan suatu senyawa melalui reaksi tertentu umumnya digunakan
katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen merupakan Katalis yang
berada pada fase yang sama (liquid) dengan reaktan. Katalis homogen memiliki
beberapa kekurangan seperti sulit untuk dipisahkan dari larutan produk yang
dihasilkan. Selain itu katalis homogen juga tidak dapat digunakan kembali dan akan
menjadi limbah berbahaya apabila dibuang langsung ke lingkungan. Apabila katalis
homogen digunakan dalam reaksi transesterifikasi pembentukan biodiesel maka
katalis tersebut dapat bereaksi dengan asam lemak bebas yang dapat meningkatkan
6

kemungkinan terbentuknya produk sabun yang merupakan peroduk samping yang


tidak diinginkan. Hal tersebut akan menyebabkan sulitnya proses pemisahan
gliserol dan mengurangi yield biodiesel (Oko dan Feri, 2019).
Apabila ditinjau dalam skala produksi yang besar maka sebagian besar
industri kimia menggunakan katalis heterogen. Pemakaian katalis heterogen
(berupa padatan) memiliki beberapa keuntungan. Keuntungannya yaitu jenis
katalisnya yang cukup banyak, mudah dimodifikasi dan dapat diregenerasi pada
suhu pemisahan. Selain itu jenis katalis heterogen dapat digunakan untuk
mereaksikan senyawa yang peka terhadap suasana asam dan tidak merusak warna
hasil reaksi. Karakteristuk suatu katalis heterogen adalah permukaan yang aktif dan
mampu mengadsorpsi reaktan. Katalis heterogen dapat dengan mudah dipisahkan
dari hasil reaksi atau produknya karena fasenya yang berbeda.
Pada pembuatan biodiesel berlangsung reaksi esterifikasi dan reaksi
transesterifikasi. Proses esterifikasi umumnya dilakukan apabila kadar asam lemak
bebas pada minyak cukup tinggi atau lebih dari angkat 5%. Pada reaksi esterifikasi
umumnya digunakan katalis asam seperti asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat
(H2PO4). Sedangkan pada minyak nabati yang mengandung asam lemak bebas yang
sudah rendah yaitu dibawah 5% maka dapat langsung melalui proses
transesterifikasi. Pada proses transesterifikasi umumnya digunakan katalis
basa/alkali seperti natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH).
Beberapa penelitian mengenai pengaruh penggunaan katalis pada
pembuatan biodiesel sudah cukup sering dikaji. Pada umumnya digunakan katalis
homogen seperti KOH, NaOH, dan H2SO4. Penggunaan katalis pada pembuatan
biodiesel akan berpengaruh pada rendeman atau yield biodiesel yang dihasilkan.
Salah satunya pada penelitian Suherman dkk (2022) diperoleh kesimpulan bahwa
variasi katalis akan memberikan hasil yield biodiesel yang berbeda pada setiap
variasinya. Akan diperoleh nilai optimum katalis dimana pada penelitian tersebut
kadar katalis optimumnya adalah 1% yang mana dihasilkan 85% rendemen.
Apabila melewati batas optimumnya maka penambahan persen katalis akan
menyebabkan penurunan yield biodiesel yang dihasilkan dan akan meningkatkan
proses saponifikasi yang tidak diharapkan terjadi.
7

2.4. Variasi Bahan Baku Pembuatan Biodiesel


Biodiesel sebagai salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan
juga dapat diperoleh dan dihasilkan dari bahan yang mudah didapatkan. Biodiesel
dapat diproduksi dari berbagai jenis minyak, seperti minyak nabati dan minyak
hewani. Bahan baku biodiesel yang paling sering digunakan di Indonesia berasal
dari minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Selain dari CPO, tanaman lain yang
berpotensi untuk bahan baku biodiesel antara lain tanaman jarak, jarak pagar,
kemiri sunan, kemiri cina, nyamplung dll. Hal yang menyebabkanm pemilihan CPO
lebih banyak dipasaran karena minyak sawit terdiri atas senyawa gliserol dan asam
lemak berbentuk trigliserida. Penyusun terbesar asam lemak yang terikandung di
dalam minyak sawit diantaranya adalah asam palmitat 48%, asam oleat 38 %,
dan asam linoleat 9% (Kapuji dkk, 2021).
Biodiesel dapat dibuat dari asam lemak dengan proses esterifikasi. Biodiesel
juga dapat dibuat dari minyak atau lemak dengan proses transesterifikasi. Asam
lemak dan minyak/lemak tersedia dalam berbagai jenis bahan baku, seperti minyak
nabati, minyak/lemak hewan, dan minyak goreng bekas. Beberapa jenis dari bahan
baku tersebut, limbah cair dari industri proses pengilangan minyak sawit menjadi
minyak goreng berpotensi menjadi bahan baku untuk pembuatan biodiesel. Minyak
sebagai bahan baku biodiesel dengan kadar asam lemak bebas tinggi. Penggunaan
katalis basa homogen dilakukan proses esterifikasi dan transesterifikasi
Bahan baku lain yang dapat digunakan dan nilainya lebih ekonomis
dibandingkan dengan CPO adalah minyak jelantah. Minyak jelantah merupakan
limbah sisa penggorengan. Bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah
mengandung senyawa senyawa bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses
penggorengan. Maka dari itu, proses pemanasan dapat mempercepat hidrolisis
trigliserida dan meningkatkan kandungan asam lemak bebas (FFA) di dalam
minyak. Kandungan FFA dan air didalam minyak bekas berdampak negatif
terhadap reaksi transesterifikasi, karena metil ester dan gliserol menjadi susah untuk
dipisahkan. Keuntungan biodiesel minyak jelantah dibandingkan dengan bahan
bakar solar yaitu biodiesel mempunyai kadar belerang yang jauh karena kadar
belerang >15 ppm dan meningkatkan daya pelumas (Ishaq, 2020).
8

2.5. Reaktan dan Produk Pembuatan Biodiesel


Biodiesel umumnya diproduksi melalui reaksi antara minyak nabati atau
lemak hewani dengan tambahan alkohol dan katalis basa seperti natrium oksida
(NaOH) atau kalium hidroksida (KOH). Biodiesel merupakan alkil ester sederhana
yang terbuat dari minyak nabati melalui reaksi transesterifikasi. Transesterifikasi
sendiri ialah proses pengubaha trigliserida menjadi ester yang lebih sederhana
dengan menggunakan alkohol serta dibantu oleh katalis (Dimawarnita dkk, 2023).
Reaksi ini biasanya dilakukan pada suhu dan tekanan tertentu sesuai dengan alkohol
yang digunakan baik itu metanol maupun etanol. Reaktan dalam pembuatan
biodiesel ini ialah trigliserida (minyak atau lemak) dan alkohol.
Trigliserida juga bisa disebut trigliserol atau triasigliserol. Trigliserida
merupakan jenis lemak atau lipid yang sering ditemukan dalam darah dan terdapat
dijaringan lemak (adiposa). Trigliserida yang biasa digunakan dalam pembuatan
ialah trigliserida yang diperoleh dari minyak nabati seperti minyak kelapa sawit,
minyak kedelai, minyak jarak, dan lain sebagainya. Trigliserida yang digunakan
bisa menggunakan minyak jelantah yang merupakan minyak sisa atau minyak
goreng yang digunakan beberapa kali pemakaian. Minyak jelantah sendiri kaya
akan kandungan asam lemak bebas (Camalia dkk, 2023). Penggunaan minyak
jelantah ini digunakan dalam pembuatan biodiesel karena secara karakteristik masih
ada kesamaan dengan minyak kelapa sawit, karena masih mengandung trigliserida.
Asam lemak bebas yang terdapat dari minyak-minyak tersebut akan
direaksikan dengan alkohol sehingga menghasilkan biodiesel. Alkohol yang sering
digunakan dalam pembuatan biodiesel ini adalah metanol. Metanol merupakan
senyawa kimia organik yang dikenal dengan sebutan metil alkohol. Senyawa ini
biasa digunakan untuk produksi formaldehida, bahan bakar dan sejumlah produk
kimia lainnya. Metanol sendiri dapat diproduksi dari gas alam, biomassa seperti
kayu dan limbah pertanian. Metanol memiliki titik didih 64,7oC. Metanol ini
memiliki sifat beracun jika dikonsumsi atau terhirup dalam jumlah besar. Alasan
pengunaan metanol ialah dari segi ekonomis harganya lebih murah, dan tingkat
daya reaksinya lebih tinggi dibandingkan alkohol rantai panjang lainnya. Berbeda
dengan etanol karena memilik harga yang lebih mahal sehingga jarang digunakan.
9

