Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Inovasi Proses, Vol 4. No.

2 (September, 2019) ISSN: 2338-6452

OPTIMASI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALISATOR


KALSIUM OKSIDA (CaO) DENGAN PROSES METANOLISIS (Variabel Suhu Reaksi)

Sulistianingsih, Dewi Wahyuningtyas


Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
email : sulissulis.ss@gmail.com

INTISARI

Salah satu sumber bahan baku biodiesel yang prospektif adalah minyak jelantah, konsumsi
minyak goreng di Indonesia tahun 2008 sekitar 5 juta kL per tahun, sehingga apabila penggunaan
minyak goreng mencapai 80%, maka terdapat potensi minyak jelantah yang mencapai 1 juta kL.
Minyak jelantah dapat diproses menjadi biodiesel dengan proses metanolisis menggunakan
katalisator batu gamping.
Proses metanolisis dengan katalisator kalsium oksida (CaO) dilakukan dalam reaktor batch
yang dilengkapi pemanas, termometer, dan pendingin balik. Reaktor diisi dengan minyak jelantah
terhadap metanol dengan perbandingan mol 1:15 serta berat katalis terhadap minyak sebanyak 4%
dan dijalankan selama 2 jam pada berbagai suhu. Produk yang dihasilkan kemudian dipisahkan
antara ester dan produk sampingnya. Ester ditimbang agar diketahui yield dari reaksi tersebut.
Variabel yang dipelajari adalah suhu mulai dari 50°C, 60°C, 70°C, dan 80°C. Metil ester yang telah
terpisah kemudian dihitung nilai yieldnya dan dianalis nilai densitas, viskositas, titik nyala, dan titik
tuang. Hasil analisis dibandingkan dengan mutu biodiesel sesuai standar SNI.
Kondisi optimum dicapai pada suhu 60°C dengan perbandingan minyak terhadap metanol
1:15, berat katalis terhadap minyak 4%, kecepatan pengadukan 500 rpm, dan waktu proses selama 2
jam didapat nilai yield sebesar 65,58%.

Kata kunci : minyak jelantah, metanolisis, metil ester, batu gamping

PENDAHULUAN jelantah merupakan salah satu alternatif bahan


Salah satu sumber bahan baku biodiesel baku pembuatan biodiesel yang lebih hemat dan
yang prospektif adalah minyak jelantah, murah (Lam, dkk, 2010). Metode yang paling
konsumsi minyak goreng di Indonesia tahun umum digunakan untuk sintesis biodiesel adalah
2008 sekitar 5 juta kL per tahun, sehingga transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewan
apabila penggunaan minyak goreng mencapai dengan metanol atau etanol.
80%, maka terdapat potensi minyak jelantah Cara efektif untuk menurunkan biaya
yang mencapai 1 juta kL. Jadi, setiap produksi biodiesel adalah menggunakan bahan
penggunaan minyak goreng sebanyak 80% baku minyak nabati murah dan tidak dimakan
maka dihasilkan minyak jelantah sebesar 20%. seperti lemak hewan dan minyak limbah. Namun
Sampai saat ini, minyak jelantah belum bahan limbah biasanya berisi jumlah asam
dimanfaatkan dengan baik dan hanya dibuang lemak bebas (FFA) yang signifikan,
sebagai limbah rumah tangga ataupun industri. menimbulkan penipisan katalis, meningkatkan
Meningkatnya produksi dan konsumsi nasional biaya pemurnian, dan hasil transesterifikasi alkali
minyak goreng, akan berkorelasi dengan lebih rendah dikatalisis (Zhang, 2010).
ketersediaan minyak jelantah yang semakin Pada penelitian ini akan dipelajari
meningkat pula. Oleh karena itu, pemanfaatan kondisi optimum reaksi metanolisis trigliserida
minyak goreng bekas sebagai bahan baku pada sintesa biodiesel dari minyak jelantah
biodiesel akan memberikan nilai tambah bagi secara batch dengan katalis CaO.
minyak jelantah (Hambali, 2007).
Biodiesel merupakan salah satu sumber TINJAUAN PUSTAKA
energi alternatif pengganti bahan bakar mesin 1. Minyak Jelantah
diesel yang bersifat non-toxic, renewable, Minyak goreng bekas atau sering
biodegradable, tidak mengemisikan karbon disebut dengan minyak jelantah merupakan
terhadap atmosfer serta mempunyai beberapa minyak yang berasal dari sisa minyak
keunggulan dari segi lingkungan apabila penggorengan bahan makanan. Perbedaan
dibandingkan dengan petroleum diesel. minyak goreng bekas dengan minyak nabati
Baru-baru ini, biodiesel diproduksi yang baru terletak pada komposisi asam lemak
melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati jenuh dan tak jenuhnya. Minyak goreng bekas
seperti kacang kedelai dan minyak sawit. Minyak memiliki kandungan asam lemak jenuh lebih

