Anda di halaman 1dari 26

PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS (JELANTAH)

MENJADI BIODIESEL
(Tugas Makalah Mata Kuliah Bioenergi)

Disusun Oleh
Kelompok 2

Nirma Diana 1814231007


Siti Nurjanah 1814231023
Belia Zalista 1854231007
Liza Agisti Fazriani 1854231012

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, cadangan minyak bumi yang dihasilkan semakin sedikit, sedangkan jumlah
pertambahan penduduk semakin banyak, dimana akan menambah penggunaan
kendaraan bermotor, sehingga kebutuhan bahan bakar dari minyak bumi akan
semakin meningkat pula. Semakin bertambahnya penggunaan kendaraan bermotor
dari minyak bumi, maka semakin memperbesar resiko terhadap tubuh manusia,
karena sisa pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor tersebut menghasilkan
gas-gas yang dapat berbahaya bagi kesehatan manusia. Kebutuhan minyak bumi
yang semakin besar, merupakan tantangan yang perlu diantisipasi dengan cara
mencari sumber energi alternatif terbarukan. Minyak bumi merupakan sumber
energi tak terbarukan, sehingga butuh waktu yang lama untuk mengkonversi bahan
baku minyak bumi menjadi minyak bumi, dengan meningkatnya jumlah
penggunaan konsumsi minyak bumi, maka menyebabkan menipisnya persediaan
minyak bumi. Oleh karena itu, diperlukannya suatu bahan bakar alternatif
terbarukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut.

Biodiesel merupakan suatu upaya pencegahan ketergantungan manusia akan bahan


bakar solar untuk mesin diesel. Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang
dihasilkan dari transesterifikasi dan esterifikasi. Biodiesel merupakan bahan bakar
yang berasal dari sumber nabati maupun hewani. Biodiesel mudah digunakan,
bersifat biodegradable, tidak beracun, bebas sulfur dan senyawa aromatik, selain
itu biodiesel mempunyai flash point (titik nyala) yang lebih tinggi dari petroleum
diesel sehingga lebih aman disimpan dan digunakan. Salah satu bahan baku yang
dapat digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah minyak goreng bekas (minyak
jelantah), karena minyak ini masih mengandung trigliserida, disamping asam lemak
bebas. Selain itu, ketersediaan minyak goreng bekas berlimpah, juga dapat
mencemari lingkungan berupa kadar COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD
(Biology Oxygen Demand) dalam perairan , dan menyebabkan bau busuk akibat
degradasi biologi. Oleh karena itu, diperlukannya pengolahan minyak goreng bekas
(jelantah) agar dapat dimanfaatkan menjadi biodiesel.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah adalah sebagai berikut.


1. Mengetahui proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan biodisel
3. Mengetahui manfaat biodisel sebagai bahan bakar alternatif.
II. PEMBAHASAN

2.1 Biodiesel

Biodiesel adalah alkil ester yang yang terbuat dari bahan yang tidak beracun, terbuat
dari sumber biologi seperti minyak nabati, lemak hewan bahkan minyak goreng
jelantah. Biodiesel dapat disintesis melalui transesterifikasi dengan menggunakan
katalis basa dan melalui esterifikasi dengan menggunakan katalis asam. Minyak
nabati yang digunakan dapat berupa minyak yang dapat dikonsumsi, tidak dapat
dikonsumsi dan minyak goreng jelantah. Sumber biodiesel yang berasal dari
minyak nabati yang dapat dikonsumsi antara lain minyak kelapa sawit, minyak
kelapa, minyak jagung, minyak kedelai, minyak biji bunga matahari, canola dan
rapeseed oil. Sedangkan sumber biodiesel yang berasal dari minyak yang tidak
dapat dikonsumsi antara lain jatropha curcas, pongamia pinnata, sea mango,
palanga dan tallow oil (Leung dkk., 2010).

