Anda di halaman 1dari 14

Di beberapa negara maju, biodiesel telah berkembang menjadi bahan bakar

utama. Biodiesel adalah salah satu energi alternatif kendaraan bermotor selain
energi listrik untuk menggantikan peran energi fosil yang tidak dapat terbarukan.

Pengertian Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif potensial yang diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak
binatang atau minyak bekas yang diolah melalui esterifikasi dengan alkohol. Penggunaan istilah
biodiesel telah memperoleh persetujuan dari Department of Energi (DOE), Environmental
Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Material (ASTM).

Menurut American Society of Testing Material (ASTM), biodiesel merupakan mono-alkil ester
yang terdiri dari asam lemak rantai panjang yang didapatkan dari lemak terbarukan, seperti
minyak nabati dan lemak hewani.

Mono-alkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester, hal tersebut ditentukan oleh sumber
alkohol yang digunakan. Metil ester atau etil ester adalah senyawa yang relatif stabil, berwujud
cairan pada suhu ruang (titik leleh antara 4° – 18°C), berisfat nonkorosif, dan titik didihnya
rendah.Penggunaan biodiesel untuk mesin diesel dapat dilakukan tanpa memodifikasi. Di
pasaran, biodiesel ditulis dengan kode tertentu, seperti B100 yang menunjukkan jika biodiesel
tersebut 100% murni atau B20 yang menyatakan persentase komposisi campuran biodiesel 20%
dan solar 80%.

The American Society for Testing and Materials (ASTM) (1998) mendefinisikan biodiesel sebagai mono-
alkil ester yang terdiri dari asam lemak rantai panjang, didapat dari lemak terbarukan, seperti minyak
nabati atau lemak hewani. Mono-alkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester, tergantung dari
sumber alkohol yang digunakan. Metil ester atau etil ester adalah senyawa yang relatif stabil, berwujud
cairan pada suhu ruang (titik leleh antara 4°-18°C), nonkorosif, dan titik didihnya rendah (Swern, 1982).

biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, turunan
tumbuh-tumbuhan yang banyak tumbuh di Indonesia seperti kelapa sawit, kelapa, kemiri, jarak
pagar, nyamplung, kapok, kacang tanah dan masih banyak lagi tumbuh-tumbuhan yang dapat
meproduksi bahan minyak nabati (BBN) dan dalam penelitian ini bahan bakar nabati berasal dari
minyak kacang tanah setelah mengalami beberapa proses seperti ektraksi, transesterifikasi
diperoleh metil ester (biodiesel), kemudian biodiesel dicampur dengan bahan bakar solar. Hasil
campuran itu disebut B10,B20 dengan tujuan agar bahan bakar B10, B20 ini mempunyai sifat-
sifat fisis mendekati sifat-sifat fisis solar sehingga B10 B20 dapat dipergunakan sebagai
pengganti solar

Biodiesel berasal minyak sawit, minyak jelantah, minyak jarak, dan minyak kedelai (Zuhdi, 2002). Karena
bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, biodiesel digolongkan sebagai bahan
bakar yang dapat diperbarui (Knothe 2005).

Produk biodiesel yang ada di Indonesia merupakan produk campuran antara biodiesel murni
dengan minyak solar, komposisi campuran biodiesel telah diulas pada artikel sebelumnya yang
berjudul “Mengenal Lebih Dekat tentang B30”. Artikel ini akan membahas lebih mendalam
mengenai produk biodiesel murni itu sendiri, baik dari proses pembuatan, bahan baku yang dapat
dijadikan biodiesel, serta sifat fisiknya. Di Indonesia, Biodiesel dijadikan sumber energi
alternatif karena mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sehingga menjadikannya energi yang
ramah lingkungan.

