Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM DASAR REKAYASA PROSES


PEMBUATAN BIODIESEL

Disusun oleh:
Dea Ayu Sukma Putri Utami
2E – 214140010
Dosen Pengampu: Shabrina Adani Putri, S.Si, M.Si.

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2022
I. TUJUAN
1. Memahami dan menjelaskan teori pembuatan biodiesel serta analisanya.
2. Dapat membuat biodiesel yang dihasilkan dengan benar.
3. Menganalisa kulaitas/kuantitas biodiesel yang dihasilkan dengan benar.
II. LATAR BELAKANG
Di zaman yang sudah berkembang ini kerap kali mengalami
tentang istilah krisis energy. Hal ini disebabkan karena semakin
bertambahnya industri yang memerlukan konsumsi bahan bakar minyak
yang semakin banyak. Seperti yang diketahui bahwa minyak bumi dan gas
alam adalah sumber daya yang tidak terbarukan, sehingga semakin lama
persediaan minyak bumi dan gas akan semakin menipis. Dari pemasalahan
tersebut kita harus membuat inovasi baru yaitu bioenergy. Bioenergi
merupakan sumber daya alternative yang dapat digunakan berulang –
ulang contohnya yaitu biodiesel. Biodiesel dapat terbuat dari minya nabati
maupun minyak hewani. Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri dari
campuran mono alkil ester dari rantai panjang asam lemak yang dipakai
sebagai alternative bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari
sumber terbaharui seperti minyak nabati atau lemak hewan. Biodiesel
merupakan bahan bakar dari proses transesterifikasi lipid untuk mengubah
minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang lemak bebas.
Pemanfaatan bahan dari minyak nabati salah satunya adalah limbah
minyak goring atau minyak jelantah merupakan bahan alternative yang
dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Umumnya, pembuatan biodiesel menggunakan katalis basa
homogen seperti NaOH dan KOH karena memiliki kemampuan katalisator
yang lebih tingggi dibandingkan dengan katalis lainnya. Namun,
penggunaan katalis ini memiliki kelemahan antara lain sulit di degradasi,
sulitnya pemisahan gliserol dari metil ester, pembentukan emulsi,
menimbulkan reaksi penyabunan dan biodiesel masih mengandung katalis
sehingga perlu dilakukan separasi lagi (Talebian Kiakalaieh et al., 2013).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut
adalah menggunakan katalis basa heterogen seperti CaO. Limbah
cangkang kerang darah (Anadara granosa) dapat dijadikan sebagai sumber
katalis CaO melalui proses kalsinasi CaCO3. Muntamah (2011)
melaporkan kandungan CaCO3 cangkang kerang darah (Anadara granosa)
mencapai 98.7% dari total kandungan mineralnya, sehingga sangat
potensial sebagai sumber katalis CaO untuk pembuatan biodiesel.

III. DASAR TEORI


Kebutuhan akan minyak sebagai sumber energy terus meningkat
seiring dengan kenaikan penduduk. Sehingga cadangan minyak bumi akan
semakin berkurang. Belakangan ini energy terbarukan sedang mendapat
perhatian serius karena sifatnya yang dapat diperbarui dan mudah didapat.
Menurut, Dewi (2016) biodiesel dapat diartikan sebagai bioenergy atau
bahan baku nabati yang dibuat dari minyak nabati, baik minyak baru
maupun bekas penggorengan dan melalui proses transesterifikasi,
esterifikasi, atau proses esterifikasi – transesterifikasi. Proses esterifikasi
bertujuan untuk mengubah asam asam lemak dari trigliserida dalam
bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat, dilakukan melalui rekasi kimia
yang disebut interesterifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan atas
prinsip transesterifikasi friedel – craf.
Minyak goreng merupakan minyak yang dihasilkan melalui
pemurnian minyak nabati dan biasanya digunakan untuk menggoreng
bahan makanan. Pemanfaatan minyak jelantah dalam pembuatan biodiesel
memiliki beberapa keunggulan yakni eco-friendly, mereduksi limbah
minyak jelantah, tidak bersaing dengan kebutuhan pangan, dan minyak
jelantah 2-3 kali lebih murah dari minyak tumbuhan serta mengurangi
jumlah penggunaan lahan pertanian, berbeda dengan penggunaan tanaman
dalam menghasilkan biodiesel (Aziz et al., 2012, Srilathaet al., 2012).
Katalis yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dapat berupa
katalis basa, katalis asam, dan katalis enzim atau tanpa menggunakan
katalis. Pada katalis basa reaksi berlangsung pada suhu kamar, katalis
asam berlangsungdengan baik pada suhu sekitar 100°C dan tanpa katalis
membutuhkan suhu sekitar 250°C. Sedangkan, katalis enzim berlansung
dengan baik pada suhu 350°C (Fukuda et al., 2001).
Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida atau
minyak nabati menjadi alkil ester, melalui reaksi alcohol dan
menghasilkan produk samping gliserol. Sehingga, perlu dicari kondisi
optimal dari proses pembuatan biodiesel, sehingga proses produksi
biodiesel lebih efektif dan efisien. Suatu biodiesel dapat diukur dengan
beberapa parameter berdasarkan Standart Nasional Indonesia (SNI)
dengan nomor 04-7182-2006.

