Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

Teknologi Biomassa dan Bioenergi


(Transesterifikasi Biodiesel)

Tanggal Praktikum : 21-06-2019


Tanggal Pengumpulan : 01-07-2019
Nama Asisten : Mahdi Singgih Hidayat

Oleh

Wibawa Pradana 240310160004


Didik Wahyu W 240310160016
Fachrul Saepudin 240310160023
Nurul Nafi Wallatif 240310160037

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biodiesel biasanya dibuat dengan reaksi transesterifikasi trigliserida (minyak


nabati) untuk metil ester dengan metanol menggunakan natrium atau kalium hidroksida
yang dilarutkan dalam metanol sebagai katalis. Biodiesel dapat diproduksi melalui
reaksi antara minyak sawit dengan alkohol menggunakan katalis heterogen. Dalam
penelitian ini, jenis alkohol yang digunakan adalah metanol sebagai alkohol derivatif
yang memiliki berat molekul rendah sehingga kebutuhan untuk alkoholisis relatif
sedikit, lebih murah dan lebih stabil.

Pengembangan pemanfaatan biodiesel terus dikembangkan seiring dengan


kebutuhan energi yang terus meningkat. Maka dari itu telah banyak dilakukan berbagai
penelitian tentang pengembangan pemanfaatan biodiesel, walaupun diperlukan
pengembangan lebih lanjut dalam berbagai aspek teknis dan ekonomis. Secara
ekonomis, pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel memberikan
nilai lebih, karena ketersediaan bahan yang melimpah dan merupakan bahan yang tidak
terpakai lagi.

Ketika minyak goreng dipakai untuk menggoreng terjadi peristiwa oksidasi dan
hidrolisis yang memecah molekul minyak menjadi asam. Konsentrasi asam lemak
bebas bertambah dengan pemanasan pada suhu tinggi dan waktu yang lama selama
penggorengan. Adanya kandungan asam lemak bebas yang rendah dalam minyak
jelantah dapat menjadi ester apabila bereaksi dengan metanol melalui proses standar
untuk pengolahan biodiesel adalah dengan proses transesterifikasi, namun jika bereaksi
dengan natrium atau kalium akan membentuk sabun. Reaksi transesterifikasi tanpa
katalis akan memerlukan waktu yang lama serta suhu dan tekanan yang tinggi

Katalis yang sering digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah katalis


homogen, katalis homogen tidak begitu populer sekarang karena proses pemisahannya
yang sulit. Jadi alternatif lainnya adalah katalis heterogen yang dianggap lebih
ekonomis dan lebih mudah dalam pemisahan produk biodiesel . KOH dan NaOH sering
digunakan dalam produksi biodiesel sebagai katalis homogeny, namun penggunaan
katalis ini memiliki kelemahan, yaitu pemisahan katalis dari produk cukup rumit . Sisa
katalis homogen dapat menjadi limbah dari biodiesel yang dihasilkan.

Katalis homogen dapat bereaksi dengan asam membentuk sabun lemak bebas
sehingga akan mempersulit pemurnian , menurunkan hasil biodiesel dan meningkatkan
konsumsi katalis dalam reaksi metanolisis. Penggunaan katalis heterogen dalam
produksi biodiesel dapat mengatasi beberapa kelemahan yang dimiliki oleh katalis
homogeny. Pemisahan katalis heterogen produk cukup sederhana, yaitu dengan
menggunakan penyaringan. Salah satu katalis yang dapat digunakan dalam reaksi
metanolisis heterogen adalah kalsium karbonat ( CaCO3 ) yang dibakar pada suhu dan
waktu tertentu ke Kalsium Oksida ( CaO ).

. Tujuan Instruksional Khusus

• Mahasiswa mampu memahami fungsi reaksi transesterifikasi

• Mahasiswa mampu memahami pembuatan biodiesel dari minyak sawit


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat.
Tetapi ada sebagian berpendapat justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena spesies kelapa sawit banyak
ditemukan di daerah hutan Brazil dibandingkan Amerika. Pada kenyatannya tanaman
kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti malaysia, Indonesia, Thailand,
dan Papua Nugini. Bahkan, mampu memberikan hasil produksi perhektar yang lebih
tinggi (Fauzi, 2012).

Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai
mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong
memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan
penyerbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu
dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau
serangga penyerbuk. Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras
(epicarp), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung
minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan
keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta
lembaga (embryo).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman monokotil


yang tergolong dalam famili palmae. Tanaman kelapa sawit digolongkan berdasarkan
ketebalan tempurung (cangkang) dan warna buah (Pahan, 2012). Menurut Pahan
(2012), berdasarkan ketebalan cangkang, tanaman kelapa sawit dibagi menjadi tiga
varietas, yaitu: varietas dura, varietas pisifera, dan varietas tenera.

2.2 Biodiesel

Biodiesel merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan
tumbuhan) di samping Bioetanol. Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang diproduksi
melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida yang bersumber dari
minyak nabati maupun minyak hewani dengan metanol atau etanol dengan bantuan
katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol; atau esterifikasi asam-asam lemak (bebas)
dengan metanol dan etanol dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil ester
dan air. Penggunaan biodiesel sangat menguntungkan karena:

1. Berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui


2. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun atau ramah lingkungan
3. Merupakan bahan bakar yang mudah terbiodegradasi
4. Mempunyai bilangan setana yang tinggi
5. Memiliki flash point yang lebih tinggi dari bahan bakar diesel petroleum.

Biodiesel terdiri dari metil ester minyak nabati, di mana rantai hidrokarbon
trigliserida dari minyak nabati mentah diubah secara kimia menjadi ester asam lemak.
Ester asam lemak dihasilkan dari reaksi transesterifikasi, yaitu reaksi antara alkohol
dengan minyak untuk melepaskan tiga rantai ester dan gliserin dari tiap trigliserida
(Von Wedel, 1999).

Rantai karbon biodiesel bersifat sederhana, berbentuk lurus dengan dua buah
atom oksigen pada tiap cabangnya (mono alkil ester), sehingga lebih mudah
didegradasi oleh bakteri dibandingkan dengan rantai karbon petrodiesel, yang bersifat
lebih kompleks, dengan ikatan rangkap dan banyak cabang. Dengan struktur yang
sederhana tersebut, biodiesel dapat terbakar dengan sempurna dan dapat meningkatkan
pembakaran jika dicampur dengan diesel dari minyak bumi (Joelianingsih dkk., 2006).

2.3 Transesterifikasi

Transesterifikasi adalah rekasi ester untuk menghasilkan ester baru yang


mengalami penukaran posisia asam lemak. Transesterifikasi dapat mengasilkan
biodiesel yang lebih baik dari proses mikroemulifikasi, pencampuran dengan
petrodiesel atau pirolisis (Ariza Sari et al, 2007).
Reaksi transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel tidak lain adalah reaksi
alkoholisis, reaksi ini hampir sama dengan rekasi hidrolisis tetapi menggunakan
alcohol. Reaksi ini bersifat revesible dan menghasilkan alkil ester dan gliserol.
Alkoholsuli berlebih digunakan untuk memicu reaksi pembentukan produk (Ariza Sari
et al, 2007).

Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya.Tanpa adanya


katalis,konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan
lambat.Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa,
karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Produk yang diinginkan dari reaksi
transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak.Terdapat beberapa cara agar
kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu(Lukman Arifin, 2013): a. Menambahkan
metanol berlebih ke dalam reaksi b. Memisahkan gliserol c. Menurunkan temperatur
reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm).

Menurut Swern (1982), jumlah alcohol yang dianjuran sekitar 1,6 kali 19
jumlah yang dibutuhkan secara teoritis. Jumlah alcohol yang lebih dari 1,75 kali jumlah
teoritis tidak mempercepat reaksi bahkan mempersulit pemisahan gliserol selanjutnya.
Freedman (1984) menyebutkan bahwa untuk transesterifikasi menggunakan katalis
basa, nisbah mol methanol: minyak sebesar 6: adalah optimal (Ariza Sari et al, 2007).