(A) (B)
Gambar 1. (A) Minyak Jelantah (Biodiesel) (Hamid (2006)

Minyak nabati yang dapat dikonsumsi banyak digunakan untuk sintesis biodiesel
dikarenakan sumber minyak nabati mudah diperoleh, dapat diperbarui (renewable),
non toksik dan dapat diurai secara alami (biodegradable) (Rahayu, 2005). Selain
itu, biodiesel dapat diproduksi dalam skala besar dengan penggunaan minyak nabati
sebagai sumbernya (Patil dkk., 2009). Hal ini disebabkan karena minyak nabati
diproduksi oleh banyak negara dan sifat biodiesel yang diproduksi mendekati sifat
bahan bakar diesel (Gui dkk., 2008). Kekurangan minyak nabati yang tidak dapat
dikonsumsi adalah minyak ini mengandung kadar asam lemak bebas yang tinggi
sehingga dibutuhkan tahapan bertingkat untuk memproduksi biodiesel dengan yield
yang besar. Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi biodiesel (Haas, 2005; Patil
dkk, 2009). Lemak hewan juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
pembuatan biodiesel. Akan tetapi lemak hewan ini mengandung asam lemak jenuh
yang tinggi dan berwujud padat pada suhu ruang sehingga dapat menimbulkan
masalah pada proses produksi biodiesel. Selain itu, biaya pembuatan biodiesel dari
lemak hewan lebih tinggi daripada minyak nabati (Singh dkk, 2009). Sehingga
pembuatan biodiesel lebih banyak menggunakan minyak nabati yang dapat
dikonsumsi. Minyak nabati dan lemak mengandung gliserol dan asam lemak yang
disebut gliserida atau trigliserida. Gambar 2 menunjukkan struktur trigliserida,
monogliserida dan digliserida.

(a) (b)

(c)
Gambar 2. Struktur kimia (a) Trigliserida, (b) Digliserida dan
(c) Monogliserida (Gerpen dkk., 2004)
Metode metode untuk pembuatan biodiesel antara lain:
1. Direct use and blending
Metode ini didasarkan penggunaan langsung minyak nabati ataupun lemak
hewan menjadi bahan bakar atau mencampurkannya dengan bahan bakar diesel.
Keuntungan dari metode ini adalah mudah didapat, sederhana. Akan tetapi,
kekurangan metode ini adalah viskositas yang tinggi, tingkat volatil yang
rendah (Kaya dkk., 2009).
2. Micro-emulsions
Metode ini merupakan metode yang didasarkan disperse koloid dari fluida
mikrostruktur yang mempunyai ukuran pada kisaran 1-150 nm yang terbentuk
secara spontan dari 2 cairan yang tidak bercampur dan dari 1 atau lebih ionik
atau non ionik. Kelebihannya adalah viskositas bahan bakar yang rendah
sedangkan kekurangannya adalah angka setana yang rendah (Sahoo dkk.,
2009).
3. Pirolisis
Pirolisis disebut juga dengan thermal cracking. Metode ini memanfaatkan panas
untuk memutuskan ikatan panjang dan jenuh dari minyak membentuk biodiesel.
Produk dari metode ini secara kimia sama dengan bahan bakar diesel akan tetapi
diperlukan biaya yang tinggi dan energy yang intensif (San Jose dkk., 2008).
4. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah reaksi lemak atau minyak dengan alkohol membentuk
metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis. Kelebihan metode ini adalah
angka setana yang tinggi, emisi rendah sedangkan kekurangan metode ini
adalah metode ini membentuk produk samping yang tidak diinginkan yaitu
gliserol dan air.
Tabel 1. Syarat Mutu Biodiesel SNI 04-7182-2015

Parameter Satuan Nilai

Massa jenis pada 40°C kg/m³ 850-890

Viskositas kinematik pada 40°C mm²/s (CSt) 2,3-6,0

Angka setana min.51

Titik nyala (mangkok tertutup) °C min.100

Titik kabut °C maks.18

Korosi lempeng tembaga (3 jam pada maks no. 3


50°C )

Residu Karbon %-massa


- Dalam contoh asli atau maks.0,05
- Dalam 10% ampas distilasi maks 0,30

Air dan sedimen %-vol maks 0,05*

Temperatur distilasi 90% °C maks.360

Abu surfaktan %-massa maks.0,02

Belerang ppm-m maks. 100


(mg/kg)

Fosfor ppm-m maks.10


(mg/kg)