Tabel 1. Karakteristik biodiesel berdasarkan SNI 04-7182-2006


Beberapa faktor – faktor menurut Wahyuni,(2015) yang
mempengaruhi proses transesterifikasi pada proses produksi biodiesel.
Homogenisasi reaksi (pencampuran) Homogenisasi campuran dalam
reaksi mempengaruhi efektifitas reaksi karena tumbukan akan terjadi yang
pada akhirnya akan mempengaruhi laju reaksi, konstanta reaksi, energi
aktivasi dan lama reaksi.
Rasio molar Rasio molar antara alkohol dan minyak nabati
tergantung dari jenis katalis yang digunakan, untuk menjamin reaksi
transesterifikasi berlangsung ke arah kanan maka direkomendasikan
menggunakan katalis berlebih, perbandingan rasio molar 6 : 1 dari metanol
terhadap katalis basa bisa digunakan untuk mendapat rendemen ester yang
maksimum atau sekitar 20% metanol menghasilkan Rendemen minyak
biodiesel tertinggi pada perlakuan transesterifikasi.
Pengaruh jenis alkohol Metanol dapat menghasilkan ester lebih
banyak dari pada etanol dan butanol. Metanol merupakan jenis alkohol
yang banyak digunakan untuk proses transesterifikasi karena lebih reaktif
dan dapat menghasilkan biodiesel yang sama dengan penggunaan etanol
yang 1,4 kali lebih banyak dibandingkan metanol.
Katalis dalam proses produksi biodiesel merupakan suatu bahan
yang berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan
energi aktivasi (actifation energy, Ea). Proses produksi akan berlangsung
sangat lambat dan membutuhkan suhu dan tekanan yang tinggi tanpa
menggunakan katalis. Jika minyak mempunyai nilai FFA < 0,5 % maka
bisa langsung diproses dengan transesterifikasi dengan katalis basa, bila
kandungan FFA > 5 % maka proses harus dilakukan dengan Es-trans
(esterifikasi-transesterifikasi). Katalis asam digunakan dalam rangka
mensintesis minyak yang mempunyai nilai FFA tinggi. Katalis asam
dilakukan dalam rangka mensintesis minyak yang mempunyai nilai FFA
tinggi. Katalis asam seperti asam sulfat, asam phospat, asam klorida cocok
untuk reaksi yang mempunyai bilangan asam lemak bebas tinggi. NaOH
adalah katalis basa yang banyak digunakan dibandingkan dengan katalis
asam seperti KOH, hal ini disebabkan karena logam Natrium (Na)
memiliki kereaktifan yang lebih tinggi dibandingkan Kalium (K).
Persentase NaOH sebanyak 0,6% dengan metanol 20% menghasilkan
rendemen ester maksimum yaitu sebesar 87,3%[8]. Penggunaan NaOH
untuk minyak bekas sebanyak 1 liter adalah sekitar 4,5 gram atau lebih,
kelebihan penggunaan katalis ini diperlukan untuk menetralkan asam
lemak bebas atau FFA yang banyak pada minyak goreng bekas.
Metanolisis crude dan refined minyak nabati Perolehan metil ester
akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila
produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel,
cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
Pengaruh suhu selama reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada
rentangsuhu 30 - 65°C dan dijaga selama proses, tergantung dari jenis
minyak yang digunakan. Dalam proses transesterifikasi perubahan suhu
reaksi menyebabkan gerakan molekul semakin cepat (tumbukan antara
molekul pereaksi meningkat) atau energi yang dimiliki molekul bisa
mengatasi energi aktivasi dengan kata lain perubahan suhu akan
mempengaruhi probabilitas /peluang molekul dengan energi yang sama
atau lebih tinggi dari energi aktivasi. Suhu mempengahuhi viskositas dan
densitas, karena viskositas dan densitas merupakan dua parameter fisis
penting yang mempengaruhi pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar.
Semakin tinggi suhu menyebabkan gerakan molekul semakin cepat atau
energi kinetik yang dimiliki molekul-molekul pereaksi semakin besar
sehingga tumbukan antara molekul pereaksi juga meningkat.
Lama waktu pengendapan (settling) Lama waktu pengendapan
berpengaruh pada proses tranesterifikasi 2 tahap yaitu melakukan dua kali
proses transesterifikasi. Pengendapan bertujuan untuk memisahkan
gliserol dan biodiesel. Waktu pengendapan metil ester mempengaruhi
bilangan asam. Ketika pengendapan yang lebih lama, diduga tingkat
oksidasi pada proses dua tahap lebih tinggi dari pada proses satu tahap Hal
ini mengakibatkan bilangan asam menjadi lebih tinggi. Umumnya,
biodiesel cenderung mudah mengalami kerusakan oleh proses oksidasi dan
hidrolisis pada waktu penyimpanan karena adanya asam lemak tak jenuh
yang merupakan penyusun komposisi biodiesel
Kandungan air Keberadaan air yang berlebihan dapat
menyebabkan sebagian reaksi dapat berubah menjadi reaksi sabun atau
saponifikasi yang akan menghasilkan sabun, sehingga meningkatkan
viskositas, terbentuknya gel dan dapat menyulitkan pemisahan antara
gliserol dan Biodiesel.
Putaran pengadukan Keberhasilan proses pembuatan biodiesel
dipengaruhi oleh putaran pengadukan. Pengadukan bisa dilakukan
menggunakan tangan serta alat seperti mixer. Peningkatan kecepatan
pengadukan reaksi berpengaruh sangat signifikan terhadap rendemen
biodiesel yang dihasilkan, sedangkan kualitas biodiesel dipengaruhi secara
signifikan oleh jenis pereaksi yang digunakan dan suhu reaksi.

