PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oleokimia
Oleokimia pada dasarnya merupakan cabang ilmu kimia yang
mempelajari trigliserida yang berasal dari minyak dan lemak menjadi asam lemak
dan gliserin serta turunan asam lemak baik dalam bentuk ester, amida, sulfat,
sulfonat, alkohol, alkoksi, maupun sabun. Oleokimia merupakan turunan gliserol
dengan asam lemak yang berubah dalam bentuk turunannya yang digunakan baik
sebagai surfaktan, deterjen, polimer, aditif, bahan bakar dan sebagainya. Bahan
dasar oleokimia seperti gliserol, asam lemak, alkil asam lemak, amina asam lemak
dan alkohol asam lemak dapat diperoleh dengan mengubah lipida baik yang
berasal dari hewan maupun tumbuhan menjadi gliserol dan turunan asam lemak.
Industri oleokimia yang salah satu contohnya yaitu pengolahan kelapa
sawit merupakan industri yang berkembang pesat di Indonesia. Kelapa sawit
merupakan sumber material terperbaharui yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Kandungan asam lemak jenuh seperti miristat, palmitat, dan
stearat serta asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat dan linoleat menjadi bahan
baku yang diproses menjadi senyawa baru seperti metil ester asam lemak dan
alkohol asam lemak (Roesyadi, dkk, 2012). Secara sederhana, kegunaan non
makanan dari minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit serta produknya
dibagi menjadi dua kategori, yaitu produk yang dibuat secara langsung dari bahan
minyak dan produk yang diperoleh melalui rute oleokimia, yaitu senyawa-
senyawa kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak (Fereidoon, 2004).
Salah satu produk oleokimia yang dapat diperoleh dari minyak sawit adalah
asam lemak. Bagi Indonesia, kebutuhan akan asam lemak ini akan semakin
meningkat pada tahun-tahun mendatang, karena asam lemak ini banyak dipakai
pada berbagai industri seperti industri ban, kosmetik, plastik, cat, farmasi,
detergen dan sabun, serta alternatif bahan bakar biodiesel (Tambun, 2002).
2.2 Biodiesel
Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari
bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang
2
terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak
nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur ulang. Bahan baku
biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak mentah
kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO).
Biodiesel adalah alternatif bahan bakar solar yang terbuat dari sumber daya
alam yang dapat diperbarui seperti dari minyak tumbuhan dan minyak binatang.
Biodiesel bersifat biodegradable dan tidak mengandung senyawa beracun (toxic)
dan beremisi rendah serta ramah lingkungan (Mounts, T.L.,1984).
Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari
pengolahan tumbuhan) di samping Bioetanol. Biodiesel merupakan salah satu
alternatif sumber pengganti minyak diesel yang dibuat melalui reaksi esterifikasi
minyak nabati. Kegunaan biodiesel adalah sebagai bahan bakar pada mesin.
Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung
oksigen. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau dari
minyak goreng bekas/daur ulang, namun yang paling umum digunakan sebagai
bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak nabati. Minyak nabati dan
biodiesel tergolong ke dalam kelas besar senyawa-senyawa organik yang sama
yaitu kelas ester asam-asam lemak. Akan tetapi, minyak nabati adalah triester asam-
asam lemak dengan gliserol, atau trigliserida, sedangkan biodiesel adalah
monoester asam-asam lemak dengan methanol (Perry, 1984).
Sebagai bahan dasar industri oleokimia, metil ester asam lemak memang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan asam lemak, diantaranya (Fangrui,
Ma, 1999) :
1. Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan
terjamin
2. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya
kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)
3. Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik
daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin
4. Dapat diproduksi secara lokal
5. Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
6. Menurunkan emisi gas buang
3
7. Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan
biodegradibility petroleum diesel sampai 500%
8. Biodiesel dapat diproduksi dengan energi termal yang lebih sedikit
9. Biodiesel memiliki titik didih lebih rendah dari pada asam lemaknya, sehingga
proses fraksionalisasi dan distilasi fraksional campuran biodiesel lebih mudah
dan murah untuk dilakukan dibandingkan asam-asam lemak. Selain itu
biodiesel memiliki kestabilan termal yang lebih baik sehingga tidak cenderung
membentuk anhidrida asam di dalam reboiler seperti halnya asam lemak.
