Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN TUGAS 1

TEKNOLOGI OLEO KIMIA LANJUT

DISUSUN OLEH:
NAMA NIM
ULFATUNNISA 227022015

DEPARTEMEN MAGISTER TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
Produk:
Biodiesel
Profil:
Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak nabati atau hewani.
Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar yang terdiri dari
mono-alkil ester berasal dari asam lemak yang sumbernya dapat diperbaharui,
dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dan penghasil emisi gas buang
yang relatif lebih bersih dibandingkan bahan bakar konvensional. Biodiesel tidak
beracun, bebas belerang, mudah digunakan dan berbau harum(Busyairi et al., 2020).
Biodiesel yang dihasilkan dari minyak nabati merupakan pengganti bahan bakar
solar tradisional yang paling potensial. Minyak nabati (bunga matahari, kedelai,
niger, kelapa sawit, biji rami dan minyak wijen) menyumbang sekitar 95% dari
produksi biodiesel, mengakibatkan ketidakseimbangan yang serius dalam rantai
nutrisi manusia dan bahan bakar (Benti et al., 2023). Biodiesel digambarkan sebagai
campuran ester monoalkil asam lemak rantai Panjang yang diproduksi dari lemak
nabati atau hewani dan alkohol, dengan atau tanpa katalis. Biodiesel menghasilkan
lebih sedikit sulfur, CO2, CO, PM, asam, dan HCs dari pada solar dan menghasilkan
lebih banyak oksigen. Peningkatan hasil oksigen bebas dalam pembakaran penuh dan
emisi yang lebih rendah (Benti et al., 2023).
Biodiesel dapat diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara minyak
terbarukan atau asam lemak hewani dengan alcohol dan menggunakan katalis.
Sebagian besar dikatalisis menggunakan katalis basa, yaitu natrium metoksida
(CH3ONa) dan kalium metoksida (CH3OK) pada reaksi transesterifikasi, trigliserida
bereaksi menggunakan alkohol menggunakan katalis untuk menghasilkan fatty acid
methyl ester (FAME) dan gliserol (Alsultan et al. 2021). Namun, bahan baku yang
digunakan untuk proses produksi biodiesel konvensional harus memiliki sifat khusus
dimana kandungan FFA tidak boleh melebihi 1% massa (Aboelazayem et al., 2019).
Gliserol (gliserin) terbentuk sebagai produk sampingan selama proses
transesterifikasi. Penggunaan methanol pada umumnya digunakan untuk
memproduksi biodiesel karena harganya yang murah dan ketersediaannya yang
mudah diperoleh. Istilah B100 berarti 100% FAME, sementara jumlah yang lebih
rendah, seperti B20, disebut sebagai “campuran biodiesel”. Produksi biodiesel
bergantung pada energi dan merupakan dasar dari ekonomi berkelanjutan (Singh et
al. 2020).
Minyak goreng merupakan minyak nabati yang terbuat dari kelapa sawit,
jagung, dan lain-lain. Pembuatan minyak goreng terdiri dari berbagai komposisi
yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Terdapat dua jenis minyak
goreng ada minyak goreng kemasan dan ada juga minyak goreng curah, dan minyak
goreng curah lebih banyak diminati oleh konsumen, pemakaian minyak goreng curah
secara terus menerus dan berulang kali sehingga berubah warna dan inilah yang
disebut minyak jelantah (waste cooking oil) sebagai limbah rumah tangga.
Penggunaan limbah sebagai bahan baku dalam proses industri baru maupun
pengubahan proses dari yang sudah ada adalah topik utama optimalisasi sumber
daya. Minyak goreng bekas merupakan minyak bekas dari makanan yang dihasilkan
dengan cara serba digoreng. Warga masyarakat yang melakukan kegiatan memasak
setiap harinya dan minyak pembaungan hasil dari industri kecil mengakibatkan
banyaknya limbah minyak goreng. Limbah minyak goreng tergolong limbah
berbahaya bagi lingkungan (Aini et al., 2020). Jumlah minyak jelantah yang dapat
dikumpulkan di Indonesia pada 2019 mencapai 3 juta kilo liter dengan 1,6 juta kilo
liter berasal dari rumah tangga perkotaan besar. Dari sekitar 3 juta kilo liter minyak
jelantah yang terkumpul tersebut, hanya kurang dari 570 ribu kilo liter yang
dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel maupun untuk kebutuhan lainnya.
Sebagian besar digunakan untuk minyak goreng daur ulang dan ekspor.