Produk yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi antara trigliserida


dan alkohol ialah biodiesel atau metil ester dan gliserol. Biodiesel ini sendiri dapat
dijadikan bahan bakar. Produksi biodiesel dapat dilakukan melalui proses
esterifikasi dan transesterifikasi. Biodiesel termasuk dalam golongan dari mono-
alkil ester yang memiliki panjang rantai karbon antara 12 hingga 20 terkandung
oksigen. Kualitas dari biodiesel yang didapatkan tergantung minyak nabati yang
digunakan sebagai bahan baku. Biodiesel ini sendiri dapat dibuat menggunakan
minyak nabati yang berasal dari sumber yang dapat diperbaharui. Banyak jenis
tanaman di dunia teridentifikasi dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel.
Produk samping yang dihasilkan dalam produksi biodiesel yaitu gliserol
atau bisa disebut crude gliserol. Crude gliserol merupakan produk samping dari
hasil produksi biodiesel melalui proses transesterifikasi yang memiliki kandungan
50% gliserol dan zat pengotor lainnya (Muhammad dan Susila, 2023). Gliserol ini
juga merupakan senyawa yang termasuk dalam golongan alkohol. Gliserol ini
bersifat cair, tidak berwarna dan tidak berbau, tetapi gliserol yang dihasilkan dalam
proses pembuatan biodiesel umumnya berwarna kekuning-kuningan. Senyawa ini
juga dapat ditemukan secara alami dari lemak dan minyak tumbuhan serta hewan.
Gliserol sering digunakan dalam industri kimia seperti industri kosmetik, farmasi,
makanan, dan bahan bakar. Gliserol juga bisa digunakan dalam pembuatan
bioplastic dimana peran gliserol ini menjadi plasticizer yang bersifat hidrofilik.
Proses pembuatan biodiesel ini selain menggunakan bahan baku seperti
trigliserida dan alkohol juga penting menggunakan katalis. Katalis sendiri
digunakan untuk mempercepat laju reaksi yang terjadi dalam temperature yang
rendah. Katalis pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu katalis homogen dan
katalis heterogen. Katalis yang digunakan dalam pembuatan biodiesel ini biasanya
katalis homogen basa yaitu natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida
(KOH). Dua katalis tersebut paling sering digunakan dalam pembuatan biodiesel
melalui proses transesterifikasi. KOH sering digunakan dalam prosese
transesterifikasi. Kelebihan dari katalis KOH yaitu lebih reaktif sehingga reaksi
akan berjalan optimal dan menghasilkan yield yang lebih besar, namun terdapat
kelamahan dalam katalis ini yaitu reaksi akan sulit dikontrol (Hartono dkk, 2023).
10

Katalis basa biasa digunakan pada proses transesterifikasi sedangkan asam


digunakann untuk proses esterifikasi. Esterifikasi umumnya menggunakan katalis
asam dengan pemanasan secara konvensional yaitu katalis asam pendonor proton
seperti asam sulfat (Suleman dan Paputungan, 2019). Katalis asam sendiri
digunakan untuk mengurangi kadar asam lemak bebas dalam minyak yang
digunakan dalam pembuatan biodiesel. Penggunaan katalis asam ini tentunya akan
menggunakan temperatur yang lebih tinggi dari pada temperatur penggunaan
katalis basa. Katalis asam lainnya yang dapat digunakan ialah asam klorida (HCl).
Katalis asam digunakan biasanya untuk mempercepat reaksi esterifikasi
maupun transesterifikasi. Reaksi tersebut akan membentuk biodiesel dan gliserol.
Penggunaan katalis asam dalam produksi biodiesel memilik beberapa kelemahan.
Kelemahan tersebut yaitu dapat menghasilkan limbah beracun dan korosif, sulit
untuk dipisahkan dari produk, dan dapat merusak katalis yang digunakan untuk
reaksi selanjutnya. Oleh karena itu, katalis basa seperti natrium hidroksida dan
kalium hidroksida lebih banyak digunakan karena lebih ramah lingkungan dan
mudah untuk melakukan pemisahan dengan produk akhir.

2.6. Pemanfaatan Biodiesel


Biodiesel merupakan sejenis bahan bakar yang diproses melalui sumber
yang dapat diperbaharui biasanya minyak tumbuhan dan lemak hewan (Santoso
dkk, 2023). Biodiesel juga merupakan bahan bakar yang sangat ramah lingkungan,
dan tidak mengandung zat berbahaya, bersifat biodegradble, dan emisi gas
buangnya jauh lebih rendah dari emisi bahan bakar diesel lainnya. Indonesia
mengalami krisis energi fosil, volatilitas energi fosil sendiri sangat tinggi. Indonesia
sendiri sangat beketergantungan terhadap energi fosil karena sangat minimnya
pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT). Bukan hanya Indonesia bahkan
seluruh negara yang ada didunia ini akan mengalami krisis energi fosil, karena
energi tersebut semakin lama akan semakin habis.
Penggunaan dari energi fosil sendiri memberi dampak yang buruk bagi
lingkungan yaitu menipisnya sumber daya, global warming, efek rumah kaca, hujan
asam, dan dampak-dampak lainnya. Perubahan iklim juga dapat terjadi apabila
penggunaan energi fosil secara terus menerus, selain itu kerusakan ekosistem, dan
11

juga dapat membuat krisis ekonomi dalam suatu negara. Krisisnya energi fosil
dapat menyebabkan dampak besar bagi perekonomian negara karena semakin
langka energi fosil harga minyak atau bahan bakar akan melonjak tinggi. Energi
baru dan terbarukan menjadi kunci untuk mengatasi keterbatasan sumber bahan
bakar fosil, salah satunya yaitu pembuatan biodiesel. Pengunaan biodiesel dapat
mengurangi emisi bahan bakar karbon monoksida (CO), hidrokarbon tak terbakar,
dan sulfat (Muhammad dan Susila, 2023). Menipisnya cadangan minyak bumi
membuat kebutuhan akan biodiesel menjadi meningkat.
Pemanfaatan biodiesel dapat memberikan banyak manfaat bagi kehidupan.
Biodiesel dapat megurangi emisi gas rumah kaca karena mengandung oksigen yang
membantu dalam proses pembakaran bahan bakar yang lebih bersih dan
menghasilkan emisi lebih sedikit. Penggunaan bahan bakar fosil secara terus
menerus dapat menimbulkan polusi gas rumah kaca akibat pemabakaran bahan
bakar fosil (Sulistiyawati dkk, 2020). Biodiesel dapat mengurangi ketergantungan
bahan fosil, dimana dunia sekarang masih sangat bergantung terhadap energi fosil.
Biodiesel dapat mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil, karena biodiesel
terbuat dari bahan yang dapat diperbaharui yaitu minyak sawit, jarak, dan lain-lain.
Pemanfaatan biodiesel juga dapat mengurangi pencemeran udara, karena
menghasilkan emisi yang lebih sedikit daripada bahan bakar lain.
Perkonomian juga berdampak pada pengunaan biodiesel, peningkatan
ekonomi lokal dapat terjadi dikarenakan bahan baku dari biodiesel ini sering berasal
dari sumber daya lokal sehingga dapat memberi manfaat ekonomi yang lebih besar.
Manfaat yang lain yaitu dalam segi limbah yang dihasilkan. Pengolahan bahan baku
dalam pembuatan biodiesel dapat mengurangi jumlah limbah dan bahan buangan
organik lainnya, karena bahan baku tersebut dapat dapat dimanfaatkan menjadi
sumber energi. Pemanfaatan dari biodiesel ini juga mendapat beberapa tantangan
antara lain yaitu biaya produksi yang lebih tinggi, ketersediaan bahan baku, dan
pengaruh terhadap kestabilan harga pangan. Oleh karena itu, diperlukan upaya
untuk meningkatkan teknologi produksi biodiesel itu sendiri dan pengembangan
bahan baku yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Upaya tersebut juga
dapat menopang kebutuhan dunia akan keterbatasan energi fosil.
12