2.3 Metode Transesterifikasi
Pada prinsipnya, proses transesterifikasi itu adalah proses kimia untuk
membuat bahan bakar biodiesel dari minyak nabati dengan mengeluarkan gliserin
dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol.
4
b. Rasio perbandingan alkohol dengan minyak
Rasio molar antara alkohol dengan minyak sangat mempengaruhi dengan
metil ester yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan
maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak. Perbandingan molar
antara alkohol dan minyak nabati yang biasa digunakan dalam proses industri
untuk mendapatkan produksi metil ester yang lebih besar dari 98% berat adalah
6:1 (Freedman et al., 1984).
c. Jenis katalis
Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dan menurunkan energi
aktivasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa
katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 250°C, katalis yang biasa digunakan
dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti kalium hidroksida (KOH)
dan natrium hidroksida (NaOH). Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan
menghasilkan konversi minyak nabati menjadi metil ester yang optimum (94% -
99%) dengan jumlah katalis 0,5% – 1,5% bb minyak nabati (Darnoko, D., 2000)
Metode ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
1. Pencampuran katalis alkalin (NaOH dan KOH) dengan alkohol metanol
atau etanol pada konsentrasi katalis antara 0,5 – 1 % dan 10 – 20 %
metanol terhadap massa minyak.
5
berasal dari essig-ather jerman, sebuah nama kuno untuk menyebut etil asam cuka
ester atau asam cuka etil (Anshory, 2003).
Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester. Esterifikasi dapat dikatalis oleh kehadiran ion H+ . asam
belerang sering digunakan sebagai suatu katalisator untuk reaksi ini. Nama ester
berasal dari essig-ather jerman, sebuah nama kuno untuk menyebut etil asam cuka
ester atau asam cuka etil (Anshory, 2003).
6
d. Protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil, yang diikuti oleh pelepasan
molekul air menghasilkan ester
2.4.2. Esterifikasi dengan asil halida
Asil halida adalah turunan asam karboksilat yang paling reaktif. Asil
klorida lebih murah dibandingkan dengan asil halida lain. Asil halida biasanya
dibuat dari asam dengan tionil klorida atau fosfor pentaklorida.
2.4.3. Esterifikasi antara asam karboksilat dengan conjugated diene
Esterifikasi dengan menggunakan asam karboksilat dan conjugated diene
yang tidak disertai oksigen yang disertai katalis asam saat ini juga telah banyak
dikembangkan. Hal ini dikarenakan conjugated diene merupakan salah satu bahan
yang mudah didapat dan harga yang relative yang lebih murah. Conjugated diene
yang sering digunakan yaitu 1,3-butadiene, 2-methyl-1,3-butadiene, 2-chloro-1,3-
butadiene, 1,3-hexadiene, 2,4-cyclohexadiene dan lainnya. Produk hasil
esterifikasi antara asam karboksilat dengan conjugated diene yang banyak
dijumpai adalah n-butyl asetat, 2-methyl-2-butenyl butanoate, cyclohexene-3-yl-
benzoate dan lainnya.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan esterifikasi
yaitu (Kirk & Othmer, 1978):
a. Suhu
Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Pada umumnya
reaksi ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol (60-70°C)
pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan
suhu. Semakin tinggi suhu, berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan
oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Ini akan menyebabkan tumbukan
terjadi lebih sering diantara molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan
reaksi (Kirk & Othmer, 1978).
b. Waktu reaksi
Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak produk yang
dihasilkan, karena ini akan memberikan kesempatan reaktan untuk bertumbukan
satu sama lain. Namun jika kesetimbangan telah tercapai, tambahan waktu reaksi
tidak akan mempengaruhi reaksi (Kirk & Othmer, 1978).
c. Katalis
7
Katalis berfungsi untuk mempercepat laju reaksi dengan menurunkan
energi aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis,
reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250°C. Penambahan
katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi.
