Anda di halaman 1dari 6

2.1.

Pemahaman Umum Biodiesel


Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang berasal dari sumber daya
hayati terbarukan, yang dapat mencakup minyak nabati atau lemak hewani,
adapun minyak nabati adalah sumber yang paling umum digunakan. Senyawa
utamanya adalah ester. Istilah biodiesel dikaitkan dengan proses produksinya yang
berasal dari bahan biodegradable yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
mesin diesel. Biodiesel secara singkat didefinisikan sebagai ester monoalkil dari
minyak nabati atau lemak hewani. Biodiesel merupakan kandidat terbaik untuk
bahan bakar diesel pada mesin diesel. Biodiesel mungkin memiliki efisiensi yang
lebih baik dibandingkan dengan bensin. Biodiesel juga menunjukkan potensi
besar untuk mesin pengapian kompresi. Bahan bakar solar dapat digantikan
dengan biodiesel yang di mana terbuat dari minyak nabati. Biodiesel kini sebagian
besar juga diproduksi dari kedelai, lobak, dan juga minyak sawit (Demirbas,
2008).
Biodiesel adalah senyawa metil ester yang dihasilkan melalui esterifikasi
asam lemak, yang berasal dari minyak nabati atau hewani, dengan alkohol rantai
pendek. Reaksi alkoholisis atau disebut reaksi esterifikasi bersifat reversibel dan
cenderung berlangsung dengan kecepatan yang relatif lambat (Kapuji dkk, 2021).
Biodiesel dari minyak nabati dapat diperoleh melalui proses transesterifikasi
trigliserida dari minyak jarak. Transesterifikasi melibatkan substitusi gugus
alkohol dalam ester dengan alkohol berbeda, menyerupai hidrolisis. NaOH atau
KOH biasanya digunakan sebagai katalis tersebut. Transesterifikasi merupakan
reaksi kesetimbangan. Reaksi untuk mengarahkan ke arah kanan, sehingga
menghasilkan produksi metil ester (biodiesel), di mana digunakan alkohol dalam
jumlah berlebih, atau salah satu produk yang dihasilkan perlu dipisahkan.
Sumber bakan baku utama pembuatan biodiesel adalah minyak nabati,
lemak hewani, dan lemak daur ulang atau lemak bekas. Minyak nabati yang
umum digunakan adalah minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak jarak, dan
minyak biji kapuk. Lemak hewani seperti lemak babi, lemak ayam lemak sapi dan
bahkan lemak berasal dari ikan. Minyak nabati memiliki kandungan asam lemak
bebas yang lebih rendah daripada lemak hewani. Kandungan bahan bakunya
trigliserida, asam lemak bebas, dan alkohol sebagai bahan baku penunjang.
Trigliserida adalah ester dari tiga asam lemak rantai panjang yang terikat pada
satu gugus gliserol.
Secara umum pembentukan biodiesel melibatkan suatu tahapan seperti
esterifikasi dan transesterifikasi. Biasanya pembentukan biodiesel memerlukan
reaksi antara trigliserida yang diperoleh dari minyak nabati atau hewani dengan
bantuan katalis. Seiring berjalannya waktu, metode produksi biodiesel terus
berkembang dalam hal proses dan peralatan untuk mempercepat waktu reaksi.
Evolusi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya. Produksi
biodiesel tanpa katalis memerlukan perlakuan yang lebih ketat karena
memerlukan suhu dan tekanan tinggi selama proses berlangsung. Produksi
biodiesel dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas produk
biodiesel dihasilkan. Reaksi transesterifikasi dalam produksi biodiesel, di mana
selalu bertujuan untuk menghasilkan jumlah produk yang memberikan hasil
maksimal.
Faktor-faktor seperti suhu, katalis, waktu reaksi, agitasi, dan rasio molar
reaktan merupakan pertimbangan penting dalam suatu proses yang dapat
mempengaruhi reaksi transesterifikasi dan hasilnya (Muharani dkk, 2023).
Biodiesel memiliki bentuk cairan berwarna kuning cerah sampai kuning
kecoklatan. Biodiesel tidak mengandung senyawa yang beracun sulfur. Angka
setana dimiliki oleh biodiesel lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak solar.
Biodiesel sendiri merupakan bahan bakar yang di mana terdiri dari campuran
mono alkil ester dari rantai panjang asam lemak dan juga dengan rantai karbon
antara 12 hingga 20 dan di mana mengandung suatu senyawa oksigen.