2.7. Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Biodiesel


Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah umumnya memerlukan
pretreatment yang berguna untuk menurunkan bilangan asam dalam minyak.
Minyak jelantah umumnya membutuhkan dua tahapan produksi yakni esterifikasi
dan transesterifikasi dimana esterfikasi dilakukan agar mengurangi nilai FFA (Free
Fatty Acid). Reaksi dalam proses esterifikasi dipengaruhi oleh katalis yang
digunakan dimana katalis asam yang umum digunakan adalah asam sulfat pekat
(96%) dan asam klorida. Proses esterifikasi ini dapat berlangsung secara optimal
apabila berada dalam kondisi yang asam (Reftalani, 2019).
Menurut Apriwi (dalam Hadrah dkk, 2018) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi reaksi transesterifikasi salah satunya adalah katalis. Tanpa
penambahan katalis maka reaksi transesterifikasi baru dapat berlangsung pada suhu
250 ℃. Lama waktu pengendapan juga mempengaruhi proses dan bertujuan untuk
memisahkan gliserol dan biodiesel. Waktu pengendapan metil ester akan
berpengaruh terhadap bilangan asam dimana pengendapan yang lebih lama
dikhawatirkan dapat menyebabkan tingkat oksidasi pada proses dua tahap lebih
tinggi dari pada proses satu tahap. Hal ini menyebabkan bilangan asam menjadi
lebih tinggi. Peningkatan kecepatan dalam proses pengadukan mampu
meningkatkan kecepatan reaksi. Kandungan air berlebih dalam proses ini juga
dihindari karena dapat menyebabkan sebagian reaksi berubah menjadi saponifikasi.
Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi proses transesterifikasi
adalah pemilihan katalis dan konsentrasi katalis yang digunakan. Menurut Atadashi
(dalam Rachmanita dan Safitri, 2020) proses transesterifikasi umumnya
menggunakan katalis basa. Hal ini disebabkan oleh reaksi transesterifikasi yang
lebih cepat bereaksi apabila menggunakan katalis basa dibandingkan katalis asam.
Penambahan konsentrasi katalis sebesar 1% juga dinilai lebih optimal dan
menghasilkan rendemen yang tinggi. Suhu yang digunakan dalam proses
transesterifikasi juga perlu diperhatikan karena apabila terlalu rendah yakni sekitar
kurang dari 55℃ maka dapat mempengaruhi rendemen biodiesel yang dihasilkan.
Apabila suhu terlalu tinggi dalam proses transesterifikasi dikhawatirkan metanol
yang digunakan akan mudah menguap dan mempengaruhi reaksi yang terjadi.
13

2.8. Penelitian Terkait


Menurut penelitian Andalia dan Pratiwi (2018), kinerja katalis NaOH dan
KOH dalam proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dapat dikatakan sama
baiknya. Biodiesel dengan katalis NaOH menghasilkan hasil analisa asam,
viskositas, dan kandungan metanol katalis lebih baik. Viskositas dengan katalis
NaOH cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya (%- v) metanol namun
kembali turun pada penggunaan (50%-v) metanol. Biodiesel dengan katalis KOH
menghasilkan hasil analisa kandungan metanol, densitas, dan FFA yang lebih baik.
Konversi maksimal penggunaan katalis NaOH dapat digunakan dengan 40-45 %-v
sementara % konversi minimum diperoleh dengan 30 - 35 %-v metanol. Hasil %
konversi maksimal dengan katalis KOH terdapat pada titik 50%-v metanol dan %
konversi minimum diperoleh ketika menggunakan 30%-v metanol.
Apabila ditinjau dari segi kuantitas, konversi, kinerja katalis NaOH lebih
baik dibandingkan katalis KOH dimana % yield yang didapat 94,4% dan %
konversi 98,89%. Kuantitas terbaik diperoleh dengan penggunaan katalis NaOH
dengan menggunakan 35%-v metanol. Berdasarkan penelitian tersebut, dengan
kedua jenis katalis dan rasio mol metanol, kualitas biodiesel hasil penelitian ini
telah memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) yang berlaku. Hal ini sesuai
dimana diperoleh bilangan asam < 0,8 mg-KOH/g, FFA < 0,5%, densitas < 890
gr/ml, viskositas < 6,0 cSt, water content < 0.05%-v, methanol content < 0,2 %- v.
Menurut penelitian Prihanto dan Irawan (2018), pembuatan biodisel dari
minyak jelantah dengan proses netralisasi-transesterifikasi mengahasilkan yield
biodiesel sebesar 87,3 %. Kondisi optimal pembuatan biodiesel dari minyak goreng
bekas melalui proses Netralisasi-Transesterifikasi terjadi pada suhu 60℃. Kondisi
tersebut diperoleh dengan konsentrasi katalis KOH 1,0 % dan rasio molar metanol
dan minyak 6 : 1. Berdasarkan penelitian, penggunaan ketiga rasio molar metanol-
minyak ketika suhu dtingkatkan hingga suhu 60℃ maka akan terjadi peningkatan
yield biodiesel yang relatif sama. Hasil yield biodiesel cenderung menurun apabila
suhu ditingkatkan hingga 70℃. Rasio molar metanol-minyak 6 : 1 dan 7 : 1 akan
menghasilkan yield biodisel optimal diperoleh dengan konsentrasi katalis 1,0 %.
Peningkatan rasio molar secara teori umumnya akan meningkatkan yield biodiesel.
14

Menurut penelitian Mukmimin dkk (2023), waktu reaksi pada saat produksi
biodiesel dengan perbandingan minyak jelantah dan metanol 1: 5 pada suhu 60°C
dengan katalis NaOH sebanyak 0,6% massa menghasilkan hasil bervariasi. Hasil
rendemen sebanyak 80% diperoleh dengan waktu reaksi 40 menit sementara
rendemen sebesar 79% dan 65% diperoleh dengan watu reaksi 30 dan 45 menit.
Penurunan rendemen juga terjadi secara signifikan pada waktu 45 menit sebesar
65% yang diduga karena penggunaan katalis berlebih yang menyebabkan reaksi
safonifikasi atau pembentukan sabun. Sebagian asam lemak yang membentuk
sabun dengan katalis NaOH mampu menyebabkan nilai metil esternya berkurang.
Bahan dalam proses transesterifikasi dalam peneltian ini diperoleh dari
minyak jelantah yang sudah dipreparasi dan mempunyai kandungan asam lemak
bebas paling rendah. Berdasarkan penelitian tersebut, bilangan asam (%FFA)
terendah diperoleh dari biodiesel dengan bahan baku sampel minyak jelantah
dengan enam kali pemakaian yakni sebesar 0,419%. Hal ini menunjukan bahwa
semakin banyak pemakaian minyak goreng maka kualitasnya akan semakin
menurun karena kandungan asam lemak bebas semakin banyak terbentuk selama
pemakaian. Hasil pengamatan menunjukan seluruh sampel membentuk dua lapisan
yakni lapisan pertama berupa metil ester dan lapisan bawah berupa gliserol. Seluruh
sampel juga memiliki densitas yang lebih rendah dibandingkan standar SNI.
Menurut penelitian, viskositas kinematis sampel meningkat seiring dengan
peningkatan persentase campuran biodiesel. Semua sampel memiliki viskositas
yang sesuai dengan kisaran standar ASTM D6571. Sejalan dengan viskositas
kinetik, densitas sampel B0, B2, B5, B20, B40 dan B100 masing-masing meningkat
dari 0,8080 menjadi 0,8592. Nilai asam terendah sebesar 0,7012 mg KOH/g tercatat
untuk B0 sedangkan tertinggi sebesar 1,8232 mg KOH/g tercatat untuk B100.
Bahan bakar biodiesel dalam campuran yang seiring meningkat akan menyebabkan
nilai asam dari bahan bakar biodiesel-solar campuran meningkat. Dalam hal
performa mesin dengan blended diesel, tingkat emisi 𝐶𝑂2, CO, NO, NOx,
hidrokarbon dan 𝑆𝑂2 dapat berkurang dengan meningkatkan persentase biodiesel.
Emisi tersebut juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain sehingga tingkat
emisi dengan solar campuran juga dipertimbangkan dengan baik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

1) Heating mantle

2) Magnetic stirrer

3) Labu leher tiga

4) Termometer

5) Condenser

6) Pipet hisap

7) Pompa

8) Ember

3.1.2. Bahan

1) Waste Cooking Oil (WCO)

2) Metanol

3) Katalis KOH

3.2. Prosedur Percobaan

3.2.1. Reaksi Esterifikasi

1) Bahan baku berwujud padat dicairkan terlebih dahulu hingga mencapai


ukuran 100 mL.
2) Setelah minyak berbentuk liquid, minyak dimasukkan ke dalam tabung
leher tiga yang telah dilengkapi dengan termometer, pemanas, dan
kondensor. Panaskan sampai suhu mencapai 70°C. Reaksi ini berlangsung
secara batch.
3) Metanol dan katalis dicampurkan dalam jumlah tertentu ke dalam minyak

15
16

yang telah dipanaskan.


