Anda di halaman 1dari 12

TEKNIK ENERGI

“ BIOAVTUR “

Disusun Oleh :
1. Devri Eko (17031010054)
2. Nur Azizah (17031010071)
3. Arpinka Pinakesti (17031010081)
4. Yosafat (17031010081)
5. Haris (17031010081)

PARALEL B

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA
TIMUR
SURABAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
I .1. Latar Belakang
Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan bahan
bakar lebih banyak dibandingkan dengan transportasi lainnya.Hal tersebut
mengakibatkan menipisnya pasokan minyak mentah yang berasal dari bahan
bakar fosil di Indonesia dan ditambah lagi kebutuhan bahan bakar fosill akan
meningkat pula untuk menutupi kebutuhan kosnumsi lainnya seiring
bertambahnya jumlah penduduk ,kegiatan ,dan luasnya kawasan.Masa kejayaan
Indonesia sudah mulai berakhir untuk kategori negara pengekspor minyak
mentah,keadaan ini dibuktikan bahwa indicator produksi dan konsumsi minyak
nasional sangat berbanding jauh,dimana konsumsi minyak di Indonesia lebih
tinggi dibandingkan dengan kapasitas produksi minyak didalam negeri pada tahun
2006-2015.Pesawat merupakan alat transportasi ang sangat berpengaruh bagi
negara kita untuk menunjang proses ekonomi,social amupun politik pemerintahan
yang sedang dijlankan karena negara Indonesia merupaka negara kepulauan.Oleh
karena itu transportasi pesawat sangat membantu sekali dalam menunjang
kegiatan baik diplomatis maupun pariwisata,akan tetapi timbullah permasalahan
baru bahwa harga tiket pesawat sangat mahal,hal itu dikarenakan bahan bakar
yang digunakan untuk pesawat mahal dan jumlah yang ada juga semakin sedikit
ketersediaannya.Melihat kondisi tersebut dibutuhkanlah alternative lain untuk
menggantikan bahan bakar pesawat yang lebih murah dan efisien.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam dan
memiliki potensi biomassa yang melimpah.Salah satu contoh bahwa negara
indoensia adalah negara pengekspor dan produsen terbesar minyak sawit di
dunia,hal ini didukung oleh iklim dan ketersediaan lahan yang ada sangat
luas.Berdasarkan kegiatan tersebut ,produksi minyak sawit juga menghasilkan
limbah yang perlu penanganan khusus.Limbah atau hasil samping yang dihasilkan
yakni limbah cair cangkang sawit,sabut,dan tandan kosong kelapa sawit
(TKKS).Limbah terbesar yang dihasilkan adalah TKKS dan harus diolah lebih
lanjut lagi agar tidak mencemari lingkungan.Berdasarkan permasalahan tersebut
dtemukan solusi alternative untuk mengkonversi limbah TKKS menjadi energy
terbarukan yakni diolah menjadi bioavtur. Bioavtur dihasilkan oleh serangkaian
proses konversi biomassa berupa serat, gula, tepung, dan minyak nabati. Proses
konversi bahan tersebut bisa melalui proses transesterifikasi, perlakuan panas
(pyrolisis dan hydrothermal), perlakuan hidrolisis oleh enzim, fermentasi dan
fischertrops.
Perkembangan dari pemanfaatan bahan bakar nabati menjadi biofuel sudah
dilakukan .PT Pertamina sudah bekerjasama dengan Wilmar Group untuk
memproduksi bioavtur dan direncanakan bisa menghasilkan 260 juta
liter/tahun.Penggunaan biavture sendiri cepat atau lambat akan segera
diterapkan,mengingat ICAO telah menargetkan untuk menurunkan emisi dari
penerbangan internasional untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO 2) sebesar
50% dibandingkan dengan tingkat CO2 ditahun 2005 pada tahun 2050. Oleh
karena itu, untuk mencapai hal tersebut terdapat strategi diantaranya dengan
mengurangi emisi dari sumbernya yaitu pada mesin turbine pesawat dimana
efisiensi bahan bakar ditingkatkan serta bahan bakar juga dikurangi emisi buang
nya. Salah satu cara mengurangi emisi gas buang dari mesin pesawat adalah
dengan menggunakan bioavtur.
I .2. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses pembuatan bioavture yang berbahan dasar dari
bahan alam/nabati
2. Untuk mengetahui macam-macam proses dalam pembuatan bioavture.
3. Untuk mengetahui kriteria dan sifat dari bioavture
I .3. Manfaat
1. Sebagai alternative untuk mengurangi limbah TKKS dan dikonversikan
menjadi energy terbarukan yang memiliki manfaat dan nilai jual tinggi
2. Sebagai sumber alternative baru untuk membantu impor dan pengurangan
penggunaan energy fosil dalam industry penerbangan
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Secara Umum