2.4 SNI Biodiesel

Standar mutu biodiesel telah dikeluarkan dalam bentuk SNI 7182:2015, melalui
keputusan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN).
BAB III

METODOLOGI

3.1 ALAT DAN BAHAN


3.1.1 ALAT
1. Magnetic hot plate stirrer,
2. Corong Pemisah,
3. Batang Pengaduk,
4. Buret,
5. Erlenmeyer,
6. Pipet tetes,
7. Piknometer,
8. Waterbath,
9. Viskometer Ostwald
3.1.2 BAHAN
1. Minyak sawit hasil esterifikasi,
2. Metil Ester,
3. Akuades,
4. Karbon Tetraklodrida
5. Larutan Wijs
6. Larutan KI 15%
7. Na2S2O3 0,1 N,
8. Kalium Hidroksida 0,5N
9. KOH,
10. HCL 0,5N
11. Pati 1%
12. Etanol 95%,
13. Indikator pp,
14. Natrium thiosulfat
3.2 PROSEDUR
3.2.1 PEMBUATAN BIODIESEL
1. Campuran trigliserida dan metil ester dipanaskan hingga suhu 60°C untuk
proses transesterifikasi
2. Metanol dan katalis KOH dicampur dan diaduk hingga merata. Rasio mol
metanol dan berat minyak hasil esterifikasi adalah 6:1 (mol/mol) dan
konsentrasi katalis sebesar 1% (b/b)
3. Campuran trigliserida dan metil ester diaduk dengan metanol dan katalis yang
sudah diaduk
4. Campuran dipanaskan dan diaduk dengan magnetic hot plate stirrer pada suhu
60°C selama 2 jam dengan kecepatan pengadukan 350 rpm
5. Campuran dalam corong pemisah diendapkan selama 60 menit sehingga
terbentuk dua lapisan. Lapisan atas adalah biodiesel kasar sementara lapisan
bawah adalah gliserol
6. Biodiesel kasar dan gliserol dipisahkan dengan corong pemisah
7. Campuran trigliserida dan metil ester dicuci menggunakan air hangat dengan
suhu 60-70°C secara berulang-ulang hingga pH air cucian netral.
8. Campuran trigliserida dan metil ester dipanaskan hingga 40-50°C selama 1 jam
untuk menguapkan air sisa cucian

3.2.2 PENGUJIAN ANALISIS


3.1.2.1 DENSITAS
1. Piknometer diisi dengan akuades hingga air meluap dan tidak ada gelembung
udara
2. Piknometer dicelupkan ke dalam waterbath dengan suhu 40°C dan biarkan suhu
piknometer pada suhu konstan selama 30 menit
3. Piknometer diangkat dari waterbath dan permukannya dikeringkan di dalam
oven
4. Bobot piknometer beserta dengan isinya ditimbang menggunakan timbangan
analitik (m1)
5. Piknometer dikosongkan, dicuci dengan etanol, dan dikeringkan
6. Piknometer diisi dengan biodiesel. Pengisian biodiesel harus diperhatikan agar
tidak ada gelombang udara yang terbentuk
7. Piknometer dicelupkan ke dalam waterbath dengan suhu 40°C selama 30 menit
pada suhu konstan
8. Piknometer diangkat dari waterbath dan permukannya dikeringkan dengan
menggunakan kertas tisu
9. Bobot piknometer ditimbang beserta dengan isinya menggunakan timbangan
analitik (m2)
10. Densitasnya dihitung dengan rumus perhitungan pada persamaan (3)
m2
Densitas (ρ) = × ρ𝑎𝑖𝑟 …………………………………………….(3)
m1

Dimana:

ρ = Densitas biodiesel (g/cm3)

m1 = bobot piknometer yang berisi akuades (g)

m2 = bobot piknometer yang berisi biodiesel (g)

ρ𝑎𝑖𝑟 = densitas akuades pada suhu 40°C = 0,993 g/cm3

3.1.2.2 VISKOSITAS KINEMATIK


1. Akuades dipanaskan pada suhu 40°C

2. Akuades yang sudah dipanaskan, dimasukan ke dalam tabung Viskometer


Ostwald dan dicatat waktu yang diperlukan akuades untuk mencapai tanda tera
pada Viskometer Ostwald

3. Biodiesel dipanaskan sampai suhu 40°C


4. Biodiesel yang sudah dipanaskan, dimasukan ke dalam tabung Viskometer
Ostwald dan mencatat waktu yang diperlukan biodiesel untuk mencapai tanda
tera pada Viskometer Ostwald

5. Viskositas kinematik dihitung dengan rumus pada persamaan (2)

Viskositas Kinematik (η) = K × t…………………………......……….(2)