81
Jurnal Inovasi Proses, Vol 4. No. 2 (September, 2019) ISSN: 2338-6452

besar dari minyak nabati yang baru. Hal ini bahan bakar mesin dan menyebabkan atomisasi
disebabkan pada proses penggorengan terjadi lebih sukar terjadi sehingga pembakaran
perubahan rantai tak jenuh menjadi rantai jenuh menjadi tidak sempurna.
pada senyawa penyusunnya.
Senyawa yang terkandung dalam 3. Reaksi Transesterifikasi Metanolisis
minyak goreng adalah trigliserida atau Reaksi transesterifikasi adalah reaksi
triasilgliserida, yaitu senyawa ester yang berantai. Proses pertama yang terjadi adalah
tersusun atas senyawa-senyawa asam lemak reduksi senyawa trigliserida menjadi digliserida,
rantai panjang (R) dan gliserol. Struktur dari selanjutnya gugus senyawa digliserida tersebut
senyawa trigliserida secara umum dapat dilihat tereduksi lagi menjadi gugus senyawa
pada Gambar 1 (Dewati, 2013). monogliserida dan pada akhirnya gugus
senyawa gliserida tersebut tereduksi menjadi
ester dan gliserol (Encinar, dkk, 2007; Ma dan
Hanna, 1999).
Minyak jelantah memiliki kandungan
asam lemak yang berbeda-beda tergantung dari
bahan baku, suhu dan lama penggunaan
(Dewati, 2013). Untuk minyak jelantah dengan
kandungan asam lemak bebas kurang dari 5%
dapat langsung dilakukan proses
transesterifikasi tanpa harus melalui proses
esterifikasi terlebih dahulu (Berchmans dan
Gambar 1. Struktur Molekul Trigliserida Hirata, 2008). Reaksi transesterifikasi ditunjukan
pada gambar 2 :
2. Biodiesel
Biodiesel berasal dari kata bio dan
diesel. Kata “bio” merepresentasikan sumber
bahan baku yang bersifat renewable dan berasal
dari makhluk hidup yang bertolak belakang
dengan bahan bakar diesel konvensional yang
berasal dari minyak bumi, sedangkan “diesel”
mengacu pada penggunaan mesin diesel. The
American Society for Testing and Materials Gambar 2. Reaksi transesterifikasi
(ASTM) mendefinisikan biodiesel sebagai ester
monoalkil dari rantai panjang asam lemak yang Pada penelitian ini jenis alkohol yang
diturunkan dari bahan baku lipid yang bersifat digunakan adalah metanol karena merupakan
renewable, seperti minyak nabati atau lemak turunan alkohol yang memiliki berat molekul
hewan (Zhang, dkk, 2003; Yakoob, dkk., 2013). paling rendah sehingga kebutuhannya untuk
Encinar, dkk (2007), menyebutkan proses alkoholisis relatif sedikit, lebih murah dan
bahwa penggunaan biodiesel memberikan lebih stabil. Selain itu, daya reaksinya lebih tinggi
beberapa keuntungan, diantaranya adalah : jika dibandingkan dengan etanol (Prihandana,
a. Merupakan bahan bakar yang ramah dkk, 2006). Sehingga reaksi untuk menghasilkan
lingkungan dengan gas buangan lebih biodiesel disebut dengan reaksi metanolisis.
rendah dibandingkan petrodiesel.
b. Bilangan cetan yang lebih tinggi daripada 4. Faktor yang Mempengaruhi Reaksi
petrodiesel. Transesterifikasi
c. Sumber Energi terbarukan. Parameter yang mempengaruhi yield
d. Tidak memerukan modifikasi mesin dalam ester yang dihasilkan pada reaksi
penggunaannya. transesterifikasi adalah perbandingan reaktan,
Selain itu, menurut Lotero, dkk (2005), katalisator, waktu reaksi, suhu reaksi serta
kelebihan lain biodiesel adalah mampu kecepatan pengadukan. Kandungan air serta
memberikan daya lumas (lubricity) yang lebih free fatty acid (FFA) juga berpengaruh dalam
tinggi terhadap mesin sehingga mengurangi reaksi.
frekuensi penggantian bagian-bagian mesin. a. Perbandingan reaktan
Selama ini penggunaan minyak nabati Pada reaksi transesterifikasi dibutuhkan
sebagai bahan bakar mesin diesel terkendala 1 mol trigliserida dan 3 mol alkohol untuk
oleh viskositasnya yang tinggi, yaitu mencapai mendapatan 3 mol alkil ester dan 1 mol
10-20 kali lipat dari viskositas petrodiesel. Nilai gliserol. Reaksi transesterifikasi merupakan
viskositas yang tinggi akan menyulitkan reaksi reversible. Untuk membuat agar reaksi
pemompaan bahan bakar dari tangi ke ruang bergeser ke arah produk, maka digunakan
82
Jurnal Inovasi Proses, Vol 4. No. 2 (September, 2019) ISSN: 2338-6452