Biodiesel dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan bahan baku minyak nabati atau lemak
hewan yang direaksikan dengan senyawa alkohol seperti metanol. Bahan baku tersebut
mengandung rantai trigliserida yang dapat disederhanakan menjadi rantai methyl esters
monogliserida dengan bantuan katalis. Senyawa methyl esters tersebutlah yang dikenal dengan
biodiesel murni atau biasa disebut dengan Fatty Acid Methyl Esters (FAME).1 Proses
transesterifikan diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
Trigliserida merupakan senyawa yang terkandung dalam minyak nabati. Di Indonesia, bahan bakar
nabati ini umumnya dihasilkan dari sawit. Selain dari sawit, minyak nabati juga dapat dihasilkan dari
bunga matahari, kedelai, rapeseed, kacang tanah, kelapa, dan kapas. Namun minyak yang dihasilkan
jumlahnya berbeda-beda, bergantung pada bahan bakunya. Di Indonesia, produktivitas minyak nabati
dari sawit yang biasa disebut dengan crude palm oil (CPO) baru berkisar 3,65 Ton/Ha/Tahun.2 Sebagai
perbandingan hasil dari minyak nabati dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel Perbandingan Produkvitas Minyak Nabati


dari Berbagai Sumber3

Produktivitas minyak
Jenis Tanaman
(Ton/Ha/Tahun)
Sawit 4,27
Rapeseed 0,69
Bunga Matahari 0,52
Kacang Tanah 0,45
Kedelai 0,45
Kelapa 0,34
Kapas 0,19

Selain bahan baku di atas, ada juga bahan baku lain yang dapat dikembangkan menjadi minyak
nabati bahan baku biodiesel seperti minyak jelantah atau used cooking oil (UCO) dan mikroalga.
Penggunaan UCO sudah dilakukan di Indonesia namun masih dalam skala kecil. Pada dasarnya,
UCO dapat menjadi bahan baku biodiesel karena UCO sendiri berasal dari minyak nabati,
sehingga dapat diproses lebih lanjut menjadi biodiesel. Sedangkan mikroalga memiliki potensi
besar untuk dikembangkan menjadi bahan baku biodiesel, yield minyak dari mikroalga dapat
mencapai 75 persen dari berat kering massa. Namun proses pemurnian minyak nabati dari
mikroalga masih terbilang cukup mahal sehingga bahan baku ini masih dalam tahap
pengembangan.

Bahan baku yang berasal dari sawit melewati berbagai proses hingga sampai menjadi CPO.
Untuk mendapatkan CPO dari tandan buah segar (TBS), diawali dengan proses perebusan yang
bertujuan untuk membuat tandan buah segar menjadi layu dan mudah ditekan agar menghasilkan
minyak. Setelah tandan buah segar sudah layu, maka dilumatkan dengan mesin digester dan
kemudian ditekan agar menghasilkan CPO kotor. CPO kotor kemudian dimurnikan melalui
beberapa proses untuk mendapatkan CPO murni. Selain menghasilkan CPO, tandan buah segar
juga akan menghasilkan beberapa produk samping seperti tandan buah kosong, palm oil mill
effluent (POME), serat, dan minyak kernel. Dalam produksi dengan bahan baku tandan buah
segar sebanyak 1 ton akan menghasilkan CPO murni sebanyak 240 kg.4

CPO yang dihasilkan akan menjadi bahan baku untuk proses pembuatan biodiesel. Proses yang
umum digunakan adalah proses transesterifikasi seperti yang telah disebutkan di awal artikel ini.
Pada dasarnya proses ini memisahkan gliserin pada rantai trigliserida sehingga menghasilkan
methyl esters dan gliserol. Proses ini membutuhkan alkohol dan katalis berupa senyawa basa
kuat. Alkohol yang digunakan seperti methanol, etanol, isopropanol, dan lain-lain. Namun, perlu
diperhatikan kandungan air yang terdapat pada alkohol yang digunakan karena akan
mempengaruhi kualitas biodiesel yang dihasilkan. Jika kandungan air pada alkohol tinggi maka
kualitas biodiesel yang dihasilkan akan rendah.5

