PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini kebutuhan akan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan
ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun,
kebutuhan akan pemenuhan energi di semua sektor pengguna energi secara nasional juga
semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan,
seperti minyak bumi dan batubara. Namun, tidak selamanya energi tersebut dapat mencukupi
seluruh kebutuhan dalam jangka panjang. Cadangan energi semakin lama semakin menipis
dan proses produksinya membutuhkan waktu jutaan tahun. Peningkatan pertumbuhan
ekonomi serta populasi dengan segala aktivitasnya akan meningkatkan kebutuhan energi di
semua sektor pengguna energi.
Minyak solar atau Automotive Diesel Oil (ADO) sebagai salah satu hasil kilang
minyak merupakan bahan bakar destilasi menengah (middle destilate) yang sangat penting
untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya bahan bakar minyak (BBM) untuk bahan bakar
di sektor transportasi, industri dan kelistrikan di Indonesia. Selain minyak diesel untuk
kendaraan, dikenal juga Industrial Diesel Oil (IDO) yang digunakan untuk bahan bakar di
sektor industri, termasuk untuk pembangkit listrik. Penyediaan minyak solar selain dapat
diperoleh dari produksi kilang minyak di dalam negeri, juga diperoleh dari impor, yang saat
ini sudah mencapai angka yang hampir sama dengan produksi dalam negeri. Dengan kondisi
tersebut, kenaikan harga minyak mentah dunia yang berakibat pada kenaikan harga produk
kilang seperti minyak solar akan menambah beratnya beban pemerintah dalam penyediaan
BBM, terutama untuk bahan bakar yang disubsidi.
Mengingat minyak solar sangat berperan dalam transportasi, baik transportasi orang
maupun barang, maka penyediaan minyak solar di masa mendatang sulit untuk dihilangkan
dan harus dipenuhi. Oleh karena itu perlu dicari langkah-langkah untuk mengurangi maupun
menggantikan pemakaian minyak solar tersebut dengan bahan bakar alternatif.
Pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi solusi pemenuhan kebutuhan energi
yang semakin lama semakin besar di masa mendatang. Sumber daya energi terbarukan
memiliki keunggulan, yakni dapat diproduksi dalam waktu relatif tidak lama dibandingkan
dengan sumber energi tak terbarukan. Namun, sumber daya terbarukan selama ini belum
dimanfaatkan secara optimal di Indonesia.
Banyak ilmuwan mulai meneliti untuk mencari jenis energi baru yang murah, mudah
dan ramah lingkungan untuk menggantikan sumber energi yang tersedia sekarang, yaitu
dengan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar, karena pemakaian minyak nabati
sebagai bahan bakar dapat mengurangi polusi lingkungan, sedangkan penggunaan bahan
bakar minyak bumi, baik dari penggunaan berupa alat transportasi maupun dari penggunaan
oleh industri sangat mencemari lingkungan.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat
dikembangkan sebagai bahan baku untuk produksi energi alternatif (sumber energi
terbarukan) untuk menggantikan bahan bakar minyak, baik berupa bioetanol (sebagai
pengganti premium) maupun biodiesel (sebagai pengganti minyak solar).
Biodiesel mempunyai sifat pembakaran yang sangat serupa dengan minyak solar,
sehingga dapat dipergunakan langsung pada mesin berbahan bakar minyak solar tanpa
mengubah mesin. Biodiesel dapat dibuat dari bahan hayati yang ramah lingkungan seperti:
kelapa sawit, jarak pagar, dan kacang kedelai. Biodiesel di Amerika Serikat umumnya dibuat
dengan bahan baku kacang kedelai sesuai dengan kondisi wilayahnya. Indonesia saat ini
merupakan penghasil CPO (Crude Palm Oil, minyak kelapa sawit) terbesar di dunia,
sehingga dilihat dari kesiapan dalam penyediaan, CPO dari kelapa sawit mempunyai potensi
yang besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama produksi biodiesel. Sumber
yang lain, seperti tanaman jarak pagar, potensinya relatif terbatas, karena sampai saat ini
belum banyak dibudidayakan.