alkohol berlebih (Vicente, dkk, 2006). penting karena air akan menghidrolisis
Penggunaan alkohol yang berlebih juga akan trigliserida menjadi asam lemak bebas.
meningkatkan frekuensi tumbukan sehingga g. Kandungan asam lemak bebas / Free
kecepatan reaksi juga akan meningkat Fatty Acid (FFA)
(Fogler, 1999). Batas keberadaan asam lemak bebas
b. Katalisator yang masih dapat diijinkan untuk dilakukan
Katalisator berfungsi untuk reaksi transesterifikasi adalah pada kisaran
mengaktifkan zat-zat pereaksi, sehingga 5%. Diatas nilai tersebut, sabun yang
tumbukan antara zat-zat pereaksi semakin terbentuk dapat menyebabkan terbentuknya
besar. Selain itu, katalisator berfungsi gel yang menghambat reaksi. Adanya sabun
menurunkan energi aktivasi, sehingga reaksi dapat menghambat reaksi serta mempersulit
berlangsung lebih cepat. Keberadaan katalis pemisahan gliserol dengan produk (Gerper
akan mempercepat terjadinya keseimbangan dan Knothe, 2005).
reaksi (Ma dan Hanna., 1999). Dalam reaksi
transesterifikasi, penggunaan katalis basa METODE PENELITIAN
lebih tepat daripada katalis asam. 1. Bahan Penelitian
Penggunaan katalisator basa kurang cocok Bahan yang digunakan adalah minyak
untuk bahan baku dengan kandungan asam jelantah, metanol dan batu gamping
lemak bebas yang tinggi karena menyebabkan
pembentukan beberapa produk samping 2. Alat Penelitian
terutama sabun dan garam yang harus Alat yang digunakan adalah labu leher
dipisahkan. tiga, pengaduk merkuri, pendingin balik,
c. Waku reaksi termometer, water bath, labu distilasi, corong
Semakin panjang waktu reaksi maka pisah, gelas ukur, erlenmeyer, neraca digital.
kesempatan zat-zat untuk bereaksi semakin
banyak sehingga konversi semakin besar.
Pada saat keseimbangan reaksi tercapai,
bertambahnya waktu reaksi tidak akan
meningkatkan konversi. Yield akan meningkat
pada awal reaksi sampai mencapai kondisi
maksimum, kemudian menurun secara
perlahan (Dewati, 2013).
d. Suhu reaksi
Menurut Smith (1981), laju reaksi
semakin meningkat dengan kenaikan suhu
karena terjadinya tumbukan antar molekul
reaktan semakin besar. Pengaruh suhu
terhadap konstanta laju reaksi dinyatakan
dengan persamaan Arrhenius