Gambar 1. Negara Tujuan Utama Ekspor Minyak Jelantah 2019 (US$ Juta)
Pada 2019, tercatat 148.380-ton atau 184,09 kilo liter minyak jelantah dalam
negeri untuk ekspor. Sisanya 1,95 juta ton atau 2,43 juta kilo liter didaur ulang
menjadi minyak goreng. Biaya konversi biodiesel dari minyak jelantah lebih besar
dibandingkan biaya konversi biodiesel dari kelapa sawit. Harga indeks produksi
(HIP) minyak jelantah untuk biodiesel lebih murah dibandingkan dengan HIP
biodiesel kelapa sawit karena faktor bahan baku.
Biaya konversi minyak jelantah sebesar US$209 per ton, kemudian untuk
kelapa sawit hanya US$ 85 per ton. Namun harga indeks produksi harga terendah
minyak jelantah hanya sekitar Rp. 5000 dan harga tertinggi minyak jelantah Rp.
6000. Sedangkan CPO harga indeks produksi tertinggi Rp 9539 dan terendah Rp
6348. Sehingga perlu adanya kebijakan yang menyebutkan minyak jelantah sebagai
salah satu feedstock biodiesel.
Minyak goreng bekas (minyak jelantah) sangat berpeluang untuk dijadikan
sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel, karena selain mengandung asam
lemak bebas juga mengandung trigliserida. Kandungan asam lemak bebas pada
minyak jelantah berkisar 5-30% (w/w) (Oko, dkk 2021). Komposisi asam lemak
pada minyak jelantah seperti pada tabel 1:

Tabel 1. Komposisi asam lemak bebas pada minyak jelantah

Asam Lemak Minyak


Lauric 1,1
Myristic 3,21
Palmitic 21,47
Searic 13
Oleic 28,64
Linoleic 13,58
Linolenic 1,59
Lain-lain 9,34
Sumber: (Mahreni, 2010)
NB: Minyak Jelantah dari Minyak Goreng Sawit

Transesterifikasi adalah metode konversi minyak dan lemak yang paling


umum (Bhatia et al. 2021). Pada proses transesterifikasi biodiesel tak lepas dari
penggunaan katalis. Katalis yang biasa digunakan adalah katalis homogen, katalis
heterogen dan katalis enzimatik. Katalis heterogen lebih banyak digemari
penggunanya karena mampu menghasilkan biodiesel dengan optimal (Oko, dkk
2021). Jenis dan konsentrasi katalis menjadi faktor penting yang dapat
mempengaruhi Proses transesterifikasi. Penggunaan katalis dalam proses
transesterifikasi mempercepat laju reaksi, sehingga meningkatkan yield biodiesel
(Ma et al. 2021). Selain itu, penggunaan katalis dalam proses produksi memberikan
kontribusi nyata terhadap laju produksi. Berbagai jenis katalis digunakan untuk
memproduksi biodiesel melalui proses transesterifikasi dari sumber yang berbeda.
Pada gambar 2. ditunjukkan reaksi transesterifikasi yaitu proses transformasi kimia
molekul trigliserida yang besar, bercabang dari minyak nabati dan lemak menjadi
molekul yang lebih kecil, molekul rantai lurus hampir sama dengan molekul dalam
bahan bakal diesel.