Dimana:

η = viskositas kinematik pada 40°C (mm2/s atau cSt)

K = konstanta Viskometer Ostwald (mm2/s2) = 0,355

t = waktu yang diperlukan biodiesel untuk mengalir hingga

mencapai tanda tera (s)

3.1.2.3 BILANGAN ASAM DAN FFA


1. Sampel biodiesel dimasukan sebanyak 2–5 g ke dalam tabung erlenmeyer 250
ml
2. Etanol 95% ditambahkan sebanyak 50 ml.
3. Campuran tadi dititrasi dengan KOH 0,1 N dan indikator yang digunakan yaitu
fenolftalein sebanyak 3-5 tetes ke dalam campuran. Akan terlihat warna merah
muda dan warna tidak akan berubah selama 15 detik
4. Bilangan asam dihitung dengan rumus perhitungan pada persamaan (5).

BM KOH × V × N
B. A = …………………….………………….…………..(5)
m

Dimana:

B.A = bilangan asam (mg KOH/g minyak)

BM KOH = bobot molekul KOH (56,1 g/mol)

V = Volume KOH yang digunakan untuk titrasi (ml)

N = normalitas KOH
m = berat sampel biodiesel (g)

5. Asam lemak bebas (FFA) dihitung dengan rumus perhitungan pada persamaan
(6).

BM × V × N
FFA = × 100% …………………………….…….…………..(6)
m × 1000

Dimana:

FFA = asam lemak bebas (%)

BM = bobot molekul CPO (269 g/mol)

V = Volume KOH yang digunakan untuk titrasi (ml)

N = normalitas KOH

m = berat sampel (g)

3.1.2.4 BILANGAN IOD


1. Sampel biodiesel dimasukan sebanyak 0,3 g ke dalam tabung erlenmeyer
2. 15 ml karbon tetraklorida ditambahkan menggunakan gelas ukur
3. 25 ml larutan Wijs ditambahkan dengan pipet volumetrik
4. Erlenmeyer ditutup dan disimpan di tempat gelap selama 1-2 jam
5. Larutan KI 15% ditambahkan sebanyak 10 ml dan air suling sebanyak 100 ml.
Tabung erlenmeyer ditutup dan dikocok untuk mengaduk campuran
6. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N yang telah distandarisasi hingga warna
kuning iod hampir habis
7. 2 ml pati 1% ditambahkan sebagai indikator dan titrasi dilanjutkan hingga
warna biru hilang
8. Bilangan iod dihitung menggunakan rumus perhitungan pada persamaan (7).

12,69 × (Vb−Vc) × N
B. I = ………………………….……………..……….(7)
m

Dimana:

B.I = bilangan iod (g I2/100 g)


Vb = volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi blanko (ml)

Vc = volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi sampel (ml)

N = normalitas larutan standar Na2S2O3 0,1 N

m = berat sampel biodiesel (g)

3.1.2.5 BILANGAN PENYABUNAN


1. Larutan Kalium hidroksida 0,5 N disiapkan dalam etanol 95 % dengan cara
menimbang sebanyak 40 g KOH yang dilarutkan dengan 25 ml aquades,
2. Larutan diencerkan dengan etanol 95 % sampai 1 liter dan disimpan dalam botol
berwarna coklat,
3. Disiapkan larutan asam klorida (HCl) 0,5 N dengan cara 41,5 ml (HCl 37 % bj
1, 19) dilarutkan dengan aquades hingga 1 liter.
4. Larutan indikator fenolftalein 0,5 % disiapkan dengan cara melarutkan 0,5 g
fenolftalein ke dalam labu ukur 100 ml dengan menggunakan alkohol 95 %.
5. Sebanyak 2 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
6. Larutan KOH 0,5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan
beberapa butir batu didih.
7. Erlenmeyer kemudian dipanaskan selama 1 jam.
8. Larutan fenolftalein 0,5 % ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan dititrasi
dengan HCl 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna.
9. Bilangan penyabunan sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

Bilangan penyabunan = …………………………...(8)

Keterangan:

V0 = Volume HCl 0,5 N yang diperlukan pada titrasi blanko (ml)

V1 = Volume HCL 0,5 N yang diperlukan pada titrasi sampel (ml)

T = Normalitas HCl 0,5 N

m = Bobot sampel (g).


