MENJADI BIODIESEL
(Tugas Makalah Mata Kuliah Bioenergi)
Disusun Oleh
Kelompok 2
Saat ini, cadangan minyak bumi yang dihasilkan semakin sedikit, sedangkan jumlah
pertambahan penduduk semakin banyak, dimana akan menambah penggunaan
kendaraan bermotor, sehingga kebutuhan bahan bakar dari minyak bumi akan
semakin meningkat pula. Semakin bertambahnya penggunaan kendaraan bermotor
dari minyak bumi, maka semakin memperbesar resiko terhadap tubuh manusia,
karena sisa pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor tersebut menghasilkan
gas-gas yang dapat berbahaya bagi kesehatan manusia. Kebutuhan minyak bumi
yang semakin besar, merupakan tantangan yang perlu diantisipasi dengan cara
mencari sumber energi alternatif terbarukan. Minyak bumi merupakan sumber
energi tak terbarukan, sehingga butuh waktu yang lama untuk mengkonversi bahan
baku minyak bumi menjadi minyak bumi, dengan meningkatnya jumlah
penggunaan konsumsi minyak bumi, maka menyebabkan menipisnya persediaan
minyak bumi. Oleh karena itu, diperlukannya suatu bahan bakar alternatif
terbarukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut.
1.2 Tujuan
2.1 Biodiesel
Biodiesel adalah alkil ester yang yang terbuat dari bahan yang tidak beracun, terbuat
dari sumber biologi seperti minyak nabati, lemak hewan bahkan minyak goreng
jelantah. Biodiesel dapat disintesis melalui transesterifikasi dengan menggunakan
katalis basa dan melalui esterifikasi dengan menggunakan katalis asam. Minyak
nabati yang digunakan dapat berupa minyak yang dapat dikonsumsi, tidak dapat
dikonsumsi dan minyak goreng jelantah. Sumber biodiesel yang berasal dari
minyak nabati yang dapat dikonsumsi antara lain minyak kelapa sawit, minyak
kelapa, minyak jagung, minyak kedelai, minyak biji bunga matahari, canola dan
rapeseed oil. Sedangkan sumber biodiesel yang berasal dari minyak yang tidak
dapat dikonsumsi antara lain jatropha curcas, pongamia pinnata, sea mango,
palanga dan tallow oil (Leung dkk., 2010).
(A) (B)
Gambar 1. (A) Minyak Jelantah (Biodiesel) (Hamid (2006)
Minyak nabati yang dapat dikonsumsi banyak digunakan untuk sintesis biodiesel
dikarenakan sumber minyak nabati mudah diperoleh, dapat diperbarui (renewable),
non toksik dan dapat diurai secara alami (biodegradable) (Rahayu, 2005). Selain
itu, biodiesel dapat diproduksi dalam skala besar dengan penggunaan minyak nabati
sebagai sumbernya (Patil dkk., 2009). Hal ini disebabkan karena minyak nabati
diproduksi oleh banyak negara dan sifat biodiesel yang diproduksi mendekati sifat
bahan bakar diesel (Gui dkk., 2008). Kekurangan minyak nabati yang tidak dapat
dikonsumsi adalah minyak ini mengandung kadar asam lemak bebas yang tinggi
sehingga dibutuhkan tahapan bertingkat untuk memproduksi biodiesel dengan yield
yang besar. Hal ini dapat meningkatkan biaya produksi biodiesel (Haas, 2005; Patil
dkk, 2009). Lemak hewan juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
pembuatan biodiesel. Akan tetapi lemak hewan ini mengandung asam lemak jenuh
yang tinggi dan berwujud padat pada suhu ruang sehingga dapat menimbulkan
masalah pada proses produksi biodiesel. Selain itu, biaya pembuatan biodiesel dari
lemak hewan lebih tinggi daripada minyak nabati (Singh dkk, 2009). Sehingga
pembuatan biodiesel lebih banyak menggunakan minyak nabati yang dapat
dikonsumsi. Minyak nabati dan lemak mengandung gliserol dan asam lemak yang
disebut gliserida atau trigliserida. Gambar 2 menunjukkan struktur trigliserida,
monogliserida dan digliserida.
(a) (b)
(c)
Gambar 2. Struktur kimia (a) Trigliserida, (b) Digliserida dan
(c) Monogliserida (Gerpen dkk., 2004)
Metode metode untuk pembuatan biodiesel antara lain:
1. Direct use and blending
Metode ini didasarkan penggunaan langsung minyak nabati ataupun lemak
hewan menjadi bahan bakar atau mencampurkannya dengan bahan bakar diesel.