Gambar 2. Reaksi kimia dalam pembentuakan biodiesel


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil penelitian yang
sudah dilakukan oleh peneliti lain mengenai pemanfaatan Minyak goreng bekas
(minyak jelantah) menjadi biodiesel dengan berbagai kondisi operasi.
Syarat Mutu biodiesel yang Memenuhi Standart SNI (7182:2015) Minyak
Biodiesel
Standar ini menetapkan persyaratan mutu dan metode uji biodiesel sebagai
bahan bakar substitusi atau campuran (blending) dengan minyak diesel fosil yang
memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
Table 2. Syarat mutu biodiesel dari minyak nabati

Parameter Uji Satuan, min/maks Persyaratan


Massa jenis pada 40 oC Kg/m3 850-890
Viskositas kinematic pada 40oC Mm2/s (cSt) 2,3-6,0
Angka Setana min 51
o
Titik Nyala (Mangkok Tertutup) C, min 100
o
Titik Kabut C, maks 18
Angka Asam Mg-KOH/g, maks 0,5

Proses/Teknologi yang digunakan:


Berikut alur produksi pembuatan biodiesel dari minyak goreng bekas

Gambar 3. Alur Produksi Pembuatan Biodiesel dari MInyak Goreng Bekas

Berdasarkan Gambar 3. Secara umum proses yang digunakan adalah proses


transesterifikasi (disebut juga alkoholis). Proses pencampuran antara Metil Alkohol
(methanol) dengan Katalis sampai keduanya tercampur. Dan bersamaan dengan
proses heating (proses pemanasan base oil) agar dapat mencapai suhu minyak
sebesar 50-55 oC. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang diinginkan
sekitar 1,5 jam. Selanjutnya mereaksikan Methoksida (methanol dan katalis basa)
dengan menuangkannya ke dalam minyak yang telah dipanaskan. Kemudian,
dilakukan Kembali proses pengadukan selama 30-60 menit. Proses selanjutnya yaitu
pengendapan dan pemisahan yaitu menuangkan hasil campuran ke dalam corong
pisah dan dibiarkan hingga membentuk lapisan. Setelah itu kita akan mendapatkan
biodiesel yang terpisah dengan gliserin mengendap didasar corong. Tahap akhir yaitu
pencucian dan pengeringan, dengan mencampurkan biodiesel dengan air hangat kira-
kira suhu 50 oC dan diaduk. Intinya agar biodiesel dapat tercampur rata dengan air,
dengan harapan alkil, methanol, gliserin yang masih tersisa dalam biodiesel dapat
ikut larut dalam air. Setelah itu didiamkan selama 30 menit, biodiesel sudah terpisah
dengan air. Apabila air yang berada dibawah masih keruh maka pencucian diulangi
Kembali hingga diperoleh air yang berada dibawah sudah tampak bening dan artinya
proses pencucian dikatakan selesai. Selanjutnya biodiesel dikeringkan di dalam oven
bertujuan agar kadar air yng masih tersisa menguap. Produk akhir yang diperoleh
berupa biodiesel dan Glycerin adalah produk samping.

Prosedur penelitian ilmiah


Metode yang digunakan dalam kajian ini yaitu menggunakan review artikel
ilmiah dengan menampilkan beberapa artikel ilmiah dari jurnal. Produksi biodiesel
dari bahan baku minyak jelantah (WCO) menggunakan berbagai macam katalis
dengan tujuan mengoptimalkan parameter utama reaksi transesterifikasi. Setelah
proses transesterifikasi dilaksanakan produk yang dihasilkan kemudian dihitung
yield yang diperoleh menggunakan persamaan (1) (Kasim and Harvey 2011; Taslim
et al. 2019). Hasil perolehan yield yang dilakukan oleh beberapa peneliti tersebut
tertera pada tabel 3.

𝐸𝑥𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛𝑡
Yield (%) = 𝑥 100% (1)
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑘
Rangkaian Peralatan:

Gambar 4.Tampilan eksperimental set-up untuk hasil produksi Biodiesel.