Selain alkohol, terdapat katalis yang digunakan pada proses transesterifikasi. Fungsi dari katalis
ini adalah meningkatkan daya larut saat reaksi berlangsung. Katalis yang digunakan merupakan
senyawa basa kuat seperti NaOH atau KOH atau Natrium Metoksida. Katalis ini bersifat
higroskopis sehingga kinerjanya akan terganggu jika banyak air yang diserap. Setelah reaksi
transesterifikasi, senyawa basa dinetralkan dengan menambahkan senyawa asam dan akan
menghasilkan senyawa garam ionik.6

Produk FAME atau biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi harus memenuhi
standar mutu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, khususnya Dirjen Energi Baru Terbarukan
dan Konservasi Energi. Standar mutu tersebut disajikan pada tabel dibawah ini
Sekarang ini cadangan minyak bumi di Indonesia semakin sedikit sedangkan jumlah
penduduk terus bertambah disertai jumlah penggunaan sepeda motor yang semakin
meningkat, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dari minyak bumi juga ikut
meningkat. Semakin banyaknya penggunaan kendaraan bermotor dengan bahan
bakar dari minyak bumi memperbesar ancaman berkurang drastisnya persediaan
bahan bakar minyak bumi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu bahan bakar alternatif
untuk mencegah dan menanggulangi hal tersebut.Biodiesel merupakan bahan bakar
alternatif dari sumber terbarukan (renewable), dengan komposisi asam lemak dari
minyak nabati maupun minyak hewani. Minyak goreng bekas merupakan salah satu
bahan baku yang memiliki peluang untuk pembuatan biodiesel karena
masihmengandung asam lemak bebas. Data statistic menyatakan bahwa produksi
minyak goreng bekas mencapai 5,06 ton per tahun. Pengolahan biodiesel dari
minyak jelantah dilakukan melalui beberapa prosesyaitu esterifikasi (menurunkan
kadar FFA pada bahan baku) dan transesterifikasi (konversi trigliserida menjadi
metil ester) dengan bantuan katalis untuk mempercepat reaksi. Katalis yang
digunakan pada reaksi esterifikasi adalah asam kuat seperti asam klorida (HCl) dan
asam sulfat (H2SO4). Sedangkan katalis yang digunakan pada reaksi
transesterifikasi ada dua jenis yaitu basa homogeny dan basa heterogen saat ini
pembuatan biodiesel dilakukan menggunakan katalis basa homogen seperti NaOH
dan KOH
Bahan Baku
Sesuai dengan definisinya, biodiesel diperoleh dari minyak nabati dan hewani. Tidak seperti
bioetanol yang menghasilkan kandungan seragam meski berbeda bahan baku, sumber bahan
baku pembuatan biodiesel akan menentukan sifat kimia yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Berikut ini adalah komposisi kimia berbagai bahan baku biodiesel dalam nilai persentase yang
bersumber dari Organic Chemistry, W.W. Linstromberg, D.C. Heath and Co., Lexington, MA,
1970.

Oil or Fat 14:0 16:0 18:0 18:1 18:2 18:3 20:0 22:1
Soybean 6-10 2-5 20-30 50-60 5-11
Corn 1-2 8-12 2-5 19-49 34-52 trace
Peanut 8-9 2-3 50-60 20-30
Olive 9-10 2.3 73-84 10-12 trace
Cottonseed 0-2 20-25 1-2 23-84 40-50 trace
Hi Linoleic Safflower 5.9 1.5 8.8 83.8
Hi Oleic Safflower 4.8 1.4 74.1 19.7
Hi Oleic Rapeseed 4.3 1.3 59.9 21.1 13.2
Hi Erusic Rapeseed 3.0 0.8 13.1 14.1 9.7 7.4 50.7
Butter 7-10 24-26 10-13 28-31 1-2.5 0.2-0.5
Lard 1-2 28-30 12-18 40-50 7-13 0.1
Tallow 3-6 24-32 20-25 37-43 2-3
Linseed Oil 4-7 2-4 25-40 35-40 25-60
Yellow Grease 2.43 23.24 12.96 44.32 6.97 0.67
Penggunaan bahan baku dari tumbuhan lebih dominan dan telah digunakan untuk
skala industri. Misalnya, biodiesel dari minyak kelapa sawit yang menjadi salah
satu bahan baku yang cukup produktif. Akan tetapi, penggunaan minyak kelapa
sawit berdampak terhadap peningkatan harga jual produk-produk lain yang
berbahan baku sama, seperti minyak goreng.