Biodiesel memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan karena
dapat dicampur dengan minyak diesel konvensional dan digunakan pada mesin
diesel tanpa atau dengan sedikit modifikasi. Penggunaan biodiesel pada kendaraan
atau mesin diesel hingga 20% dapat membantu mengurangi ketergantungan pada
bahan bakar fosil dan meningkatkan penggunaan sumber daya terbarukan.
Penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi emisi polutan berbahaya, terutama
partikulat dari mesin diesel. Minyak nabati atau lemak hewan umumnya dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel (Budiman, 2023). Bahan
baku biodiesel dikembangkan sesuai dengan sumber daya alam yang dimiliki
suatu negara. Indonesia mempunyai banyak tanaman penghasil minyak nabati.
Minyak nabati sebagai salah satu bahan baku biodiesel oleh berbagai macam jenis
tumbuhan yang bergantung pada sumber daya utama yang banyak terdapat di
berbagai tempat.
2.2. Minyak Jelantah Sebagai Bahan Baku Metil Ester
Minyak jelantah merupakan limbah yang berasal dari rumah tangga,
industri pangan, dan restoran. Minyak jelantah ini mengandung senyawa-senyawa
yang berbahaya bagi kesehatan manusia akibat pemanasan dalam jangka waktu
tertentu yang cukup lama, seperti polimer, aldehid, dan asam lemak bebas.
Minyak jelantah merupakan minyak nabati turunan dari minyak kelapa sawit.
Bentuk pemanfaatan minyak jelantah dapat dilakukan adalah dengan cara
mengubahnya secara proses kimia menjadi biodiesel. Pembuatan biodiesel dari
minyak jelantah ini dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi untuk
mengubah trigliserida menjadi asam lemak metil ester. Proses pemurnian terhadap
minyak jelantah ini dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukannya proses
transesterifikasi. Zat warna pada minyak dihilangkan sehingga warna minyak
menjadi lebih jernih maka dilakukan proses bleaching dengan menggunakan
adsorben.
Adsorben yang bisa digunakan untuk memurnikan minyak jelantah adalah
bleaching earth, bentonit, karbon aktif, zeolit, kalsium oksida, dan lain-lain.
Karbon aktif merupakan salah satu adsorben yang umum digunakan untuk
memurnikan minyak jelantah (Febrianti, 2023). Penggunaan karbon aktif sebagai
adsorben dalam proses pemurnian minyak jelantah dipilih karena kemampuannya
yang lebih efektif dalam menyerap warna dibandingkan dengan bleaching earth.
Oleh karena itu, karbon aktif dapat diterapkan dalam jumlah yang lebih sedikit,
membuatnya menjadi pilihan yang efisien dalam proses tersebut.
Kualitas biodiesel dapat ditingkatkan dengan mengurangi kadar asam
lemak bebas yang terdapat dalam minyak jelantah. Metode untuk menghilangkan
asam lemak tersebut adalah melalui proses esterifikasi, asam lemak bereaksi
dengan alkohol dengan bantuan katalis asam sulfat. Proses ini dikenal mampu
mengurangi kadar asam lemak bebas, sehingga biodiesel yang dihasilkan
memiliki kualitas yang lebih baik. Esterifikasi merupakan suatu reaksi yang dapat
mensintesis metil ester. Reaksi esterifikasi merupakan jenis reaksi yang terjadi
antara asam karboksilat dengan alkohol serta bantuan katalis sehingga dapat
dihasilkan produk baru berupa ester. Katalis yang digunakan esterifikasi dapat
berupa katalis padat (heterogen) ataupun katalis cair (homogen). Katalis asam
yang digunakan pada esterifikasi selain mempercepat reaksi berperan sebagai
penarik air (Taufany dkk, 2023)
2.3. Faktor - Faktor Pembuatan Metil Ester
Pembuatan biodiesel didasarkan pada proses transesterifikasi, yang
melibatkan reaksi kimia antara lipid seperti minyak nabati, minyak jelantah, atau
lemak hewani dengan alkohol seperti metanol, etanol, atau propanol. Proses ini,
gugus gliserin dalam molekul minyak nabati (trigliserida) digantikan oleh molekul
monoalkohol seperti metanol. Sebuah reaksi yang dikenal sebagai
transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan
katalis asam, katalis basa, atau biokatalis. Proses ini umumnya dilakukan pada
suhu dan tekanan atmosfer yang tidak tinggi, sehingga dapat menjadi metode yang
efisien. Umum digunakan untuk menghasilkan metil atau etil ester tergantung
pada jenis alkohol yang digunakan. Bahan alami yang sering digunakan sebagai
bahan baku dalam pembuatan biodiesel yaitu seperti biji-bijian, di mana dianggap
kurang efisien dibandingkan dengan minyak kelapa sawit (Haykal dkk, 2023).