E Gambar 3. Rangkaian Alat Transesterifikasi
k  Ae R.T

Keterangan : Keterangan:
k : Konstanta kecepatan reaksi 1. Water bath 5. Pengaduk
A` : Konstanta Arrhenius 2. Labu leher tiga 6. Termometer
E : Energi Aktivasi (kJ/mol) 3. Statif dan klem 7. Pendingin balik
R :Tetapan gas ideal (8,314 J/mol K) 4. Motor pengaduk
T : Suhu (K)
e. Kecepatan pengadukan 3. Variabel yang diteliti
Pengadukan dapat menurunkan Variabel yang diambil pada penelitian ini
tahanan transfer massa dan mempercepat adalah suhu reaksi dari 50, 60, 70, sampai 80°C.
difusi zat yang bereaksi (Fogler, 1999).
Kecepatan pengadukan 600 rpm digunakan 4. Prosedur Penelitian
untuk memperkecil hambatan transfer massa Penelitian ini meliputi beberapa tahapan
(Marjanovic, dkk, 2010). sebagai berikut:
f. Kandungan air a. Pembuatan Katalis
Kemurnian dari bahan baku akan Memperkecil batu gamping hingga
mempengaruhi hasil dari reaksi. Bahan baku mencapai butiran sebesar 120 mesh.
minyak dan alkohol seharusnya memiliki Masukaan butiran batu gamping tersebut ke
ketiadaan air yang sangat tinggi. Ketiadaan air dalam krus porselen kemudian dikalsinasi
o
dalam proses transesterifikasi sangatlah pada suhu 850 C selama 2 jam.
83
Jurnal Inovasi Proses, Vol 4. No. 2 (September, 2019) ISSN: 2338-6452