Katalis yang dapat digunakan adalah katalis asam, basa, ataupun penukar ion.
Dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu kamar, sedangkan katalis
asam pada umumnya memerlukan suhu reaksi diatas 100ºC (Kirk & Othmer,
1978).
Katalis yang digunakan dapat berupa katalis homogen maupun heterogen.
Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan
dan produk, sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda
dengan reaktan dan produk. Katalis homogen yang banyak digunakan adalah
alkoksida logam seperti KOH dan NaOH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula
digunakan katalis asam cair, misalnya asam sulfat, asam klorida, dan asam
sulfonat (Kirk & Othmer, 1978).
Penggunaan katalis homogen mempunyai kelemahan, yaitu: bersifat
korosif, sulit dipisahkan dari produk, dan katalis tidak dapat digunakan kembali.
Saat ini banyak industri menggunakan katalis heterogen yang mempunyai banyak
keuntungan dan sifatnya yang ramah lingkungan, yaitu tidak bersifat korosif,
mudah dipisahkan dari produk dengan cara filtrasi, serta dapat digunakan
berulangkali dalam jangka waktu yang lama. Selain itu katalis heterogen
meningkatkan kemurnian hasil karena reaksi samping dapat dieliminasi. Contoh-
contoh dari katalis heterogen adalah zeolit, oksida logam, dan resin ion exchange.
Katalis basa seperti KOH dan NaOH lebih efisien dibanding dengan katalis asam
pada reaksi transesterifikasi. Transmetilasi terjadi kira-kira 4000 kali lebih cepat
dengan adanya katalis basa dibanding katalis asam dengan jumlah yang sama.
Untuk alasan ini dan dikarenakan katalis basa kurang korosif terhadap peralatan
industri dibanding katalis asam, maka sebagian besar transesterifikasi untuk
tujuan komersial dijalankan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa
divariasikan antara 0,5-1% dari massa minyak untuk menghasilkan 94-99%
konversi minyak nabati menjadi ester. Lebih lanjut, peningkatan konsentrasi
katalis tidak meningkatkan konversi dan sebaliknya menambah biaya karena
8
perlunya pemisahan katalis dari produk menggunakan katalis KOH 1% dari massa
minyak (Kirk & Othmer, 1978).
d. Pengadukan
Pada reaksi transesterifikasi, reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem
cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara fase-fase yang
berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya metil ester, ia bertindak sebagai
pelarut tunggalyang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistem dengan fase
tunggal pun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi
sebagaimana sistem tunggal terbentuk, maka pengadukan menjadi tidak lagi
mempunyai pengaruh yang signifikan. Pengadukan dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan
mengurangi hambatan antar massa. Untuk reaksi heterogen, ini akan
menyebabkan lebih banyak reaktan mencapai tahap reaksi (Kirk & Othmer,
1978).
e. Perbandingan Reaktan
Variabel penting lain yang mempengaruhi hasil ester adalah rasio molar
antara alkohol dan minyak nabati. Stoikiometri reaksi transesterifikasi
memerlukan 3 mol alkohol untuk setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 3
mol ester asam dan 1 mol gliserol. Untuk mendorong reaksi transestrifikasi ke
arah kanan, perlu untuk menggunakan alkohol berlebihan atau dengan
memindahkan salah satu produk dari campuran reaksi. Lebih banyak metanol
yang digunakan, maka semakin memungkinkan reaktan untuk bereaksi lebih
cepat. Secara umum, proses alkoholisis menggunakan alkohol berlebih sekitar
1,2-1,75 dari kebutuhan stoikiometrisnya. Perbandingan volume antara minyak
dan metanol yang dianjurkan adalah 1 : 4 (Kirk & Othmer, 1978).