Produksi biodiesel memerlukan lahan yang luas karena membutuhkan
banyak pohon kelapa sawit untuk menghasilkan minyak bekas kelapa sawit yang
merupakan bahan baku yang lebih efisien. Keberhasilan suatu reaksi
transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor. Tahapan reaksi
transesterifikasi pembuatan produk biodiesel diharapkan agar didapatkan produk
biodiesel dengan kualitas yang baik serta dengan jumlah yang maksimum. Faktor-
faktor ini harus sangat diperhatikan agar tercapainya jumlah produk yang
diinginkan sesuai dengan harapan. Alkohol yang dipakai reaksi transesterifikasi
biasanya memiliki jumlah atom yang lebih sedikit. Jumlah atom yang lebih sedikit
ini meningkatkan kecepatan reaktivitasnya jika dibandingkan dengan alkohol
yang memiliki jumlah atom C yang lebih banyak (Indriani dkk, 2021).
Alkohol yang berjenis metanol memberikan hasil yang lebih baik sebagai
reaktan dibandingkan etanol dan butanol. Perbandingan molaritas antara alkohol
dengan trigliserida yang merupakan bahan bakunya menentukan berjalannya pada
proses reaksi biodiesel. Perbandingan molaritas yang semakin besar akan
meningkatkan laju reaksi sampai batas tertentu. Penggunaan suatu metanol yang
berlebihan akan memperlambat proses dari hidrolisis (penyabunan) terhadap ester.
Metanol dalam bentuk ion metoksida akan bereaksi cepat dengan trigliserida
akibat dari proses hidrolisis, di mana untuk membentuk suatu metil ester.
Peningkatan suhu mengakibatkan percepatan reaksi dalam pembentukan
biodiesel. Suhu yang lebih tinggi berdampak pada konversi biodiesel yang lebih
besar karena gerakan molekul menjadi lebih cepat. Peningkatan suhu
mempercepat kecepatan reaksi, sehingga menghasilkan peningkatan konversi
biodiesel (Susanti dan Santosa, 2022). Peningkatan suhu dan waktu reaksi dalam
proses transesterifikasi minyak nabati dapat meningkatkan kualitas metil ester
secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari peningkatan kadar metil ester.
Parameter-parameter yang diharapkan menurun, seperti angka asam, densitas, dan
viskositas juga menurun. Peningkatan suhu dan durasi reaksi menyebabkan
densitas yang dihasilkan menjadi lebih rendah, karena adanya tumbukan partikel
reaktan yang lebih besar dan terjadinya peningkatan suhu selama waktu reaksi
yang lebih lama.
Katalis adalah substansi yang dimasukkan ke dalam suatu reaksi untuk
mempercepat proses tersebut. Kehadiran katalis dapat meningkatkan konversi
produk dan mengurangi biaya produksi secara efektif. Katalis digunakan dalam
tahap esterifikasi dan transesterifikasi untuk mempercepat pembentukan metil
ester. Hal ini memungkinkan produksi biodiesel dalam jumlah besar dengan
kualitas yang baik. Proses transesterifikasi tanpa katalis memerlukan waktu, suhu,
tekanan tinggi, serta biaya yang tinggi. Katalis yang digunakan dapat berupa
katalis asam ataupun basa. Laju reaksi pembentukan biodiesel semakin meningkat
jika konsentrasi katalis digunakan semakin tinggi (Nainggolan dan Puspanitresna,
2024).
Konsentrasi katalis basa yang umumnya digunakan antara 0,5%-1,5% dari
jumlah minyak nabatinya. Semakin banyak katalis yang digunakan maka semakin
banyak ion metoksida yang terbentuk dan konversi minyak kelapa menjadi
biodiesel semakin besar. Proses konversi minyak jelantah menjadi biodiesel
melalui reaksi transesterifikasi, yang melibatkan perubahan trigliserida dalam
minyak menggunakan metanol dan katalis basa menjadi metil ester. Metil ester
terbentuk melalui reaksi dengan senyawa alkohol rantai pendek seperti metanol
atau etanol di bawah bantuan katalis. Beragam jenis katalis yang digunakan dan
perbandingan rasio metanol terhadap minyak juga dapat bervariasi antara peneliti
yang berbeda. Sifat-sifat produk metil ester dapat dipengaruhi oleh proses reaksi
yang berlangsung yaitu rasio minyak dan metanol sebagai pelarut. Semakin tinggi
rasio lemak terhadap metanol, maka semakin tinggi juga rendemennya.

Anda mungkin juga menyukai