4) Campuran tersebut direaksikan selama satu jam.

5) Setelah satu jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan

3.2.2. Reaksi Transesterifikasi

1) Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan kembali


pada suhu 65°C.

2) Setelah tercapai temperature 65°C minyak tersebut ditambahkan dengan


campuran metanol dan katalis KOH dalam jumlah tertentu.
3) Minyak, alkohol dan NaOH tersebut dicampurkan selama satu jam, reaksi
ini berlangsung pada kondisi batch.
4) Setelah satu jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan, serta
dihilangkan alkoholnya.
5) Diamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu lapisan atas metil
ester dan lapisan bawah berupa gliserol, kemudian kedua lapisan tersebut
dipisahkan dengan corong pemisah.
6) Metil ester yang telah dipisahkan kemudian dicuci dengan cara
mencampurkan air yang telah dipanaskan pada suhu 50°C.
7) Diamkan sampai terbentuk dua lapisan, kemudian dua lapisan tersebut
dipisahkan dengan corong pemisah. Hal ini dilakukan beberapa kali hinga
hasil cucian terakhir terlihat bersih.
8) Lakukan pemanasan pada metil ester (biodiesel) sampai suhu 100°C untuk
menghilangka kadar alkohol yang masih ada pada biodiesel.
9) Produk metil ester adalah biodiesel yang dapat dianalisa.
17

3.3. Blok Diagram

Minyak berwujud padat dicairkan hingga mencapai ukuran 100 mL

minyak dimasukkan ke labu, dipanaskan sampai suhu 65°C

Metanol dan katalis dicampurkan lalu ditambahkan kedalam


minyak, direaksikan selama 1 jam

minyak tersebut diangkat dan didinginkan, dan dihilangkan


alkoholnya dengan didiamkan selama 24 jam hingga terbentuk dua
lapisan, lalu dipisahkan dengan corong pemisah

Metil ester yang telah dipisahkan kemudian dicuci dengan cara


mencampurkan air yang telah dipanaskan pada suhu 50°C

Diamkan sampai terbentuk dua lapisan, kemudian dua lapisan


tersebut dipisahkan dengan corong pemisah. Hal ini dilakukan
beberapa kali hinga hasil cucian terakhir terlihat bersih

Lakukan pemanasan pada metil ester (biodiesel)


sampai suhu 100°C untuk menghilangka kadar
alkohol yang masih ada pada biodiesel.

Produk metil ester adalah biodiesel yang dapat dianalisa

Gambar 3.1 Blok Diagram Pembuatan Metil Ester Proses Transesterifikasi


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Percobaan

Tabel 4.1. Data Praktikum Metil Ester


No. Parameter Nilai
1. Berat Minyak Jelantah 101,4000 gram
2. Nisbah Katalis 0,8000 gram
3. Nisbah Metanol 35,5000 gram
4. Massa Metil Ester 94,2000 gram
5. Densitas Metil Ester 0,8360 g/mL

Tabel 4.2. Neraca Massa secara Teoritis dengan Jumlah Katalis 1%


No. Senyawa Input (g) Output (g)
1. Trigliserida 101,400 -
2. Metanol 35,500 24,4896
3. Metil Ester - 101,8536
4. Gliserol - 10,5524
5. KOH 0,8000 0,8000
Total 137,7000 137,6956

Tabel 4.3. Neraca Massa secara Praktek dengan Jumlah Katalis 1%


No. Senyawa Input (g) Output (g)
1. Trigliserida 101,400 7,6024
2. Metanol 35,500 25,3152
3. Metil Ester - 94,2000
4. Gliserol - 9,7612
5. KOH 0,8000 0,8000
Total 137,7000 137,6788

18
19

4.2. Grafik Hasil Pengamatan

100

80

60
%YIELD
40

20

0
0,6 0,8 1 1,2 1,4
% KATALIS

Grafik 4.1. Grafik Hubungan Yield Metil Ester dan Jumlah Katalis

0,84

0,835
DENSITAS

0,83

0,825

0,82
0,6 0,8 1 1,2 1,4
% kATALIS

Grafik 4.2. Grafik Hubungan Densitas Metil Ester dan Jumlah Katalis
20

4.3. Pembahasan
Praktikum yang dilakukam kali ini yaitu mengenai pembuatan
biodiesel. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prinsip dan cara kerja dalam
pembuatan biodiesel. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biodiesel pada
praktikum ini adalah minyak jelantah. Minyak jelantah yang digunakan adalah
sebanyak 100 gram. Minyak jelantah dipanaskan didalam labu leher tiga kemudian
ditambahkan campuran katalis dan alkohol untuk direaksikan dan menghasilkan
metil ester. jenis alkohol dan bahan baku yang digunakan berpengaruh ke %yield.
Prinsip pembuatan metil ester dapat dilakukan dengan proses esterifikasi
dan transesterifikasi. Praktikum yang dilakukan adalah pembuatan metil ester
dengan menggunakan proses transesterifikasi. Tahapan proses transesterifikasi ini
melalui beberapa tahapan yaitu proses preparasi bahan baku, proses pengadukan,
pendinginan, pemisahan biodiesel, pencucian, dan evaporasi. Preparasi bahan baku
yaitu dilakukannya pemanasan terhadap minyak jelantah. Tujuan dari pemanasan
minyak jelantah ini untuk mencairkan bahan baku padat.
Proses pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan minyak jelantah
yang telah dimasukkan campuran katalis dan alkohol. Proses transesterifikasi dan
esterifikasi memiliki perbedaan penggunaan jenis katalis. Proses esterifikasi
menggunakan jenis katalis asam. praktikum yang dilakukan dengan proses
transesterifikasi ini menggunakan katalis basa yaitu KOH. Menurut Busyairi dkk
(2020), katalis KOH lebih baik dibandingkan NaOH dari segi parameter kadar air,
densitas, viskositas, flash point dan kandungan metil ester. Jenis alkohol yang
digunakan adalah methanol. methanol digunakan karena memiliki rantai karbon
yang pendek. 35,5 gram methanol dihomogenkan dengan 0,8112 gram katalis KOH
lalu dimasukkan kedalam minyak jelantah pada labu leher tiga.
Suhu reaksi yang digunakan selama minyak jelantah dan campuran antara
katalis dan alkohol adalah 60-65°C. suhu reaksi harus dijaga agar tidak lebih dari
65°C dan tidak kurang dari 60°C. Suhu reaksi yang terlalu tinggi dapat menguapkan
methanol sehingga yield yang didapatkan tidak sesuai dan menjadi sedikit
mempercepat laju reaksi. Kecepatan reaksi ini memungkinkan dalam pembentukan
produk lain seperti sapon. Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 450 rpm.
21