Avtur (Aviation Turbine) merupakan bahan bakar sejenis minyak tanah yang
digunakan untuk mesin tipe  turbin gas dalam pesawat komersial dengan titik
didih antara 150° - 300°C (Hendrawati, 2018). Avtur (juga dikenal dengan istilah
Jet Fuel) memiliki sifat yang menyerupai kerosin karena memiliki rentang
panjang rantai C yang sama. Komponen-komponen kerosin dan avtur terutama
adalah senyawa-senyawa hidrokarbon parafinik (CnH2n+2) dan  monoolefinik
(CnH2n) atau naftenik (sikloalkan, CnH2n) dalam rentang C10 – C15. Sifat ini
digunakan karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar jenis
lain, salah satu contohnya adalah volatilitas. Dibandingkan dengan bensin, avtur
memiliki volatilitas yang lebih kecil sehingga mengurangi kemungkinan
kehilangan bahan bakar dalam jumlah besar akibat penguapan pada ketinggian
penerbangan. Avtur merupakan bahan bakar yang berasal dari fosil yang tidak
dapat diperbarui, sedangkan bioavtur merupakan bahan bakar yang berbasis nabati
yang dapat diperbarui dan tersedia dalam jumlah yang besar. Bioavtur memiliki
nilai lubrisitas (pelumasan) dan detergensi (pembersihan) yang cukup baik,
sehingga memiliki kemampuan untuk memperbaiki kinerja dari mesin dan juga
berkontribusi dalam pembersihan turbin. Akan tetapi, bioavtur masih memiliki
kelemahan yaitu untuk membeku lebih cepat daripada bahan bakar avtur berbasis
fosil biasa. (Ferina,2020). Beberapa kelas hidrokarbon untuk bahan bakar jet
dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Gambar II.1 Kelas Hidrokarbon untuk bahan bakar jet


Tabel II.1 Spesifikasi Avtur

(Siswahyu, 2014)
II.2 Macam Proses Sintesis Avtur
Berdasarkan ASTM, terdapat beberapa proses dalam sintesis bioavtur (Jet Fuel),
diantara dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar II.2 ASTM untuk sintesis Jet Fuel


II.2.1 Hydro Process Ester And Fatty Acid (HEFA)
Pada proses HEFA, bahan baku biomasa diekstrak kandungan minyaknya.
Bahan baku yang digunakan seperti alga, jatropha, carmelina. Lalu hasil ekstraksi
ini disiapkan untuk menjadi persiapan bahan baku. Proses ini terdiri dari 2 tahap
reaksi yaitu hydrotreating dan hydroprocessing.