Proses pembuatan biofuel selama ini dengan minyak tumbuhan menggunakan katalis
homogen. Namun proses pembuatan biofuel secara konvensional ini memiliki beberapa
kelemahan, diantaranya produk samping berupa sabun, rumitnya pemisahan produk biofuel
yang dihasilkan dengan katalis, serta adanya limbah alkalin yang memerlukan proses
lanjutan. Untuk mengatasi kelemahan dalam pembuatan biofuel secara konvensional, mulai
dikembangkan penggunaan katalis heterogen (padat) untuk menggantikan katalis alkali
tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Dapatkah minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan bakar alternatif?
2. Bagaimana pembuatan biodiesel dari minyak kelapa sawit?
3. Bagaimana penggunaan biodiesel dari minyak kelapa sawit sebagai bahan
bakar alternatif?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan penggunaan biodiesel dari minyak kelapa
sawit sebagai bahan bakar alternatif?
C. TUJUAN
1. Mengetahui dapat tidaknya minyak kelapa sawit diolah menjadi bahan bakar
alternatif.
2. Mengetahui pembuatan biodiesel dari minyak kelapa sawit.
3. Mengetahui penggunaan biodiesel dari minyak kelapa sawit sebagai bahan
bakar alternatif.
D. METODE
Metode yang digunakan penyusun dalam makalah ini adalah penelusuran literatur.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIODIESEL
Bisakah kita menggunakan minyak sayur untuk mengisi tangki bensin mobil kita, dan
bukannya solar? Bukankah keduanya sama sama minyak yang terdiri dari rangkaian panjang
atom karbon?
Mungkin sudah sering terdengar, baik dari media cetak maupun elektronik, tentang
orang orang yang mengumpulkan minyak sisa hasil proses memasak , kemudian
menggunakannya untuk mengisi tangki kendaraan setelah melakukan manipulasi dan
pemurnian minyak tersebut. Selain cerita ini, ada juga kisah petani yang berhasil membuat
bahan bakar dari tanaman hasil pertanian, seperti lobak dan jerami, melalui proses tertentu.
Kedua kasus ini adalah contoh penerapan dari energi alternatif, yang dikenal sebagai biofuel
atau bahan bakar hayati.
Biofuel atau bahan bakar hayati merupakan bahan bakar yang dihasilkan dari
organisme yang belum lama mati, atau bahan sisa dari organisme hidup, yang dianggap masih
mengandung energi dan dapat diolah lebih lanjut sebagai sumber energi.
Biofuel paling sering didefinisikan sebagai sumber energi terbarukan, yang diproduksi
dari bahan bahan biologis, seperti tebu, jagung, atau minyak sayur. Tujuan dari penggunaan
biofuel adalah untuk menjadikan biofuel sebagai pelengkap, bahkan menggantikan bahan
bakar fosil (energi tak terbarukan) sebagai sumber energi utama. Bukankah bahan bakar fosil
juga berasal dari makhluk hidup? Meskipun sama sama terbuat dari bahan biologis, namun
biofuel dan bahan bakar fosil tidaklah sama. Perbedaan utama dari bahan bakar fosil dan
biofuel adalah biofuel terbuat dari tanaman atau materi biologis lain yang masih hidup hingga
7
saat ini, sementara bahan bakar fosil terbuat dari materi biologis yang telah lama mati,
bahkan telah punah pada saat ini. Jenis biofuel yang paling banyak digunakan sekarang
adalah etanol dan biodiesel.