BAB IV
HASIL PENGAMATAN

1. Rendemen/Yield
Output bahan
Rendemen = × 100%
Input bahan
175 ml
Rendemen = × 100%
194 ml
= 90,2602%
2. Densitas
m2
Densitas (ρ) = × ρ𝑎𝑖𝑟
m1
24,2593
Densitas (ρ) = × 0,993
25,6864
= 0,93783 (simplo)
23,7722
Densitas (ρ) = × 0,993
25,6864
=0,919 (duplo)
3. Viskositas Kinematik
Viskositas Kinematik (η) = K × t
Viskositas Kinematik (η) = 0,355 × 2,91
=1,03305
Viskositas Kinematik (η) = 0,355 × 2,75
=0,97625
4. Bilangan Asam dan FFA
BM KOH × V × N
B. A =
m
56,1 × 1,5 × 0,1
B. A =
3,6
=2,3375 (simplo)
56,1 × 2 × 0,1
B. A =
3,6
=3,116 (duplo)
BM × V × N
FFA = × 100%
m × 1000
269 × 1,5 × 0,1
FFA = × 100%
3,6 × 1000
=0,0112
269 × 2 × 0,1
FFA = × 100%
3,6 × 1000
=0,01494
5. Bilangan Iod
12,69 × (Vb − Vc) × N
B. I =
m
12,69 × (34 − 18,7) × 0,0995
B. I =
0,3
=64,39
12,69 × (34 − 18,4) × 0,0995
B. I =
0,3
63,55
6. Bilangan Penyabunan
56,1 x T x (v0 − v1)
B. P =
𝑚
56,1 x 0,5 x (21,9 − 11,5)
B. P =
2
= 14,586
56,1 x 0,5 x (21,9 − 10,5)
B. P =
2
= 15,908

PENGUJIAN KATALIS 0,5% KATALIS 1% KATALIS 1,5%


I II I II I II
Densitas 0.92099 0.95342 0.922707 0.929867 0.93783 0.919
11,36 12,07 0.86975 0.86265
Viskositas cst cst cst cst 1,03305cst 0,97625cst
2,378
Bilangan Asam 2,85 mg mg 1.3848 2.0032 2.3375 3.116
Bilangan
Penyabunan 814,765 869,072 158.0321 142.8478 14.586 15.908
Bilangan Iod 29.8588 34.3858 63.3855 60.6634 64.390000 63.55
Yield 23.26% 23.26% 27.50% 27.50% 90.21% 90.21%
FFA (%) 0.01367 0.0141 0.0066 0.0096 0.0112 0.01494
Wibawa Pradana

24031016004
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum pembuatan biodiesel ini dilakukan di Lab. Kimia pangan FTIP