Gambar II.3 HEFA Process Flowchart


Hydrotreating ialah proses menghilangkan oksigen, ikatan rangkap dan memutus
rantai propana dari trigliserida dengan reaksi menggunakan hidrogen dan katalis.
Rasio hidrogen dan minyak yang digunakan untuk proses ini antara 2,7% - 4%.
Hasil yang diperoleh dari reaksi ini adalah air, CO2, propana dan alkana rantai
lurus. Air dan CO2 dihasilkan ketika atom hidrogen bereaksi dengan atom
oksigen. Propana diproduksi ketika gliserin dari rantai minyak dihilangkan. Hasil
utama dari reaksi ini adalah gugus alkana rantai lurus yang meliputi bahan bakar
solar dan bahan bakar jet dengan panjang rantai karbon dari C 9 sampai C20,
tergantung rantai karbon bahan bakunya. Diperlukan proses tambahan isomerisasi
agar hasil yang diperoleh memenuhi kebutuhan bahan bakar yang ditetapkan
ASTM. Produk reaksi deoksigenasi harus ditingkatkan dengan proses isomerisasi
dan reduksi rantai panjang. Hasil yang diperoleh adalah fluida distilat kelas
menengah pada bahan bakar jet dan solar, nafta dan LNG sebagai produk
samping. Setelah produk melewati reaktor dan isomerisasi gas reaksi harus
dipisahkan dari cairan dan dimurnikan, gas hidrogen dipisahkan dengan proses
absorbsi dan dikembalikan ke reaktor deoksigenasi. Produk liquid dipisahkan
menurut perbedaan titik didih pada distilasi tekanan atmosfer. Bahan bakar jet
dengan titik didih yang lebih rendah akan dipisahkan terlebih dahulu dan akan
meninggalkan solar sebagai produk bahan bakar cair lainnya (Hendrawati, 2018).
Tabel II.2 Komposisi produk dan bahan baku hasil proses HEFA

Reaksi yang terjadi dalam proses Hydro-Deoxygenation dan Isomerization :

…………………..(1)

……………(2)
(Cavani, 2016)
II.2.2 Biomass to Liquid (BTL)
Proses Biomass to Liquid (BTL) mengkonversi biomassa menjadi gas
sintesis berupa CO dan H2 yang kemudian dicairkan menggunakan proses
Fischer–Tropsch (FT) pada temperature 2500C - 3500C dan dengan tekanan 3,14
& 8,62 MPa.
Gambar II.4 Transformasi biomassa menjadi biofuel lanjutan
Sintesis Fischer Tropsch (F-T) adalah suatu proses yang dikembangkan untuk
mengkonversi semua bahan berbasis karbon menjadi produk minyak yang dapat
disempurnakan menjadi transportasi konvensional bahan bakar dan produk
petrokimia. Dalam rangka memanfaatkan biomassa sebagai bahan baku dan
memproduksi bahan bakar penerbangan sebagai produk, ada tiga langkah proses
(Gambar II.5) : Konversi biomassa menjadi gas sintesis, konversi sintesis gas
menjadi minyak, dan penyulingan minyak menjadi bahan bakar penerbangan
(Klerk, 2016).

Gambar II.5 Blok Diagram Biomas To Liquid Process menggunakan metode


Fischer-Tropsch
Pada langkah pertama, biomassa digasifikasi menghasilkan gas sintesis. Gas
sintesis murni adalah campuran hidrogen (H2) dan karbon monoksida (CO).
Produk dari gasifikasi adalah gas sintesis mentah dan mengandung banyak lainnya
senyawa yang harus dihilangkan dari gas sintesis sebelum dapat digunakan
sebagai umpan (Feed). Langkah kedua, yaitu sintesis Fischer-Tropsch (F-T). FT
proses adalah proses liquiaksi secara tidak langsung. Gas sintesis bersih yang
dihasilkan, digunakan sebagai bahan baku ke proses F-T selanjutnya. Langkah
ketiga melibatkan penyulingan/pemurnian minyak untuk menghasilkan bahan
bakar penerbangan (Klerk, 2016).
II.2.3 Alcohol to Jet (ATJ)
Proses Alcohol to Jet (ATJ) merupakan sintesis jet fuel dari senyawa
alcohol proses yang dihasilkan melalui proses fermentasi selulosa dan gula dari
biomassa (Brooks, 2016).