Angka asam mg-KOH/g maks. 0,8

Gliserol bebas %-massa maks. 0,02

Gliserol total %-massa maks. 0,24

Kadar ester alkil %-massa min. 96,5

Angka iodium %-massa maks. 115

Uji halpen negatif


Sumber : Badan Standarisasi Nasional
2.2 Minyak Goreng Jelantah

Minyak goreng jelantah merupakan minyak goreng yang digunakan beberapa kali
pemakaian oleh konsumen. Minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas
(Pakpahan dkk., 2013). Menurut Mahreni (2010), minyak goreng bekas adalah
minyak makan nabati yang telah digunakan untuk menggoreng dan biasanya
dibuang setelah warna minyak berubah menjadi coklat tua. Proses pemanasan
selama minyak digunakan merubah sifat fisika-kimia minyak. Pemanasan dapat
mempercepat hidrolisis trigliserida dan meningkatkan kandungan asam lemak
bebas (FFA) di dalam minyak. Berat molekul dan angka iodin menurun sementara
berat jenis dan angka penyabunan semakin tinggi (Marmesat dkk., 2008). Minyak
goreng yang banyak ditemui memiliki kandungan FFA <15% untuk minyak kuning
dan FFA > 15% untuk minyak cokelat. Kandungan FFA dan air pada minyak
bekas dapat menyebabkan proses transesterifikasi menjadi susah karena metil ester
dan gliserol sukar dipisahkan.

2.3 Reaksi Pembuatan Biodiesel


Proses pembuatan biodiesel terdiri dari 2 jenis tahap yaitu pembuatan dengan satu
tahap dan dua tahap. Proses satu tahap yaitu hanya transesterifikasi, dan dua tahap
yaitu esterifikasi dilanjutkan dengan transesterifikasi. Penggabungan reaksi
esterifikasi-transesterifikasi bertujuan untuk meningkatkan rendemen biodiesel
yang dihasilkan. Berikut adalah penjelasan dari reaksi reaksi pembuatan biodiesel.

2.3.1 Reaksi Esterifikasi


Esterifikasi merupakan reaksi reversibel dimana proses konversi asam lemak bebas
menjadi ester dengan menggunakan alkohol dan katalis asam . Katalis merupakan
zat yang membantu/mempercepat laju reaksi tanpa melibatkan diri dalam reaksi
proses. Proses peningkatan laju reaksi terjadi dengan meningkatkan tumbukan
tumbukan molekul saat proses reaksi. Semakin lama proses transesterifikasi maka
semakin banyak trigliserida minyak menjadi metil ester dikarenakan bereaksi
dengan metanol (Evy dkk., 2012). Katalis yang digunakan untuk proses reaksi
esterifikasi adalah katalis dengan asam kuat seperti Asam Sulfat, Asam Sulfonat
Organik, atau resin penukar kation asam kuat (Soerawidjaja, 2006).
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam
lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Proses esterifikasi ini, asam
lemak bebas yang dikonversikan menjadi metil ester menjadi umpan untuk proses
reaksi transesterifikasi. Namun sebelumnya harus menyingkirkan air dan sebagian
asam katalis yang masih terkandung. Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi
metil ester adalah :

R-COOH + CH3COH ←→ R-COOH3 + H2O


Asam Lemak Metanol Metil Ester Air

Faktor yang mempengaruhi proses transesterifikasi antara lain:


1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin
besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan
reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan
menguntungkan karena tidak memperbesar hasil
2. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat
pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi
terjadi sempurna.
3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin
besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan
konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran
pereaksi (Mc Ketta, 1978).
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi
yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik
maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi
makin besar.
2.3.2 Reaksi Transesterifikasi
Transesterifikasi merupakan reaksi pembentukan trigliserida, digliserida dan
monogliserida yang termodifikasi menjadi gliserol dengan penggunaan katalis basa
(Marchetti dkk., 2010). Jenis alkohol yang digunakan antara lain metanol, etanol,
propanol dan butanol (Ma F dan Hanna, 1999). Minyak jelantah selain mengandung
ester, juga mengandung asam lemak bebas yang akan membentuk sabun saat
bereaksi dengan katalis basa. Persamaan pembentukan sabun sebagai berikut:

R-COOH + NaOH --.> R-COONa + H2 O


(FFA) (Alkali) ( Sabun) ( Air)

Reaksi penyabunan memiliki dampak negatif karena menurunkan yield biodiesel.