Bagaimana membuat biofuel? Ada sangat banyak cara yang dipertimbangkan,
bergantung pada jenis bahan baku biologis yang digunakan, dan jenis energi apa yang hendak
digantikan. Proses proses ini mencakup proses fisika, kimia, dan biokimia. Misalnya, pada
pengolahan minyak sisa (residu proses memasak), yang dilakukan untuk menggantikan bahan
bakar diesel. Untuk mengubah minyak sisa menjadi bahan bakar, minyak awalnya dipanaskan
untuk mengurangi viskositasnya, dan disaring untuk menghilangkan residu yang tidak
dibutuhkan. Setelah proses mudah ini, biofuel sebenarnya sudah dapat digunakan untuk
mengisi tangki kendaraan, dengan syarat kendaraan yang digunakan memiliki mesin diesel,
akan tetapi, biasanya dilakukan penyesuaian lebih lanjut pada mesin dan hasil olahan
minyak.
Biodiesel merupakan jenis biofuel yang paling umum di wilayah Indonesia. Biodiesel
diproduksi dari minyak atau lemak melalui proses transesterifikasi (merubah grup organik
ester menjadi grup organik alkohol), dan bentuknya seperti cairan yang komposisinya mirip
dengan bahan bakar diesel (dari fosil). Bahan organik yang digunakan untuk membuat
biodiesel antara lain lemak binatang, minyak sayur, kedelai, pohon jarak, mahua, mustard,
rami, bunga matahari, minyak sawit, dan ganggang. Biodiesel murni (B100) merupakan
bahan bakar dengan tingkat emisi paling rendah. Biodiesel dapat digunakan pada mesin
diesel apapun. Sebenarnya, kebanyakan biodiesel hanya kompatibel dengan mesin diesel
yang dibuat diatas tahun 1994, untuk mesin diesel di awal tahun 1990-an, biodiesel masih
harus dicampur dengan bensin.
Biodiesel juga aman untuk transportasi, karena sifatnya yang biodegradable (dapat
diuraikan atau dapat terdegadrasi), tidak beracun, dan memiliki titik bakar yang tinggi, sekitar
300 F (148 C) dibandingkan dengan bahan bakar minyak solar, yang memiliki titik bakar
125 F (52 C).
Bahan bakar diesel, selain berasal dari petrokimia juga dapat disintesis dari ester asam
lemak yang berasal dari minyak nabati. Bahan bakar dari minyak nabati (biodiesel) dikenal
sebagai produk yang ramah lingkungan, tidak mencemari udara, mudah terbiodegradasi, dan
berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Pada umumnya biodiesel disintesis dari
ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22. Minyak sawit merupakan salah satu
jenis minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga
mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel.
B. PEMBUATAN
Transesterifikasi
terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek daripada
pengendapan I karena gliserol yang terbentuk relatif sedikit dan akan larut melalui proses
pencucian.
Pencucian
Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan
senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada
suhu sekitar 55C. Pencucian dilakukan tiga kali sampai pH campuran menjadi normal (pH
6,8-7,2).
Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester.
Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130C. Pengeringan dilakukan dengan
cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekitar 95C secara sirkulasi. Ujung pipa
sirkulasi ditempatkan di tengah permukaan cairan pada alat pengering.
Filtrasi
Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk
menghilangkan partikel-partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses
berlangsung, seperti karat (kerak besi) yang berasal dari dinding reactor atau dinding pipa
atau kotoran dari bahan baku. Filter yang dianjurkan berukuran sama atau lebih kecil dari 10
mikron.
Biodiesel mempunyai kemampuan melumasi yang lebih baik dari bahan bakar fosil,
sehingga menjaga keawetan mesin, seperti peralatan injection. Biodiesel juga menghasilkan
11
pembakaran yang lebih sempurna, sehingga dapat meningkatkan output energi. Biodiesel
tidak mengandung sulfur, sehingga mengurangi potensi emisi berbahaya.
Biodiesel yang secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil dari tanaman dan
lemak hewan merupakan bahan bakar alternatif yang sangat potensial digunakan sebagai
pengganti solar karena kemiripan karakteristiknya. Selain itu biodiesel yang berasal dari
minyak sawit merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable), mudah diproses,
harganya relatif stabil, tidak menghasilkan cemaran yang berbahaya bagi lingkungan (non
toksik) serta mudah terurai secara alami.