Dalam pengembangannya, bahan baku dari minyak yang tidak dapat dikonsumsi
(non-edible) manusia lebih diutamakan, karena dapat mencegah berkurangnya
suplai dan meningkatnya harga pangan dunia. Salah satu bahan baku yang
sempat direkomendasikan untuk pengembangan biodiesel adalah jarak pagar
(jatropha curcas). Jarak Pagar dinilai memiliki potensi untuk menjadi substitusi
kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel. Namun Jarak Pagar membutuhkan
penanganan pasca panen yang lebih sulit relatif terhadap kelapa sawit.

Perkembangan terkini, bahan baku biodiesel mengutamakan minyak yang tidak


dapat dikonsumsi oleh manusia. Contohnya adalah pengembangan biodiesel dari
jarak pagar. Jarak pagar memiliki potensi menggantikan bahan baku minyak
kelapa sawit, meskipun penanganan pasca panennya relatif lebih sulit.

Manfaat Sebagai Energi Alternatif


Biodiesel adalah salah satu pilihan energi alternatif pengganti energi fosil.

• Mengurangi pencemaran hidrokarbon yang tidak terbakar, karbon


monoksida, sulfur dan hujan asam
• Biodiesel yang berasal dari minyak goreng bekas akan mengurangi beban sampah atau
limbah bagi lingkungan
• Biodiesel yang berasal dari tumbuhan (nabati) tidak menghasilkan gas karbondioksida
setinggi bahan bakar fosil
• Energi dari mesin diesel yang menggunakan biodiesel lebih sempurna dibanding
menggunakan solar
• Pembakaran biodiesel cenderung tidak mengjasilkan asam hitam seperti pembarakn solar.
Selain itu, aroma khas pembakaran biodiesel mirip dengan aroma minyak bekas
menggoreng makanan
1. Kelebihan
Biodiesel dapat digunakan pada mesin diesel tanpa melakukan perubahan, serta menghasilkan
tingkat polusi yang lebih rendah daripada solar. Biodiesel dianggap tidak menyumbang
pemanasan global sebanyak bahan bakar fosil.

Pembakaran biodiesel menghasilkan hidrokarbon yang tidak terbakar, karbon monoksida,


partikulat, dan udara beracun yang lebih rendah dibandingkan dengan pembakaran bensin.
Menurut National Biodiesel Board, keuntungan yang didapatkan ketika menggunakan biodiesel
adalah:

• Biodiesel dapat langsung dipakai pada motor diesel tanpa melakukan modifikasi signifikan dan
memiliki risiko kerusakan yang sangat kecil
• Biodiesel mempunyai efek pelumasan yang lebih baik daripada solar. Berdasarkan perhitungan,
penambahan 1% biodiesel dapat meningkatkan pelumasan sekitar 30%
• Biodiesel memberikan konsumsi bahan bakar, horse power, dan torsi yang hampir sama dengan
solar
• Biodiesel dapat diperbarui dan memiliki siklus karbon yang tidak menyebabkan pemanasan global.
Emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78% dibandingkan dengan mesin diesel yang
menggunakan bahan bakar fosil

biodiesel memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut :

• 1. Menguatkan (security of supply) bahan bakar diesel yang independet dalam negeri
• 2. Mengurangi impor BBM atau Automatic Diesel Oil
• 3. Meningkatkan kesempatan kerja orang indonesia di dalam negeri
• 4. Meningkatkan kemampuan teknologi pertanian dan industri di dalam negeri
• 5. Memperbesar basis sumber daya bahan bakar minyak nabati (BBN)
• 6. Meningkatkan pendapatan petani kacang tanah
• 7. Mengurangi pemanasan global dan pencemaran udara,karena biodiesel ramah
lingkungan. ( Prakoso, T., 2008 )
2. Kekurangan

Kelemahan biodiesel disebabkan oleh faktor sumber bahan baku pembuatannya. Pada umumnya,
bahan baku biodiesel yang menggunakan tanaman pangan akan menyebabkan peningkatan harga
pangan dan kemungkinan menimbulkan kelaparan apabila ketersediaan sumber daya yang
terbatas.

