Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang berasal dari sumber daya hayati terbarukan, yang dapat mencakup minyak nabati atau lemak hewani, adapun minyak nabati adalah sumber yang paling umum digunakan. Senyawa utamanya adalah ester. Istilah biodiesel dikaitkan dengan proses produksinya yang berasal dari bahan biodegradable yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel secara singkat didefinisikan sebagai ester monoalkil dari minyak nabati atau lemak hewani. Biodiesel merupakan kandidat terbaik untuk bahan bakar diesel pada mesin diesel. Biodiesel mungkin memiliki efisiensi yang lebih baik dibandingkan dengan bensin. Biodiesel juga menunjukkan potensi besar untuk mesin pengapian kompresi. Bahan bakar solar dapat digantikan dengan biodiesel yang di mana terbuat dari minyak nabati. Biodiesel kini sebagian besar juga diproduksi dari kedelai, lobak, dan juga minyak sawit (Demirbas, 2008). Biodiesel adalah senyawa metil ester yang dihasilkan melalui esterifikasi asam lemak, yang berasal dari minyak nabati atau hewani, dengan alkohol rantai pendek. Reaksi alkoholisis atau disebut reaksi esterifikasi bersifat reversibel dan cenderung berlangsung dengan kecepatan yang relatif lambat (Kapuji dkk, 2021). Biodiesel dari minyak nabati dapat diperoleh melalui proses transesterifikasi trigliserida dari minyak jarak. Transesterifikasi melibatkan substitusi gugus alkohol dalam ester dengan alkohol berbeda, menyerupai hidrolisis. NaOH atau KOH biasanya digunakan sebagai katalis tersebut. Transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan. Reaksi untuk mengarahkan ke arah kanan, sehingga menghasilkan produksi metil ester (biodiesel), di mana digunakan alkohol dalam jumlah berlebih, atau salah satu produk yang dihasilkan perlu dipisahkan. Sumber bakan baku utama pembuatan biodiesel adalah minyak nabati, lemak hewani, dan lemak daur ulang atau lemak bekas. Minyak nabati yang umum digunakan adalah minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak jarak, dan minyak biji kapuk. Lemak hewani seperti lemak babi, lemak ayam lemak sapi dan bahkan lemak berasal dari ikan. Minyak nabati memiliki kandungan asam lemak bebas yang lebih rendah daripada lemak hewani. Kandungan bahan bakunya trigliserida, asam lemak bebas, dan alkohol sebagai bahan baku penunjang. Trigliserida adalah ester dari tiga asam lemak rantai panjang yang terikat pada satu gugus gliserol. Secara umum pembentukan biodiesel melibatkan suatu tahapan seperti esterifikasi dan transesterifikasi. Biasanya pembentukan biodiesel memerlukan reaksi antara trigliserida yang diperoleh dari minyak nabati atau hewani dengan bantuan katalis. Seiring berjalannya waktu, metode produksi biodiesel terus berkembang dalam hal proses dan peralatan untuk mempercepat waktu reaksi. Evolusi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya. Produksi biodiesel tanpa katalis memerlukan perlakuan yang lebih ketat karena memerlukan suhu dan tekanan tinggi selama proses berlangsung. Produksi biodiesel dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas produk biodiesel dihasilkan. Reaksi transesterifikasi dalam produksi biodiesel, di mana selalu bertujuan untuk menghasilkan jumlah produk yang memberikan hasil maksimal. Faktor-faktor seperti suhu, katalis, waktu reaksi, agitasi, dan rasio molar reaktan merupakan pertimbangan penting dalam suatu proses yang dapat mempengaruhi reaksi transesterifikasi dan hasilnya (Muharani dkk, 2023). Biodiesel memiliki bentuk cairan berwarna kuning cerah sampai kuning kecoklatan. Biodiesel tidak mengandung senyawa yang beracun sulfur. Angka setana dimiliki oleh biodiesel lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak solar. Biodiesel sendiri merupakan bahan bakar yang di mana terdiri dari campuran mono alkil ester dari rantai panjang asam lemak dan juga dengan rantai karbon antara 12 hingga 20 dan di mana mengandung suatu senyawa oksigen. Biodiesel memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan karena dapat dicampur dengan minyak diesel