Unpad. Percobaan yang dilakukan adalah pembuatan biodiesel menggunakan reaksi
transesterifikasi dan beberapa pengujian seperti rendemen, densitas, viskositas,
bilangan asam, kadar FFA, bilangan penyabunan dan bilangan iod. Pengujian terhadap
biodiesel ini berfungsi untuk mengetahui mutu dari biodiesel itu sendiri.Terdapat 3
sampel yang digunakan, yaitu minyak sawit dengan katalis pada proses esterifikasi
0,5%, 1%, dan 1,5%. Kelompok praktikan mendapatkan sampel minyak sawit dengan
1,5% katalis.
Hal yang pertama dilakukan adalah menimbang sampel sesuai kadar yang
dibutuhkan. Rasio metanol dan minyak hasil esterifikasi adalah 6:1 dalam satuan
mol/mol. Pada reaksi ini digunakan KOH sebagai katalis dengan kadar 1% dari kadar
total campuran minyak dan metanol.
Sampel yang telah tercampur kemudian dipanaskan dan diaduk menggunakan
hot plate magnetic stirer selama 1 jam pada suhu 60oC dan 350 rpm. Hal ini dilakukan
untuk mempercepat reaksi. Tahapan selanjutnya adalah memisahkan biodiesel dan
gliserin dalam corong pemisah selama 1 jam. Biodiesel nantinya akan terpisah di sisi
atas sebagai fase yang lebih jernih dan viskositas lebih rendah, sedangkan fase yang
berada dibawah merupakan gliserin dengan fasa lebih keruh dan fiskositas lebih tinggi.
Tahapan selanjutnya adalah pencucian biodiesel menggunakan air untuk memastikan
biodiesel terbebas dari pengotor. Proses pencucian dilakukan 3-5 kali, hingga biodiesel
menjadi lebih bersih dan jernih. Tahapan terakhir yang dilakukan adalah
mengevaporasi biodiesel menggunakan pemanas agar air yang masih tersisa dalam
biodiesel menguap. Proses evaporasi sendiri dilakukan kurang lebih 30-60 menit.
Pengujian pertama yang dilakukan adalah uji bilangan asam dan FFA.
Pengujian ini bertujuan untuk melihat kerusakan yang ada pada sampel. Kerusakan
tersebut dilihat dari jumlah asam lemak bebas yang terkandung didalamnya. SNI angka
asam untuk biodiesel sendiri adalah maksimal 0,5 mg KOH/kg, sedangkan untuk
sampel masing – masing adalah 2, 3375 mg KOH/kg dan 3,116 mg KOH/kg. Dari nilai
tersebut dapat dinyatakan bahwa sampel yang diuji sangatlah jauh berbeda dengan SNI.
Pengujian selanjutnya adalah pengujian densitas. Uji densitas ini digunakan
untuk mengukur kekompakan dan tekstur dari sampel. SNI dari densitas biodiesel pada
suhu 40oC ini adalah 850-890 kg/m3. Hasil yang didapatkan dari pengujian sampel
adalah 937 kg/m3 dan kg/m3. Hasil ini menunjukkan bahwa densitas sampel belum
memenuhi standar, meskipun nsedikit lebih besar dibanding SNI.
Pengujian selanjutnya adalah11 pengujian viskositas. Menurut SNI viskositas
biodiesel adalah 2,3 – 6,0 cSt. Hasil yang didapatkan dari pengujian sampel adalah 1,03
cSt dan 0,976 cSt. Hasil ini menunjukkan bahwa viskositas dari sampel biodiesel belum
sesuai karena masih terlalu rendah.
Pengujian lainnya adalah pengujian bilangan iod dan bilangan penyabunan.
Bilangan iod menunjukkan banyaknya ikatan rangkap yang terdapat pada sampel.
Semakin banyak ikatan rangkap berarti semakin baik karena nantinya biodiesel tidak
mudah membentuk ikatan jenuh. Hasil yang didapat untuk pengujian bilangan iod
adalah 64,39 dan 63,55. Berbeda dengan bilangan iod, hasil yang didapatkan untuk
bilangan penyabunan adalah 14,5 dan 15,9.
Hasil yield/rendemen dari sampel biodiesel dengan katalis 1,5 adalah 90,21%.
Hasil ini cukup tinggi dibandingkan dengan hasil dari biodiesel dengan perbedaan
katalis. Tingginya rendemen menunjukkan tingkat efisiensi suatu proses. Berdasarkan
hasil yang didapatkan, dari ketiga sampel, semuanya belum ada yang sesuai dengan
SNI. Hal ini dapat diakibatkan karena adanya kesalahan prosedur atau ketidaksesuaian
sampel dan bahan pendukung lain.

SNI No.04-7182-2006,
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
1. Ketiga sampel yang di uji belum memenuhi standar SNI
2. Pengujian terhadap biodiesel ini berfungsi untuk mengetahui mutu dari biodiesel
itu sendiri.
3. Ketidaksesuaian hasil dengan SNI dapat terjadi karena kesalahan prosedur
maupun ketidaksesuaian bahan.

6.2 Saran
1. Waktu praktikum dimaksimalkan lebih baik lagi
2. Praktikan harus mengerti betul prosedur pengujian
3. Praktikum dilaksanakan lebih kondusif
Fahrul Saefudin

24031010023

BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, praktikan melakukan percobaan membuat biodiesel dari


minyak goreng (minyak kelapa) dengan metode transesterifikasi, kemudian menguji
dengan beberapa pengujian untuk dibandingkan hasilnya dengan Standar Nasional
Indonesia atau SNI. SNI yang dijadikan acuan yaitu SNI 7182-2015 tentang Syarat
Mutu Biodiesel.