Keuntungan dari metode ini adalah mudah didapat, sederhana. Akan tetapi,
kekurangan metode ini adalah viskositas yang tinggi, tingkat volatil yang
rendah (Kaya dkk., 2009).
2. Micro-emulsions
Metode ini merupakan metode yang didasarkan disperse koloid dari fluida
mikrostruktur yang mempunyai ukuran pada kisaran 1-150 nm yang terbentuk
secara spontan dari 2 cairan yang tidak bercampur dan dari 1 atau lebih ionik
atau non ionik. Kelebihannya adalah viskositas bahan bakar yang rendah
sedangkan kekurangannya adalah angka setana yang rendah (Sahoo dkk.,
2009).
3. Pirolisis
Pirolisis disebut juga dengan thermal cracking. Metode ini memanfaatkan panas
untuk memutuskan ikatan panjang dan jenuh dari minyak membentuk biodiesel.
Produk dari metode ini secara kimia sama dengan bahan bakar diesel akan tetapi
diperlukan biaya yang tinggi dan energy yang intensif (San Jose dkk., 2008).
4. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah reaksi lemak atau minyak dengan alkohol membentuk
metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis. Kelebihan metode ini adalah
angka setana yang tinggi, emisi rendah sedangkan kekurangan metode ini
adalah metode ini membentuk produk samping yang tidak diinginkan yaitu
gliserol dan air.
Tabel 1. Syarat Mutu Biodiesel SNI 04-7182-2015
Minyak goreng jelantah merupakan minyak goreng yang digunakan beberapa kali
pemakaian oleh konsumen. Minyak jelantah kaya akan asam lemak bebas
(Pakpahan dkk., 2013). Menurut Mahreni (2010), minyak goreng bekas adalah
minyak makan nabati yang telah digunakan untuk menggoreng dan biasanya
dibuang setelah warna minyak berubah menjadi coklat tua. Proses pemanasan
selama minyak digunakan merubah sifat fisika-kimia minyak. Pemanasan dapat
mempercepat hidrolisis trigliserida dan meningkatkan kandungan asam lemak
bebas (FFA) di dalam minyak. Berat molekul dan angka iodin menurun sementara
berat jenis dan angka penyabunan semakin tinggi (Marmesat dkk., 2008). Minyak
goreng yang banyak ditemui memiliki kandungan FFA <15% untuk minyak kuning
dan FFA > 15% untuk minyak cokelat. Kandungan FFA dan air pada minyak
bekas dapat menyebabkan proses transesterifikasi menjadi susah karena metil ester
dan gliserol sukar dipisahkan.
Tahap Pencucian
1. mengambil dan memasukkan lapisan atas tersebut ke dalam erlenmeyer
2. menambahkan air hangat dengan perbandingan terhadap volume lapisan
atas 1:1 dengan suhu 80℃ kedalam corong pemisah
3. mengaduk menggunakan magnetic stirer dengan kecepatan 600 rpm selama
30 menit
4. mendiamkan selama 24 jam hingga terbentuk dua lapisan
5. memisahkan larutan atas (metil ester (biodiesel)) dengan lapisan bawah
(sisa pengolahan)
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel Satu Tahap
Tahap Pencucian
Pemisahan
2. Degumming
Proses degumming ditujukan untuk menghilangkan fosfatida pada minyak
jelantah dengan menggunakan asam mineral seperti HCl dengan volume 0.5%
dari volume minyak jelantah. Kemudian ditambahkan NaOH sebanyak 0.5%
dari berat minyak jelantah, dan juga air sebanyak 200 ml. Lakukan pemanasan
hingga 120oC. Penambahan NaOH dan air dimaksudkan untuk menetralkan pH
minyak jelantah dan melarutkan garam yang terdapat pada minyak jelantah.
3. Esterifikasi
Pada proses ini, minyak jelantah direaksikan dengan methanol 98% dengan
perbandingan stokiometri 6:1 dengan bantuan 0.05% katalis H2SO4 dari jumlah
volume minyak jelantah, pada suhu 60oC selama 1 jam, kemudian endapkan
selama 24 jam. Akan dihasilkan 2 lapisan, yakni Alkil Ester (Biodiesel), dan
juga zat sisa, yang berupa air dan sisa-sisa methanol serta katalis H2SO4.
Kemudian pisahkan bagian Alkil Ester (Biodiesel) dari zat sisa, agar konversi
menjadi lebih maksimal pada proses selanjutnya.