Karena ini katalis yang digunakan terus ditambahkan karena sebagian katalis
bereaksi membentuk sabun. Sabun yang terbentuk meningkatkan
viskositas/kekentalan dan menghambat proses pemisahan produk biodiesel (Van
Gerpen dkk., 2004). Jumlah kadar FFA maksimal menggunakan katalis basa 3%,
jika lebih maka tidak dapat direkasikan kembali ( Atadashi dkk., 2013). Reaksi
transesterifikasi menghasilkan 2 produk yitu metil ester ( biodiesel ) dan gliserol.
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai
berikut:
Faktor yang mempengaruhi proses transesterifikasi antara lain:
1. Waktu reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka akan meningkatkan jumlah metil ester yang
dapat (Mahreni dkk., 2011)
2. Pengaruh air dan asam lemak
Jelantah direaksi dengan alkohol dan katalis basa dengan kandungan asam
lemak bebas lebih kecil 0,5%. Proses transesterifikasi akan menghasilkan metil
ester dalam jumlah sedikit jika kandungan air yang terkandung dalam jelantah
tinggi karena air. Air yang terkandung akan bereaksi dengan katalis yang
menyebabkan sisi aktif katalis berkurang (Freedman, 1984).
3. Perbandingan mol alkohol dan Minyak
Jumlah alkohol dengan minyak yang digunakan dengan perbandingan 6:1
menghasilkan metil ester 98-99% setelah 1 jam proses reaksi. Sedangkan
perbandingan 3:1 menghasilkan 74-89% (Fredman, 1984).
4. Jenis alkohol
Penggunaan metanol dengan rasio alkohol:minyak adalah 6:1 memberikan
metil ester yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan etanol atau
butanol (Freedman, 1984).
5. Jenis Katalis
Reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa seperti Natrium Hidroksida
(NaOH), Kalium Hidroksida (KOH), Natrium Metoksida (NaOCH3) dan
Kalium Metoksida (KOCH3). Jumlah penggunaan katalis sebanyak 0,5-1,5%
berat bahan, sedangkan untuk katalis NaOCH3 sebanyak 0,5-1% berat bahan
(Freedman, 1984).
6. Suhu Reaksi
Reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 30-65°C dengan menggunakan
metanol. Semakin tinggi suhu maka jumlah metil ester yang didapatkan akan
semakin tinggi. Suhu rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi
akan tetapi pada waktu reaksi yang lebih lama (Destianna, 2007).
2.4 Pembuatan Biodiesel

2.4.1 Pembuatan Biodiesel Satu Tahap

Pretreatment Bahan Baku


Langkah pertama dalam pembuatan biodiesel berbahan minyak jelantah yang perlu
dilakukan adalah menyaring minyak goreng bekas menggunakan kertas saring
kemudian dianalisa kandungan FFA-nya.

Tahap Pembuatan Produk


Tahap Transesterifikasi
1. memasukkan minyak goreng bekas kedalam reaktor
2. menambahkan metanol dan katalis KOH
3. menyalakn stire dan menjaga suhu konstan 60℃ selama 1 jam
4. memasukkan kedalam corong pemisah dan mendiamkan selama 24 jam
hingga terbentuk dua lapisan
5. membuka valve corong pemisah untuk mengeluarkan lapisan bawah

Tahap Pencucian
1. mengambil dan memasukkan lapisan atas tersebut ke dalam erlenmeyer
2. menambahkan air hangat dengan perbandingan terhadap volume lapisan
atas 1:1 dengan suhu 80℃ kedalam corong pemisah
3. mengaduk menggunakan magnetic stirer dengan kecepatan 600 rpm selama
30 menit
4. mendiamkan selama 24 jam hingga terbentuk dua lapisan
5. memisahkan larutan atas (metil ester (biodiesel)) dengan lapisan bawah
(sisa pengolahan)
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel Satu Tahap

Neraca Massa Pembuatan Biodiesel Minyak Jelantah

Berikut merupakan neraca massa pembuatan biodiesel minyak jelantah melalui


proses transeterifikasi dengan menggunakan minyak jelantah sebanyak 352 liter
(Cahyati dan Lestari, 2017).
Tahap Pencampuran (R1)

Tahap Transesterifikasi (R2)

Tahap Pencucian
Pemisahan

Berdasarkan perhitungan neraca massa diatas, pembuatan biodiesel dengan


menggunakan minyak jelantah sebanyak 352 liter akan menghasilkan 352 liter
biodiesel siap pakai.

2.4.2 Pembuatan Biodiesel Dua Tahap


Tahapan tahapan pembuatan biodiesel adalah
1. Penyaringan Minyak Jelantah
Sebanyak 3000 ml minyak jelantah disaring, proses ini dimulai dengan
melakukan pemanasan terhadap minyak jelantah pada suhu 40oC, lalu lakukan
penyaringan terhadap minyak jelantah. Proses ini bertujuan untuk memisahkan
minyak jelantah dari residu makro yang masih melekat pada minyak jelantah.