Dalam beberapa kasus, biodiesel kurang cocok digunakan pada beberapa mesin diesel modern.
BMW dan Mercedes-Benz misalnya, mereka hanya merekomendasikan Dex, Shell Diesel, dan
solar berkualitas tinggi lainnya
Proses Produksi
Pembuatan biodiesel dilakukan dengan cara mereaksikan lemak (triglyceride) dengan alkohol
melalui proses transeterifikasi. Proses ini akan menghasilkan biodiesel dan gliserol (glycerol)
sebagai produk sampingan.
Proses ekstraksi dilakukan untuk mengambil minyak dari bahan baku, baik melalui proses
pemerasan atau menggunakan pelarut CO2 serta pemurnian triglyceride dari komponen FFA dan
air. Adanya kandungan air akan menyebabkan triglyceride mengalami hidrolisis menjadi FFA
dan berekasi dalam transesterifikasi menghasilkan sabun.

Proses transesterifikasi adalah reaksi reversibel yang hasilnya ditentukan oleh penggunaan
jumlah methanol. Proses ini dibantu katalis NaOH (Sodium Hydroxide) atau KOH (Potassium
Hydroxide) agar tercipta suasana basa.

Alasan penggunaan metil ester sebagai pengganti minyak diesel diungkapkan oleh Swern (1982)
yaitu karena metil ester menghasilkan proses pembakaran bersih tanpa emisi sulfur dioksida.
Walaupun tingkat panas pembakarannya lebih rendah, tidak diperlukan penyesuaian mesin, dan
efisien . Selain itu, menurut Prihandana et al. (2006), viskositas minyak nabati lebih tinggi
dibandingkan diesel, sehingga harus diturunkan. Viskositas CPO sebesar 24,3; minyak jarak
sebesar 49,15; sedangkan minyak solar atau diesel sebesar 1,6-5,8. Viskositas rendah
memudahkan bahan bakar mengalir dan teratomisasi sehingga menguntungkan pada putaran
mesin yang cepat.

Pertimbangan lain yang diungkapkan oleh Prihandana et al. (2006) adalah proses termal (panas)
di dalam mesin diesel akan menyebabkan minyak nabati akan terurai menjadi gliserol dan asam
lemak. Asam lemak dapat teroksidasi atau terbakar relatif sempurna, tetapi pada gliserol akan
terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat.
Senyawa ini akan membentuk deposit pada pompa injektor yang akan berdampak pada
kerusakan mesin diesel. Untuk mencegah pembentukan deposit tersebut, maka gliserol harus
dibuang yang akan berdampak pada penurunan berat molekul sebesar 30% dan viskositas sebesar
5-10%. Asam lemak sebagai penyusun utama minyak atau lemak sangat mempengaruhi
karakteristik minyak atau lemak tersebut. Begitu pula dengan biodiesel yang berasal dari minyak,
dipengaruhi oleh komposisi asam lemaknya. Menurut Tysonet al. (2004), perbedaan susunan
molekul pada asam lemak mempengaruhi kualitas pembakaran, rendahnya viskositas, emisi
NOx, dan stabilitas biodiesel. Minyak yang banyak mengandung asam lemak dengan satu ikatan
rangkap ditengarai sebagai pilihan terbaik untuk biodiesel.

Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri (auto ignition).
Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada temperatur yang
relatif rendah. Sebaliknya, angka setana yang rendah menunjukkan bahan bakar baru dapat
menyala pada temperatur yang relatif tinggi. Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang
mempunyai angka setana tinggi dapat mencegah terjadinya detonasi dan knocking karena begitu
bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder pembakaran, bahan bakar akan langsung terbakar dan
tidak terakumulasi (Prihandana et al., 2006).