b. Preparasi bahan oksidsa (CaO) dalam batu gamping mencapai


Minyak goreng dicampur dan 94,5945% dan memiliki luas permukaan aktif
2
dihomogenkan. Setelah itu, mempersiapkan sebesar 12,219 m /g.
katalis dari batu gamping serta metanol 96%.
c. Proses transesterifikasi metanolisis 2. Hasil Analisis Biodiesel dengan Variasi
Penelitian ini merupakan penelitian Suhu Reaksi
lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh Pada prosedur penelitian ini
Ainiya (2016). Dari penelitian tersebut menggunakan perbandingan mol minyak
didapatkan hasil perbandingan mol reaktan jelantah dan metanol sebesar 1:15. Volume
maksimal sebesar 1:15 dan berat katalis batu minyak jelantah sebesar 100 mL dan volume
gamping (CaO) sebesar 4%. Selanjutnya metanol sebesar 224,56 mL. Reaksi
minyak jelantah sebanyak 100 mL transesterifikasi diatur konstan pada kecepatan
dimasukkan ke dalam labu leher tiga, pengadukan 500 rpm dan waktu reaksi 120
ditambah dengan katalis batu gamping (CaO) menit pada suhu yang bervariasi. Hasil yield
4% berat, metanol 96% sebanyak 224,56 mL. bioiesel (metil ester) pada variasi suhu
Ketiga bahan campuran tadi dilakukan proses ditunjukkan pada Tabel 1.
transesterifkasi selama 2 jam dengan variasi
suhu yang telah ditentukan dan tekanan 1 Tabel 1. Yield Biodiesel (Metil Ester) pada
atm. Pengadukan diatur dengan kecepatan Variasi Suhu
konstan 500 rpm. Berat Metil Yield
Variasi Suhu
d. Pemurnian metil ester Ester Metil Ester
(°C)
Campuran produk yang akan (gram) (%)
dimurnikan, dimasukkan kedalam corong 50 47,7 50,21
pisah kemudian didiamkan selama 24 jam 60 62,3 65,58
agar terpisah secara sempurna. Lapisan atas 70 48,2 50,74
mengandung biodiesel dan metanol 80 47,8 50,32
sedangkan lapisan bawah adalah gliserol dan
sisa katalis. Untuk melihat pengaruh variasi suhu
Lapisan bagian atas yang kaya akan operasi terhadap yield biodiesel (metil ester)
biodiesel (metil ester) diambil. Selanjutnya dapat digambarkan dengan grafik pada Gambar
lapisan atas yang telah terambil tersebut, 4.
didistilasi agar sisa metanol dalam hasil
menguap dan menghasilkan biodiesel yang
lebih murni. Distilasi dilakukan pada titik didih
metanol yaitu suhu 65°C sampai tidak ada
distilat yang menetes lagi. Residu yang
terbentuk dituang ke dalam botol kemudian
disimpan.
e. Perhitungan yield metil ester
Metil ester yang diperoleh selanjutnya
ditimbang untuk mengetahui berat yang
diperoleh, sehingga dapat dihitung jumlah
yield yang didapatkan dalam setiap sampel. Gambar 4. Grafik Hubungan Variasi Suhu (°C)
terhadap Yield Biodiesel (Metil Ester)
berat metil ester tera mbil
Yield  x100%
berat bahan baku Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa
terdapat kenaikan yield biodiesel (metil ester)
o o
yang signifikan dari suhu 50 C ke suhu 60 C.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kenaikan yield biodiesel sebanyak 15,37% yaitu
1. Hasil Analisis Bahan Baku dari 50,21% menjadi 65,58%. Yield biodiesel
Bahan baku yang digunakan dalam (metil ester) mengalami penurunan yang
o o
penelitian ini adalah minyak jelantah, metanol signifikan dari suhu 60 C ke suhu 70 C.
96%, dan katalis kalsium oksida (CaO). Analisis Penurunan terjadi sebanyak 14,84% yaitu dari
bahan baku yang dilakukan meliputi analisis 65,58% menjadi 50,74%. Sedangkan dari suhu
o o
kadar air, Free Fatty Acid (FFA), kemurnian 70 C ke suhu 80 C yield biodiesel (metil ester)
kalsium oksida (CaO) dan luas permukaan aktif terlihat konstan dari 50,74% menjadi 50,32%.
pada katalis kalsium oksida (CaO). Hasil analisis Saat proses transesterifikasi pada suhu
o
kadar air minyak jelantah diperoleh sebesar 50 C, suhu belum mencapai titik didih metanol
1,04% dan FFA minyak jelantah diperoleh sehingga reaksi belum berjalan secara
o
sebesar 3,74%. Kemurnian katalis kalsium sempurna. Pada suhu 70 C terjadi penurunan