Minyak jelantah direaksikan selama 1 jam. Semakin lama waktu reaksi maka hasil
untuk produk biodiesel semakin bagus. Semakin lama proses pengadukan maka
reaksi akan lebih homogen dan yield semakin besar (Rastini dkk, 2022).
Proses pendinginan dilakukan sebelum biodiesel dipisahkan. Selama proses
pendinginan ini kadar methanol dapat berkurang akibat penguapan. Biodiesel
kemudian dipisahkan menggunakan corong pemisah. Lapisan atas yang merupakan
biodiesel diambil kemudian dilakukan pencucian. Proses pencucian dilakukan
untuk menghilangkan kotoran yang terdapat didalam biodiesel. Proses pencucian
dilakukan dengan menggunakan aquadest. Aquadest digunakan karena sifat
kepolarannya. Proses pencucian menggunakan aquadest ini dilakukan dengan suhu
air yaitu 50°C. Pencucian dilakukan berulang hingga aquadest jernih dimana pada
praktikum dilakukan hingga 6 kali pencucian kemudian dievaporasi.
Proses evaporasi dilakukan untuk mengambil produk biodiesel dengan
memisahkannya dari methanol dan air yang masih terkandung didalam biodiesel.
suhu yang digunakan pada proses evaporasi adalah 100°C. Pengukuran densitas
biodiesel dilakukan setelah proses evaporasi. Setelah dilakukan uji densitas,
densitas biodiesl yang didapatkan adalah sebesar 0,9390. Hasil biodiesel yang
didapatkan pada praktikum ini setelah beberapa hari mengalami kekeruhan. produk
biodiesel dilakukan pemanasan ulang dan warnanya kembali jernih.
kekeruhan yang terjadi pada produk biodiesel dapat terjadi karena masih
mengandung air didalamnya. pemanasan dilakukan untuk menghilangkan
kandungan air yang terdapat didalam biodiesel. faktor penyimpanan juga dapat
berpengaruh karena tempat penyimpanan biodiesel yang tidak diperhatikan dapat
menjadikan biodiesel membentuk gel. suhu penyimpanan biodiesel yang terlalu
rendah juga dapat menjadi faktor pembentukan gel pada produk biodiesel.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Jaksen dkk (2020), kondisi terbaik
produk biodiesel ada pada suhu 110°C, katalis 1% dan rasio mol 1:1,5. Semakin
banyak katalis yang digunakan maka yield yang akan diperoleh akan semakin besar
dengan titik optimum sebesar 1%. nisbah katalis yang melebihi titik optimum atau
lebih dari 1% dapat menurunkan %yield yang didapatkan. katalis yang digunakan
pada praktikum ini adalah sebanyak 0,8% dengan 94,2% yield yang didapatkan.
22

Prinsip kerja pembuatan metil ester adalah melalui proses esterifikasi dan
transesterifikasi. Proses esterifikasi merupakan proses reaksi antara asam
karboksilat dan alkohol yang membentuk ester melalui proses konversi asam lemak
bebas yang terkandung di dalam trigliserida menjadi metil ester dan menghasilkan
produk samping berupa air (Suleman dkk, 2019). Sedangkan proses
transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida dan alkohol rantai pendek
dengan adanya katalis basa. Pada proses transesterifikasi ini dihasilkan produk
samping berupa gliserol. Proses transesterifikasi terdiri dari tiga reaksi reversibel
berturut-turut yaitu trigliserida diubah menjadi digliserida, digliserida menjadi
monogliserida, kemudian monogliserida menjadi gliserol. Pada setiap gliserida
yang bereaksi akan terjadi pembentukan molekul ester (Ramos dkk, 2019).
Pemilihan proses yang digunakan pada pembuatan biodiesel dengan bahan
baku minyak jelantah didasarkan pada parameter kadar Fatty Free Acid (FFA) pada
minyak jelantah. Apabila kadar FFA pada minyak jelantah lebih dari 5% maka perlu
dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu. Proses pengurangan kadar FFA pada
proses esterifikasi adalah mengurangi terjadinya blocking reaksi yang
mengakibatkan reaksi saponifikasi sehingga yield biodiesel yang dihasilkan
menurun. Pada percobaan metil ester yang dilakukan pada laboratorium rekayasa
proses produk industri kimia digunakan minyak jelantah dengan kadar FFA di
bawah 5% sehingga pada percobaan hanya dilakukan proses transesterifikasi.
Proses pembuatan biodiesel dilakukan menggunakan labu leher tiga yang
diletakkan pada hot plate sebagai media reaksi transesterifikasi. Bagian atas leher
labu distilat disusun kondensor untuk mengubah fase metanol yang nantinya dapat
teruapkan agar kembali lagi ke labu distilat. Bagian samping leher labu distilat
ditutup dan salah satu sisinya dipasangkan termometer untuk mengontrol suhu pada
minyak jelantah. Pengontrolan suhu dengan termometer ini perlu dilakukan karena
suhu yang diatur pada hot plate tidak sama dengan panas yang ada pada minyak
jelantah di dalam labu distilat karena terjadi kehilangan panas pada labu.
Minyak jelantah dipanaskan pada labu distilat hingga suhu 60-65oC lalu
ditambahkan metanol dan katalis basa yaitu KOH. Pemilihan reaktan metanol
dikarenakan metanol merupakan alkohol dengan rantai yang pendek sehingga lebih
23

reaktif serta bahan ini mudah didapatkan. Penggunaan katalis KOH perlu dilakukan
untuk mempercepat reaksi transesterifikasi yang terjadi sehingga yield yang
dihasilkan akan maksimal. Proses ini dilakukan selama 1 jam dengan pengontrolan
suhu 60-65oC selama proses. Semakin tinggi suhu maka proses reaksi akan berjalan
semakin cepat. Namun, pada reaksi transesterifikasi digunakan reaktan berupa
metanol yang akan menguap pada 64,5oC sehingga suhu maksimal dijaga pada 65
o
C agar reaktan pada proses tidak berkurang dan akan dihasilkan produk dengan
yield yang tinggi. Selain itu, putaran magnetik stirer dijaga sekitar 2-3 agar tidak
terlalu cepat sehingga dapat menaikkan suhu sistem.
Setelah proses selama 1 jam akan dilakukan pemisahan produk berupa
biodiesel dan gliserol berdasarkan perbedaan massa jenisnya dengan corong
pemisah. Sebelum proses pemisahan tersebut produk didiamkan terlebih dahulu
hingga suhunya stabil serta terjadi penguapan metanol. Ketika gliserol dan biodiesel
berhadil dipisahkan maka proses selanjutnya adalah pencucian biodiesel yang
bertujuan untuk memurnikan biodiesel dengan mengeluarkan kotoran, serta sisa
reaktan dan katalis dari proses yang tidak bereaksi. Proses pencucian ini dilakukan
dengan aquadest 50 oC pada corong pemisah. Penggunaan suhu ini adalah berdasar
pada literatur pembuatan biodiesel yang telah dilakukan, penggunaan aquadest
berkaitan dengan sifat polar aquadest yang mampu melarutkan kotoran sehingga
bisa terpisah dari biodiesel. Proses pencucian ini dilakukan sebanyak 3-4 kali untuk
menghasilkan biodiesel dengan kemurnian yang tinggi dan bebas dari kotoran-
kotoran yang menurunkan kualitas hasil biodiesel.
Proses pemurnian lanjutan perlu dilakukan untuk membuang sisa metanol
yang masih tersisa pada biodiesel. Proses pemurnian ini dilakukan dengan proses
evaporasi. Evaporasi dilakukan pada suhu 100 oC sehingga diharapkan metanol
hingga air yang sekiranya masih tersisa dapat teruapkan dengan maksimal. Proses
evaporasi ini dilakukan selama 15 menit. Setelah proses ini akan diperoleh sejumlah
biodiesel dengan kondisi fisik yang jernih, hal tersebut mengindikasikan bahwa
telah dihasilkan biodiesel yang murni. Biodiesel yang sudah diperoleh dapat
dilanjutkan pengukuran massa jenisnya dengan piknometer. Produk biodiesel yang
sudah diperoleh perlu diperhatikan tempat penyimpanannya.
24