2. Degumming
Proses degumming ditujukan untuk menghilangkan fosfatida pada minyak
jelantah dengan menggunakan asam mineral seperti HCl dengan volume 0.5%
dari volume minyak jelantah. Kemudian ditambahkan NaOH sebanyak 0.5%
dari berat minyak jelantah, dan juga air sebanyak 200 ml. Lakukan pemanasan
hingga 120oC. Penambahan NaOH dan air dimaksudkan untuk menetralkan pH
minyak jelantah dan melarutkan garam yang terdapat pada minyak jelantah.

3. Esterifikasi
Pada proses ini, minyak jelantah direaksikan dengan methanol 98% dengan
perbandingan stokiometri 6:1 dengan bantuan 0.05% katalis H2SO4 dari jumlah
volume minyak jelantah, pada suhu 60oC selama 1 jam, kemudian endapkan
selama 24 jam. Akan dihasilkan 2 lapisan, yakni Alkil Ester (Biodiesel), dan
juga zat sisa, yang berupa air dan sisa-sisa methanol serta katalis H2SO4.
Kemudian pisahkan bagian Alkil Ester (Biodiesel) dari zat sisa, agar konversi
menjadi lebih maksimal pada proses selanjutnya.

4. Transesterifikasi
Proses ini dilakukan dengan membuat larutan Sodium Metoksida terlebih
dahulu. Campurkan Methanol 98% dengan 0.1% w/w NaOH sambal dilakukan
pengadukan hingga larutan homogen. Kemudian lakukan pencampuran 2/3
larutan Sodium Metoksida yang telah dibuat kepada alkil ester (Biodiesel).
Lakukan pengadukkan pada suhu 60oC selama 1 jam, kemudian endapkan
selama 24 jam. Pada akhir proses ini, dihasilkan 2 lapisan yakni alkil ester
(Biodiesel) murni pada bagian atas, dan juga gliserol pada bagian bawah.
Pisahkan bagian alkil ester (Biodiesel). Reaksikan Kembali sisa larutan sodium
metoksida kepada ester untuk mendapatkan biodiesel dengan kemurnian tinggi.

5. Pencucian
Campurkan air dengan volume yang sama seperti minyak jelantah dan asam
asetat 20% dari volume air, sambil dilakukan pemanasan hingga suhu 800C.
Setelah dipisahkan dari corong pisah, biodiesel dicuci dengan air hangat hingga
warna air tidak keruh kembali. Menurut Lopez dkk. (2009), pencucian dengan
air hangat berfungsi untuk mencegah presipitasi metil ester jenuh dan
pembentukan emulsi. Kemudian campurkan 20% larutan tersebut pada ester
atau biodiesel yang telah dihasilkan dari proses sebelumnya. Lakukan
pengadukkan hingga larutan berwarna putih susu, endapkan hingga 15 menit
sampai terjadi pemisahan. Pisahkan bagian ester. Lakukan pencucian ini
sebanyak 5 kali. Pencucian ini berguna untuk menetralkan pH biodiesel dan
juga melarutkan sisa-sisa gliserol ataupun sabun yang dihasilkan dari reaksi
transesterifikasi sebelumnya.

6. Pengeringan
Alkil Ester (Biodiesel) yang telah dipisahkan dari proses pencucian dipanaskan
untuk menghilangkan kandungan air. Lakukan pencampuran 15 gram silika gel
kedalam ester hasil pencucian, disertai pemanasan hingga suhu 120oC sambil
dilakukan pengadukan. Tujuan dari proses ini untuk memisahkan biodiesel dari
kandungan air dan sisa-sisa gliserol.
Minyak Jelantah
3 Liter

Pemanasan T= 400C dan penyaringan

Degumming
0,5% HCl,
0,5% NaOH, Pemanasan pada hingga suhu T=1200C
200 ml air

Esterifikasi

Metanol
98%, 0.05% Pemanasan t= 1 jam, T= 600C
H2SO4 w/w

Sisa Air,
Pegendapan t= 24 jam Metanol &
Katalis

Alkil Ester

Transesterifikasi
Metanol 98%,
0.1% w/w
Pengadukan t = 1 jam, T = 600C
NaOH, 2/3 Lart.
Sodium

Pengendapan t= 24 jam

Biodisel +
Gliserol

Pencucian
Air panas w/w
hasil biodiesel & Pencampuran dan Pengadukan hingga berwarna putih susu, dan Gliserol
20% CH3COOH pengendapan t = 15 mnt ( 5 kali )
w/w air panas