IV. METODOLOGI
 Alat Percobaan
1. Gelas Beaker
2. Overhead stirrer
3. Buret beserta statif
4. Kaca arloji
5. Erlenmeyer
6. Gelas Ukur
7. Labu Bundar 4 leher
8. Viscometer Ostwald dan viscosity bath
9. Density / Specific Gravity Meter
10. Erlenmeyer
11. Buret dan statif
12. Oil bath / water bath
 Bahan Percobaan
1. Metanol
2. NaOH
3. Minyak
4. KOH 0,1N
5. Indikator PP

Prosedur Pembuatan Biodiesel


Uji kadar FFA (Free Fatty Acid)

50 ml etanol 20 gram Minyak


panas 3 tetes Indikator
PP

Titrasi dengan NaOH


0,1 N

Ulangi sebanyak 2
kali

Menghitung kadar
FFA %
Proses Esterifikasi 

100 gram methanol


300 gram minyak 0,05% FFA H2SO4

Pengadukan dan Pemanasan 60 C selama 2 jam

Pemisahan dengan Corong Pisah

Uji kadar FFA %

Proses Trans-esterifikasi
1.4. Prosedur Analisis Biodiesel
Viskositas Kinematik

Suhu diatur 40 C

Mengisi dengan Biodiesel


sampai ¾ bola

Vis. Otswald dimasukkan


ke wadah

Biodiesel dihisap dengan ball pipet sampai tanda


batas atas

Ball pipet dilepas dan dimenghitung waktu


yang dibutuhkan sampai ke tanda batas bawah

Densitas

Netralisasi alat dengan menginjeksikan


etanol dan tekan Pump

Injeksikan Biodiesel ke dalam alat dan


tekan meas

Mencatat densitas pada alat setelah


muncul tulisan “Result”
Bilangan Asam

2 ml etanol 2 ml biodiesel
3 tetes Indikator PP

Titrasi dengan KOH 0,1 N

Ulangi sebanyak 3 kali

V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Pembuatan Biodiesel
A. Uji Kadar FFA
No Nama Bahan Jumlah Keterangan
1 Minyak 20 gram Uji FFA
2 Etanol 50 ml Uji FFA
3 NaOH 0,1 N 1 ml Uji FFA
4 Metanol 131,01 Pembuatan
gram
5 Minyak 350 gram Pembuatan
6 Katalis 5,25 gram Pembuatan
NaOH 1,5%
Permenghitungan
BM asam Lemak = 256,42 gr/mol
V NaOH × N NaOH × BE
% FFA = ×100
msampel ×1000
1,4 ml × 0,1×256,42
= ×100
20 ×1000
= 0,179494 %
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan biodiesel ini bahan yang digunakan adalah minyak
kelapa sawit dengan katalis NaOH kristal. Minyak tersebut diuji kadar FFA (free
fattic acid) atau kadar asam lemak bebas sebelum dibuat biodiesel untuk
mengetahui apakah minyak bisa langsung ditrans-esterifikasi atau harus menjalani
esterifikasi. Menurut penuturan Megawati dkk pada tahun 2022, jika kadar FFA
minyak >2% maka harus dilakukan esterifikasi terlebih dahulu terlebih dahulu
untuk menurunkan kadar FFA. Hal ini disebabkan karena kadar FFA yang tinggi
akan bereaksi membentuk sabun (mengalami saponifikasi) saat bereaksi dengan
katalis basa pada trans-esterifikasi. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup
besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat
terbentuknya emulsi selama proses cucianan. Minyak yang digunakan dalam
praktikum ini memiliki kadar 0,1794% sehingga dapat ditrans-esterifikasi
langsung.
Trans-esterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak atau lemak
agar dapat memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar, yaitu sebesar 2,3-6,0 cSt
pada suhu 400C (Cahyati dkk, 2017). Trans-esterifikasi dilakukan menggunakan