4. Transesterifikasi
Proses ini dilakukan dengan membuat larutan Sodium Metoksida terlebih
dahulu. Campurkan Methanol 98% dengan 0.1% w/w NaOH sambal dilakukan
pengadukan hingga larutan homogen. Kemudian lakukan pencampuran 2/3
larutan Sodium Metoksida yang telah dibuat kepada alkil ester (Biodiesel).
Lakukan pengadukkan pada suhu 60oC selama 1 jam, kemudian endapkan
selama 24 jam. Pada akhir proses ini, dihasilkan 2 lapisan yakni alkil ester
(Biodiesel) murni pada bagian atas, dan juga gliserol pada bagian bawah.
Pisahkan bagian alkil ester (Biodiesel). Reaksikan Kembali sisa larutan sodium
metoksida kepada ester untuk mendapatkan biodiesel dengan kemurnian tinggi.
5. Pencucian
Campurkan air dengan volume yang sama seperti minyak jelantah dan asam
asetat 20% dari volume air, sambil dilakukan pemanasan hingga suhu 800C.
Setelah dipisahkan dari corong pisah, biodiesel dicuci dengan air hangat hingga
warna air tidak keruh kembali. Menurut Lopez dkk. (2009), pencucian dengan
air hangat berfungsi untuk mencegah presipitasi metil ester jenuh dan
pembentukan emulsi. Kemudian campurkan 20% larutan tersebut pada ester
atau biodiesel yang telah dihasilkan dari proses sebelumnya. Lakukan
pengadukkan hingga larutan berwarna putih susu, endapkan hingga 15 menit
sampai terjadi pemisahan. Pisahkan bagian ester. Lakukan pencucian ini
sebanyak 5 kali. Pencucian ini berguna untuk menetralkan pH biodiesel dan
juga melarutkan sisa-sisa gliserol ataupun sabun yang dihasilkan dari reaksi
transesterifikasi sebelumnya.
6. Pengeringan
Alkil Ester (Biodiesel) yang telah dipisahkan dari proses pencucian dipanaskan
untuk menghilangkan kandungan air. Lakukan pencampuran 15 gram silika gel
kedalam ester hasil pencucian, disertai pemanasan hingga suhu 120oC sambil
dilakukan pengadukan. Tujuan dari proses ini untuk memisahkan biodiesel dari
kandungan air dan sisa-sisa gliserol.
Minyak Jelantah
3 Liter
Degumming
0,5% HCl,
0,5% NaOH, Pemanasan pada hingga suhu T=1200C
200 ml air
Esterifikasi
Metanol
98%, 0.05% Pemanasan t= 1 jam, T= 600C
H2SO4 w/w
Sisa Air,
Pegendapan t= 24 jam Metanol &
Katalis
Alkil Ester
Transesterifikasi
Metanol 98%,
0.1% w/w
Pengadukan t = 1 jam, T = 600C
NaOH, 2/3 Lart.
Sodium
Pengendapan t= 24 jam
Biodisel +
Gliserol
Pencucian
Air panas w/w
hasil biodiesel & Pencampuran dan Pengadukan hingga berwarna putih susu, dan Gliserol
20% CH3COOH pengendapan t = 15 mnt ( 5 kali )
w/w air panas
Biodiesel
Pengeringan
Silika Gel Pemanasan T = 1200C
15 gram
Biodiesel
Murni
Biodiesel memiliki manfaat sebagai bahan bakar alternatif terbarukan. Salah satu
limbah yang dapat dimanfaatkan untuk membuat biodiesel adalah minyak jelantah.
Biodiesel juga bersifat biodegradable, tidak beracun, bebas dari sulfur dan senyawa
aromatik (Hambali, & Ferobie, 2010) Biodiesel juga memiliki flash point (suhu
terendah yang dapat menyebabkan uap biodiesel dapat menyala) yang tinggi dari
pada diesel normal sehingga tidak menyebabkan mudah terbakar. Biodiesel
memiliki keuntungan seperti dapat menambah ketahanan mesin, sebagai pelumas,
mengurangi frekuensi penggantian mesin, sifat emisi yang rendah dan mengandung
oksigen sekitar 10-11% (Lotero ,& Goodwin JG, 2005). Biodiesel dapat digunakan
sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk mesin diesel dalam bentuk
B100 atau campuran dengan solar pada tingkat konsentrasi tertentu, seperti 10%
biodiesel dicampur dengan 90% solar yang dikenal B10. Biodiesel memiliki
beberapa keuntungan yaitu bisa dicampur dengan petroleum diesel dalam berbagai
rasio, dibuat dari bahan baku terbarukan, nilai viskositas berkurang dibanding
minyak nabati, dapat terbakar dalam mesin diesel dengan sedikit atau tanpa
modifikasi, dan mengurangi emisi SO2, partikulat, CO, hidrokarbon dan NOx.