Biodiesel

Pengeringan
Silika Gel Pemanasan T = 1200C
15 gram

Biodiesel
Murni

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel Dua Tahap


2.5 Manfaat Biodiesel Minyak jelantah

Biodiesel memiliki manfaat sebagai bahan bakar alternatif terbarukan. Salah satu
limbah yang dapat dimanfaatkan untuk membuat biodiesel adalah minyak jelantah.
Biodiesel juga bersifat biodegradable, tidak beracun, bebas dari sulfur dan senyawa
aromatik (Hambali, & Ferobie, 2010) Biodiesel juga memiliki flash point (suhu
terendah yang dapat menyebabkan uap biodiesel dapat menyala) yang tinggi dari
pada diesel normal sehingga tidak menyebabkan mudah terbakar. Biodiesel
memiliki keuntungan seperti dapat menambah ketahanan mesin, sebagai pelumas,
mengurangi frekuensi penggantian mesin, sifat emisi yang rendah dan mengandung
oksigen sekitar 10-11% (Lotero ,& Goodwin JG, 2005). Biodiesel dapat digunakan
sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk mesin diesel dalam bentuk
B100 atau campuran dengan solar pada tingkat konsentrasi tertentu, seperti 10%
biodiesel dicampur dengan 90% solar yang dikenal B10. Biodiesel memiliki
beberapa keuntungan yaitu bisa dicampur dengan petroleum diesel dalam berbagai
rasio, dibuat dari bahan baku terbarukan, nilai viskositas berkurang dibanding
minyak nabati, dapat terbakar dalam mesin diesel dengan sedikit atau tanpa
modifikasi, dan mengurangi emisi SO2, partikulat, CO, hidrokarbon dan NOx.

2.6 Pengumpulan Minyak Jelantah

Minyak jelantah merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan biodiesel. 1
liter minyak jelantah dapat menghasilkan 1 liter biodiesel. Pembuatan biodiesel
untuk skala komersil memerlukan jumlah yang besar. Maka dari itu, perlu adanya
ketersediaan minyak jelantah dalam jumlah besar. Penjaminan ketersediaan minyak
jelantah dapat dilakukan dengan membuat kerja sama bersama restoran cepat saji,
seperti KFC, MCD, AW, Burger King, dan lain sebagainya. Agar restoran tersebut
mau bekerja sama secara terus-menerus dan ketersediaan minyak jelantah terjamin
maka perlunya suatu kerja sama berupa pembelian minyak jelantah tersebut sebesar
Rp1.000-1.500/liter. Selain menggunakan sistem pembelian, dapat juga dilakukan
dengan cara membuat tempat penampungan minyak jelantah. Dimana bank minyak
jelantah ini merupakan tempat menampung minyak jelantah yang dihasilkan oleh
skala rumah tangga. Seperti yang dilakukan oleh program rumah ibadah, dimana
mengelola pengumpulan minyak jelantah sekaligus penerima manfaat. Asisten
Perekonomian dan Pembangunan Kota Administrasi Jakarta Utara, Suroto
mengatakan program ini sejalan dengan upaya pengendalian pencemaran
lingkungan, dimana sebelum ada program ini, masyarakat membuang minyak
jelantah ke sembarang tempat yang akan menyebabkan pencemaran lingkungan.

2.7 Analisis Uji Biodiesel

2.7.1 Penentuan Kadar FFA Minyak Jelantah

Penentuan kadar FFA dilakukan untuk mengetahui kelayakan minyak jelantah


untuk memproduksi biodiesel. Kadar FFA yang diperbolehkan untuk membentuk
biodiesel dengan reaksi transesterifikasi maksimal 3%. 5 gram minyak jelantah
dicampurkan dengan 25 mL etanol netral ke dalam Erlenmeyer. Campuran tersebut
dipanaskan hingga larut. Kemudian ditambahkan 2 tetes indikator PP lalu dititrasi
dengan NaOH yang telah distandarisasi sebelumnya sampai larutan berubah warna
menjadi merah jambu dan bertahan sampai 15 detik. Volume NaOH 0,1 N yang
terpakai dicatat dan dihitung hasilnya. Kadar asam lemak bebas (FFA) yang
terkandung dalam minyak jelantah dapat dihitung dengan persamaan yaitu :

𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑋 𝑉.𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑋 𝑀𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡


FFA % = x 100 %
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

2.7.2 Preparasi Larutan Metoksi


Dilarutkan 0,23 gram NaOH (0,5% dari massa minyak jelantah) ke larutan metanol
10,24 gram (perbandingan mol asam asetat : metanol = 1:2) dalam labu leher 3.
Larutan kemudian diaduk dengan stirer pada kecepatan 400 rpm hingga padatan
NaOH larutan dalam metanol. Maka terbentuk larutan metoksi.
2.7.3 Analisa Rendemen Biodiesel
Hasil biodiesel yang terbentuk dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