Sampel yang digunakan pada praktikum ini yaitu minyak goreng yang sudah
melalui tahap esterifikasi, sehingga praktikan hanya melakukan proses transesterifikasi
saja untuk membuat biodiesel. Sampel tersebut dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
jumlah katalis saat reaksi esterifikasi, yaitu sebanyak 0,5%, 1%, dan 1,5%. Jadi untuk
tujuan dari praktikum ini sendiri yaitu berapakah jumlah katalis digunakan pada saat
proses esterifikasi sehingga biodiesel yang dihasilkan jumlah maksimal.

Prosedur pertama yang dilakukan yaitu mencampurkan trigliserida dan metil


ester yang kemudian dipanaskan pada suhu 60℃. Metanol dan KOH kemudian
dicampurkan, yang mana larutan ini akan berfungsi sebagai katalis (KOH) dan juga
larutan yang bereaksi dengan minyak (metanol). Metanol yang digunakan yaitu
berdasarkan rasio 6:1 antara minyak hasil esterfikasi dan metanol (mol/mol) sehingga
perlu dihitung terlebih dahulu berapa mol minyak untuk mendapatkan berat metanol
yang digunakan. Sedangkan konsentrasi KOH yang digunakan yaitu 1% dari berat
minyak yang digunakan.

Campuran antara trigliserida dengan metil ester dan metanol dengan KOH
dicampurkan dan dipanaskan menggunakan magnetic hot plate stirrer. Campuran
dijaga suhunya pada suhu 60℃ sembari aduk dengan magnetic stirrer pada kecepatan
350 rpm selama 2 jam.

Campuran yang sudah dipanaskan kemudian diendapkan dalam corong


pemisah selama 60 menit. Campuran tersebut akan terpisah menjadi dua bagian, yang
mana bagian atasnya merupakan biodiesel yang akan kta ambil, dan bagian bawahnya
yaitu gliserol. Dan setelah terpisah secara sempurna, biodiesel kasar dan gliserolnya
dipisahkan. Biodiesel yang sudah terpisah, kemudian dicuci menggunakan air hangat
yang memiliki suhu 60-70℃ secara berulang-ulang hingga pH air cucian menjadi
netral. Dan terakhir, biodiesel yang sudah dicuci, dipanaskan kembal pada suhu 50-
60℃ untuk menghilangkan air sisa cucian tadi.

Beberapa pengujian dilakukan untuk menentukan bagaiamana kualitas dari


biodiesel yang telah dibuat tadi. Pengujian yang dilakukan diantaranya Uji Densitas,
Uji Viskositas Kinematik, Uji Bilangan Asam dan FFA, Uji Bilangan Iod, dan Uji
Bilangan Penyabunan.

Pada Uji Densitas, dinyatakan syarat mutu densitas pada biodiesel yaitu pada
angka 850-890 kg/m3 atau 0,85-0,89 g/cm3, sedangkan densitas yang didapatkan dari
pengujian yaitu 0,92 (simplo) dan 0,953 (duplo) g/cm3 pada sampel dengan katalis
0,5%, 0,922 dan 0,929 g/cm3 pada sampel dengan katalis 1%, dan 0,937 dan 0,919
g/cm3 pada sampel dengan katalis 1,5%, yang mana berarti biodiesel yang dihasilkan
tidak memenuhi syarat mutu diesel pada kriteria Densitas/massa jenis, karena nilainya
massa jenisnya lebih besar dari nilai yang telah ditentukan (0,85-0,89 g/cm3).

Pada uji Viskositas kinematic, diinyatakan syarat untuk nilai Viskositas


Kinematik pada suhu 40℃ yaitu sebesar 2,3-6 cSt, sementara nilai viskositas pada hasil
pengujian praktikan menunjukan angka 11,36 dan 12,07 cSt pada sampel dengan
katalis 0,5%, pada sampel dengan katalis 1% didapatkan nilai 0,869 dan 0,862 cSt,
serta 1,03 dan 0,976 cSt pada sampel dengan katalis 1,5%. Hal ini menunjukan jika
biodiesel masih belum bisa memenuhi syarat mutu kriteria Viskositas Kinematik,
karena nilainya yang telalu rendah pada sampel 1% dan 1,5%, dan terlalu besar pada
sampel 0,5%.