84
Jurnal Inovasi Proses, Vol 4. No. 2 (September, 2019) ISSN: 2338-6452

jumlah yield biodiesel (metil ester), ini 60ºC dengan yield biodiesel sebanyak 65,58%.
disebabkan tidak sempurnanya proses Menurut penelitian Setiowati, dkk
pembuatan biodiesel karena titik didih metanol (2014), produksi biodisel menggunakan katalis
adalah 64,7°C maka metanol akan cepat cangkang kerang darah dengan suhu kalsinasi
menguap jika bereaksi melebihi titik didihnya 900°C dilakukan dengan memvariasikan suhu
sendiri sebelum terjadinya proses biodiesel yang reaksi pada 50, 55, 60, 65 dan 70ºC dengan
sempurna karena, biodiesel memiliki variabel tetap berat katalis 3%, rasio mol minyak
perbandingan rasio mol yang sudah ditetapkan dan metanol 1:15 dan waktu reaksi 3 jam. Hasil
agar hasil biodiesel sesuai dengan standar. biodisel meningkat ketika suhu reaksi mencapai
Campuran antara biodiesel dan metanol yang 60ºC, karena pada awal reaksi reaktan langsung
bersuhu tinggi menyebabkan metanol cepat bereaksi dengan katalis. Hasil biodisel menurun
menguap. ketika suhu reaksi mencapai 65ºC, karena
metanol menguap (titik didih metanol 64,5ºC)
3. Perbandingan Produk Biodiesel dengan sehingga reaktan menjadi berkurang dalam
Penelitian Sebelumnya media reaksi. Dari kondisi operasi tersebut
Penelitian biodiesel sebelumnya juga didapatkan hasil optimal pada suhu 60ºC dengan
telah dilakukan dengan bahan baku minyak yield biodiesel sebanyak 81%.
goreng bekas/minyak jelantah. Penelitian Menurut penelitian Wahyuni, dkk (2015),
tersebut mengenai pengaruh suhu reaksi produksi biodiesel menggunakan katalis NaOH
terhadap biodiesel yang dihasilkan. dengan memvariasikan suhu reaksi pada 40, 50,
Perbandingan hasil produk biodiesel dengan 60, 70, dan 80ºC dengan variabel tetap katalis 15
penelitian sebelumnya dapat terlihat pada Tabel gram. Sempurnanya sebuah reaksi
2. transesterifikasi tergantung pada suhu proses,
dimana perbedaan suhu menunjukkan
Tabel 2. Perbandingan Produk Biodiesel dengan persentase rendemen yang berbeda-beda pula.
Penelitian Sebelumnya Perbedaan rendemen tersebut disebabkan oleh
Suhu beberapa hal yaitu, suhu dan ketelitian dalam
Produk
No. Reaksi Yield (%) menghomogenisasikan campuran antara bahan
Biodiesel
(°C) baku katalis dan metanol. Saat suhu proses
o
Biodiesel 50 C bahan baku dari minyak jelantah sudah
dengan katalis menerima panas yang maksimal untuk bereaksi
1 batu gamping 50-80 50,21-65,58 dibanding dengan suhu lainnya. Yield yang
(CaO) kalsinasi diperoleh dari reaksi transesterifikasi ini
850°C sebanyak 76% pada suhu 50ºC.
Biodiesel Menurut penelitian Utami, dkk (2007),
dengan katalis produksi biodiesel menggunakan katalis NaOH
cangkang dengan memvariasikan suhu reaksi pada 55, 60,
kerang darah 65, dan 70ºC dengan variabel tetap berat katalis
2 50-70 65-81 1%, perbandingan reaktan adalah 6:1 dan
(CaO) kalsinasi
900°C kecepatan putar konstan 195 rpm selama 90
(Setiowati, dkk, menit. Reaksi transesterifikasi tersebut
2014) dijalankan dalam rekator batch. Kondisi optimum
Biodiesel pada reaksi transesterifikasi ini didapat pada
dengan katalis suhu 70ºC dengan perolehan yield biodiesel
3 NaOH 40-80 45-76 sebanyak 12,5%.
(Wahyuni, dkk, Hasil penelitian pembuatan biodiesel
2015) dengan katalis batu gamping (CaO) lebih baik
Biodiesel jika dibandingkan dengan Wahyuni, dkk (2015)
dengan katalis dan Utami, dkk, (2007) karena memiliki nilai yield
4 55-70 11-12,5 yang lebih besar. Akan tetapi jika dibandingkan
NaOH (Utami,
dkk, 2007) dengan penelitian Setiowati, dkk (2014)
mempunyai nilai yield yang lebih kecil. Hal ini
Produksi biodiesel menggunakan katalis mungkin disebabkan karena kondisi operasi
batu gamping (CaO) dengan suhu kalsinasi yang berbeda seperti suhu reaksi, perbandingan
850ºC dilakukan dengan memvariasikan suhu reaktan, katalis, dan kecepatan pengadukan.
reaksi pada 50, 60, 70, 80ºC dengan katalis 4% Dari perbandingan yang telah dilakukan dapat
berat, perbandingan mol reaktan adalah 1:15 diketahui bahwa produk biodiesel dari minyak
direaksikan selama 2 jam dengan kecepatan jelantah menggunakan katalis CaO berpotensi
putar konstan 500 rpm. Dari kondisi operasi untuk produk skala indsutri karena menghasilkan
tersebut didapatkan kondisi optimal pada suhu yield sebesar 50,21%-65,58% yang artinya lebih
85
Jurnal Inovasi Proses, Vol 4. No. 2 (September, 2019) ISSN: 2338-6452