Pembuatan metil ester agar sesuai dari standar yang berlaku harus mengikuti
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dalam proses pembuatan metil ester.
Faktor-faktor tersebut yang menentukan proses yang digunakan dalam pembuatan
metil proses. Proses tersebut antara lain yaiu transesterifikasi, esterifikas, dan
proses esterifikasi-esterifikasi. Faktor yang mempengaruhi pembuatan dari metil
ester ialah kandungan FFA (Free Fatty Acid). Kandungan FFA inilah yang akan
menentukan proses yang akan digunakan dalam pembuatan metil ester. Kandungan
FFA harus lebih kecil dari 5% apabila ingin menggunakan proses esterifikasi dalam
pembuatan biodiesel. Faktor yang mempengaruhi selanjutnya yaitu reaktan.
Reaktan mempengaruhi pembuatan metil ester karena mempercepat proses reaksi
esterifikasi dan transesterifikasi pada metil ester (Zalfiatri dkk, 2019).
Faktor yang mempengaruhi lainnya yaitu pengaruh air dan asam lemak,
perbandingan atau rasio molar antara alkohol dengan bahan mentah, jenis alkohol,
jumlah katalis, dan temperatur. Penelitian kali ini menggunakan minyak jelantah,
minyak tersebut harus terbebas dari air dikarenakan air dapat bereaksi dengan
katalis sehingga dapat menyebabkan berkurangnya jumah katalis. Jumlah katalis
akan berpengaruh terhadap % yield yang dihasilkan. Semakin tinggi jumlah katalis
maka semakin tinggi % yield dihasilkan sampai dengan batas optimum. Temperatur
saling berhubungan dengan waktu reaksi, semakin tinggi temperatur maka semakin
cepat reaktan akan bereaksi sehingga membentuk produk metil ester.
Jenis alkohol yang digunakan yaitu metanol karena sangat reaktif dan
memiliki titik didih 64,7oC. Faktor lainnya yaitu kecepatan pengadukan dalam
proses reaksi. Semakin cepat pengadukan maka temperatur akan semakin cepat
meningkat sehingga semakin cepat untuk bereaksi. Faktor lainnya yaitu pada proses
evaporasi metil ester dan pencucian. Proses pencucian sangat berpengaruh terhadap
metil ester yang dihasilkan, pencucian yaitu dilakukan untuk membuang sisa zat
pengotor sehingga kualitas metil ester yang dihasilkan baik. Proses evaporasi dalam
penelitian ini dilakukan pada temperatur 100oC dalam 10 menit untuk menguapkan
sisa aquadest pada saat pencucian. Produk yang dihasilkan harus didinginkan
terlebih dahulu apabila langsung disimpan dalam keaadan panas dan tertutup, maka
akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1) Hasil optimum yield yang diperoleh dengan menggunakan katalis KOH
0,8% yaitu 94,2%. Semakin banyak katalis digunakan, maka yield yang
akan diperoleh semakin besar dengan titik optimum 1%, namun akan
menurun jika melebih batas optimum.
2) Prinsip pembuatan metil ester yaitu melalui proses transesterifikasi yang
merupakan reaksi antara trigliserida dan alkohol rantai pendek membentuk
metil ester dan gliserol.
3) Faktor yang mempengaruhi proses pembuatan metil ester ialah kandungan
FFA, reaktan, air dan asam lemak, rasio molar antara alkohol dengan bahan
mentah, jumlah katalis, temperature dan waktu reaksi.
4) Temperatur pada saat proses pemanasan harus dijaga pada rentang 60-65oC,
apabila melampaui temperature tersebut akan menyebabkan adanya
peristiwa saponifikasi.
5) Penggunaan metanol sebagai pelarut didasari karena memiliki titik didih
64,7oC, sangat reaktif, dan termasuk alkohol rantai pendek.

5.2. Saran
1) Proses evaporasi pada temperatur 100oC dalam waktu 10 menit dengan
menggunakan hotplate dilakukan dengan teliti agar kandungan air benar-
benar menguap sehingga tidak menyebabkan kekeruhan pada metil ester.
2) Proses pencucian metil ester dengan menggunakan aquadest harus
dilakukan dengan teliti agar tidak meninggalkan zat pengotor yang tersisa
sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal.
3) Praktikan harus memahami dan mengetahui mengenai prinsip dan cara kerja
pembuatan metil ester yang bertujuan untuk meminimalisir keselahan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ambarriny, Y., dan Alim, I. N. 2020. TA: Kajian Awal Pembuatan Biodiesel dari
Ulat Hongkong (Yellow Mealworm Beetle). [DISERTASI].
Bandung((IDN). Institut Teknologi Nasional Bandung.
Andalia, W., dan Pratiwi, I. 2019. Kinerja Katalis NaOH dan KOH ditinjau dari
Kualitas Produk Biodiesel yang dihasilkan dari Minyak Goreng Bekas.
Jurnal Tekno Global. Vol. 7(2): 66-73.
Busyairi, M., Muttaqin, A. Z., Meicahyanti, I., dan Suryadi. 2020. Potensi Minyak
Jelantah Sebagai Biodiesel dan Pengaruh Katalis Serta Waktu Reaksi
Terhadap Kualitas Biodiesel Melalui Proses Transesterifikasi. Serambi
Engineering. Vol 5(2): 933-940.
Camalia, N., Habibah, U., Taris, G. A., Putri, N. D., Annisa, P., Alfiyani, A., dan
Nurulita, B. 2023. Potensi Campuran Minyak Goreng Sisa dan Minyak
Jarak Pagar sebagai Biodiesel untuk Pembangkit Listrik Biosolar. Sinergi
POLMED: Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. Vol. 4(1): 1-7.
Dimawarnita, F., Emha, Z. M. F., Koto, A., dan Faramitha, Y. 2023. Karakteristik
Sifat Fisika Kimia Biodiesel Berbasis Minyak Nabati. WARTA Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Vol. 28(1):15-26.
Hadrah, H., Kasman, M., dan Sari, F. M. 2018. Analisis minyak jelantah sebagai
bahan bakar biodiesel dengan proses transesterifikasi. Jurnal Daur
Lingkungan. Vol. 1(1): 16-21.
Hartono, R., Denny, Y. R. R., Ramdhani, D. S., Assaat, L. D., Priakbar, A. W., dan
Ribawa, W. H. (2023). Pembuatan Biodiesel dengan Reaktor Bersikulasi
Sederhana Menggunakan Katalis. Jurnal Teknologi. Vol. 15(1): 123-132.
Ishaq, M. 2020. Pengaruh Katalis KOH Terhadap Kualitas Biodiesel Minyak
Jelantah. [SKRIPSI]. Makassar : Universitas Bosowa
Jaksen, Mangala, A., Ningsih, A. S., Hilmasari, J., Aliza, S. N., dan Kusari, W. A.
2020. Pengaruh Variasi Suhu, Rasio Mol Reaktan dan Persen Katalis
Terhadap Metil Ester Sulfonat Menggunakan Reaktor Sulfonasi. Jurnal
Kinetika. Vol. 11(1): 18-26.
Kapuji, A. Sjahrul, H., dan Zainul, A. 2021. Proses Pembuatan Biodiesel dari
Minyak Jelantah. Jurnal Chemtech. Vol. 7(1): 1-6.
Latisya, S. 2022. Teknologi Proses untuk Produksi Biodiesel Berbasis Minyak
Kelapa Sawit. WARTA Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Vol. 27(2): 78-91.
Miyuranga, K.A.V., Arachchige, U. S. P.R., Thilakarathne, D., Jayasinghe, R.A.,
dan Weerasekara, N. A. 2022. Effects of Physico-Chemical Properties of
the Blended Diesel and Waste Cooking Oil Biodiesel. Asian Journal of
Chemistry. Vol. 24(2): 319-232.
Muhammad, D., dan Susila, W. 2023. Pengaruh Volume Berat Adsorben Daun
Bambu dalam Proses Adsorpsi Terhadap Kualitas Pemurnian Gliserol dari
Hasil Samping Biodiesel Biji Karet (Hevea Brasiliensis). Jurnal Teknik
Mesin, 11(01), 61-70.
Mukminin, A., Megawati, E., Ariyani, D., Warsa, I. K., Monde, J., dan Sapril, S.
2023. Pengaruh Waktu Reaksi Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah
dengan Bantuan Katalis Bassa NaOH terhadap Sifat Fisika dan Kimia
Produk Biodiesel. Journal on Education. Vol. 5(2): 3817-3825.
Nenobahan, M. A., Ledo, M. E., dan Nitsae, M. 2020. Pembuatan Biodiesel Minyak
Jelantah Menggunakan Biokatalis Ekstrak Kasar Lipase dari Biji Kesambi
(Schleichera oleosa L.). Jurnal Saintek Lahan Kering. Vol. 3(1): 20-25.
Oko, S., dan Feri, M. 2019. Pengembangan Katalis CaO dari Cangkang Telur Ayam
dengan Impregnasi KOH dan Aplikasinya terhadap Pembuatan Biodiesel
dari Minyak Jarak. Jurnal Teknologi. Vol. 11(2): 103-110.
Prihanto, A., dan Irawan, T. B. 2018. Pengaruh Temperatur, Konsentrasi Katalis
Dan Rasio Molar Metanol-Minyak Terhadap Yield Biodisel Dari Minyak
Goreng Bekas Melalui Proses Netralisasi-Transesterifikasi. Metana.
Vol.13(1): 30-36.
Rachmanita, R. E., dan Safitri, A. 2020. Pemanfaatan Minyak Biji Alpukat (Persen
Americana Mill) sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodiesel dengan
Pemurnian Water Washing. Jurnal Ilmiah Sains. Vol. 20(2): 88-99.
Ramos, M., Dias, A. P. S., Puna, J. F., Gomes, J., dan Bordado, J. C. 2019. Biodiesel
Production Processes and Sustainable Raw Materials. Energies. Vol.
12(23): 4408.
Rastini, E. K., Jimmy, dan Abdurrahman. 2022. Pembuatan Biodiesel dari Minyak
Kelapa pada Suhu Ruang dengan Variasi Katalis Basa dan Waktu
Pengadukan. Seminar Nasional. ITN Malang, 13 Juli 2022. Hal. 589-595.
Reftalani, M. H. 2019. Minyak Biji Kepayang Dari Proses Pengepresan Sebagai
Bahan Baku Biodiesel. [SKRIPSI]. Palembang (IDN). Politeknik Negri
Sriwijaya.
Santoso, A., Asrori, M. R., Sumari, S., dan Pradana, A. M. 2023. Karakterisasi
Metil Ester Dari Minyak Biji Bunga Matahari dan Minyak Zaitun di Bawah
Katalis KOH. Journal of Engineering Science and Technology (JESTY).
Vol. 1(1): 24-31.
Suherman, S., Sabri, M., Silitonga, A. S., dan Suroso, B. 2022. Pengaruh Perbedaan
Jumlah Katalis terhadap Angka Yield pada Proses Pembuatan Biodiesel dari
Minyak Goreng Sisa Menggunakan Pemanas Double Jacket. Jurnal
Rekayasa Mesin. Vol. 17(1): 113-120.
Suleman, N., Abas., dan Paputungan, M. 2019. Esterifikasi dan Transesterifikasi
Stearin Sawit untuk Pembuatan Biodiesel. Jurnal Teknik. Vol. 17(1): 66-77.
Sulistiyawati, I., Rahayu, N. L., dan Purwitaningrum, F. S. 2020. Produksi
Biolistrik Menggunakan Microbial Fuel Cell (MFC) Lactobacillus
bulgaricus dengan Substrat Limbah Tempe dan Tahu. Majalah Ilmiah
Biologi BIOSFERA: A Scientific Journal. Vol. 37(2): 112-117.
Supriyanto, S., Ismanto, I., dan Suwito, N. 2019. Zeolit Alam Sebagai Katalis
Pyrolisis Limbah Ban Bekas Menjadi Bahan Bakar Cair. Automotive
Experiences. Vol. 2(1): 15-21.
Zalfiatri, Y., Restuhadi, F., dan Zulhardi, R. 2019. Karakteristik Biodiesel dari
Minyak Jelantah Menggunakan Katalis Abu Gosok dengan Variasi
Penambahan Metanol. Chempublish Journal. Vol. 4(1): 1-8.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