Pada uji Bilangan Asam dan FFA, diinyatakan syarat untuk nilai Bilangan
Asam dan FFA maks 0,8 mg-KOH/kg, sementara nilai bilangan Asam dan FFA pada
hasil pengujian praktikan menunjukan angka 2,85 mg dan 2,378 mg pada sampel
dengan katalis 0,5%, pada sampel dengan katalis 1% didapatkan nilai 0 1.3848 mg
dan 2.0032 mg, serta 2.3375 dan 3.116 pada sampel dengan katalis 1,5%. Hal ini
menunjukan jika biodiesel masih belum bisa memenuhi syarat mutu kriteria bilangan
asam dan FFA, karena nilainya yang telalu rendah pada semua sampel 1% dan 1,5%,
0,5%.

Pada uji Bilangan iod, diinyatakan syarat untuk nilai yaitu maksimal berada
pada angka 115g, sementara nilai viskositas pada hasil pengujian praktikan
menunjukan angka pada 29.8588 dan 34.3858 sampel dengan katalis 0,5%, pada
sampel dengan katalis 1% didapatkan nilai 63.3855 dan 60.6634, serta 64.390000 dan
63.55 pada sampel dengan katalis 1,5%. Hal ini menunjukan jika biodiesel telah
memenuhi syarat mutu kriteria bilangan iod, karena nilainya yang masih berada
dibawah batas maksimal untuk semua sampel baik 1%, 1,5%, dan 0,5%.

Pada beberapa kriteria mutu, biodiesel yang telah dibuat masih belum bisa
memenuhi standar, hal itu saja terjadi karena beberapa faktor, diantaranya bisa saja
terjadi kesalahan pada proses pembuatan biodiesel, atau bisa saja karena alat yang
digunakan tidak steril, sehingga pada saat pengujian, hasil yang didapat tidak sesuai
dengan ekspektasi.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
1. Praktikan mampu dengan baik membuat biodiesel
2. Pada beberapa kriteria mutu, biodiesel yang telah dibuat masih belum bisa
memenuhi syarat standar mutu.
3. biodiesel yang telah dibuat masih belum bisa memenuhi standar, hal itu saja
terjadi karena beberapa faktor, diantaranya bisa saja terjadi kesalahan pada
proses pembuatan biodiesel, atau bisa saja karena alat yang digunakan tidak
steril, sehingga pada saat pengujian, hasil yang didapat tidak sesuai dengan
ekspektasi.

6.2 Saran
Sebaiknya pada saat melakukan praktikum, praktikan lebih kondusif dan teratur
agar praktikum berjalan dengan lancar serta para asisten lebih tegas dalam
mengawasi praktikan yang sedang melakukan praktikum dan praktikan
harusnya menggunakan perengkapan praktikum (masker dan sarung tangan).
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Lukman. 2013. “Reaksi Esterifikasi Pembuatan Etil Asetat”. (online),


http://lukmanarifin5.blogspot.com/2013.05/esterifikasi.html, diakses pada 28
juni 2019.

Badan Standarisasi Nasional., 2015. SNI 7182:2015, “Biodiesel”, Badan Standar


Nasional.

Fauzi, Y. 2012. Kelapa Sawit, Budi Daya Pemanfaatan Hasil Limbah dan Limbah
Analisis Usaha dan Pemasaran. Cetakan Pertama. Jakarta. Penebar Swadaya.

Freedman, B., 1984, Variables Affecting the Yield of Fatty Ester from Transesterified
Vegetable Oil, J. Am. Oil Chem. Soc., Vol 61, No.10.

Joelianingsih,, dkk. 2006. Perkembangan Proses Pembuatan Biodiesel Sebagai Bahan


Bakar Nabati (BBN). Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 20 No. 3 Desember
2006.

Pahan, I. 2012. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu ke
Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sari, Ariza. Budi. Tunjung. 2007. Proses Pembuatan Biodiesel Minyak Jarak Pagar
(Jatropha Curcas L) Dengan Transesterifikasi Satu Dan Dua Tahap, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Swern, Daniel, 1982, Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Interscience Publisher
a Division of John Wiley and Sons, New York.

Von Wedel R. 1999. Technical Handbook for Marine Biodiesel. CytoCulture


International Inc., California.

Anda mungkin juga menyukai