% Hasil = x 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑗𝑒𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖

2.7.4 Analisis Bilangan Asam


Pengujian bilangan asam berdasarkan pada SNI 04-7182- 2015. Pengujian bilangan
asam ini bertujuan untuk mengetahui jumlah asam lemak bebas yang terdapat pada
biodiesel dan ditentukan dengan metode titrasi alkalimetri. 5 gram biodiesel
dicampur dengan 13 mL etanol netral. larutan tersebut dipanaskan hingga biodiesel
larut sempurna. kemudian ditambah 2 tetes indikator PP. Campuran dititrasi dengan
NaOH 0,1 N sampai larutan berwarna merah jambu dan bertahan selama 15 detik.
Larutan standar NaOH yang terpakai dihitung dan dicatat hasilnya. Penetapan
bilangan asam menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻( 𝑚𝐿) 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑀𝑟 𝑁𝑎𝑂𝐻


Bilangan Asam =
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ( 𝑔)

Satuan bilangan asam adalah mg NaOH/ g


III. KESIMPULAN

Kesimpulan pada makalah ini adalah


1. Pembuatan biogas memiliki 2 jenis yaitu satu tahap ( transesterifikasi )dan 2
tahap( Esterifikasi- Transesterifikasi). Proses pembuatan biodiesel diawali
dengan menyaring minyak jelantah untuk memisahkan residu yang masih ada,
kemudian proses degumming dengan penambahan asam HCl 0,5% w/w
minyak, 200 ml air, dan pemanasan hingga suhu 1200C dengan tujuan
menetralkan pH dan melarutkan garam. Selanjutnya proses esterifikasi dengan
penambahan methanol 98% dengan perbandingan 6:1 dan 0.05% katalis asam
H2SO4 dengan pemanasan pada suhu 600C selama 1 jam dan diendapkan selama
24 jam sampai terbentuk 2 lapisan. Alkil ester dari proses esterifikasi di
tambahkan methanol 98% dan 0,1 % w/w NaOH serta 2/3 larutan sodium
metoksida aduk pada suhu 600C selama 1 jam dan endapkan selama 24 jam
sampai terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan atas biodiesel dan lapisan bawah
gliserol dipisahkan dengan corong pisah. Selanjutnya pemurnian biodiesel dari
gliserol dilakukan dengan menggunakan air bersuhu 800C dan 20% w/w asam
asetat kocok sampai berubah menjadi putih susu, tunggu 15 menit dan pisahkan
( ulangi sebanyak 5 kali). Langkah terakhir adalah pengeringan /pemurnian
biodiesel dengan mencampurkan 15 gram silika gel kedalam biodiesel dengan
pemanasan sampai 1200C.Kemudian di hitung rendemen biodiesel yang
didapatkan.

2. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan biodiesel adalah bahan


baku yaitu minyak jelantah yang digunakan memiliki angka bilangan asam
maksimal 3%, menggunakan pelarut yang baik seperti methanol 98/99%
dengan perbandingan 6:1, katalis asam dan basa yang digunakan bersifat kuat,
waktu pemanasan harus sesuai agar tidak merusak minyak seperti pemanasan
pada suhu 30-600C, waktu pengendapan sekitar 24 jam, teknik pemisahan
dengan corong pisah harus tepat dan ahli dalam memakai.

3. Sebagai energi terbaharukan, biodiesel merupakan energi ramah lingkungan


yang bersifat biodegradable, tidak beracun, bebas dari sulfur dan senyawa
aromatic, sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk diesel bentuk
B100 dan dapat dicampur dengan 90% solar, dan dapat terbakar dalam mesin
diesel dengan sedikit atau tanpa modifikasi, dan mengurangi emisi SO2,
partikulat, CO, hidrokarbon dan NOx.
DAFTAR PUSTAKA

Atadashi, I.M., Aroua, M. K., Aziz, A. R. A., Sulaiman, N. M. N. The Effects Ff


Catalysts In Biodiesel Production: A review. Journal of Industrial and
Engineering Chemistry. 19. 14- 26.

Destiana, M. 2007. Intensifikasi Proses Pembuatan Biodiesel. Institut


Teknologi Bandung dan PT. Rekayasa Industri. Bandung.