Hasil dan Pembahasan


Minyak jelantah atau Waste Cooking Oil (WCO) merupakan minyak goreng
dari kelapa sawit yang sudah dipergunakan berulang kali karena komposisi kimia
minyak tersebut meningkat (dilihat dari bilngan asam dan peroksidanya), dan
mengahsilkan senyawa karsinogenik yang terjadi selama proses penggorengan.
Sehingga penggunakan kembali WCO dapat mencegah rumah dan restoran
membuang minyak berbahaya ini di selokan ataupun tanah. Hal ini menyebabkan
masalah lingkungan yang serius seperti pencemaran air dan tanah yang akibatnya
mempengaruhi kesehatan manusia, tumbuhan dan sebagian besar kehidupan air, dan
menghasilkan harga yang lebih tinggi untuk pengolahan bahan limbah untuk
menghilangkan WCO. Hasil penelitian berdasarkan penelitian terdahulu tentang
pemanfaatan Waste Cooking Oil (WCO) menjadi biodiesel dengan berbagai macam
katalis dan dalam kondisi operasi yang berbeda ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil Penelitian Pada Penelitian Terdahulu Hasil Review

Referensi Variasi Yield


(Ulakpa et al., 2022) • Berat katalis: 2,3,4,dan 5 wt% Diperoleh Yield 91,2% biodiesel pada kecepatan
• Waktu: 3,4,5 dan 6 jam pengadukan kontinyu 350 rpm pada suhu 60oC
• Suhu: 45, 60, dan75 oC selama 4 jam dan rasio metanol/minyak 9:1 dengan

• Rasio molar methanol/ minyak: 6:1, 9:1, dan bantuan katalis NaOH/bentonin 4 wt%
12:1
• Kecepatan pengadukan: 200, 350 dan 500 rpm
(Mohamed et al., • Katalis sulfonasi (RS-SO3H) dari pirolisis cepat Diperoleh Yield 92,5% biodiesel pada kondisi
2020) jerami padi optimum: katalis 10 wt% menggunakan rasio molar
• Waktu: 6 – 12 jam methanol/minyak 20:1 pada 70 oC selama 6 jam.
• Suhu: 50 – 70 oC
• Rasio molar methanol/minyak: 10:1, 20:1 dam
30:1
(Jume et al., 2020) • Nanokatalis dari gram graphene oksida dengan Diperoleh Yield 91% biodiesel dengan kondisi
jumlah bimetal stronsium nitrat dan zirkonium optimum perbandingan 1:0,5 (b/b) graphene oksida
oksohidrat (ZrO2-SrO) dalam rasio: (1:1, 1:0.3, dengan ZrO2-SrO, 1:4 rasio molar minyak dan
1:0.5, 1:1.0, dan 1:2.0 b/b) metanol, 90 menit waktu reaksi, dan suhu reaksi
• Berat Katalis: 0,2 g 120 °C
• Waktu: 10-120 menit
• Suhu: 30-150oC
• Rasio molar WCO/methanol: 1:1, 1:2, 1:3, 1:4,
dan 1:5
(Degfie et al., 2019) Nanokatalis CaO disintesis dengan kemurnian Hasil biodiesel yang optimal dengan yield sebesar
tinggi menggunakan metode dekomposisi termal. 96,0% (b/b) pada pemuatan katalis 1% (b/b), rasio
% berat katalis: 0,5 sampai 5% berat terhadap molar minyak/metanol 1:8 pada suhu 50 °C dan
massa WCO lama reaksi 90 menit
Waktu: 30-130 menit
Suhu: 30-70 oC interval 5 oC
Rasio molar WCO/methanol: 1:4, 1:5, 1:6, 1:7, 1:8,
1:9, 1:10
(Erchamo et al., Nanokatalis CaO dari kulit telur ayam Nilai optimum pemuatan katalis 2,5% berat, rasio
2021) % berat katalis: 1- 4 % berat minyak terhadap metanol 1:12, suhu reaksi 60 °C,
Waktu: 60,90,120 dan 180 menit dan waktu reaksi 2 jam telah ditentukan, dan hasil
Suhu: 50, 55, 60 dan 65 oC biodiesel 94%
Rasio molar WCO/methanol: 1:6, 1:8, 1:10, 1:12,
1:14, dan 1:16
Hasil penelitian tersebut menandakan adanya keberhasilan dalam
pemanfaatan minyak jelantah (WCO) yang diperoleh dari limbah rumah tangga dan
restoran. Dengan berbagai macam katalis yang digunakan dapat mempengaruhi
peningkatan produksi biodiesel berdasarkan penelitian (Erchamo et al., 2021)
menunjukkan bahwa peningkatan beban katalis dapat meningkatkan luas permukaan
aktif katalis yang terlibat dalam reaksi transesterifikasi dan meningkatkan hasil
biodiesel. Namun, hasil bisa menurun. Penurunan biodiesel setelah mencapai nilai
optimum dapat disebabkan jumlah katalis yang lebih besar melebihi nilai rata-rata
membuat produk reaksi transesterifikasi lebih lengket yang biasanya menghambat
proses perpindahan massa dalam struktur cair (minyak)-cair (alkohol)-padat (katalis).
Pada pemuatan katalis rendah, itu juga menurunkan hasil biodiesel hal ini dapat
dikaitkan dengan jumlah katalis yang tidak cukup untuk konversi penuh dan
pembentukan metil ester.
100
90
80
Yield Biodiesel (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
(Ulakpa et al., (Mohamed et (Jume et al., (Degfie et al., (Erchamo et al.,
2022) al., 2020) 2020) 2019) 2021)