Minyak jelantah merupakan salah satu bahan utama dalam pembuatan biodiesel. 1
liter minyak jelantah dapat menghasilkan 1 liter biodiesel. Pembuatan biodiesel
untuk skala komersil memerlukan jumlah yang besar. Maka dari itu, perlu adanya
ketersediaan minyak jelantah dalam jumlah besar. Penjaminan ketersediaan minyak
jelantah dapat dilakukan dengan membuat kerja sama bersama restoran cepat saji,
seperti KFC, MCD, AW, Burger King, dan lain sebagainya. Agar restoran tersebut
mau bekerja sama secara terus-menerus dan ketersediaan minyak jelantah terjamin
maka perlunya suatu kerja sama berupa pembelian minyak jelantah tersebut sebesar
Rp1.000-1.500/liter. Selain menggunakan sistem pembelian, dapat juga dilakukan
dengan cara membuat tempat penampungan minyak jelantah. Dimana bank minyak
jelantah ini merupakan tempat menampung minyak jelantah yang dihasilkan oleh
skala rumah tangga. Seperti yang dilakukan oleh program rumah ibadah, dimana
mengelola pengumpulan minyak jelantah sekaligus penerima manfaat. Asisten
Perekonomian dan Pembangunan Kota Administrasi Jakarta Utara, Suroto
mengatakan program ini sejalan dengan upaya pengendalian pencemaran
lingkungan, dimana sebelum ada program ini, masyarakat membuang minyak
jelantah ke sembarang tempat yang akan menyebabkan pencemaran lingkungan.
Evy, S., Edwar, F. 2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel dari Minyak Goreng
Bekas dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi sebagai Alternatif
Bahan Bakar Mesin Diesel. Jurnal Riset Industri. 2, 117-127
Freedman, B., Pryde, E. H., Mounts, T. L. 1984. Variables Affecting the Yields of
Fatty Esters from Transesterified Vegetable Oils.
Gerpen, V. J., Shanks, B., Pruszko, R., Clements. D., Knothe. G. 2004. Biodiesel
Analytical Method. Subcontractor report. National Renewable Energy
Gui, M. M., Lee, K. T., Bhatia, S. 2008. Feasibility of Edible Oil vs Non-edible
Oil vs Waste Edible Oil as Biodiesel Feedstock. Energy 33
Hamid, A. 2006. Sintesis Dan Analisis Kualitas Biodiesel Dari Minyak Jelantah.
(Tesis). Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Haas, M. J. 2005. Improving the Economics of Biodiesel through the Use of Low
Value Lipids as Feedstock : Vegetable Oil Soapstock. Fuel Process Tech
nol. 86
Kaya, C., Hamamci, C., Baysal, A., Akba, O., Erdogan, S., Saydut, A., 2009.
Methyl ester of peanut (Arachis hypogea L.) seed oil as a potential
feedstock for biodiesel production. Renewable Energy 34
Lotero E, Liu Y, Lopez DE., Suwannakarn K, Bruce DA, & Goodwin JG, J.
(2005). Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis,. Industrial &
Engineering Chemistry Research 44 No 14.
Marchetti, E. et al. 2010. Efficacy of essential oil mouthwash with and without
alcohol: a 3 day plaque accumulation model. Marchetti et al Trials.
12:262.
Marmesat, M. X., Chen, G., Wang, Y. 2008. Biodiesel production from waste
cooking oil via alkali catalyst and its engine test. Fuel Process Technol.
89.
San, Jose, K.V., 2008. Biodiesel from vegetable oil as alternate fuel for C.I engine
and feasibility study of thermal cracking: A critical review. Energy
Convers manag 118.
Singh, S.P., Singh, D. 2009. Biodiesel Production through the Use of Different
Sources and Characterization of Oils and their Esters as the Substitute of
Diesel : A Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 14.
Rahayu, M.2005. teknologi proses produksi biodiesel. jurnal material dan energi
indonesia Vol.7 no.1.
Patil, P.D., dan Deng, S. 2009. optimization of biodiesel production from edible
and non edible vegetables oil. fuelI. 88.
Pakpahan, J.F., Tambunan, T., Harimby, A., Ritonga, M.Y. 2013. Pengurangan
FFA dan warna dari minyak jelantah dengan adsorben serabut kelapa dan
jerami. Jurnal Teknik Kimia.Universits Sumatera Utara. Medan.