D.1. Mol Minyak Jelantah (Trigliserida)


m
nminyak = Mrminyak
minyak

101,4000 gram
= = 0,1147 mol
884,0000 gram/mol

D.2. Massa Metanol


mmetanol = 35% x mminyak
35
= 100 x 101,4000 gram = 35,5000 gram

D.3. Mol Metanol


m
nmetanol = Mrmetanol
metanol

35,5000 gram
= 32,0000 gram/mol = 1,1094 mol

D.4. Massa Katalis


mkatalis = 0,8% x mminyak
0,8
= 100 x 101,4000 = 0,8000 gram

D.5. Densitas Metil Ester


massa piknometer (isi)-massa piknometer (kosong)
ρmetil ester = x 0,9457
volume piknometer
(15,9379-11,5181) gram
= x 0,9457
5,0000 ml

= 0,8360 gr/ml
D.6. Perhitungan Secara Teoritis
(C17H33COO)3C3H5 + 3CH3OH ⇌ 3C17H33COOCH3 + C3H5(OH)3
m 0,1147 mol 1,1094 mol - -
b 0,1147 mol 0,3441 mol 0,3441 mol 0,1147 mol
s - 0,7653 mol 0,3441 mol 0,1131 mol
gram
Massa gliserol = 0,1147 mol x 92,0000 = 10,5524 gram
mol
gram
Massa metil ester = 0,3441 mol x 296,0000 = 101,8536 gram
mol
gram
Massa metanol sisa = 0,7653 mol x 32,0000 = 24,4896 gram
mol
D.7. Perhitungan Secara Praktek
Massa metil ester = 94,2000 gram
mmetil ester praktek 94,2000 gram
Mol metil ester = = 296,0000 gram/mol = 0,3182 mol
Mrmetil ester

(C17H33COO)3C3H5 + 3CH3OH ⇌ 3C17H33COOCH3 + C3H5(OH)3


m 0,1147 mol 1,1094 mol - -
b 0,1061 mol 0,3183 mol 0,3183 mol 0,1061 mol
s 0,0086 mol 0,7911 mol 0,3183 mol 0,1061 mol
gram
Massa gliserol = 0,1061 mol x 92,0000 = 9,7612 gram
mol
gram
Massa trigliserida sisa = 0,0086 mol x 884,0000 = 7,6024 gram
mol
gram
Massa metanol sisa = 0,7911 mol x 32,0000 = 25,3152 gram
mol

D.8. Menghitung % yield


mmetil ester
%yield metil ester = Mr × 100%
minyak jelantah

94,2000 gram
= 100,0000 gram × 100%

= 94,2%

D.9. Menghitung % error


mmetil ester teoritis − mmetil ester praktek
%yield metil ester = × 100%
mmetil ester teoritis
101,8536 gram−94,2000 gram
= × 100%
101,8536 gram

= 7,5143%
LAMPIRAN B
RANGKAIAN ALAT

Gambar 1. Labu leher tiga Gambar 2. Termometer

Gambar 3. Gelas beaker Gelas 4. Erlenmeyer

Gambar 5. Gelas ukur Gambar 6. Botol kaca


Gambar 7. Corong pemisah Gambar 8. Timbangan

Gambar 9. Corong Gambar 10. Rangkaian alat


LAMPIRAN C
BUKTI PLAGIARISME
JOB SAFETY ANALYSIS

Judul Percobaan Metil Ester


Shift/Kelompok Rabu 13.00-16.00 WIB / 5 (Lima)
Nama Praktikan 1. Mahalia Nurhidayanti 03031182025003
2. Tiara Maharani Ramona P 03031182025023
3. Kavin Handoko 03031282025067
4. Stevany Vanesya S. M 03031282025083
5. Fira Khairunnisa 03031282025047