Gambar 6. Pengaruh yield biodiesel yang di hasilkan terhadap masing-masing


peneliti

Gambar 6 menampilkan yield biodiesel yang dihasilkan berdasarkan hasil penelitian


yang dilakukan oleh berbagai peneliti. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh berbagai peneliti yield tertinggi yang dapat dihasilkan yaitu sebesar 96 %. Hasil
tersebut dicapai dengan kondisi operasi pada waktu reaksi selama 90 menit pada
pemuatan katalis 1% (wt), rasio molar minyak/metanol 1:8 pada suhu 50 °C. Bahan
baku yang digunakan adalah minyak jelantah (WCO) dari minyak goreng kelapa
sawit dengan menggunakan katalis heterogen berupa Nanokatalis CaO yang
disintesis dengan kemurnian tinggi menggunakan metode dekomposisi termal. Hasil
biodiesel meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi katalis dan apabila
peningkatan konsentrasi pemuatan katalis terus dilakukan menunjukkan penurunan
hasil biodiesel (Degfie et al., 2019). Katalis nano-CaO yang dipakai diperoleh
dengan kalsinasi katalis, biaya tidak mahal, ramah lingkungan, kelarutan rendah
dalam pelarut organik dengan kebebasan tinggi dan sifat dapat digunakan kembali.
Selain itu pengaruh rasio molar methanol: minyak terhadap hasil biodiesel
perlu diperhatikan, dimana kelebihan methanol sangat penting karena dapat
meningkatkan kecepatan metanolisis, yaitu produksi spesies metoksil pada
permukaan katalis distimulasi oleh peningkatan konsentrasi methanol, menyebabkan
terjadi pergeseran kesetimbangan kearah depan yang mengarah ke peningkatan hasil
biodiesel.

Kesimpulan:
Kajian proses pembuatan biodiesel dengan menggunakan berbagai macam katalis
heterogen pada berbagai kondisi operasi, menunjukkan indikasi bahwa pengaruh
katalis dan berbagai kondisi operasi berpengaruh dalam proses pembuatan biodiesel
dari bahan baku minyak jelantah (WCO). Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh berbagai peneliti yield tertinggi yang dapat dihasilkan yaitu 96%
dicapai pada kondisi reaksi yang optimal yaitu rasio molar WCO terhadap metanol
1:8, 1% berat katalis nano CaO, suhu reaksi 50 °C dan waktu reaksi 90 menit.
Viskositas biodiesel yang dihasilkan, berat jenis, air dan sedimen, keasaman total,
kadar abu dan kandungan sulfur diuji sesuai dengan standar bahan bakar dan
ditemukan sesuai dengan standar tersebut.