Untuk mengatasi kelemahan minyak sawit, maka minyak sawit itu harus dikonversi
terlebih dahulu menjadi bentuk metil atau etil esternya (biodiesel). Bentuk metil atau etil ester
ini relatif lebih ramah lingkungan namun juga kurang ekonomis karena menggunakan bahan
baku minyak sawit goreng. Sementara itu, minyak goreng bekas atau jelantah dari industri
pangan dan rumah tangga cukup banyak tersedia di Indonesia. Minyak jelantah ini tidak baik
jika digunakan kembali untuk memasak karena banyak mengandung asam lemak bebas dan
radikal yang dapat membahayakan kesehatan. Sebenarnya konversi langsung minyak jelantah
atau minyak goreng bekas menjadi biodisel sudah cukup lama dilakukan oleh para peneliti
biodiesel namun beberapa mengalami kegagalan, karena minyak goreng bekas mengandung
asam lemak bebas dengan konsentrasi cukup tinggi. Kandungan asam lemak bebas dapat
dikurangi dengan cara mengesterkan asam lemak bebas dengan katalis asam homogen,
seperti asam sulfat atau katalis asam heterogen seperti zeolit atau lempung teraktivasi asam.
Skema di bawah ini memperlihatkan proses pembuatan biodesel dari minyak goreng bekas
yang mengadopsi prinsip zero waste process.
12
Hasil penelitian oleh peneliti dari tahun 2005 hingga saat ini menunjukkan bahwa
biodiesel yang diproduksi dari minyak sawit bekas (jelantah) memiliki kualitas yang hampir
sama baiknya dengan biodiesel standard yang dipersyaratkan oleh ASTM dan diesel
perdagangan sehingga biodiesel yang merupakan hasil konversi minyak sawit goreng bekas
memiliki peluang untuk dipasarkan baik di dalam negeri maupun untuk diekspor. Kendala
utama yang dihadapi untuk keperluan produksi masal adalah pasokan serta harga minyak
goreng bekas yang mungkin sangat berfluaktif dari waktu ke waktu.
13
Mengingat minyak goreng bekas relatif mudah dan murah didapat maka sudah
selayaknya pemerintah, masyarakat, industri dan peneliti juga mulai memperhatikan potensi
pengembangannya. Di Jepang konversi minyak goreng bekas menjadi biodiesel sudah
mencapai titik ultimate dan telah digunakan sebagai bahan bakar biosolar sarana transportasi,
sementara di Indonesia ketersediaan minyak goreng bekas sangat melimpah, begitu pula
penelitian tentang konversi minyak goreng bekas menjadi biodiesel sudah mapan dan cukup
lama, namun dalam prakteknya masih sangat sedikit sarana transportasi yang menggunakan
biodiesel minyak goreng bekas.
Biodiesel disini dimaksudkan untuk digunakan dalam mesin diesel standar, berbeda
dengan minyak nabati dan limbah yang digunakan untuk bahan bakar mesin diesel yang telah
dikonversi. Biodiesel dapat digunakan sendiri (murni), atau dicampur dengan petrodiesel
dengan proporsi apapun. Biodiesel juga dapat digunakan sebagai alternatif rendah karbon
untuk minyak pemanas.
Penggunaan biodiesel sejak jaman dahulu dapat dijabarkan sebagai berikut.
14
menjalankan "kereta api biodiesel" di Inggris, yang dikonversi untuk berjalan dengan
campuran 80% petrodiesel dan 20% biodiesel.
The Royal Train pada 15 September 2007 pertama kali menjalankan perjalanan
dengan 100% bahan bakar biodiesel yang dipasok oleh Green Fuels Ltd. Pangeran Wales, dan
direktur manajer Green Fuel, James Hygate, merupakan penumpang pertama pada kereta api
berbahan bakar biodiesel ini. Sejak tahun 2007, Royal Train telah beroperasi dengan sukses
dengan B100 (100% biodiesel).