Terlalu banyak alkohol yang dipakai menyebabkan biodiesel mempunyai
viskositas yang terlalu rendah dibandingkan dengan minyak solar, juga akan
menurunkan titik nyala biodiesel, karena pengaruh sifat alkohol yang mudah
terbakar (Kirk & Othmer, 1978).
9
2.5. Bahan Pembuatan Biodiesel
2.5.1 Minyak Goreng
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih,
dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh
titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol
akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik
asap makin baik minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung
dari kadar gliserol bebas. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng titik
aspnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk
menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan minyak sebaiknya dilakukan pada suhu
yang tidak terlalu tinggi (suhu penggorengan 177 oC - 221 o
C) (F.G Winarno,
2004).
Tetapi minyak dan lemak sering kali ditambahkan dengan sengaja ke bahan
makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan
lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng,
shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega, dan margarine. Di samping
itu, penambahan lemak dimaksudkan juga untuk menambah kalori serta
memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan, seperti pada kembang gula,
penambahan shortening pada pembuatan kue-kue, dan lain-lain. Lemak yang
ditambahkan ke dalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan membutuhkan
persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan pangan seperti daging, telur,
susu, apokat, kacang tanah, dan berbagai jenis sayuran yang mengandung minyak
dan lemak yang biasanya termakan bersama makanan tersebut. Minyak dan lemak
tersebut dikenal sebagai minyak tersembunyi (invisible fat). Sedangkan minyak
dan lemak yang telah diekstrasi dari ternak atau bahan nabati dan dimurnikan
dikenal sebagai lemak minyak biasa atau lemak kasat mata (visible fat) (F.G
Winarno, 2004).
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada
suhu tinggi 1700–1800oC dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang
menghasilkan senyawa – senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid
10
dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses – proses tersebut
menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya
bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam
lemak bebas (FFA), bilangan iodin (IV), timbulnya kekentalan minyak,
terbentuknya busa, hanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan bahan yang
digoreng (Ketaren, 1986).
2.5.2 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan
bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol).
Tabel 2.1 Sifat-sifat fisika dan kimia metanol
Massa molar 34.04 g/mol
Wujud Cairan tidak berwarna
Specific gravity 0.7918
Titik leleh -97oC. -142.9oF (176 K)
Titik didih 64.7oC. 148.4oF (337.8 K)
Kelarutan dalam air Sangat larut
Keasaman ~15.5
(Sumber : MSDS, 2013)
11
BAB III
METEODOLOGI PERCOBAAN
12
g. Setelah larutan mendidih, tambahkan 2 tetes indikator PP
h. Lakukan titrasi pada larutan tersebut dalam keadaan panas dengan larutan
standar KOH
i. Catat volume KOH yang di gunakan.
j. Kemudian hitung % ALB dengan menggunakan rumus :
× ×
% = × 100%
× 1000
13
n. Dihitung % ALB biodiesel, penentuan % ALB ini sama dengan penentuan
% ALB minyak.
o. Hitung konversi yang dihasilkan
p. Percobaan yang sama dilakukan kembali untuk variasi waktu reaksi yaitu
45 menit, dan 1 jam.
3.4. Rangkaian Alat
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil analisa pada praktikum yang telah dilakukan,
didapatkan hasil berat gliserol, kadar ALB dan yield untuk setiap variabel
waktunya, yang dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
No Waktu Gliserol FAME ALB (%) Yield (%)
(menit) (gr) (gr)
1 30 18,32 59,55 0,36 59,44
2 45 13,72 83,92 0,38 83,76
3 60 9,36 92,39 0,26 92,09
Catatan : nisbah methanol dengan minyak adalah 1:6 dengan suhu 50 0C.
