SECARA FERMENTASI
DISUSUN OLEH:
YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
SECARA FERMENTASI
Disusun oleh:
Disetujui oleh
Dosen Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian
dengan judul “Pembuatan Etanol dari Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) Secara
Fermentasi”. Adapun tujuan dari penyusunan proposal ini adalah untuk memenuhi
syarat kelulusan mata kuliah penelitian, sebelum dilakukan pekerjaan eksperimen
di laboratorium.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
II.8. Kinetika Enzimatik ...................................................................... 21
iv
DAFTAR GAMBAR
1 1
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara v dan [S] ……………………………….23
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kandungan karbohidrat dalam ubi jalar putih (% berat kering) ....... 6
Tabel 2. Kandungan zat makanan ubi jalar putih, ubi jalar kuning, dan ubi
jalar ungu dalam 100 gram ............................................................... 6
vi
Proposal Penelitian
Pembuatan Bioetanol dari Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.)
Secara Fermentasi
BAB I
PENDAHULUAN
Bahan bakar alternatif merupakan bahan bakar yang dapat digunakan untuk
menggantikan bahan bakar konvensional. Bahan bakar alternatif saat ini semakin
banyak dikembangkan untuk memenuhi tingkat konsumsi terhadap minyak, di
antaranya yaitu: biodiesel, biogas, bioetanol, dll. Dasar pemilihan sumber energi
yang akan dimanfaatkan antara lain terbarukan dan harus ramah lingkungan.
Bioetanol merupakah salah satu energi yang ramah lingkungan. Bioetanol
merupakan etanol yang diproduksi dari tumbuh-tumbuhan menggunakan
mikroorganisme melalui proses fermentasi (Rikana dan Adam, 2008). Bahan baku
bioetanol dapat berasal dari biomassa sumber pati (jagung, ubi kayu, ubi jalar,
sorgum, dll), sumber gula (molasses, nira tebu, nira kelapa, dan nira dari berbagai
tanaman lain), dan sumber selulosa (onggok, jerami padi, ampas tebu, tongkol
jagung, dll) (Mulyono, dkk., 2011).
Pembuatan etanol dari ubi jalar putih melalui proses hidrolisis asam guna
memecah komponen polisakarida menjadi glukosa yang kemudian akan dikonversi
oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi etanol melalui proses fermentasi dengan
beberapa faktor yang berpengaruh diantaranya yaitu kadar gula, nutrisi, keasaman
(pH), temperatur, volume starter, udara dan waktu fermentasi. Saccharomyces
cerevisiae dipilih sebagai mikroorganisme dalam proses fermentasi alkohol
dikarenakan harganya murah dan mudah ditemukan serta dapat menghasilkan
etanol yang bermutu tinggi (Kartika, dkk., 1992).
Pada penelitian ini digunakan pati yang berasal dari ubi jalar putih yang
memiliki karbohidrat yang paling banyak dibandingkan dengan ubi jalar lainnya.
Pemilihan ubi jalar putih karena mudah ditemukan hampir merata di Indonesia dan
tumbuh subur terutama di daerah dataran tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat bioetanol dari ubi jalar putih dengan
proses fermentasi dengan variabel waktu dan massa khamir pada proses fermentasi
terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif yaitu
bioetanol dengan bahan baku ubi jalar putih.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar putih dengan
bantuan khamir yaitu Saccharomyces cerevisiae dalam proses fermentasi.
I.6. Hipotesa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Areal panen ubi jalar di Indonesia tiap tahun seluas 229.000 hektar,
tersebar di seluruh provinsi, baik di lahan sawah maupun tegalan dengan
produksi rata-rata nasional 10 ton per hektar. Penghasil utama ubi jalar di
Indonesia adalah Jawa dan Irian Jaya yang menempati porsi sekitar 59%,
sehingga peluang perluasan areal panen masih sangat terbuka di seluruh
Indonesia. Ubi jalar bisa ditanam sepanjang tahun, baik secara terus menerus,
bergantian maupun secara tumpang sari. Ubi jalar bisa ditanam sepanjang
tahun di jenis tanah apa saja dan di mana saja. Keunggulan lain dari ubi jalar
adalah umur panen ubi jalar yang singkat yaitu hanya empat bulan (Aini,
2004).