Tindakan yang
Identifikasi Penyebab
Bahaya Dibutuhkan
Terhirup dan Tidak menggunakan APD • Untuk pencegahan :
tertelan bahan kimia yang sesuai 1. Segera pindahkan korban
dari area paparan untuk
menghirup udara segar.
2. Jika pernapasan sulit atau
tidak teratur, berikan
oksigen. Jika henti napas
terjadi, mulailah pernapasan
buatan oleh personel terlatih.
3. Jika bahan tertelan, jangan
memaksakan muntah kecuali
diarahkan untuk
melakukannya oleh tenaga
medis
4. Jika diperlukan, segera
bawa ke fasilitas Kesehatan
terdekat.
5. Jauhkan korban dari
paparan bahan kimia.
• Untuk perawatan
1. Memakai APD yang sesuai
seperti masker.
Cedera akibat Adanya tumpahan dari • Untuk pencegahan :
terpeleset bahan kimia di lantai 1. Ketika terdapat tumpahan
bahan kimia, segera
dibersihkan dengan
prosedur yang sesuai.
• Untuk perawatan :
1. Berhati-hati saat
memindahkan bahan kimia
agar tidak tumpah.
Bahan kimia kontak Kurang berhati-hati dalam • Untuk Pencegahan :
dengan mata memindahkan bahan kimia 1. Menggunakan APD sesuai
dari satu tempat ke tempat dengan aturan yang telah
lainnya, sehingga
disediakan.
menimbulkan percikan
yang mengenai mata 2. Berhati-hati ketika
memindahkan bahan kimia
dari suatu tempat ke tempat
lainnya.
• Untuk Perawatan :
1. Mencuci mata dengan air
bersih atau dengan larutan
garam normal selama 15-20
menit sampai tidak ada lagi
bahan kimia yang
menempel.
2. Jika diperlukan, segera
bawa ke fasilitas Kesehatan
terdekat.
Peralatan pecah Penggunaan peralatan yang • Untuk pencegahan :
akibat jatuh tidak hati-hati 1. Gunakan peralatan dengan
hati-hati.
2. Mengetahui cara
penggunaan alat yang baik
dan benar.
• Untuk perawatan :
1. Jika alat yang pecah
terdapat bahan kimia di
dalamnya, gunakan APD
yang sesuai saat
membersihkan.
2. Membersihkan pecahan
dengan hati-hati.
Bahan kimia kontak Tidak menggunakan APD • Untuk Pencegahan :
dengan kulit dan kurang berhati-hati 1. Menggunakan APD
ketika melaksanakan lengkap sesuai aturan yang
praktikum
telah disediakan.
2. Berhati-hati ketika
memindahkan bahan kimia
dari suatu tempat ke
tempat lainnya.
• Untuk Perawatan :
1. Melepas pakaian, aksesoris,
atau sepatu yang terkena
kontaminasi bahan kimia.
2. Mencuci bagian tubuh yang
terkontaminasi
menggunakan air mengalir
selama 15-20 menit.
3. Jika diperlukan, segera
bawa ke fasilitas Kesehatan
terdekat.
Adanya nyala api Adanya kontak bahan • Untuk pencegahan:
timbul dari bahan kimia dengan sumber api 1. Menjauhkan bahan kimia
kimia pada suhu ekstrim mudah terbakar dengan
sumber api.
• Untuk perawatan :
1. Menggunakan alat
pemadam api ringan
(APAR) atau kain basah
untuk memadamkan api.
2. Menutup semua akses
masuknya oksigen untuk
memperlambat api
membesar.
LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN

Judul Percobaan Metil Ester


Shift/Kelompok Rabu 13.00-16.00 WIB / 5 (Lima)
Nama Praktikan 1. Mahalia Nurhidayanti 03031182025003
2. Tiara Maharani Ramona P 03031182025023
3. Kavin Handoko 03031282025067
4. Stevany Vanesya S. M 03031282025083
5. Fira Khairunnisa 03031282025047

No Bahan Sifat Bahan Tindakan


. Sifat kimia Sifat Fisika Penanggulangan
1. Minyak • Bahan dapat • Berbentuk cair • Jika terkena
Jelantah menyebabkan dan berwarna mata/kulit segera
iritasi ringan gelap/coklat basuh dengan air
• Mudah terang yang banyak.
terbakar • pH= 3-7 Dapatkan
• Berbahaya • Flash point= pertolongan medis
bagi >150 °C jika iritasi berlanjut
lingkungan • Tekanan uap= • Jika tertelan dalam
0,0033 hpa pada jumlah yang besar,
50 °C jangan
• Densitas= 0,900- dimuntahkan tetapi
0,970 g/cm3 pada berikan satu atau
20°C dua gelas air untuk
diminum serta
dapatkan bantuan
medis.
• Jika bahan
menimbulkan api
maka gunakan
media pemadam
berupa bahan kimia
kering, karbon
dioksida, atau busa
pemadam
kebakaran.
• Jika bahan
dilepaskan ke
lingkungan, ambil
langkah segera
untuk
menghentikan dan
menahan
pelepasan. Jangan
membuang bahan
ke saluran
pembuangan atau
ditimbun.
• Jika bahan tumpah,
Serap tumpahan
dengan bahan
lembam (misalnya
pasir atau tanah
kering) lalu
tempatkan dalam
wadah limbah
kimia.
2. Kalium • Bahan • Berbentu padatan • Jika terhirup bahan
Hidroksida menyebabkan berwarna putih segera menghirup
iritasi • pH= 13,5 udara segar. Jika
• Bahan korosif • Titik lebur= sulit bernapas,
terhadap 361 ℃ berikan oksigen.
logam • Titik didih= Jika tidak bernapas,
• Bahan dapat 1320 ℃ berikan pernapasan
terbakar • Tekanan uap= 1 buatan. Dapatkan
mmHg pada 719 perhatian medis
℃ segera.
• Jika bahan tertelan,
jangan
memaksakan
muntah kecuali
diarahkan untuk
melakukannya oleh
tenaga medis. Bilas
mulut dengan air.
Jika terjadi muntah,
tundukkan kepala
agar muntahan
tidak masuk ke
paru-paru. Jangan
pernah
memberikan
apapun melalui
mulut kepada orang
yang tidak sadar.
Dapatkan perhatian
medis segera.
• Jika bahan kontak
dengan kulit maka
Lepaskan segera
pakaian dan sepatu
yang
terkontaminasi.
Cuci kulit dengan
banyak air selama
minimal 15 menit.
Cuci pakaian
sebelum digunakan
kembali. Dapatkan
perhatian medis
segera jika gejala
muncul.
• Jika bahan kontak
dengan mata maka
lepaskan lensa
kontak jika
menggunakan. .
Segera basuh mata
dengan aliran air
yang lembut namun
besar selama
minimal 15 menit,
sesekali angkat
kelopak mata
bawah dan atas.
Dapatkan perhatian
medis segera.
• Jika terjadi
kebakaran yang
melibatkan bahan
maka gunakan
media pemadam
berupa semprotan
air, bubuk kering,
busa tahan alkohol,
dan karbon
dioksida.
3. Metanol • Bahan mudah • Berbentuk cairan • Jika bahan terhirup
terbakar tidak berwarna maka segera
• Bahan • Titik lebur= pindahkan orang
beracun jika -97,8 ℃ yang terpapar ke
tertelan, • Titik didih= 64,7 udara segar. Jika
kontak ℃ pernapasan sulit
dengan kulit • Flash point= 9,7 atau tidak teratur,
atau terhirup ℃ berikan oksigen;
• Bahan • Tekanan uap= jika henti napas
menyebabkan 169,3 hPa pada terjadi, mulailah
kerusakan 25 ℃ pernapasan buatan
pada organ • Densitas= 0,79- oleh personel
(mata, sistem 0,8 g/cm3 pada terlatih. Kendurkan
saraf pusat 20℃ pakaian ketat
seperti kerah, dasi,
ikat pinggang atau
ikat pinggang. Jika
gejala berlanjut,
dapatkan bantuan
medis.
• Jika bahan kontak
dengan mata maka
Segera basuh mata
dengan air yang
banyak selama 15
menit, sesekali
angkat kelopak
mata atas dan
bawah. Lepas lensa
kontak, jika ada
setelah 2 menit
pertama dan
lanjutkan membilas
Dapatkan
pertolongan medis
segera, sebaiknya
dari dokter
spesialis mata.
• Jika bahan kontak
dengan kulit maka
Siram kulit dengan
banyak air sambil
melepaskan
pakaian yang
terkontaminasi, dan
lanjutkan membilas
setidaknya selama
15 menit. Cuci area
yang terkena
dengan sabun dan
air. Cuci pakaian
dan sepatu yang
terkontaminasi
secara menyeluruh
sebelum digunakan
kembali. Jika iritasi
berlanjut, segera
dapatkan bantuan
medis
• Jika bahan tertelan
maka Bilas mulut
dengan air jika
korban sadar.
Lepaskan gigi
palsu, jika ada.
Jangan
memaksakan
muntah kecuali
diarahkan untuk
melakukannya oleh
tenaga medis.
Berikan 2 sampai 3
cangkir susu atau
air minum jika
korban sadar,
waspada dan
mampu menelan.
Jangan pernah
memberikan apa
pun melalui mulut
kepada orang yang
tidak sadar atau
kejang. Jangan
tinggalkan korban
tanpa pengawasan.
Dapatkan perhatian
medis segera.
• Jika terjadi
kebekaran akibat
bahan maka
gunakan media
pemadam berupa
kabut air, busa,
bahan kimia kering
atau karbon
dioksida.

Anda mungkin juga menyukai