4.2 Pembahasan
Pada tabel 4.1 didapatkan bahwa kadar ALB pada menit ke 30 kadar ALB yang
didapatkan sebesar 0,36 %, pada menit ke 45 kadar ALB yang didapatkan
meningkat yaitu sebesar 0,38 %. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi nya
reaksi antara trigliserida dengan methanol yang dipercepat dengan bantuan katalis
KOH untuk menghasilkan FAME. Berdasarkan penelitian (Henny, 2015) asam
lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasa nya bergabung
dengan lemak netral. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya fktor – faktor
panas, air, keasaman dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung
maka semakin banyak kadar asam lemak bebas yang terbentuk. Tetapi pada menit
ke 60 kadar ALB yang dihasilkan menurun.
Pada tabel 4.1 juga didapatkan bahwa semakin meningkat nya waktu juga
meningkatkan yield yang dihasilkan yaitu 59,44 %, 83,76 %, dan 92,09 %.
Semakin meningkat waktu reaksi maka semakin banyak produk yang dihasilkan
karena pada keadaan ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul reaktan
untuk bertumbukan satu sama lain sehingga reaksi berjalan ke arah produk
(Affandi, dkk., 2013). Hubungan waktu dengan yield yang dihasilkan dapat dilihat
pada gambar 4.1 dibawah ini.
15
20
18
16
14
Yield (%)
12
10 y = -0,2987x + 27,24
8 R² = 0,9998
6
4
2
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
12
10
y = -0,2987x + 27,24
R² = 0,9998
8
6
4
2
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
16
terdapat pada menit ke 30 yaitu 18,32 gr. (Wahyuni, 2015, Vol 6) Semakin tinggi
suhu menyebabkan gerakan molekul semakin cepat atau energi kinetik yang
dimiliki molekul-molekul pereaksi semakin besar sehingga tumbukan antara
molekul pereaksi juga meningkat. Oleh karena itu Gliserol yang didapatkan
semakin menurun seiring dengan meningkatnya waktu reaksi karena reaksi lebih
berjalan ke arah produk peningkatan hasil metal ester asam lemak sehingga
gliserol yang didapatkan cenderung menurun karena gliserol merupakan produk
samping pada pembuatan metal ester asam lemak.
Selain waktu, reaksi transesterifikasi juga dipengaruhi oleh nisbah
methanol-minyak pada percobaan ini digunakan nisbah molar methanol-minyak
yaitu 1:6 karena dapat memberikan konversi yang maksimum. Pada rasio molar
6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%. Namun dari hasil
analisa yang didapatkan konversi metil ester asam lemak yang dihasilkan sebesar
92,09 % setelah waktu reaksi selama 1 jam. Hasil analisa tersebut dapat
dipengaruhi oleh terjadi nya fluktuasi pada jumlah methanol akibat kurang teliti
dalam mengontrol dan menjaga suhu selama proses pengadukan berlangsung.
17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Semakin cepat waktu reaksi maka akan semakin banyak metil ester asam
lemak yang dihasilkan karena peningkatan waktu reaksi dapat menyebabkan
reaksi balik kembali menjadi trigliserida. Konversi yield metil ester asam
lemak terbesar terdapat pada menit ke 60 yaitu 92,06 gram.
2. Semakin banyak kadar metanol yang digunakan dalam reaksi
transesterifikasi, maka metil ester yang dihasilkan akan bertambah banyak.
3. Semakin meningkat waktu reaksi maka akan semakin meningkat kadar ALB
yang terbentuk, kadar ALB terbesar dihasilkan pada menit ke 45 yaitu
sebesar 0,38 %.
5.2 Saran
Setiap variabel proses pada praktikum ini sangat mempengaruhi hasil
biodiesel yang akan dihasilkan begitu pula dengan kadar ALB dan Yield.
Kontak dengan air sebaik nya dihindarkan karena air yang terikut pada
proses akan meningkatkan sabun yang dihasilkan dalam proses
transesterifikasi sehingga dapat menyulitkan proses pemisahan gliserol
dengan biodiesel.
18
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R.D.N., dkk. 2013. Produksi Biodiesel dari Lemak Sapi dengan Proses
Transesterifikasi dengan Katalis Basa NaOH. Jurnal Teknik Kimia USU.