-
Czech Jet Aircraft. Meskipun demikian, penggunaan bahan bakar biofuel pada pesawat lebih
lazim menggunakan biofuel jenis lain, selain biodiesel. Pada 7 November 2011, United
Airlines, melakukan penerbangan komersial pertamanya dengan menggunakan Solajet,
biofuel yang berasal dari alga.
-
mencampurkan minyak pemanas dengan biofuel. Beberapa jenis pemanas terbaru bahkan
dapat diisi dengan bahan bakar yang mengandung hingga 20 % biodiesel. Sampai saat ini,
masih dikaji pengaruhnya pada performa alat.
-
cadangan ketika terjadi mati listrik. Kelebihannya adalah, dengan biodiesel, polusi dan emisi
berbahaya dapat dikurangi. Dengan menggunakan B100 (biodiesel murni), kejadian smog,
15
polusi ozon, dan emisi sulfur dapat dikurangi. Selain itu, bahaya karon monoksida juga dapat
dikurangi.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), salah satu pusat penelitian di bawah
koordinasi Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), menurut sejarahnya merupakan
institusi penelitian dan pengembangan perkebunan hasil ambil alih (nasionalisasi) dari
Belanda pada tahun Biodiesel Berbahan Baku Minyak Kelapa Sawit Bahan bakar minyak
yang makin langka dan harganya yang terus membubung mendorong berbagai pihak untuk
melakukan penghematan dan mencari bahan bakar alternatif. Pusat Penelitian Kelapa Sawit
telah menghasilkan biodiesel berbahan baku minyak sawit (CPO), yang berpeluang menjadi
salah satu sumber energi alternatif. 1957. PPKS memiliki mandat melakukan penelitian
komoditas kelapa sawit dan berkedudukan di Medan. Sejak awal abad 20, PPKS telah
menghasilkan berbagai teknologi hulu, seperti klon-klon unggul dan bahan tanaman yang saat
ini dinikmati oleh pengguna secara luas.
Dalam rangka memacu industri kelapa sawit nasional, PPKS secara khusus sejak
tahun 1992 mengembangkan biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit mentah (CPO).
Saat ini, teknologi proses pengembangan biodiesel dari CPO telah dikuasai oleh PPKS, dan
pilot plant dengan kapasitas 1 ton/hari sebagai sarana penelitian pun telah dibangun.
Pembangunan pilot plant dengan kapasitas yang lebih besar, yaitu 1 ton/jam atau 20 ton/hari
kini tengah dilakukan sebelum teknologi tersebut dikembangkan secara komersial.
Penelitian biodiesel dilakukan pada berbagai kondisi proses, jenis proses, bahan baku,
dan bahan pendukung. Bahan baku biodiesel yang diteliti semuanya berasal dari produk
sawit, seperti CPO (crude palm oil), RBDPO (refined bleached deodorized palm oil), olein,
stearin, dan PFAD (palm fatty acid destilated) dalam berbagai kondisi dan kualitas. Bahan
baku utama lainnya adalah alkohol yaitu metanol dan etanol. Bahan pendukung yang
digunakan meliputi katalis asam, katalis basa atau tanpa katalis. Kondisi proses yang diteliti
16
meliputi variasi suhu, waktu, dan tekanan. Jenis proses yang dilakukan meliputi proses batch
dan kontinu. Pilot plant untuk proses batch memiliki kapasitas 1 ton/hari, sedangkan untuk
proses kontinu 30 liter/jam.