Biodiesel dapat disimpan minimum setahun dalam berbagai iklim. Biodiesel juga dapat disimpan
dimana saja seperti bahan bakar minyak bumi, termasuk didalam tangki pengangkut bahan bakar,
tangki kendaraan, penyimpanan bawah tanah, tangki baja, alumunium, dan plastik. Tangki
penyimpanan harus diisi penuh untuk menimalkan paparan biodiesel dengan udara. Jika
biodiesel disimpan lebih dari setahun dalam iklim sedang, harus dipastikan keasamaannya tidak
meningkat diatas 10 (Nur, 2006). Perlu juga ditambahkan anti oksidan untuk mengurangi reaksi
oksidasi yang terjadi.
Saat ini, tingginya harga biodiesel menjadi penghambat untuk komersialisasinya. Menurut
Soerawidjaja et al.(2005), produk biodiesel dapat bersaing jika ada kemungkinan penurunan
harga bahan baku dan naiknya harga solar. Penggunaan minyak jelantah merupakan cara yang
efektif untuk mengurangi biaya bahan baku, karena diperkirakan harganya setengah dari harga
minyak nabati asli.Selain itu, jika dibandingkan dengan sumber bahan baku biodiesel murah
lainnya, seperti CPO off grade, CPO parit, dan PFAD, minyak jelantah memiliki potensi
produksi biodiesel yang terbesar

Sebagian besar minyak goreng yang dikonsumsi di Indonesia berasal dari minyak kelapa sawit
yang banyak mengandung asam palmitat (asam lemak jenuh) dan asam oleat (asam lemak tidak
jenuh). Oleh karena itu, metil ester yang dihasilkan terdiri dari metil palmitat dan metil oleat.
Kedua jenis metil ester ini cukup baik digunakan sebagai biodiesel karena memiliki angka setana
sesuai SNI biodiesel No. 04-7182-2006

Membuat biodiesel

Pada skala kecil dapat dilakukan dengan bahan minyak goreng 1 liter yang baru atau bekas.
Methanol sebanyak 200 ml atau 0.2 liter, Soda api atau NaOH 3,5 gram untuk minyak goreng
bersih, jika minyak bekas diperlukan 4,5 gram atau mungkin lebih. Kelebihan ini diperlukan
untuk menetralkan asam lemak bebas atau FFA yang banyak pada minyak goreng bekas. Dapat
pula mempergunakan KOH namun mempunyai harga lebih mahal dan diperlukan 1,4 kali lebih
banyak dari soda. Proses pembuatan; Soda api dilarutkan dalam Methanol dan kemudian
dimasukan kedalam minyak dipanaskan sekitar 55 °C, diaduk dengan cepat selama 15-20 menit
kemudian dibiarkan dalam keadaan dingin semalam. Maka akan diperoleh biodiesel pada bagian
atas dengan warna jernih kekuningan dan sedikit bagian bawah campuran antara sabun dari FFA,
sisa methanol yang tidak bereaksi dan gliserin sekitar 79 ml. Biodiesel yang merupakan cairan
kekuningan pada bagian atas dipisahkan dengan mudah dengan menuang dan menyingkirkan
bagian bawah dari cairan. Untuk skala besar produk bagian bawah dapat dimurnikan untuk
memperoleh gliserin yang berharga mahal, juga sabun dan sisa methanol yang tidak bereaksi.

Membuat Biodiesel Sendiri


Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari bahan nabati dan hewani. Umumnya dibuat dari
minyak kelapa sawit karena memiliki kualitas lebih baik dibandingkan minyak jarak dan kedelai.
Bagi yang ingin mencoba membuat biodiesel sendiri, bisa mengikuti langkah-langkah ini.

Umumnya, biodiesel berasal dari sintesis ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22.
Minyak sawit adalah salah satu jenis minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai
karhon C14-C20, sehingga memenuhi persyaratan untuk menjadi bahan baku biodiesel.