Vol. 2. No.1.
Affandi, R.D.N., dkk. 2013. Produksi Biodiesel dari Lemak Sapi dengan Proses
Transesterifikasi dengan Katalis Basa NaOH. Jurnal Teknik Kimia USU.
Vol. 2. No. 1.
Anshory, H. Irfan. 2003. Acuan Pelajaran Kimia. Jakarta.: Erlangga.
Destiana , M. Zandy, A. Nazef dan Puspasari, S.2007. Intensifikasi Proses
Produksi Biodisel.Biodisel.
Fangrui,M.A.,1999. Biodiesel Fuel: The Transesterification of Beef Tallow. The
University Of Nebrasca.Lincoln.
Fereidoon, S. 2004. Bailey’s Industrial Oil And Fat Products. USA. John Wiley &
Sons, Inc.
Freedman, B., Pryde, E. H., dan Mounts, T. L., 1984. Variable Affecting the.
Yields of Fatty Esters from Transesterified Vegetable Oil. J. Am. Chem.
Soc., 61, 1638-1643. (Perry, 1984).
Hadayana, et al., 1993. Kimia Pangan. Jakarta: Pudjaatmaka,
Hikmah, M.N., dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari
Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan
Transesterifikasi. Skripsi, Universitas Diponegoro.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Kirk, K.E., and Othmer, D.F.,1978. Encyclopedia of Chemical Technology. 3rd
ed., Vol.9, John Willey and Sons Inc., New York
Material Safety Data Sheet. 2013. Methanol MSDS
Material Safety Data Sheet. 2013. Potassium hydroxide MSDS
Puspita, Anas. 2008. Kinetika Reaksi dalam Proses Pembuata Biodiesel dari
CPO dengan Proses Esterifikasi. USU: Medan
Roesyadi, A., Hariprajitno, D., Nurjannah, N., Savitri, S.D. 2012. HZSM-5
Catalyst For Cracking Palm Oil To Gasoline: A Comparative Study With
19
And Without Impregnation. Semarang. Bulletin of Chemical Reaction
Engineering & Catalysis UNDIP.
Wahyuni, S. Pengaruh Suhu Proses Dan Lama Pengendapan Terhadap Kualitas
Biodiesel Dari Minyak Jelantah. 2015; Vol 6 : 33-40.
20
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
Perbandingan 1 ∶ 3 = 0.12167 ∶
= ,
Ρ metanol = 0.792 gram/mol
Mr metanol = 32 gram/mol
× 32 × 0.73
= = = ,
0.792
Perbandingan 1 ∶ 9 = 0.12184 ∶
= 0,7311
× 32 × 0,7311
= = = ,
0.792
B. Kadar ALB
1. Kadar ALB minyak goreng sawit
Berat minyak = 3 gram
Volume etanol= 50 ml
Normalitas KOH = 0.0847 N
21
Volume KOH = 0.4 ml
× ×
% ALB = ×
× 100%
× . × .
= ×
× 100%
= 2,89%
= 0.36%
= 0,39%
= 0.24%
22
C. Perhitungan Yield
1. Rasio 1 : 6 (30 menit)
Produk = 59,55 gram
Reaktan = 100,18 gram
Yield = × 100%
,
= ,
× 100%
= 59,44%
Yield = × 100%
,
= ,
× 100%
= 83,76%
= 92,04%
D. Neraca Massa
Metanol Trigliserida
Reaktor
KOH FAME
KOH
Gliserol
Metanol
Trigliserida
23
1. Rasio 1 : 6 (30 menit)
,
Trigliserida = .
= 0.12167
Massa Komponen
Massa Komponen
24
Metanol = 23.36 gram
KOH = 1 gram
FAME setelah dicuci = 83.92 gram
Gliserol = 13.72 gram
Produk
Massa Komponen
25
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI
26
Gambar C.5 Pemisahan Gambar C.6 Proses pencucian
Biodiesel dan gliserol biodiesel
27