besar nilai yieldnya jika dibanding dengan hasil Dewati, P. R., 2013, Optimasi Proses dan Studi
penelitian Wahyuni, dkk (2015) dan Utami, dkk Kinetika Reaksi Pada Sintesa Biodiesel
(2007) dengan nilai yield sebesar 45%-76% dan Dari Used Cooking Oil (CPO) Dengan
11%-12,5%. Reaksi Etanolisis, Tesis diajukan pada
Fakultas Pascasarjana UGM,
4. Hasil Analisis Biodiesel Menurut Standar Yogyakarta.
Nasional Indoensia (SNI) Encinar, J. M, Gonzales, J.F., dan Reinares, R.,
Hasil proses metanolisis dianalisis 2007, Ethanolysis of Used Frying Oil.
sesuai dengan standar mutu biodiesel. Analisis Biodiesel Preparation and
biodiesel yang dilakukan meliputi massa jenis, Characterization Fuel Process,
viskositas kinematis produk pada suhu 40°C, Technol., 88: 513-522.
titik nyala (flash point) dan titik tuang (pour Fogler, H.S., 1999, Element of Chemical
point). Perbandingan hasil analisis biodiesel Reaction Engineering, Prentice-Hall
dengan SNI dapat dilihat pada Tabel 3 berikut : inc., New York.
Freedman, B., R.O. Butterfield, dan E.H. Pryde,
1986,Transesterification Kinetics of
Soyben Oil,JAOCS, 63: 1375 –1380.
Tabel 3. Perbandingan Hasil Analisis Biodiesel Gerper, J.V. and Knothe, G., 2005, The
dengan SNI Biodiesel Handbook, AOCS Press.
Jenis Hasil SNI Hambali, E., S. Mujdalipah, A.H. Tambunan,
No Satuan
Pemeriksaan Analisis Biodiesel A.W. Pattiwiri, dan R. Hendroko. 2007.
3
1. Massa Jenis kg/m 890 850-890 Teknologi Bioenergi. PT. Agromedia
2. Viscosity Pustaka, Jakarta.
2
Kinematic at mm /s 0,929 2,3-6,0 Ketaren, S., 1986, Pengantar Teknologi Minyak
40°C dan Lemak Pangan, Edisi 1. Universitas
3. Flash Point Indonesia pers, Jakarta
°C 21,5 Min. 100 Lam, M.K., Lee, K.T., dan Mohammed, A.R.,
PM.cc
4. Pour Point °C -3 Max. 18 2010, Homogeneous, Heteregeneous,
and Enzymatic Catalysis for
Transesterification of High Free Fatty
KESIMPULAN Acid Oil (Waste Cooking Oil) to
Dari hasil penelitian yang telah Biodiesel, A review, Biotechnol. Adv.,
dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 28: 500-518.
1. Reaksi transesterifikasi pada pembuatan Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakarn,
biodiesel dari minyak jelantah mencapai K., vruce, D.A., dan Goodwin, J.G.,
kondisi optimum pada suhu 60°C. 2005, Synthesis of Biodiesel Acid
2. Kondisi optimum proses pembuatan Catalysis, Ind. Eng. Chem. Res., 44:
biodiesel secara metanolisis dengan 5353 – 5363.
perbandingan mol minyak jelantah dan Ma, F. & Hanna, M.A. 1999. Biodiesel
metanol 1:15, katalis CaO 4% berat, dan Production: a Review Bioresource
pengadukan konstan 500 rpm diperoleh Technology, 70(1): 1-15.
pada suhu 60°C dengan yield biodiesel Marjanovic, A.V., Stamenkovic, O.S., Todorovic,
(metil ester) 65,58% Z.B., Lazic, M.L., dan Veljkovic, V.B.,
3. Karakteristik biodiesel dari minyak jelantah 2010, Kinetic of Base-Catalyzed
yang dihasilkan dalam penelitian ini belum Sunflower Oil Ethanolysis, Fuel, 89:
semuanya memenuhi standar yang telah 665-671.
ditentukan. Densitas dan titik tuang sudah Marwan,dkk.,(2006),Etanolisis Minyak Sawit
memenuhi standar yang telah ditentukan, Dengan Katalis CaCO Untuk Produksi
sedangkan untuk titik nyala dan viskositas Biodiesel, Jurusan Teknik Kimia
kinematis masih dibawah standar. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Prihandana R., Hendroko R. dan Nuramin M.,
DAFTAR PUSTAKA 2006, Menghasilkan Biodiesel Murah
Ainiya, C., 2017, Evaluasi Pembuatan Biodiesel Mengatasi Polusi dan Kelangkaan BBM,
dari Minyak Jelantah dan Katalisator Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Batu Gamping dengan Proses Setyowati, R., Nurhayati, dan Amilia
Metanolisis, Laporan Penelitian, Linggawati,2014,Produksi Biodisel Dari
Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains dan Minyak Goreng Bekas Menggunakan
Teknologi Akprind, Yogyakarta Katalis CaO Cangkang Kerang Darah
Badan Standarisasi Nasional,2015, Standar Kalsinasi 900°C, Pekanbaru: Jurnal
Nasional Biodiesel, Nomor 7182. JOM FMIPA Vol. 1 No. 2.
86
Jurnal Inovasi Proses, Vol 4. No. 2 (September, 2019) ISSN: 2338-6452