Pembuatan biodiesel melalui proses transesterifikasi dua tahap, kemudian dilanjutkan dengan
pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi. Namun jika bahan baku dari CPO, maka perlu
dilakukan tahap esterifikasi.

Transesterifikasi I adalah proses pencampuran kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH30H)
dengan minyak sawit. Reaksi ini berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58°-65°C.

Reaktor transesterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk yang berjalan bersamaan.
Ketika suhu rekator mencapai 63°C, selanjutnya campuran metanol dan KOH dimasukkan dan
waktu reaksi mulai dihitung pada saat itu. Hasil dari reaksi tersebut adalah metil ester dengan
konversi sekitar 94% yang diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol dan
metil ester.

Setelah terpisah, gliserol akan berada di lapisan bawah akibat berat jenisnya lebih besar daripada
metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak mengganggu proses
transesterifikasi II.

Pada proses transesterifikasi II, pengendapan memerlukan waktu lebih singkat dibandingkan
pengendapan pertama karena gliserol yang terbentuk relatif sedikit dan larut melalui proses
pencucian.

Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan senyawa


yang tidak diperlukan, seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada suhu sekitar
55°C sebanyak tiga kali hingga pH campuran menjadi normal atau sekitar pH 6.8-7.2

Selanjutnya dilakukan pengeringan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester.
Pengeringan dilakukan selama 10 menit pada suhu 130°C dengan cara memberikan panas secara
sirkulasi melalui pipa sirkulasi yang ujungnya ditempatkan di tengah permukaan cairan.

Kemudian diteruskan dengan proses filtrasi yang bertujuan untuk menghilangkan partiket-partikel
pengotor biodiesel yang terbentuk pada proses sebelumnya, seperti karat (kerak besi) yang berasal dari
dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku.

Berbeda dengan bahan bakar bensin yang menggunakan nilai oktan, pada bahan bakar diesel
dikenal dengan cetane number (CN). Makin tinggi nilai CN, maka makin cepat pembakaran
sehingga mesin bekerja optimal.

Penggunaan Biodiesel
Biodiesel dapat digunakan dalam kondisi murni atau berupa campuran dengan solar
(petrodiesel). Pertamina sebagai penyedia suplai bahan bakar di Indonesia saat ini menyediakan
biosolar dengan kandungan 2,5%.

Bahan bakar biodiesel memiliki sifat lubrikasi, sehingga dapat melindungi komponen mesin dari
keausan. Akan tetapi, biodiesel memiliki dampak buruk bagi komponen mesin yang terbuat dari
karet, tembaga, timah, sengan dan besi. Umumnya, komponen mesin mobil uang diproduksi
sebelum tahun 1992 memiliki toleransi rendah terhadap biodiesel.

Selain itu, biodiesel juga memiliki angka cetane lebih tinggi dari solar. Oleh karena itu, cocok
digunakan untuk mesin diesel kecepatan tinggi karena dapat menurunkan jeda pengapian.

Efisiensi Mesin dan Emisi


Mesin diesel sendiri tercipta karena upaya meningkatkan efisiensi mesin bensin. Rata-rata mesin
memiliki efisien sekitar 40%, sedangkan mesin diesel memiliki efisiensi 100% lebih baik dari
mesin bensin yang hanya 15% hingga 20%. Selain itu, densitas enerdi dari bahan bakar diesel
juga lebih tinggi dibanding bahan bakar bensin.

Secara umum, mesin diesel memiliki fuel efficiency (jarak tempuh terhadap konsumsi bahan
bakar) lebih tinggi dibanding mesin bensin.

Secara teori, biodiesel tidak mengandung sulfur dan dikategorikan sebagai Ultra-low sulfur
diesel (ULFD) dengan kandungan maksium sulfur 50 ppm (standar emisi EURO IV). Dari angka
tersebut, pembakaran biodiesel menghasilkan emisi sulfur dalam jumlah yang sangat kecil,
meski menghasilkan emisi NOx yang lebih besar dari petrodiesel.