Daftar Pustaka:
Aboelazayem, O., Gadalla, M., & Saha, B. (2019). Derivatisation-free
characterisation and supercritical conversion of free fatty acids into biodiesel
from high acid value waste cooking oil. Renewable Energy, 143, 77–90.
https://doi.org/10.1016/j.renene.2019.04.106
Aini, D. N., Arisanti, D. W., Fitri, H. M., & Safitri, L. R. (2020). Pemanfaatan
Minyak Jelantah Untuk Bahan Baku Produk Lilin Ramah Lingkungan Dan
Menambah Penghasilan Rumah Tangga Di Kota Batu. Warta Pengabdian,
14(4), 253. https://doi.org/10.19184/wrtp.v14i4.18539
Benti, N. E., Aneseyee, A. B., Geffe, C. A., Woldegiyorgis, T. A., Gurmesa, G. S.,
Bibiso, M., Asfaw, A. A., Milki, A. W., & Mekonnen, Y. S. (2023). Biodiesel
production in Ethiopia: Current status and future prospects. In Scientific African
(Vol. 19). Elsevier B.V. https://doi.org/10.1016/j.sciaf.2022.e01531
Busyairi, M., Za, A., Muttaqin, im, Meicahyanti, I., Studi Teknik Lingkungan, P.,
Teknik, F., Mulawarman Jalan Sambaliung No, U., & Timur, K. (2020). Potensi
Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel dan Pengaruh Katalis Serta Waktu Reaksi
Terhadap Kualitas Biodiesel Melalui Proses Transesterifikasi. Serambi
Engineering, V(2).
Chen, Jing et al. 2019. “From Ethyl Biodiesel to Biolubricants: Options for an Indian
Mustard Integrated Biorefinery toward a Green and Circular Economy.”
Industrial Crops and Products 137(April): 597–614.
https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2019.04.041.
Degfie, T. A., Mamo, T. T., & Mekonnen, Y. S. (2019). Optimized Biodiesel
Production from Waste Cooking Oil (WCO) using Calcium Oxide (CaO) Nano-
catalyst. Scientific Reports, 9(1). https://doi.org/10.1038/s41598-019-55403-4
Erchamo, Y. S., Mamo, T. T., Workneh, G. A., & Mekonnen, Y. S. (2021).
Improved biodiesel production from waste cooking oil with mixed methanol–
ethanol using enhanced eggshell-derived CaO nano-catalyst. Scientific Reports,
11(1). https://doi.org/10.1038/s41598-021-86062-z
Jume, B. H., Gabris, M. A., Rashidi Nodeh, H., Rezania, S., & Cho, J. (2020).
Biodiesel production from waste cooking oil using a novel heterogeneous
catalyst based on graphene oxide doped metal oxide nanoparticles. Renewable
Energy, 162, 2182–2189. https://doi.org/10.1016/j.renene.2020.10.046
Ma, Xiaoling et al. 2021. “Current Application of MOFs Based Heterogeneous
Catalysts in Catalyzing Transesterification/Esterification for Biodiesel
Production: A Review.” Energy Conversion and Management 229(January):
113760. https://doi.org/10.1016/j.enconman.2020.113760.
Mohamed, R. M., Kadry, G. A., Abdel-Samad, H. A., & Awad, M. E. (2020). High
operative heterogeneous catalyst in biodiesel production from waste cooking
oil. Egyptian Journal of Petroleum, 29(1), 59–65.
https://doi.org/10.1016/j.ejpe.2019.11.002
Ulakpa, W. C., Ulakpa, R. O. E., Eyankware, E. O., & Egwunyenga, M. C. (2022).
Statistical optimization of biodiesel synthesis from waste cooking oil using
NaOH/ bentonite impregnated catalyst. Cleaner Waste Systems, 3, 100049.
https://doi.org/10.1016/j.clwas.2022.100049

Anda mungkin juga menyukai