PENDAHULUAN
Tujuan dari makalah ini adalah untuk memahami biodiesel dan mekanisme
pengolahan biodisel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik yang
sangat tinggi dibandingkan dengan solar (dapat mencapai 100 kali lipat,
misalkan pada Castor Oil. Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung
di dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/penambahan
pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa dan injektor bahan bakar untuk
menurunkan harga viskositas. Viskositas bahan bakar yang sangat tinggi akan
menyulitkan pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang
bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi
bahan bakar yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan
kualitas pembakaran, daya mesin dan emisi gas buang.
Bahan baku utama pembuatan biodiesel adalah minyak nabati, lemak hewani
ataupun lemak bebas. Bahan baku yang digunakan mengandung trigliserida
dan asam lemak bebas. Bahan baku lainnya yaitu alkohol. Pada pembuatan
biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan
karena alkohol larut dalam minyak. Minyak nabati memiliki kandungan asam
lemak bebas lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak hewani. Minyak
nabati selain mengandung asam lemak bebas juga mengandung phospholipid
yang dapat dihilangkan pada proses degumming sedangkan asam lemak bebas
dapat dihilangkan pada proses refining (Rahayu, 2013).
Pemanasan bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi bahan
bakar merupakan satu solusi yang paling dominan untuk mengatasi
permasalahan yang mungkin timbul pada penggunaan SVO secara langsung
pada mesin diesel. Pada umumnya, orang lebih memilih untuk melakukan
proses kimiawi pada minyak mentah atau refined fatty oil / SVO untuk
menghasilkan metil ester asam lemak (Fatty Acid Methyl Ester - FAME) yang
memiliki berat molekul lebih kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga
dapat langsung digunakan dalam mesin diesel konvensional. Biodiesel
umumnya diproduksi dari refined vegetable oil menggunakan proses
transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan untuk mengubah [tri, di,
mono] gliserida berberat molekul dan berviskositas tinggi yang mendominasi
komposisi refined fatty oil menjadi asam lemak metal ester (FAME).
13
Adapun sifat-sifat dan keutamaan pada bahan bakar biodiesel ialah:
1. Dapat diperbaharui dalam artian bahan baku untuk menghasilkan biodiesel
dapat diperbaharui kembali dengan penanaman kembali tumbuhan yang
menjadi bahan bakunya.
2. Mudah terurai oleh bakteri dalam artian sisa hasil pengolahan dapat dengan
mudah diuraikan kembali oleh bakteri penyebab pembusukan.
3. Tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbon yang terlibat
pendek.
4. Kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi petroleum
diesel.
5. Penggunaan biodiesel dapat memperpanjang usia mesin diesel karena
memberikan lubrikasi lebih dari pada bahan bakar petroleum.
6. Memiliki flash point yang tinggi yaitu sekitar 200oC, sedangkan bahan
bakar petroleum diesel hanya memiliki flash point sebesar 70oC.
7. Bilangan setana (cetane number) yang lebih tinggi dari pada petroleum
diesel.
14
diterima, demikian juga dengan korosi tembaganya, namun terdapat juga
abu dan residu karbon dalam jumlah yang tidak diterima. Penggunaan
minyak nabati terpirolisis pada mesin dibatasi untuk pemakaian jangka
pendek.
2.2.3 Transesterifikasi
Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses
pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu:
15
digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam, biasanya asam sulfat
(H2SO4) atau asam fosfat (H3PO4). Proses esterifikasi dengan katilis
asam diperlukan jika minyak nabati mengandung FFA diatas 5%. Jika
minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung ditransesterifikasi dengan
katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun.
Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat menghambat
pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi
selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses
pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjai metil ester sehingga
mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya
ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida
menjadi metil ester.
16
mutu awal minyak. Proses konversi dipengaruhi oleh kandungan asam
lemak bebas dan kandungan air. Minyak yang mengandung asam lemak
bebas rendah, dapat langsung dikonversi menjadi metil ester melalui
transesterifikasi. (Freedman et al. 1984).
17
Gambar 2.3 Tiga Tahap Proses Transesterifikasi. Sumber: Robert E.