konvensional dan digunakan pada mesin diesel tanpa atau dengan sedikit modifikasi. Penggunaan biodiesel pada kendaraan atau mesin diesel hingga 20% dapat membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan penggunaan sumber daya terbarukan. Penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi emisi polutan berbahaya, terutama partikulat dari mesin diesel. Minyak nabati atau lemak hewan umumnya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Budiman, 2023). Bahan baku biodiesel dikembangkan sesuai dengan sumber daya alam yang dimiliki suatu negara. Indonesia mempunyai banyak tanaman penghasil minyak nabati. Minyak nabati sebagai salah satu bahan baku biodiesel oleh berbagai macam jenis tumbuhan yang bergantung pada sumber daya utama yang banyak terdapat di berbagai tempat. 2.2. Minyak Jelantah Sebagai Bahan Baku Metil Ester Minyak jelantah merupakan limbah yang berasal dari rumah tangga, industri pangan, dan restoran. Minyak jelantah ini mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan manusia akibat pemanasan dalam jangka waktu tertentu yang cukup lama, seperti polimer, aldehid, dan asam lemak bebas. Minyak jelantah merupakan minyak nabati turunan dari minyak kelapa sawit. Bentuk pemanfaatan minyak jelantah dapat dilakukan adalah dengan cara mengubahnya secara proses kimia menjadi biodiesel. Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi untuk mengubah trigliserida menjadi asam lemak metil ester. Proses pemurnian terhadap minyak jelantah ini dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukannya proses transesterifikasi. Zat warna pada minyak dihilangkan sehingga warna minyak menjadi lebih jernih maka dilakukan proses bleaching dengan menggunakan adsorben. Adsorben yang bisa digunakan untuk memurnikan minyak jelantah adalah bleaching earth, bentonit, karbon aktif, zeolit, kalsium oksida, dan lain-lain. Karbon aktif merupakan salah satu adsorben yang umum digunakan untuk memurnikan minyak jelantah (Febrianti, 2023). Penggunaan karbon aktif sebagai adsorben dalam proses pemurnian minyak jelantah dipilih karena kemampuannya yang lebih efektif dalam menyerap warna dibandingkan dengan bleaching earth. Oleh karena itu, karbon aktif dapat diterapkan dalam jumlah yang lebih sedikit, membuatnya menjadi pilihan yang efisien dalam proses tersebut. Kualitas biodiesel dapat ditingkatkan dengan mengurangi kadar asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak jelantah. Metode untuk menghilangkan asam lemak tersebut adalah melalui proses esterifikasi, asam lemak bereaksi dengan alkohol dengan bantuan katalis asam sulfat. Proses ini dikenal mampu mengurangi kadar asam lemak bebas, sehingga biodiesel yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik. Esterifikasi merupakan suatu reaksi yang dapat mensintesis metil ester. Reaksi esterifikasi merupakan jenis reaksi yang terjadi antara asam karboksilat dengan alkohol serta bantuan katalis sehingga dapat dihasilkan produk baru berupa ester. Katalis yang digunakan esterifikasi dapat berupa katalis padat (heterogen) ataupun katalis cair (homogen). Katalis asam yang digunakan pada esterifikasi selain mempercepat reaksi berperan sebagai penarik air (Taufany dkk, 2023) 2.3. Faktor - Faktor Pembuatan Metil Ester Pembuatan biodiesel didasarkan pada proses transesterifikasi, yang melibatkan reaksi kimia antara lipid seperti minyak nabati, minyak jelantah, atau lemak hewani dengan alkohol seperti metanol, etanol, atau propanol. Proses ini, gugus gliserin dalam molekul minyak nabati (trigliserida) digantikan oleh molekul monoalkohol seperti metanol. Sebuah reaksi yang dikenal sebagai transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan katalis asam, katalis basa, atau biokatalis. Proses ini umumnya dilakukan pada suhu dan tekanan atmosfer yang tidak tinggi, sehingga dapat menjadi metode yang efisien. Umum digunakan untuk menghasilkan metil atau etil ester tergantung pada jenis alkohol yang digunakan. Bahan alami yang sering digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel yaitu seperti biji-bijian, di mana dianggap kurang efisien dibandingkan dengan minyak kelapa sawit (Haykal dkk, 2023). Produksi biodiesel memerlukan lahan yang luas karena membutuhkan banyak pohon kelapa sawit untuk menghasilkan minyak bekas kelapa sawit yang merupakan bahan baku yang lebih efisien. Keberhasilan suatu reaksi transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor. Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan produk biodiesel diharapkan agar didapatkan produk biodiesel dengan kualitas yang baik serta dengan jumlah yang maksimum. Faktor- faktor ini harus sangat diperhatikan agar tercapainya jumlah produk yang diinginkan sesuai dengan harapan. Alkohol yang dipakai reaksi transesterifikasi biasanya memiliki jumlah atom yang lebih sedikit. Jumlah atom yang lebih sedikit ini meningkatkan kecepatan reaktivitasnya jika dibandingkan dengan alkohol yang memiliki jumlah atom C yang lebih banyak (Indriani dkk, 2021). Alkohol yang berjenis metanol memberikan hasil yang lebih baik sebagai reaktan dibandingkan etanol dan butanol. Perbandingan molaritas antara alkohol dengan trigliserida yang merupakan bahan bakunya menentukan berjalannya pada proses reaksi biodiesel. Perbandingan molaritas yang semakin besar akan meningkatkan laju reaksi sampai batas tertentu. Penggunaan suatu metanol yang berlebihan akan memperlambat proses dari hidrolisis (penyabunan) terhadap ester. Metanol dalam bentuk ion metoksida akan bereaksi cepat dengan trigliserida akibat dari proses hidrolisis, di mana untuk membentuk suatu metil ester. Peningkatan suhu mengakibatkan percepatan reaksi dalam pembentukan biodiesel. Suhu yang lebih tinggi berdampak pada konversi biodiesel yang lebih besar karena gerakan molekul menjadi lebih cepat. Peningkatan suhu mempercepat kecepatan reaksi, sehingga menghasilkan peningkatan konversi biodiesel (Susanti dan Santosa, 2022). Peningkatan suhu dan waktu reaksi dalam proses transesterifikasi minyak nabati dapat meningkatkan kualitas metil ester secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari peningkatan kadar metil ester. Parameter-parameter yang diharapkan menurun, seperti angka asam, densitas, dan viskositas juga menurun. Peningkatan suhu dan durasi reaksi menyebabkan densitas yang dihasilkan menjadi lebih rendah, karena adanya tumbukan partikel reaktan yang lebih besar dan terjadinya peningkatan suhu selama waktu reaksi yang lebih lama. Katalis adalah substansi yang dimasukkan ke dalam suatu reaksi untuk mempercepat proses tersebut. Kehadiran katalis dapat meningkatkan konversi produk dan mengurangi biaya produksi secara efektif. Katalis digunakan dalam tahap esterifikasi dan transesterifikasi untuk mempercepat pembentukan metil ester. Hal ini memungkinkan produksi biodiesel dalam jumlah besar dengan kualitas yang baik. Proses transesterifikasi tanpa katalis memerlukan waktu, suhu, tekanan tinggi, serta biaya yang tinggi. Katalis yang digunakan dapat berupa katalis asam ataupun basa. Laju reaksi pembentukan biodiesel semakin meningkat jika konsentrasi katalis digunakan semakin tinggi (Nainggolan dan Puspanitresna, 2024). Konsentrasi katalis basa yang umumnya digunakan antara 0,5%-1,5% dari jumlah minyak nabatinya. Semakin banyak katalis yang digunakan maka semakin banyak ion metoksida yang terbentuk dan konversi minyak kelapa menjadi biodiesel semakin besar. Proses konversi minyak jelantah menjadi biodiesel melalui reaksi transesterifikasi, yang melibatkan perubahan trigliserida dalam minyak menggunakan metanol dan katalis basa menjadi metil ester. Metil ester terbentuk melalui reaksi dengan senyawa alkohol rantai pendek seperti metanol atau etanol di bawah bantuan katalis. Beragam jenis katalis yang digunakan dan perbandingan rasio metanol terhadap minyak juga dapat bervariasi antara peneliti yang berbeda. Sifat-sifat produk metil ester dapat dipengaruhi oleh proses reaksi yang berlangsung yaitu rasio minyak dan metanol sebagai pelarut. Semakin tinggi rasio lemak terhadap metanol, maka semakin tinggi juga rendemennya.