Gambar II.6 Diagram Alir Sintesis Jet Fuel dari Alkohol


Contoh dari proses ini ialah sintesis jet fuel dari etanol yang dapat dilihat dalam
flowsheet berikut :

Gambar II.6 Flow Diagram Proses Sintesis Jet Fuel dari Etanol
Dalam proses diatas, etanol melewati tiga tahap, yaitu dehidrasi, oligomerasi dan
hidrogenasi untuk menghasilkan produk jet fuel (Brooks, 2016).
II.2.4 Pyrolisis
Pyrolisis adalah dekomposisi termal biomassa yang dilakukan tanpa
adanya oksigen.Pyrolisis cepat terjadi pada kisaran suhu 400–700∘C, tekanan
rendah (1–5 bar), dan waktu tinggal singkat (0,5–10 s). Dalam proses pirolisis,
biomassa terurai menghasilkan uap, aerosol, dan beberapa residu padat.
Komponen fase gas utama adalah H2, CO, CH4, danC2H5. Pada proses pyrolisis,
fraksi karbon dalam produk padat tidak bereaksi dan meninggalkan proses sebagai
arang (Cavani, 2016).
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Bagian penerbangan dari emisi gas rumah kaca akan meningkat, seiring
dengan peningkatan perjalanan udara dan kendaraan darat menggunakan lebih
banyak bahan bakar alternatif seperti salah satunya bioavtur untuk bahan bakar
pesawat. Saat ini penerbangan menyumbang 2% dari emisi global, tetapi
diperkirakan akan tumbuh menjadi 3% pada tahun 2050. Selain membangun
pesawat yang lebih hemat bahan bakar dan mengoperasikannya dengan lebih
efisien, atau mengurangi perjalanan udara sama sekali, mengubah sumber bahan
bakar adalah salah satu dari beberapa pilihan yang dimiliki industri penerbangan
untuk mengurangi jejak karbonnya. Sementara pesawat bertenaga surya, listrik
dan hidrogen sedang diteliti, diperkirakan mereka tidak akan layak dalam jangka
pendek atau menengah. Ada banyak standar berbeda untuk sertifikasi bahan bakar
nabati berkelanjutan . Salah satu standar yang sering dikutip oleh maskapai
penerbangan adalah yang dikembangkan oleh Roundtable For Sustainable
Biofuels . Hampir semua standar tersebut mencakup jumlah minimum
pengurangan gas rumah kaca.

III.2 Saran
Penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil yang tidak dapat
diperbarui semakin menipis, maka sebaik pengunaan bahan bakar tersebut harus
di gantikan atau seimbangkan dengan penggunaan bahan bakar nabati.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2019. “Pengembangan Bioavtur Indonesia dan Malaysia”.


(https://www.wartaekonomi.co.id/read263195/pengembangan-bioavtur-
indonesia-dan-malaysia). Diakses pada tanggal 15 November 2020 pukul
17.25 WIB.
Brooks, et al, 2016, ‘Low-Carbon Aviation Fuel Through The Alcohol to Jet
Pathway’, Biofuels for Aviation (6) : 109-150.
Cavani, F, et al, 2016, Chemicals and Fuels from Bio-Based Building Blocks,
Germany : Willey-VCH.
Ferina.2020. “Avtur Vs Bioavtur Untuk Masa Depan Indonesia”.
(https://iatekunsri.com/artikel/keteknikkimiaan/483-avtur-vs-bioavtur-
untuk-masa-depan-indonesia). Diakses pada tanggal 15 November 2020,
pukul 17.45 WIB.
Hendrawati T Y, Agung S, dan Anwar I R, 2018, ‘Low-Carbon Aviation Fuel
Through The Alcohol to Jet Pathway’, International Journal of Scientific
& Technology Research 7(3) : 39-43.
Klerk, A, 2016, ‘Aviation Turbine Fuels Through The Fischer-Tropsch Process’,
Biofuels Aviation (10for) : 241-259.
Siswahyu,agung,dkk.2014. “Pemilihan Prioritas Bahan Baku Bioavtur Di
Indonesia Dengan Metode Analytical Hierarkhi Process (AHP)”. Jurnal
Teknologi. No.2.Vol 6. Hal 137
Yoga.2020. “K o p r a : Senjata Jokowi Benahi Sektor Aviasi” .
( https://www.icdx.co.id/news-and-insights-indonesia-commodity-and-deri
vatives-exchange/download-materials/brexit-penantian-panjang-menuju-k-
ebebasan). Diakses pada tanggal 15 November 2020, pukul 17.25 WIB

Anda mungkin juga menyukai