Evy, S., Edwar, F. 2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel dari Minyak Goreng
Bekas dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi sebagai Alternatif
Bahan Bakar Mesin Diesel. Jurnal Riset Industri. 2, 117-127

Freedman, B., Pryde, E. H., Mounts, T. L. 1984. Variables Affecting the Yields of
Fatty Esters from Transesterified Vegetable Oils.

Gerpen, V. J., Shanks, B., Pruszko, R., Clements. D., Knothe. G. 2004. Biodiesel
Analytical Method. Subcontractor report. National Renewable Energy

Gui, M. M., Lee, K. T., Bhatia, S. 2008. Feasibility of Edible Oil vs Non-edible
Oil vs Waste Edible Oil as Biodiesel Feedstock. Energy 33

Hambali, E. dan Ferobie. 2010. Teknologi Bioenergi. Jakarta: PT. Agromedia


Pustaka.

Hamid, A. 2006. Sintesis Dan Analisis Kualitas Biodiesel Dari Minyak Jelantah.
(Tesis). Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Haas, M. J. 2005. Improving the Economics of Biodiesel through the Use of Low
Value Lipids as Feedstock : Vegetable Oil Soapstock. Fuel Process Tech
nol. 86

Kaya, C., Hamamci, C., Baysal, A., Akba, O., Erdogan, S., Saydut, A., 2009.
Methyl ester of peanut (Arachis hypogea L.) seed oil as a potential
feedstock for biodiesel production. Renewable Energy 34

Leung, D. Y. C., Wu, X., Leung, M. K. H., 2010. A review on biodiesel


production using catalyzed transesterification. J. Appl Energy 87.
Lopez, J.M., Gomez, A., Aparicio, F., Sachez, J. 2009. Comparision of GHG
Emissions from Diesel, Biodiesel and Natural Gas Refuse Trucks of the
City of Madrid. J. Appl. Energy. 86, 610-615

Lotero E, Liu Y, Lopez DE., Suwannakarn K, Bruce DA, & Goodwin JG, J.
(2005). Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis,. Industrial &
Engineering Chemistry Research 44 No 14.

Mahreni., Sulistyawati, E. 2011. Pemanfaatan Kulit telur sebagai Katalis


Biodiesel dari Minyak Sawit dan Metanol. Seminar Rekayasa Kimia dan
Proses. 26 Juli 2011. ISSN : 1411- 4216

Marchetti, E. et al. 2010. Efficacy of essential oil mouthwash with and without
alcohol: a 3 day plaque accumulation model. Marchetti et al Trials.
12:262.

Ma, F. and Hanna, M.A. 1999. Biodiesel Production : A Review. Journal


Bioresource Technology 70, pp. 1-15.

Marmesat, M. X., Chen, G., Wang, Y. 2008. Biodiesel production from waste
cooking oil via alkali catalyst and its engine test. Fuel Process Technol.
89.

Mc, Ketta.,J.J. 1978. Encyclopedia of Chemical Processing and Design Vol.1.


Marcel Dekker. New York.

San, Jose, K.V., 2008. Biodiesel from vegetable oil as alternate fuel for C.I engine
and feasibility study of thermal cracking: A critical review. Energy
Convers manag 118.

Singh, S.P., Singh, D. 2009. Biodiesel Production through the Use of Different
Sources and Characterization of Oils and their Esters as the Substitute of
Diesel : A Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 14.

Soerawidjaja dan Tatang, H. 2005. Minyak-lemak dan produk-produk kimia lain


dari kelapa. Handout kuliah Proses Industri Kimia. Program Studi Teknik
Kimia, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Rahayu, M.2005. teknologi proses produksi biodiesel. jurnal material dan energi
indonesia Vol.7 no.1.

Sahoo, P.K., Das, L. M. 2009. Process Optimization for Biodiesel Production


from Jatropha, Karanja and Polanga Oils. Fuel 88.

Patil, P.D., dan Deng, S. 2009. optimization of biodiesel production from edible
and non edible vegetables oil. fuelI. 88.
Pakpahan, J.F., Tambunan, T., Harimby, A., Ritonga, M.Y. 2013. Pengurangan
FFA dan warna dari minyak jelantah dengan adsorben serabut kelapa dan
jerami. Jurnal Teknik Kimia.Universits Sumatera Utara. Medan.

Van Gerpen, B, J. Shanks, R. Pruszko, D. Clements, G. Knothe. 2004. Biodiesel


production technology. National Renewable Energy Laboratory.

Anda mungkin juga menyukai