Menurut data EPA (Environmental Protection Agency) pembakaran 1 liter biodiesel


menghasilkan sekitar 2.7 kg gas karbondioksida.

Analisis Energi dan Karbondioksida


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh US DoE (Departemen Energi Amerika Serikat), dan
USDA (Departemen Agrikultur Amerika Serikat) proses produksi biodiesel berbahan baku
kedelai menghasilkan net energy balance 3.2. Artinya, untuk menghasilkan 3.2 unit energi
biodiesel membutuhkan 1 unit energi.

Sedangkan, menurut National Energy Board mengklaim bahwa proses produksi biodiesel
menghasilkan net energy balance sekitar 4.5. Net energy balance produksi biodiesel relatif jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi bioetanol dengan indeks 1.34.

Karena proses produksi biodiesel menghasilkan net energy balance yang tinggi, maka jumlah
emisi CO2 yang dihasilkan dari proses produksi dapat dikurangi. Contohnya, untuk proses
produksi biodiesel B100 dapat mengurangi 78,45% emisi dibandingkan dengan petrodiesel.

Analisis Karbon Dioksida


Akibat positif dari tingginya net energy balance, maka emisi CO2 total yang dihasilkan dari
proses produksi biodiesel B100 hingga digunakan pada kendaraan mengurangi 78.45% emisi
dibandingkan dengan penggunaan petrodiesel.

Bioetanol, biodiesel, dan biogas adalah jenis biofuel. Biofuel adalah energi yang
terbuat dari materi hidup, biasanya tanaman. Biofuel dianggap energi terbarukan,
mengurangi peran dari bahan bakar fosil dan telah mendapat perhatian dalam transisi
ke ekonomi rendah karbon.

Bioetanol dibuat dengan teknik fermentasi biomassa seperti umbi-umbian, jagung


atau tebu, dan dilanjutkan dengan destilasi. Jenis bioetanol ini dapat digunakan secara
langsung maupun tidak langsung sebagai bahan bakar.

Biodiesel adalah minyak dari tumbuham atau hewan yang sudah dipakai sebagai
alternatif atau digabung dnegan minyak solar untuk mobil dan armada industri dengan
mesin diesel. Biodiesel menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (Crude Palm
Oil), minyak nyamplung, minyak jarak, minyak kelapa, Palm Fatty Acid Distillate
(PFAD), dan minyak ikan. Bodiesel dapat digunakan pada mesin diesel tanpa
modifikasi.

Sekilas sejarah biodiesel


Pembuatan biodiesel pertama kali dilakukan pada 1853 oleh E. Duffy dan J. Patrick, bahkan
sebelum mesin diesel pertama kali ditemukan. Empat puluh tahun kemudian, Rudolf Diesel
berhasil merakit mesin diesel pertama pada tahun 1893 di Augsburg, Jerman, yang kemudian
diperkenalkan di World’s Fair di Paris, Prancis. Saat itu, mesin diesel masih dioperasikan
menggunakan biodiesel yang terbuat dari minyak kacang tanah.

Kini, biodiesel dapat dibuat dari berbagai bahan baku, menggunakan bermacam-macam teknik,
termasuk esterifikasi dan trans-esterifikasi. Salah satu minyak nabati penghasil bahan bakar
biodiesel adalah minyak kelapa sawit. Sebagai sumber minyak nabati yang paling produktif, 1
hektar tanaman kelapa sawit mampu menghasilkan 3,5 ton minyak nabati. Ini jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan tanaman paling produktif kedua setelah kelapa sawit, yaitu tanaman kanola
yang 1 hektarnya hanya mampu menghasilkan 0,8 ton minyak nabati.

Di Sinar Mas Agribusiness and Food, perusahaan memproduksi biodiesel dari minyak kelapa
sawit yang berkelanjutan menggunakan metode transesterifikasi. Inilah cara kerjanya:

Anda mungkin juga menyukai