Penelitian biodiesel yang kini tengah dilakukan antara lain adalah penggunaan bahan
baku PFAD, injeksi langsung penggunaan olein, biodiesel tanpa katalis dengan tekanan tinggi
dan pilot plant pembuatan biodiesel etil ester. Pada masa yang akan datang akan dilakukan
konversi pilot plant pabrik kelapa sawit dengan proses batch kapasitas 1 ton/hari menjadi
proses kontinu dengan kapasitas 500 liter/ jam. PPKS juga akan melakukan penelitian
peningkatan teknologi kontrol proses, seperti otomatisasi peralatan khususnya untuk
pemisahan biodiesel dan gliserol. Biodiesel produksi PPKS telah diuji coba sejak tahun 2001
untuk mesin-mesin pertanian dan kendaraan transportasi. PPKS juga telah melaksanakan
Seminar Internasional Biodiesel di Medan pada tahun 2001. Pada akhir tahun 2004 telah
dilakukan road test Medan- Jakarta dengan menggunakan B-10 pada kendaraan truk dan
mobil.
17
kemiskinan, lingkungan, dan perubahan iklim global. Mencari jalan untuk menanam kelapa
sawit di seluruh daerah gundul yang luas di Indonesia bisa sangat menguntungkan bagi
18
19
15 persen dari produksi minyak nabati dunia digunakan sebagai bahan bakar. Sejak
tahun 2003, penggunaannya terus meningkat dari sekitar 2 juta ton menjadi 18 juta ton pada
tahun panen 2009 / 2010. Dari jumlah tersebut 1,8 juta ton adalah minyak kelapa sawit.
Memang jumlah ini masih terhitung relatif sedikit jika dibandingkan dengan hasil panen
dunia dari minyak kelapa sawit dan minyak biji sawit yang berjumlah sekitar 50 juta ton.
Walaupun demikian, lima tahun sebelumnya belum ada minyak kelapa sawit yang diolah
untuk bahan bakar (Nestl 2010).
Kalau seandainya semua rencana yang bertujuan untuk menggunakan minyak nabati
sebagai bahan campuran dalam biodiesel terlaksana, maka tingkat kebutuhannya akan
melonjak drastis. Dan jika hanya mengambil minyak kelapa sawit saja sebagai bahan
campuran Minyak Kelapa Sawit biodiesel, maka akan diperlukan perkebunan kelapa sawit
seluas 4 juta hektar, itupun hanya cukup untuk menutupi kebutuhan di Uni Eropa.
Terlepas daripada itu, permintaan minyak kelapa sawit tetap akan terus bertambah.
Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya minyak nabati lain yang diolah sebagai bahan
bakar dan tidak lagi digunakan sebagai bahan makanan.
20
BAB III
KESIMPULAN
Krisis energi yang terjadi akhir akhir ini memicu umat manusia untuk mencari sumber
energi lain yang bersifat terbarukan, sehingga menjaga keamanan pasokan energi untuk
jangka waktu yang lama. Di antara berbagai jenis energi terbarukan yang diharapkan mampu
menggantikan kebutuhan akan energi tak terbarukan seperti bahan bakar fosil, biodiesel yang
terbuat dari minyak nabati, menjadi salah satu jenis energi yang menjanjikan. Minyak sawit
(crude palm oil), bahkan yang telah terpakai, memiliki potensi besar untuk diolah kembali
menjadi biodiesel. Penggunaan dan pengolahannya pun telah dilakukan cukup lama, dan
potensi ini memberikan banyak harapan untuk Indonesia, selain dari segi pemenuhan
kebutuhan energi, melainkan juga dari segi ekonomi mengingat Indonesia merupakan salah
satu penghasil kelapa sawit.
Penggunaan biodiesel memiliki banyak dampak positif, seperti lebih ramah untuk
lingkungan dan lebih menjaga mesin, namun juga berpotensi untuk menghasilkan dampak
negatif bagi lingkungan. Penggunaan biodiesel dari minyak kelapa sawit masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut, dengan mempertimbangkan kebutuhan energi yang
harus dipenuhi dan dampaknya terhadap lingkungan.
21
DAFTAR PUSTAKA
22