Smith, J.M., 1981, Chemical Engineering


rd
Kinetics, 3 ed., Mc Graw Hill,
Singapore
Utami, T. S., Rita Arbianti, dan Doddy
Nurhasman,2007,Kinetika Reaksi
Transesterifikasi CPO terhadap Produk
Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak,
Fakultas Teknik Universitas Indonesia :
ISSN 1410: 5667
Van Gerpen, J. 2005. Biodiesel Processing and
Production, Fuel Processing
Technology, 86(10): 1097-1107.
Vicente, G., Martinez, M., Aracil, J., 2006, A
comparative study of vegetable oils for
biodiesel production in Spain, Energi &
Fuels, 20: 394-398.
Wahyuni, S., Ramli, dan Mahrizal, 2015,
Pengaruh Suhu Proses dan Lama
Pengendapan Terhadap Kualitas
Biodiesel dari Minyak Jelantah, PILLAR
of PHYSYCS, Univeristas Negeri
Padang, 6: 33-40.
Yaakob, Z., Mohammad M., Alherbawi, M.,
Alam, Z., dan Sopian, K., 2013,
Overview of the Production of Biodiesel
from Waste Cooking Oil, Renew. Sust.
Energ. Rev., 18: 184-193.
Zhang, Y., Dubé, M.A., McLean, D.D., dan
Kates, M.. 2003. Biodiesel Production
from Waste Cooking Oil: 1. Process
Design and Technological Assessment.
Bioresource Technology, 89: 1-16.

87

Anda mungkin juga menyukai