Babcock,dkk., 2014
Berikut ini Gambar 2.3 yang menjelaskan mengenai reaksi dari uraian diatas:
18
Gambar 2.3 Uraian 3 Tahap Transesterifikasi. Sumber: Robert
E. Babcock,dkk., 2014
Dalam standar EN yang digunakan oleh PT. LDC Indonesia , maksimum yang
diijinkan untuk monogliserida, digliserida dan trigliserida adalah 0,80% berat,
0,20% berat dan 0,20% berat.
19
karakteristik perpindahan massa yang unggul (R. E. Babcock, P. I., 2014).
Namun tidak disarankan untuk dilakukan karena membutuhkan suhu
reaksi yang tinggi 250 - 400°C (525 - 675 K) dan tekanan yang besar 35 -
60 MPa (350 - 600 kg / cm2) (Demirbas, 2005).
20
Ali N. Eman dan Tay Isis Cadence, meneliti karakteristik biodiesel yang
dihasilkan dari minyak sawit menggunakan proses transesterifikasi yang
dikatalisis dasar. Untuk menemukan kondisi terbaik untuk produksi
biodiesel, tiga variabel penting dipilih seperti suhu reaksi 40, 50, dan 60 °
C, waktu reaksi 40, 60 dan 80 menit. dan rasio metoksida 4: 1, 6: 1 dan 8:
1. Setelah melakukan percobaan pada variabel-variabel ini menggunakan
kombinasi yang berbeda, hasil tertinggi 88% dicapai dengan
menggunakan suhu reaksi 60 ° C, waktu reaksi 60 menit dan perbandingan
metoksida 6: 1, dan karakteristik fisik yang diperoleh dari hasil akhir
biodiesel optimal berada dalam ASTM D 6751 dan Standar Eropa EN
14214. Data hasil penelitian tersebut terdapat pada tabel dibawah ini :
21
persen (berat.%) (Berkenaan dengan TAG) pada 60 ° C selama 1 jam
untuk menghasilkan asam lemak metil ester (FAME, biodiesel) dan
gliserol.
22
Penambahan katalis membantu mempromosikan serangan nukleofilik
metanol pada kelompok karboksil dalam bahan baku, meningkatkan laju
reaksi untuk esterifikasi atau transesterifikasi. Katalis yang digunakan
dalam pembuatan biodiesel dapat berupa katalis basa maupun katalis
asam. (Kirk & Othmer, 1980). Katalis basa memiliki kemampuan
katalisator yang tinggi serta harganya yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan katalis asam. Namun, untuk mendapatkan performa
proses yang baik, penggunaan katalis basa dalam reaksi transesterifikasi
memiliki beberapa persyaratan penting, diantaranya alkohol yang
digunakan harus dalam keadaan anhidrous dengan kandungan air < 0.1 -
0.5 % serta minyak yang digunakan harus memiliki kandungan asam
lemak bebas < 0.5% (Lotero et al., 2005).
23
2.3.3 Efek Air dan Free Fatty Acid ( FFA )
24
Gambar 2.5 A. Reaksi Samping Trigleseria Dengan Air (Pada suhu kritis
air). Sumber : BEEMS Modul B4
25
konsentrasi yang cukup tinggi, ia dapat mengkristal dan menetap di dasar
wadah penyimpanan. Suhu dingin dapat membuat SG bertindak sebagai
biji kristal untuk kontaminan lain, seperti MG dan DG (Alessandro Gabriel
Montpetit, 2015).
26
DAFTAR PUSTAKA
Aranda, C., Luna, L., Bosio, L. y M. Berón 2008. A case of multiple metastasis in
late Holocene hunter-gatherers from argentine Pampean region. International
Journal of Osteoarchaeology 18: 492-506.
Demirbas, A., 2009. “Production of FAME fuels from linseed oil using methanol
and ethanol in non-catalytic SCF conditions.” Biomass Bioener., 33: 113–118.
Dharsono, Wulandari. 2010. “Proses Pembuatan Biodiesel dari Dedak dan Metanol
dengan Esterifikasi In Situ”. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro.
27