Ubi jalar mempunyai nama ilmiah Ipomoea batatas L. Taksonomi
tumbuhan tanaman ubi jalar (Riata, 2010) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Concolvulales
Famili : Concolvulaceae
Genus : Ipomoea
Species : Ipomoea batatas L
Varietas ubi jalar yang dikenal di Indonesia umumnya dikelompokkan
berdasarkan warna daging ubi jalar yaitu berwarna putih, kuning, dan ungu.
Ubi jalar mengandung bermacam kandungan yang berbeda pada setiap
warnanya. Menurut Purwono dan Heni (2007), umbi jalar yang berwarna
kuning kaya akan beta karoten (provitamin A) dan vitamin C. Umbi berwarna
ungu juga merupakan sumber vitamin C dan beta karoten (provitamin A) yang
sangat baik. Sementara itu, ubi jalar berdaging putih tidak mengandung beta
karoten (provitamin A) atau sangat sedikit. Namun, umbi yang berwarna putih
mengandung karbohidrat yang paling banyak sehingga dapat dijadikan bahan
baku pembuatan bioetanol.
Ubi jalar putih memiliki kandungan energi sebanyak 123 kalori/100g,
protein (0,87 g), karbohidrat (28,79 g), kalsium (5 mg), nilai vitamin B1 (0,17
mg), vitamin C (9,8 mg) (Prasetya, dkk., 2009).
Tabel 2. Kandungan zat makanan ubi jalar putih, ubi jalar kuning, dan
ubi jalar ungu dalam 100 gram
II.2. Pati
Pati tersusun dari dua jenis struktur polimer glukosa yaitu amilosa dan
amilopektin. Perbedaan antara dua jenis struktur polimer penyusun pati
tersebut terletak pada jenis ikatan glikosida. Amilosa merupakan polimer linier
yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang terikat oleh ikatan α-(1,4)
sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan α-(1,4) juga mengandung
ikatan α-(1,6) sebagai titik percabangannya (Smith, 1982; Swinkels, 1985;
Pomeranz, 1991).
II.3. Bioetanol
Bioetanol dapat dibuat dari bahan baku seperti gas hidrokarbon, bahan-
bahan yang mengandung sakarosa (tebu tetes dan gula biet), bahan-bahan yang
mengandung pati (ubi kayu, jagung, ubi jalar, dan beras), maupun bahan-bahan
yang mengandung selulosa (kayu, limbah pertanian dan lain sebagainya).
Bioetanol juga dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang berbahan dasar pati
(singkong, ubi jalar, tepung sagu, gandum, dan biji sorgum), berbahan dasar
gula (tetes tebu, nira tebu, nira kelapa, nira batang, nira aren, dan lainnya).
Dengan demikian bahan dasar untuk membuat bioetanol berasal dari berbagai
organ tanaman baik berupa buah, biji, batang, dan tongkol. Bahkan limbah
dapat digunakan sebagai bahan dasar bioetanol (Prihandana, 2008).
II.4. Hidrolisis
khlorida (HCl) karena garam yang terbentuk tidak berbahaya yaitu garam
dapur. Selain itu asam khlorida (HCl) memiliki sifat mudah menguap sehingga
memudahkan dalam pemisahan dari produknya, HCl juga menghasilkan
produk yang berwarna terang (Endah R, 2007). Menurut Widyastuti dan
Rosirda (2010) HCl digunakan sebagai katalis dengan pertimbangan bahwa
HCl merupakan salah satu jenis oksidator kuat dan lebih aman jika
dibandingkan dengan jenis asam yang lain. Hidrolisis asam memiliki kelebihan
dibandingkan dengan hidrolisis enzim di antaranya yaitu: harganya relatif
murah, mudah diperoleh, dan waktu relatif lebih cepat (Novianti, dkk., 2014).
Penggunaan asam dalam hidrolisis memiliki kelebihan yaitu lebih mudah
dalam proses karena tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor, hidrolisis terjadi
secara acak, dan waktu lebih cepat (Wirakartakusumah, 1981 dalam Ega,
2002).
II.5. Fermentasi
2. Nutrisi
Ragi memerlukan penambahan nutrisi untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan ragi selama proses fermentasi berlangsung,
misalnya:
- Unsur C : ada pada karbohidrat
- Unsur N : dengan penambahan pupuk yang mengandung
nitrogen, ZA, dan urea.
- Unsur P : penambahan pupuk fosfat dari NPK, TSP, DSP, dll.
3. Keasaman (pH)
Ragi memerlukan media suasana asam untuk fermentasi
alkohol, yaitu pH 4-5. pH kurang dari 4 menyebabkan proses
fermentasi berkurang kecepatannya, sedangkan pH yang lebih dari
5 menyebabkan adaptasi ragi dalam ekstrak menjadi lebih rendah.
Pengaturan pH dilakukan dengan menambahkan asam sulfat atau
asam klorida jika substratnya alkalis dan natrium bikarbonat jika
substratnya asam.
Derajat keasaman atau pH merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan
pembentukan produk dalam proses fermentasi karena setiap
mikroorganisme mempunyai kisaran pH optimal terhadap
lingkungan hidupnya. Penurunan pH juga diakibatkan karena
fermentasi menghasilkan asam organik. Peningkatan keasaman
juga disebabkan karena fermentasi akan menghasilkan asam
organik oleh mikroba. Asam-asam organik tersebut seperti asam
malat, asam tartarat, asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam
butirat, dan asam propionat sebagai hasil sampingan, asam ini
menurunkan pH medium. Dapat disimpulkan semakin lama
fermentasi maka pH semakin kecil (Putra dan Amran, 2009).
4. Temperatur
Suhu berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua
hal secara langsung yaitu mempengaruhi aktivitas enzim dan
mempengaruhi hasil alkohol secara langsung karena adanya
penguapan. Setiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan
yang maksimal, suhu pertumbuhan minimal, dan suhu optimal.
Suhu yang optimum dalam perkembangbiakan ragi yaitu 27-30°C.
Ketika fermentasi berlangsung, terjadi kenaikan panas karena
reaksinya eksoterm. Oleh karena itu, untuk mencegah agar suhu
fermentasi tidak naik, perlu pendinginan supaya suhu
dipertahankan tetap 27-30°C.
5. Volume starter
Starter merupakan bahan tambahan yang digunakan pada
tahap awal proses fermentasi. Starter merupakan biakan mikroba
tertentu yang ditumbuhkan di dalam substrat atau medium untuk
tujuan proses tertentu. Syarat starter fermentasi adalah murni,
unggul, stabil, dan bukan patogen. Umumnya volume starter yang
digunakan untuk media fermentasi adalah 5% dari volume larutan
yang akan digunakan. Hal ini dikarenakan pada volume starter
yang lebih besar dari 5% keaktifan ragi berkurang karena alkohol
yang terbentuk pada awal fermentasi sangat banyak sehingga
fermentasi lebih lama dan banyak glukosa yang tidak
terfermentasikan.
6. Udara
Fermentasi alkohol berlangsung secara anaerob. Oleh
karena itu, udara hanya diperlukan pada proses pembibitan sebelum
fermentasi untuk pengembangbiakan ragi sel.
7. Waktu fermentasi
Waktu fermentasi biasanya dilakukan selama 3-14 hari.
Pada fermentasi hari ke 3 sampai fermentasi hari ke 5 terus
mengalami kenaikan kadar etanol. Namun pada fermentasi hari ke
7 mengalami penurunan kadar etanol karena produktivitas dari
mikroba menurun serta nutrisi sudah mulai habis. Jika waktunya
terlalu cepat mikroba masih dalam proses pertumbuhan sehingga
alkohol yang dihasilkan jumlahnya sedikit dan jika terlalu lama
mikroba akan mati. Rata-rata waktu fermentasi adalah antara 75,3-
78 jam atau sekitar 3 hari.
Penelitian (Nur dan Nuria, 2010) mengungkapkan bahwa ubi jalar putih
merupakan tanaman pangan yang memiliki kandungan glukosa yang cukup
tinggi setelah dihidrolisis. Proses fermentasi secara anaerob pada pH 4-5
dengan menggunakan yeast sebagai mikroorganisme yang akan menguraikan
glukosa menjadi etanol. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yeast
optimal, maka ditambahkan urea sebagai nutrisi ke dalam media. Hasil analisis
menunjukkan bahwa waktu fermentasi pada hari ke-3 memiliki kadar etanol
yang tertinggi yaitu 13,86% dibandingkan dengan hari-hari lainnya.
Jenis Mikroba
Karakteristik Zymomonas Saccharomyces
Pichia stipites
mobilis cerevisiae
Memiliki
Memiliki toleransi Memiliki toleransi
toleransi suhu
Ketahanan suhu suhu yang cukup suhu yang cukup
yang paling
tinggi tinggi
tinggi
Mikroorganisme
Kemampuan ini berkembang Kemampuan
mencapai konversi biak dengan cepat mencapai
Konversi
yang cepat dan dan mencapai konversi yang
tinggi konversi yang paling lambat
lebih cepat
II.7. Distilasi
Distilasi merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan titik didih atau kemudahan menguap (volatilitas).
Faktor yang berpengaruh pada proses distilasi adalah jenis bahan yang
didistilasi, temperatur, volume bahan, dan waktu distilasi. Namun faktor yang
paling berpengaruh adalah temperatur. Dalam penyulingan, campuran zat
dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke
dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap
lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis
perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada
suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya.
Proses perpindahan massa merupakan salah satu proses yang cukup penting
(Lestari, 2010).
[ES] biasanya merupakan besaran yang tidak dapat diukur. Besaran yang dapat
diukur adalah konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim total, yaitu jumlah
enzim bebas dan enzim dalam kompleks ES:
[E]t = [E] + [ES]
Pada keadaan steady state, laju pembentukan dan penguraian kompleks ES
sama:
K1 [E][S] = K-1[ES] + K2 [ES]
K1
[ES] = ( ) [E][S]
K−1 +K2
Kemudian konstanta laju reaksi digabungkan menjadi satu konstanta, yaitu KM:
KM adalah konstanta Michaelis-Menten.
K1
KM =
K−1 +K2
Saat laju reaksi mencapai kecepatan maksimum (Vmax), nilai KM >> [S]
maka:
Vmax = K2 [E]t
Akan didapat persamaan Michaelis-Menten:
V [S]
V= K max+[S]
max
1 KM 1
=( )+(V )
v Vmax max
𝐾𝑀
Kemiringan =
𝑉𝑚𝑎𝑥
1
𝑣
1
𝑉𝑚𝑎𝑥
1
−1 [𝑆]
𝑉𝑚𝑎𝑥
1 1
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara v dan [S]
Data untuk menghitung harga Vmax dan KM adalah dengan membuat grafik
1 1
hubungan antara v vs [S] sehingga diperoleh persamaan linear yaitu y= ax + b,
1 1
dimana y = v dan x = [S]. Intersept garis (b) yang didapat dari persamaan linear
1 𝐾𝑀
adalah 𝑉 dan slope (a) merupakan 𝑉 (Bintang, 2010).
𝑚𝑎𝑥 𝑚𝑎𝑥
hati, pada batas cairan akan berbentuk furfural yang berwarna ungu. Reaksi ini
disebut reaksi molisch dan merupakan reaksi umum bagi karbohidrat.
a. Uji Molisch
Dengan prinsip karbohidrat direaksikan dengan a-naftol dalam
alkohol kemudian ditambah dengan asam sulfat pekat melalui
dinding tabung, (+) bila terbentuk cincin ungu (Krause, 2006).
b. Uji Barfoed
Pereaksi terdiri dari Cu-asetat dan asam asetat. Sampel ditambah
pereaksi kemudian dipanaskan, endapan merah bata menunjukkan
(+) monosakarida (Krause, 2006).
c. Uji Benedict
Pereaksi terdiri dari Cu-sulfat, Na-sitrat dan Na-karbonat. Sampel
ditambah pereaksi dan dipanaskan adanya endapan merah cokelat
menunjukkan adanya gula reduksi (Winarno, FG, 2004).
d. Uji Iodium
Larutan sampel diasamkan dengan HCl kemudian ditambah iodin
dalam larutan KI. Warna biru berarti (+) adanya pati kalau warna
merah (+) glikogen (Winarno, FG, 2004).
e. Uji Seliwanoff
Pereaksi 3,5 ml resocsinol 0,5 % dengan 12 ml HCl pekat
diencerkan 3,5 ml dengan aquades setelah sampel ditambah
pereaksi dipanaskan. Warna merah cerri menunjukkan positif
adanya fruktosa dalam makanan. (Winarno, FG, 2004).
f. Uji Antron
Prinsip uji Antron sama dengan uji Seliwanof dan Molisch yaitu
menggunakan senyawa H2SO4 untuk membentuk senyawa furfural
lalu membentuk kompleks dengan pereaksi Antron sehingga
terbentuk warna biru kehijauan.
g. Uji Fehling
Pereaksi terdiri dari Cu-sulfat dalam suasana alkalis, NaOH,
ditambah Chelating Agent (kalium natrium tartrat). Sampel
ditambah pereaksi dan dipanaskan adanya endapan berwarna merah
cokelat menunjukkan adanya gula reduksi.
2. Analisa Kuantitatif
Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-
1992 yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff
Schoorl. Pada tahun 1936, International Commission for Uniform Methods
of Sugar Analysis mempertimbangkan metode Luff Schoorl sebagai salah
satu metode yang digunakan untuk menstandarkan analisis gula pereduksi
karena metode Luff Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di
pulau Jawa.
Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula
sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam, yaitu HCl, dan panas.
Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis dengan metode Luff-
Schoorl. Prinsip analisis dengan metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+
menjadi Cu1+ oleh monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi
larutan basa dari garam logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya.
Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan titrasi
iodometri (SNI 01-2891-1992). Reaksi yang terjadi:
Apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi
lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko
kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis).
H2SO4 ditambahkan untuk mengikat ion tembaga yang terbentuk dari hasil
reduksi monosakarida dengan pereaksi Luff-Schoorl, kemudian membentuk
CuSO4. KI akan bereaksi dengan tembaga sulfat membentuk buih coklat
kehitaman. Langkah terakhir yang dilakukan dalam metode Luff Schoorl
adalah titrasi dengan natrium tiosulfat (Harjadi, 1994).
Pada penentuan metode ini, yang ditentukan bukanlah kuprooksida
yang mengendap tapi kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan
dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel
gula reduksi (titrasi sampel). Penentuan titrasi dilakukan dengan
menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel
ekuivalen atau sama dengan jumlah kuprooksida yang terbentuk dan sama
dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan / larutan. Reaksi yang
terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula- mula kuprooksida yang
ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-iodida. Banyaknya
iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya
iod dapat diketahui dengan titrasi dengan menggunakan Na-tiosulfat. Untuk
mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum.
Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih, maka
menunjukkan bahwa titrasi sudah selesai. Menurut Sudarmadji (1989),
Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula menurut Luff Schoorl dapat
dituliskan sebagai berikut:
R- COH + 2 CuO → Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO → CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2 KI → CuI2 + K2SO4
2 Cu++ + 2 I- → 2 Cu+ + I2
I2 + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2 NaI
b. Metode Enzimatis
Penentuan gula dengan cara enzimatis sangat tepat terutama untuk
tujuan penentuan gula tertentu yang ada dalam suatu campuran berbagai
macam gula. Cara kimiawi mungkin sulit untuk penentuan secara individual
yang ada dalam campuran itu, tetapi dengan cara enzimatis ini penentuan
gula tertentu tidak akan mengalami kesulitan karena tiap enzim sudah sangat
spesifik untuk gula yang tertentu (Slamet S, dkk., 2003).
c. Metode Kromatografi
Perlakuan dengan mengisolasi dan mengidentifikasi karbohidrat dalam
suatu campuran ialah cara untuk menentukan karbohidrat dengan cara
kromatografi. Isolasi karbohidrat ini berdasarkan prinsip pemisahan suatu
campuran berdasarkan atas perbedaan distribusi rationya pada fase tetap
(diam) dengan fase bergerak. Fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas,
sedang fase tetap dapat berupa zat padat atau zat cair. Apabila zat padat
sebagai fase tetapnya maka disebut kromatografi serapan, sedangkan bila
zat cair sebagai fase tetapnya maka disebut kromatografi partisi atau
sebagian (Sudarmadji, 1989).
d. Metode Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis
yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi
dengan cahaya. Peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri disebut
spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV
dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun
yang lebih berperan adalah elektron valensi.
Spektrofotometri UV-Vis memiliki prinsip kerja ketika molekul
mengabsorbsi radiasi UV atau visible dengan panjang gelombang tertentu,
maka elektron dalam molekul akan mengalami transisi atau pengeksitasian
dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Penyerapan cahaya dari sumber radiasi oleh molekul dapat terjadi apabila
energi radiasi yang dipancarkan pada atom analit besarnya tepat sama
dengan perbedaan tingkat energi transisi elektronnya (Rudi, dkk., 2004).
Spektrofotometer UV-Vis dapat diukur dalam bentuk larutan. Analit
yang dapat diukur dengan spektrofotometer sinar tampak adalah analit
berwarna atau yang dapat dibuat berwarna. Analit berwarna adalah analit
yang memiliki sifat menyerap cahaya secara alami. Analit yang dibuat
berwarna adalah analit yang tidak berwarna sehingga harus direaksikan
dengan zat tertentu untuk membentuk senyawa yang menyerap cahaya pada
panjang gelombang tertentu. Pembentukan warna untuk zat atau senyawa
yang tidak berwarna dapat dilakukan dengan pembentukan kompleks atau
dengan cara oksidasi sehingga analit menjadi berwarna.
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam
menggunakan spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit
(Rudi, dkk., 2004):
1. Adanya serapan oleh pelarut
Pelarut yang akan menyerap cahaya ini dapat diatasi dengan
penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang
akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet
Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet
dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi
sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan
konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan
(melalui pengenceran atau pemekatan).
Proses utama yang terjadi pada penelitian ini adalah proses fermentasi.
Bioetanol akan terbentuk secara alami dari proses fermentasi glukosa dengan
bantuan khamir. Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan untuk
fermentasi adalah ubi jalar putih.
Saccharomyces cerevisiae
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 .....(7)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Keterangan:
Keterangan:
Aquadest Pencucian
Pengeringan
(sinar matahari)
Penghalusan
menggunakan
blender
Pengeringan
(oven suhu
±100℃ selama 3 jam)
Pengayakan Bakuan/
(40 mesh) perconto
Penyaringan Filtrat
Filtrat
NaOH 6 M Pencampuran hidrolisis
(hingga pH 4,5) pati
Variasi massa
ragi roti Fermentasi
Saccharomyces (variasi massa Hasil
cerevisiae (3, 5, khamir dan variasi fermentasi
7, 9, dan 11% waktu fermentasi
per bahan baku pada suhu 30 oC)
awal) dan
variasi waktu (2,
3, 5, 6, dan 7
hari) Pengukuran pH
Hasil Distilasi
Etanol
fermentasi atmosferik
(suhu 80 oC)
Pengeringan
Ubi jalar putih
(oven suhu 100 oC
hasil blender
selama 60 menit)
(4kg)
Penyaringan Filtrat
Pencucian (hingga
volume filtrat 250 ml) Aquadest
Residu hasil
Pencampuran Aquadest
pencucian
200 ml
Pemanasan
HCl 25%
(2,5 jam)
Pengenceran
NaOH 45%
(500 ml)
(hingga pH netral)
Filtrat
Pengenceran
Filtrat hasil
(hingga 50ml)
hidrolisis Aquadest
pati (1 ml)
Spektrometer UV-Vis
Reagen Kadar
(panjang gelombang
Anthrone glukosa
630 nm)
(5 ml)
Agustinus, E., dan Amran, H, 2009, Pembuatan Bioetanol dari Nira Siwalan secara
Fermentasi Fase Cair Menggunakan Fermipan, Prosiding, Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Ahmad, dan Kun, 2017, Perbandingan Efektifitas Pembuatan Glukosa dari Kertas
Bekas Secara Hidrolisis Asam dan Enzim, Jurnal Teknologi Bahan Alam,
1(1).
Aini, Nur, 2004, Pengolahan Tepung Ubi Jalar dan Produknya untuk
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Damardjati, D.S., dan Widowati, 1994, Pemanfaaatan Ubi Jalar dalam Program
Diversifikasi guna Mensukseskan Swasembada Pangan, Balai Penelitian
Tanaman Pangan, 3(2), 1-25.
Deki Septian, dkk., 2012, Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Menggunakan
Metode Hidrolisis Enzimatik dan Fermentasi, Universitas Sriwijaya,
Palembang, Jurnal Teknik Kimia, (18).
Ega, L, 2002, Kajian Sifat Fisik dan Kimia Serta Pola Hidrolisis Pati Ubi Jalar Jenis
Unggul secara Enzimatis dan Asam, Tesis: Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
46
Endah, R., dkk., 2007, Kinetika Reaksi Tepung Sorgum dengan Katalis Asam
Klorida (HCl), Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Fatimah, Febriana, dan Lina, 2013, Kinetika Fermentasi Alkohol dari Buah Salak,
Jurnal Teknik Kimia, 2(2), Universitas Sumatera Utara.
Hadi, Syaiful., 2012, Pengambilan Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Clove Oil)
Menggunakan Pelarut n-Heksana dan Benzana, Jurnal Bahan Alam
Terbarukan, 1(2), Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Hendrawati, T,Y., Anwar, I., dan Agung, S., 2018, Pemetaan Bahan Baku dan
Analisis Teknoekonomi Bioetanol dari Singkong di Indonesia, Jurnal
Teknologi, 11(3), Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jakarta.
Herlina, Fika, Siang Tandi Gonggo, dan Ratman, 2017, Pengaruh Lama Waktu
Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol Dari Pati Ubi Jalar Kuning. Jurnal
Akademika Kimia, 6(2), 86-91.
Kartika, B., Sutanti, R., dan Nuzulis, A. 1992, Petunjuk evaluasi produk industri
hasil pertanian, PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
47
Krause, M.V., dan M.A. Hunscher, 2006, Food Nutrition and Diet Therapy. W.B.
Saunders Company: Philadelphia.
Lestari, Endah, 2010, Persentase Produk Etanol dari Distilasi Etanol–Air dengan
Distribute Control System (DCS) pada Berbagai Konsentrasi Umpan,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Machbubatul, 2008, Pembuatan Kaldu dari Kepala Ikan Tuna dengan Cara
Hidrolisis Asam (Kajian Penambahan Air dan pH), Universitas
Brawijaya, Malang.
Mailool, J. C., Molenaar, R., Tooy, D. & Longdong, I. A., 2013, Produksi bioetanol,
Universitas Brawijaya, Malang.
Muhibuddin, M., 2013, Rancang Bangun Alat Identifikasi Kadar Alkohol Berbasis,
Skripsi, Universitas Islam Negeri Malang, Malang.
Mulyono, A. M. W., Handayani, C. B., Tari, A.I. N., & Zuprizal, 2011, Fermentasi
Etanol dari Jerami Padi, Karya Tulis Ilmiah. Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Veteran Bangun Nusantara
Sukaharjo.
Nester EW, Anderson DG, Roberts CE, dan Nester MT, 2007, Microbiology a
Human Perspective, New york: Mc Graw-Hill companies..
Nigam, P. S., & Singh, A., 2011, Production of Liquid Biofuels from Renewable
Resources, Progress in Energy and Combustion Science, 37(1), 52–68.
Novianti, H., Supartono, dan Siadi, K, 2014, Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji
Kayu Sengon Laut Menjadi Bioetanol Menggunakan Saccharomyces
cerevisiae, Indonesia Journal of Chemical Science, 3(2), 147-151.
48
Osborne, D.R., dan Voogt, P., 1978, The Analysis of Nutients in Foods, Academic
Press: New York.
Pickett, J., Anderson, D., Bowles, D., Bridgwater, T., Jarvis, P., Mortimer, N., &
Woods, J, 2008, Sustainable Biofuels: Prospects and Challenges, London
UK: The Royal Society.
Prasetya, H., Vivandra, P., Ariawiyana, F, 2009, Bioetanol Gel Ubi Jalar Produk
Inovatif Sebagai Sumber Energi Alternatif pada Sektor Rumah Tangga, PKM-
GT Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Prihandana, 2008, Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan, Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Purnama, T. W., dan Arfian Hafidz A., 2015, Studi Pengaruh Mikroorganisme
Terhadap Yield Etanol pada Proses Fermentasi Batch, Skripsi, Fakultas
Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Novermber, Surabaya.
Purwono, dan Heni, 2007, Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul, PT Penebar
Swadaya, Jakarta, 96-116.
Putra .,E. Agustinus dan Amran, 2009, Pembuatan Bioetanol dari Nira Siwalan
Secara Fermentasi Fase Cair Menggunakan Fermipan, Jurusan Teknik
Kimia Universitas Diponegoro, Semarang.
Retnowati dan Sutanti, 2009, Pemanfaatan Limbah Padat Ampas Singkong dan
Lindur Sebagai Bahan Baku Pembuatan Etanol, Universitas Semarang, Semarang.
49
Riata, R., 2010, Ipomoea batatas (Ubi Jalar Ungu), Yogyakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada.
Rikana, H., dan Adam, R. 2008, Pembuatan Bioetanol dari Singkong secara
Fermentasi Menggunakan Ragi Tape, Laporan Penelitian Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.
Risnoyatiningsih, S., 2011, Hidrolisis Pati Ubi Jalar Kuning Menjadi Glukosa
Secara Enzimatis, Jurnal Teknik Kimia, 5(2), UPN Veteran Jawa Timur.
Rohmadi, Nur, dan Amalia, Nuria, 2010, Pembuatan Bioetanol Dari Ubi Jalar
Putih, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Solo.
Saputri, I, R, 2010, Pembuatan Bioetanol dari Ubi Jalar Putih (Ipomea batatas L.)
Menggunakan Fermentasi Ragi Roti, Tugas Akhir Program Studi Teknik
Kimia DIII, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
50
Smith P.S, 1982, Starch Derivatives and Their Use in Foods in Food
Carbohydrates, Westport: AVI Publ. Co. Inc.
Sudarmadji, S., Kasmidjo, R., Sardjpono, Wibowo, D., Margino, S., dan Rahayu,
E, 1989, Mikrobiologi Pangan, UGM, Yogyakarta.
Sudiyani, Y., Syahrul, A., dan Dieni Mansur, 2008, Perkembangan Bioetanol G2
Teknologi dan Perspektif, Jakarta: LIPI Press.
Swinkels JJM, 1985, Sources of Starch, its Chemistry and Physics, Di dalam:
Starch Conversion Technology, Van Beynum GMA, Roels A, editor, New
York : Marcel Dekker.
Widyastuti dan Rosirda, 2010, Pembuatan Glukosa dari Pati Secara Hidrolisis
Kimiawi, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Winarno, F.G, 1993, Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Umum.
Winarno, F.G, 2004, Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Zuraida, N., dan Supriati, Y., 2001, Usahatani Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan
Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat, Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor.
51