RBF 4 leher, di mana satu leher berfungsi sebagai jalan masuknya thermometer,
satu leher lain berfungsi sebagai tempat menancapkan kondensor, dan dua lubang
lain untuk memasukkan minyak serta bahan lain ke RBF. Proses trans-esterifikasi
ini memerlukan pemanasan dengan waterbath bersuhu 60 0C untuk memanaskan
minyak sehingga lebih mudah bercampur dengan katalis dan methanol. Suhu
waterbath dijaga agar stabil 600C agar suhu campuran tidak lebih dari titik didih
methanol, yaitu 64,70C sehingga methanol tidak menguap.
Methanol dalam trans-esterifikasi berfungsi sebagai bahan pembentuk metil
ester atau etil ester saat direaksikan dengan trigliserida. Reaksi pembentukan metil
ester berlangsung sebagai berikut:

Reaksi ini bersifat reversible namun berjalan lambat, sehingga memerlukan katalis
dan pengadukan dengan overhead stirrer untuk mempercepat reaksi kembali ke
kanan. Pemilihan katalis dilakukan berdasarkan kemudahan penanganan dan
pemisahannya dari produk, sehingga dapat digunakan katalis asam, basa dan
penukar ion, namun katalis basa lebih baik dalam mempercepat reaksi (Cahyati
dkk, 2017). NaOH kristal dipilih karena NaOH lebih reaktif dibanding KOH
dalam hal pertukaran ion, dan tidak mengandung H 2O yang dapat mengubah
campuran menjadi sabun.
Pada praktikum kami biodiesel gagal dibuat karena katalis yang digunakan
salah, yaitu NaOH 0,1N yang telah diencerkan dengan aquades. Kandungan H 2O
menyebabkan biodiesel gagal dan berubah menjadi sabun. Kegagalan ini
menyebabkan praktikum harus diulang dan biodiesel gagal tidak memenuhi
standart SNI 7182:2015.
VII. KESIMPULAN
Pada praktikum ini menggunakan minyak kelapa sawit yang memiliki
kadar FFA 0,179% sehingga dapat langsung ditrans-esterifikasi menggunakan
methanol dan katalis NaOH. Namun biodiesel gagal dan berubah menjadi sabun
karena NaOH yang digunakan bukan NaOH kristal, melainkan larutan NaOH
yang dibuat dengan aquades sehingga Terjadi Kontak H2O Dengan Basa Dan
Minyak Membentuk Sabun. Biodiesel Yang Gagal Tidak Dapat Dilakukan
Analisis Lanjutan Untuk Mengetahui Viskositas, Densitas, Dan Angka Asam.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Cahyati, Dwi, E., Lestari, P. 2017. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng
Bekas dengan Proses Transesterifikasi Menggunakan Katalis KOH. Tugas
Akhir. Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Fukuda H, Kondo A, dan Noda H. 2001. Biodiesel fuel production by
transesterifikasi of oil.J. Bioscience and Bioengineering. 92(5): 405-416.
Megawati, Eka., Dkk. 2022. Analisis Sifat Fisika Dan Nilai Keekonomian Minyak
Goreng Bekas Menjadi Biodiesel dengan Metode Transesterifikasi. Al-
kimiya: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan. 9(1):48-54.
Naryono, Eko., dkk. 2022. Modul Praktikum Dasar Rekayasa Proses. Modul.
Malang. Politeknik Negeri Malang.
Muntamah., 2011, Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapit Dari Limbah Cangkang
Kerang Darah (anadara granosa). Tesis. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai