Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa / 6 November 2018

Teknologi Bahan Penyegar Gol/kel : P3/6


Dosen : Dr. Indah Yuliasih, STP,M.Si
Asisten :
1. Nurjannah Husna
(F34140085)
2. Unggul Rizki Utami
(F34140121)

PENGOLAHAN KAKAO

Oleh :

Apriani Putri Rahayu (F34160076)


Yuninda Risma D (F34160099)
M. Novendra Harulian P (F34160100)
Annisa Nur Fajriah (F34160102)
Ardani Lukman (F34160103)
Hasanuddin Rizal (G44150099)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu hasil pertanian Indonesia yang cukup potensial
dalam menyumbang devisa Negara. Ditingkat dunia, kakao Indonesia menempati
posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Di pasar dunia, harga biji kakao dan
produk olahannya sangat menarik dan prospek pengembangannya cukup cerah
dimasa yang akan datang. Adanya nilai tambah yang tinggi dalam industri
pengolahan kakao dipandang sangat perlu untuk terus mendorong perkembangan
industri pengolahan kakao (Prawoto et al. 2008).
Produk olahan yang diproduksi dengan bahan baku kakao banyak ditemui
di pasaran. Produk olahan dari biji coklat banyak disukai masyarakat. Selain itu,
kandungan komponen bioaktif di dalamnya, berpotensi untuk meningkatkan
kesehatan. Produk hasil olahan kakao memiliki sifat yang spesial dari pangan
lainnya, bukan karena rasa dan nutrisinya yang baik, tetapi lebih karena sifatnya
yang tidak dimiliki oleh pangan lain yaitu bersifat padat di suhu ruang, rapuh saat
dipatahkan dan meleleh sempurna pada suhu tubuh (Misnawi 2008).
Produk berbahan dasar kakao salah satunya yaitu kakao bubuk. Coklat
bubuk atau cocoa powder terbuat dari bungkil/ampas biji coklat yang telah
dipisahkan lemak coklatnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu
dilakukan percobaan mengenai pengolahan coklat bubuk dan produk turunannya

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengolah kakao menjadi bubuk coklat
bubuk/cocoa powder dan selanjutnya diolah lagi menjadi produk jadi siap
konsumsi.
Metodologi
1. Pengolahan Coklat Bubuk

Kakao

Dibelah dan dikeluarkan bijinya

Biji kakao difermentasi

Dicuci hingga bersih

Dikeringkan dengan oven

Disangrai

Dipress hingga didapatkan cocoa butter dan ampas coklat

Ampas coklat diblender

Cocoa Powder
2. Pengolahan minuman coklat

Cocoa Powder

Dimasukkan ke dalam campuran gula dengan perasa mint dan krimer


nabati

Diaduk hingga merata

Coklat bubuk dibagi menjadi tiga pada gelas yang berbeda


sebanyak 35 g

Gelas pertama diseduh dengan air panas

Gelas kedua diseduh dengan air biasa dan campuran es batu

Campurkan hingga merata dengan shaker atau blender

Minuman Coklat
BAB 2
PEMBAHASAN
Secara umum jenis kakao terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Criollo atau yang
dikenal sebagai kakao mulia Forastero dan Trinitario (campuran Criollo dan
Forastero). Criollo merupakan jenis kakao yang menghasilkan biji kakao dengan
mutu terbaik sehingga dikenal sebagai kakao mulia, fine flavour cocoa, choiced
cocoa dan edel cocoa. Kurang lebih 7% dari produksi kakao dunia dan merupakan
jenis edel yang dihasilkan di Equador, Venezuela, Trinidad, Grenada, Jamaika,
Srilangka, Indonesia dan Samoa. Buahnya berwarna merah atau hijau dengan kulit
buah tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji kakao jenis ini berbentuk bulat telur
dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada saat basah. Kakao jenis
criollo mempunyai rasa yang kompleks dan lembut, tetapi cita rasa coklatnya
kurang kuat (Pangkalan Ide 2008).
Jenis kakao forastero merupakan jenis kakao dengan mutu kakao sedang
atau bulk cocoa atau lebih dikenal dengan ordinary cocoa dengan cita rasa coklat
yang kuat. Buahnya berkulit tebal dan berwarna hijau, sementara biji kakaonya
berbentuk tipis dengan kotiledon berwarna unggu pada saat basah. Jumlahnya
sekitar 93% dari produksi kakao dunia dan merupakan jenis bulk yang dihasilkan
Afrika Barat, Brazil dan Dominika. Sementara jenis kakao Trinitario merupakan
hybrida dari jenis kakao Criollo dan Forastero secara alami sehingga jenis kakao
ini sangat heterogen. Kakao jenis ini menghasilkan biji kakao fine flavour cocoa
dan ada yang termasuk dalam bulk cocoa. Bentuknya bervariasi dengan buah
berwarna hijau dan merah. Biji kakaonya juga bermacam-macam dengan kotiledon
berwarna unggu muda sampai unggu tua pada saat basah. cita rasa kakao ini
kompleks, lembut, dan terasa coklat kuat (Pangkalan Ide 2008).
Secara umum proses pengolahan biji kakao menjadi coklat melalui
beberapa tahapan proses. Tahapan proses pengolahan biji kakao menjadi coklat
secara umum semuanya sama, yaitu dari mulai proses pembersihan hingga menjadi
produk cokelat. Masing-masing tahapan proses mempunyai fungsi tertentu dalam
pengubahan biji kakao menjadi produk-produk bernilai tambah. Tahapan pertama,
biji kakao dibersihkan untuk menghilangkan semua bahan yang asing. Biji
ditumpuk di lantai atau wadah (daun pisang dan karung) dan difermentasi selama 2
– 8 hari. Secara periodik, dilakukan pengadukan biji agar oksigen yang dibutuhkan
untuk proses fermentasi bisa masuk dan tersebar merata diseluruh tumpukan biji.
Selain itu juga terjadi pembentukan warna dan flavor serta degradasi parsial
komponen penyebab rasa pahit dan kelat. Pulp yang menempel pada biji coklat
terdekomposisi secara enzimatis menjadi cairan yang larut air. Fermentasi
dikatakan sempurna jika warna biji kakao berubah dari warna terang menjadi coklat
gelap yang homogen dan biji mudah dipisah dari kulit bijinya. Setelah fermentasi
selesai, biji dikeringkan hingga kadar air mencapai 6 – 8%. Proses pengeringan bisa
dilakukan dengan cara penjemuran atau menggunakan oven pengering (55 – 66 0
C) (Susanto 1994). Di beberapa negara, termasuk Indonesia, dilakukan pencucian
biji sebelum dikeringkan. Walaupun akan memperbaiki penampakan biji, tetapi
pencucian yang berlebihan beresiko untuk meningkatkan kerapuhan biji. Biji kakao
kering dibagi dalam beberapa kelas mutu. Mutu terbaik adalah biji yang masuk
dalam kategori kelas mutu A.
Tahapan selanjutnya, biji kakao akan dipanggang/disangrai untuk
membawa keluar rasa coklat dan warna biji (roasted). Suhu, waktu dan tingkat
kelembaban pada saat penyangraian (roasted) tergantung pada jenis biji yang
digunakan dan jenis cokelat atau produk yang akan dihasilkan. Tahapan ketiga,
sebuah mesin penampi (winnowing machine) akan digunakan untuk memisahkan
kulit biji dan biji kakao. Tahapn keempat, biji kakao kemudian akan mengalami
proses alkalisasi, biasanya menggunakan kalium karbonat, untuk mengembangkan
rasa dan warna. Tahapn kelima, setelah di alkalisasi, biji kakao kemudian
memasuki proses penggilingan untuk membuat cocoa liquor (kakao partikel
tersuspensi dalam cocoa butter). Suhu dan tingkat penggilingan bervariasi sesuai
dengan jenis mesin penggilingan yang digunakan dan produk yang akan dihasilkan.
Pembuatan pasta coklat melibatkan tahapan proses pembersihan biji, pemisahan
kulit dan penyangraian. Pembersihan ditujukan untuk mengeluarkan pengotor yang
mungkin terbawa, seperti pasir, batu, partikel-partikel tanaman dan sebagainya.
Keberadaan pengotor ini tidak diinginkan. Jika pengotor yang keras hanya potensial
untuk merusak peralatan proses, maka pengotor organik juga bisa merusak flavor
coklat selama proses penyangraian (Prawoto et al. 2008).
Biji yang akan diolah menjadi coklat (chocolate), membutuhkan proses
sangrai yang lebih intensif dibandingkan dengan biji yang akan diolah untuk
menjadi coklat bubuk (cocoa powder). Apapun metode penyangraian yang dipilih,
proses tidak boleh menghanguskan kulit karena akan merusak flavor. Selama
proses penyangraian, kadar air biji turun dan terjadi pembentukan flavor coklat. Biji
akan berwarna lebih gelap dengan tekstur yang lebih rapuh dan kulit menjadi lebih
mudah dipisah dari daging biji (nib). Penyangraian juga akan mempermudah proses
ekstraksi lemak. Selain itu, panas selama penyangraian juga berperan untuk
membunuh kontaminan yang mungkin terikut dari tahapan sebelumnya.
Biji yang telah disangrai secepatnya didinginkan untuk mencegah
pemanasan yang berlebihan. Biji selanjutnya dihancurkan dan dipisahkan dari kulit
ari dan lembaganya dengan menggunakan teknik hembusan udara (menampi secara
mekanis). Keberadaan kulit ari dan lembaga tidak diinginkan karena akan merusak
flavor dan karakteristik produk olahan coklat. Setelah penyangraian, biji coklat
(nib) mengalami proses penggilingan (pelumatan). Proses ini dilakukan secara
bertingkat sebanyak 2 – 3 tahap untuk memperoleh pasta coklat (cocoa liquor atau
cocoa mass) dengan tingkat kehalusan tertentu. Pada pembuatan pasta coklat,
kadang juga dilakukan proses alkalisasi sebelum proses penggilingan. Tujuan
proses alkalisasi adalah untuk melembutkan flavor dengan menetralkan sebagian
asam-asam bebas, juga untuk memperbaiki warna, daya basah (wettability) dan
dispersibilitas coklat bubuk (cocoa powder) sehingga mencegah pembentukan
endapan dalam minuman coklat.
Tahapan selanjutnya, setelah biji kakao menjadi cocoa liquor, biasanya
produsen akan menambahkan bahan pencampur, seperti kacang untuk menambah
citra rasa coklat. Umumnya menggunakan lebih dari satu jenis kacang dalam
produk mereka, yang dicampur bersama-sama dengan formula yang dibutuhkan.
Tahapan keenam adalah mengekstrak cocoa liquor dengan cara dipress/ditekan
untuk mendapatkan lemak coklat (cocoa butter) dan kakao dengan massa padat
yang disebut cocoa presscake. Persentasi lemak kakao yang dipress disesuaikan
dengan keinginan produsen sehingga komposisi lemak coklat (cocoa butter) dan
cocoa presscake berbeda-beda. Tahapan selanjutnya dibagi menjadi dua arah yang
berbeda. Lemak coklat akan digunakan dalam pembuatan coklat. Sementara cocoa
presscake akan dihaluskan menjadi coklat dalam bentuk bubuk. Bungkil biji hasil
dari pengepressan dihaluskan dengan menggunakan alat penghalus (breaker) dan
diayak untuk memperoleh ukuran partikel bubuk yang seragam. Kadar lemak
didalam coklat bubuk berkisar antara 10 – 22%. Bubuk coklat dengan kadar lemak
yang lebih tinggi biasanya memiliki warna yang lebih gelap dan flavor yang lebih
ringan. Coklat bubuk ini digunakan dalam berbagai produk pangan, misalnya untuk
membuat minuman coklat, inggridient untuk cake, puding, ice cream dan
sebagainya.Untuk memperoleh coklat bubuk, maka sebagian lemak coklat (cocoa
butter) yang ada di dalam pasta coklat harus dikeluarkan. Proses pengeluaran lemak
dilakukan dengan mengepress pasta menggunakan pengepress tekanan. Lemak
coklat panas dilewatkan ke filter press untuk memisahkannya dari kotoran yang
mungkin terbawa, untuk selanjutnya dicetak dan didinginkan. Lemak coklat ini
digunakan oleh industri coklat. Tahapan selanjutnya, lemak coklat (cocoa butter)
selanjutnya akan digunakan untuk memproduksi coklat melalui penambahan cocoa
liquor. Bahan- bahan lain seperti gula, susu, pengemulsi agen dan cocoa butter
ditambahkan dan dicampur. Proporsi bahan akan berbeda tergantung pada jenis
cokelat yang dibuat. Tahapan selanjutnya, campuran kemudian mengalami proses
pemurnian sampai pasta yang halus terbentuk (refining). Refining bertujuan
meningkatkan tekstur dari coklat.
Tahapan selanjutnya, dilakukan proses conching, untuk mengembangkan
lebih lanjut rasa dan tekstur coklat. Conching adalah proses menguleni atau
smoothing. Kecepatan, durasi dan suhu conching akan mempengaruhi rasa.
Sebuah alternatif untuk conching adalah proses pengemulsi menggunakan mesin
yang bekerja seperti pengocok telur. Tahapan selanjutnya, campuran tersebut
kemudian melewati pemanasan, pendinginan dan proses pemanasan kembali. Hal
ini mencegah perubahan warna dan lemak coklat dalam produk tersebut. Hal ini
untuk mencegah perubahan warna dan melelehnya coklat dalam produk. Tahapan
selanjutnya, campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan atau
digunakan untuk pengisi enrobing dan didinginkan di ruang pendingin. Tahap
terakhir, cokelat yang sudah jadi kemudian dikemas untuk distribusi ke outlet ritel
(Iswanto 2004). Umumnya cocoa liquor yang akan digunakan dalam pembuatan
bubuk cokelat atau cocoa powder di-alkalisasi terlebih dahulu, tetapi hanya sedikit
liquor yang digunakan untuk membuat cokelat diberi perlakuan ini.
Fermentasi merupakan proses produksi suatu produk dengan mikroba
sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi
tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen.
Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena
pulp/ daging kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam
sitrat sudah dapat mengundang terbentuknya pertumbuhan mikroorganisme
sehingga terjadi fermentasi. Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan
cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Selain itu, kakao Indonesia
memiliki kelebihan tidak mudah meleleh sehingga cocok untuk blending (proses
dimana beberapa jenis kakao yang berbeda bisa dicampur dan mendapatkan paduan
rasa yang tepat) (Ariyanti 2017).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi biji kakao,
antara lain lama fermentasi, keseragaman terhadap kecepatan pengadukan/
pembalikan, aerasi, iklim, kemasakan buah, wadah dan kuantitas fermentasi.
Fermentasi untuk biji kakao jenis lindak membutuhkan waktu lebih lama, yaitu 5
hari, sedangkan biji kakao mulia lebih pendek berkisar 3 hari. Fermentasi yang
terlalu lama meningkatkan kadar biji kakao berjamur dan berkecambah, sedangkan
fermentasi yang singkat menghasilkan kadar biji slaty (biji tidak terfermentasi)
tinggi. Selain lama fermentasi, wadah fermentasi juga ikut menentukan kualitas biji
kakao yang dihasilkan. Wadah fermentasi yang baik terbuat dari kayu dengan
kuantitas minimal 40 kg (Ariyanti 2017).
Kurangnya kuantitas biji kakao yang difermentasi menyebabkan suhu
fermentasi tidak tercapai sehingga bukan fermentasi biji yang dihasilkan, tetapi biji
yang berjamur (Hatmi dan Rustijarno 2012).
Fermentasi bertujuan untuk melepaskan pulp dari keping biji, sehingga
mempermudah proses pengeringan, kulit biji tersebut mudah dilepaskan dari keping
biji (Rohan 1963). Selain itu fermentasi juga bertujuan untuk mematikan biji, dan
memberikan kesempatan terjadinya proses menuju ke pembentukan warna, rasa dan
aroma (Yusianto et al. 1997). Proses pembalikan pada saat fermentasi harus
dilakukan setelah 48 jam. Hal ini untuk diperolehnya keseragaman fermentasi biji
kakao. Biji kakao yang tidak dibalik saat difermentasi, maka biji kakao yang
ditengah dihasilkan panas optimum sehingga fermentasi maksimal, sedangkan yang
diatas, di bawah, dan samping akan berakibat sebaliknya.
Prawoto et al (2008), menyatakan terdapat variasi yang sangat besar
mengenai waktu fermentasi yang diterapkan oleh negara-negara penghasil kakao,
yakni mulai 1,5 - 10 hari. Perbedaan utama terjadi karena varietas kakao, utamanya
biji kakao mulia lama fermentasinya 2-3 hari, sedangkan kakao lindak 6-8 hari.
Beberapa faktor yang mempengaruhi waktu proses fermentasi antara lain: tebal
pulp biji, metode fermentasi, dan jumlah biji yang diolah.
Kadar air yang diperoleh oleh kelompok 1 sampai 4 pada ulangan pertama
adalah 1%, sedangkan kelompok 5 dan 6 adalah 1,5%. Untuk ulangan kedua
kelompok 1 dan 2 kadar airnya adalah 2,9%, untuk kelompok 3 dan 4 adalah 0,5%,
dan kelompok 5 dan 6 adalah 4%. Hasil pengujian kadar air biji kakao masih
dibawah syarat SNI 2323-2008 yaitu maksimum 7,5%, artinya komoditas biji kakao
sudah memenuhi standar persyaratan kadar air biji kakao dari SNI.
Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai
peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan
devisa negara serta penghasilan petani kakao. Pasta cokelat atau cocoa liquor dibuat
dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses untuk mengubah biji kakao
yang semula padat menjadi semi cair atau cair. Bila pasta cokelat diproses lebih
lanjut, maka akan menghasilkan lemak (cocoa butter) dan bubuk cokelat (cocoa
powder). Tahapan proses pengolahan biji kakao menjadi produk sekundernya
(pasta, lemak dan bubuk cokelat) secara umum meliputi proses pembersihan,
penyangraian, penghalusan, dan pengempaan. Pecahan-pecahan inti biji hasil
penyangraian didinginkan kemudian dihaluskan. Selama proses penghalusan, suhu
pasta dikontrol sedemikian rupa sehingga proses penghalusan lanjut fasa cair tidak
berlangsung (Heddy1990).
Cocoa butter merupakan komponen termahal dari biji kakao. Biji kakao
yang berasal dari pembuatan musim hujan umumnya mempunyai kadar lemak
tinggi. Selain oleh bahan tanam dan musim, kandungan lemak dipengaruhi oleh
perlakuan pengolahan, jenis bahan tanaman dan faktor musiman, sedangkan
karakteristik fisik biji kakao pasca pengolahan seperti kadar air, tingkat fermentasi
dan kadar kulit berpengaruh pada rendemen lemak biji kakao (Mulato 2002). Cocoa
butter merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair
pada suhu dibawah titik bekunya. Cocoa butter mempunyai warna putih
kekuningan dan mempunyai bau khas cokelat. Lemak ini mempunyai sifat rapuh
(brittle) pada suhu 25oC dan tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin,
angka penyabunan 188-198, angka iod 35-40. Menurut Fennema (1976) Cocoa
butter tersusun atas senyawa gliserol dan tiga asam lemak dalam bentuk trigliserida,
dimana hampir 70% dari gliserida mengandung senyawa tidak jenuh tunggal yaitu
oleodipalmitin (POP), oleodistearin (SOS), dan oleopalmistearin (POS).
Cocoa powder terbuat dari bungkil/ampas biji coklat yang telah dipisahkan
lemak coklatnya. Bungkil ini dikeringkan dan digiling halus sehingga terbentuk
tepung coklat. Terdapat 2 jenis Cocoa powder, yaitu melalui proses natural (non
alkalized cocoa powder) dan yang kedua melalui proses dutch (alkalized cocoa
powder). Natural cocoa powder memiliki warna lebih terang, sedangkan Dutch
cocoa powder memiliki warna lebih gelap. Kebanyakan coklat bubuk yang dijual
dipasaran adalah jenis natural cocoa powder. Cocoa powder natural dibuat dari
bubur coklat atau balok coklat pahit, dengan menghilangkan sebagian besar
lemaknya hingga tinggal 18%-23%. Coklat jenis ini berbentuk tepung,
mengandung sedikit lemak, dan rasanya pahit.
Bahan baku Cocoa powder biasanya memiliki kadar lemak yang tinggi,
dengan kadar lemak antara 10%-12% dan ukuran partikel antara 15-30 um. Bahan
baku yang dicampur dengan alkohol, yaitu etanol. Temperatur yang digunakan
antara 60 oC -80oC, namun pada umumnya temperatur yang digunakan 70 oC.
Kelompok kami memutuskan untuk membuat minuman coklat dingin.
Pertama tama, kami membuat coklat bubuk dari biji cacao yang dikupas.
Kemudian, coklat tersebut dicampur dengan perisa rasa mint agar menciptakan
rasa mint. Setelah dicampurkan, coklatpun diseduh. Setelah diseduh coklat yang
sudah menjadi minuman ditambahkan gula pasir. Lalu Minuman coklat mint siap
dikonsumsi.
Pada praktikum ini, kakao bubuk hasil proses pengolahan diolah kembali
menjadi produk makanan dan minuman. Makanan tersebut berupa coklat batangan,
donat coklat, dan 2 formula minuman coklat. Formula 1 yaitu minuman coklat yang
disajikan saat dingin dan formula 2 yaitu minuman coklat yang disajikan saat panas.
Pada 3 jenis produk olahan tersebut dilakukan pengujian organoleptik untuk
mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap beberapa parameter yang diujikan.
Parameter tersebut yaitu rasa, tekstur, aroma, dan penerimaan umum. Dalam
pengujian tersebut diberikan skala 1-5 yang menunjukkan perbedaan tingkat
kesukaan. Angka 1 menunjukkan sangat tidak suka, angka 2 menunjukkan tidak
suka, angka 3 menunjukkan netral, angka 4 menunjukkan suka, dan angka 5
menunjukkan sangat suka.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk coklat batangan dengan
parameter rasa menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P3 kelompok 1 yaitu 3.6,
sampel ini bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok 2 dan P1 kelompok
1 dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai rasa pada produk
coklat batangan yang dibuat P3 kelompok 1 daripada produk P3 kelompok 2 dan
P1 kelompok 1 dan 2. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil
daripada F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter rasa tidak memiliki
pengaruh yang berbeda nyata dari keempat sampel produk coklat batangan yang
diuji tersebut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk donut coklat dengan parameter
rasa menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P1 kelompok 4 yaitu 3.9, sampel
ini bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok 3 dan 4 dan P1 kelompok 3.
Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai rasa pada produk donut coklat
yang dibuat P1 kelompok 4 daripada produk P3 kelompok 3 dan 4 dan P1 kelompok
3. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung lebih besar daripada F tabel. Hal
ini menunjukkan bahwa parameter rasa memiliki pengaruh yang berbeda nyata dari
keempat sampel produk donut coklat yang diuji tersebut sehingga harus dilakukan
pengujian lebih lanjut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk minuman coklat yang
disajikan saat dingin dengan parameter rasa menunjukkan bahwa nilai rata-rata
sampel P1 kelompok 5 yaitu 3.8, sampel ini bernilai lebih besar daripada sampel
P3 kelompok 5 dan 6 dan P1 kelompok 6. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih
menyukai rasa pada produk minuman coklat yang dibuat P1 kelompok 5 daripada
produk P3 kelompok 5 dan 6 dan P1 kelompok 6. Hasil uji anova menunjukkan
bahwa F hitung lebih kecil daripada F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter
rasa tidak memiliki pengaruh yang berbeda nyata dari keempat sampel produk
minuman coklat dingin yang diuji tersebut. Hasil analisis pengujian organoleptik
produk minuman coklat yang disajikan saat panas dengan parameter rasa
menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P1 kelompok 5 yaitu 3.4, sampel ini
bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok 5 dan 6 dan P1 kelompok 6. Hal
ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai rasa pada produk minuman coklat
yang dibuat P1 kelompok 5 daripada produk P3 kelompok 5 dan 6 dan P1 kelompok
6. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil daripada F tabel. Hal
ini menunjukkan bahwa parameter rasa tidak memiliki pengaruh yang berbeda
nyata dari keempat sampel produk minuman coklat yang diuji tersebut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk coklat batangan dengan
parameter tekstur menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P3 kelompok 1 yaitu
3.6, sampel ini bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok 2 dan P1
kelompok 1 dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai tekstur pada
produk coklat batangan yang dibuat P3 kelompok 1 daripada produk P3 kelompok
2 dan P1 kelompok 1 dan 2. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung lebih
kecil daripada F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter tekstur tidak
memiliki pengaruh yang berbeda nyata dari keempat sampel produk coklat
batangan yang diuji tersebut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk donut coklat dengan parameter
tekstur menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P3 kelompok 3 yaitu 3.9, sampel
ini bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok 4 dan P1 kelompok 3 dan 4.
Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai tekstur pada produk donut
coklat yang dibuat P3 kelompok 3 daripada produk P3 kelompok 4 dan P1
kelompok 3 dan 4. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil
daripada F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter tekstur tidak memiliki
pengaruh yang berbeda nyata dari keempat sampel produk donut coklat yang diuji
tersebut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk minuman coklat yang
disajikan saat dingin dengan parameter tekstur menunjukkan bahwa nilai rata-rata
sampel P1 kelompok 6 yaitu 4.4, sampel ini bernilai lebih besar daripada sampel
P3 kelompok 5 dan 6 dan P1 kelompok 5. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih
menyukai tekstur pada produk minuman coklat yang dibuat P1 kelompok 6
daripada produk P3 kelompok 5 dan 6 dan P1 kelompok 5. Hasil uji anova
menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil daripada F tabel. Hal ini menunjukkan
bahwa parameter tekstur tidak memiliki pengaruh yang berbeda nyata dari keempat
sampel produk minuman coklat dingin yang diuji tersebut. Hasil analisis pengujian
organoleptik produk minuman coklat yang disajikan saat panas dengan parameter
tekstur menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P1 kelompok 6 yaitu 4.2, sampel
ini bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok 5 dan 6 dan P1 kelompok 5.
Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai tekstur pada produk minuman
coklat yang dibuat P1 kelompok 6 daripada produk P3 kelompok 5 dan 6 dan P1
kelompok 5. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil daripada F
tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter tekstur tidak memiliki pengaruh yang
berbeda nyata dari keempat sampel produk minuman coklat yang diuji tersebut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk coklat batangan dengan
parameter aroma menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P3 kelompok 1 yaitu
3.6, sampel ini bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok 2 dan P1
kelompok 1 dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma pada
produk coklat batangan yang dibuat P3 kelompok 1 daripada produk P3 kelompok
2 dan P1 kelompok 1 dan 2. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung lebih
besar daripada F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter aroma memiliki
pengaruh yang berbeda nyata dari keempat sampel produk coklat batangan yang
diuji tersebut sehingga harus dilakukan pengujian lebih lanjut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk donut coklat dengan parameter
aroma menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P1 kelompok 4 yaitu 3.6, sampel
ini bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok 3 dan 4 dan P1 kelompok 3.
Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma pada produk donut
coklat yang dibuat P1 kelompok 4 daripada produk P3 kelompok 3 dan 4 dan P1
kelompok 3. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil daripada F
tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter aroma tidak memiliki pengaruh yang
berbeda nyata dari keempat sampel produk donut coklat yang diuji tersebut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk minuman coklat yang
disajikan saat dingin dengan parameter aroma menunjukkan bahwa nilai rata-rata
sampel P1 kelompok 6 yaitu 3.4, sampel ini bernilai lebih besar daripada sampel
P3 kelompok 5 dan 6 dan P1 kelompok 5. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih
menyukai aroma pada produk minuman coklat yang dibuat P1 kelompok 6 daripada
produk P3 kelompok 5 dan 6 dan P1 kelompok 5. Hasil uji anova menunjukkan
bahwa F hitung lebih kecil daripada F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter
aroma tidak memiliki pengaruh yang berbeda nyata dari keempat sampel produk
minuman coklat dingin yang diuji tersebut. Hasil analisis pengujian organoleptik
produk minuman coklat yang disajikan saat panas dengan parameter aroma
menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P1 kelompok 6 yaitu 3.2, sampel ini
bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok 5 dan 6 dan P1 kelompok 5. Hal
ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma pada produk minuman
coklat yang dibuat P1 kelompok 6 daripada produk P3 kelompok 5 dan 6 dan P1
kelompok 5. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil daripada F
tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter aroma tidak memiliki pengaruh yang
berbeda nyata dari keempat sampel produk minuman coklat yang diuji tersebut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk coklat batangan dengan
parameter penerimaan umum menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P3
kelompok 1 yaitu 3.6, sampel ini bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok
2 dan P1 kelompok 1 dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai
penerimaan umum pada produk coklat batangan yang dibuat P3 kelompok 1
daripada produk P3 kelompok 2 dan P1 kelompok 1 dan 2. Hasil uji anova
menunjukkan bahwa F hitung lebih besar daripada F tabel. Hal ini menunjukkan
bahwa parameter penerimaan umum memiliki pengaruh yang berbeda nyata dari
keempat sampel produk coklat batangan yang diuji tersebut sehingga harus
dilakukan pengujian lebih lanjut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk donut coklat dengan parameter
penerimaan umum menunjukkan bahwa nilai rata-rata sampel P3 kelompok 3 yaitu
3.5, sampel ini bernilai lebih besar daripada sampel P3 kelompok 4 dan P1
kelompok 3 dan 4. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai penerimaan
umum pada produk donut coklat yang dibuat P3 kelompok 3 daripada produk P3
kelompok 4 dan P1 kelompok 3 dan 4. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung
lebih besar daripada F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter penerimaan
umum memiliki pengaruh yang berbeda nyata dari keempat sampel produk donut
coklat yang diuji tersebut sehingga harus dilakukan pengujian lebih lanjut.
Hasil analisis pengujian organoleptik produk minuman coklat yang
disajikan saat dingin dan panas dengan parameter penerimaan umum menunjukkan
bahwa nilai rata-rata sampel P3 kelompok 6 yaitu 2.2, sampel ini bernilai lebih
besar daripada sampel P3 kelompok 5 dan P1 kelompok 5 dan 6. Hal ini
menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai penerimaan umum pada produk
minuman coklat yang dibuat P3 kelompok 6 daripada produk P3 kelompok 5 dan
P1 kelompok 5 dan 6. Hasil uji anova menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil
daripada F tabel. Hal ini menunjukkan bahwa parameter penerimaan umum tidak
memiliki pengaruh yang berbeda nyata dari keempat sampel produk minuman
coklat dingin yang diuji tersebut.
BAB III
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti M. 2017. Karakteristik Mutu Biji Kakao (Theobroma Cacao L) Dengan


Perlakuan Waktu Fermentasi Berdasar Sni 2323-2008. Jurnal Industri Hasil
Perkebunan. 12(1) : 34-42.
BSN. 2008. SNI 2323-2008 Biji Kakao. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Fennema O R. 1976. Principle of food science. Part I food chemistry. New York
(US) : Marcel Dekker inc.
Iswanto H. 2004. Panduan Lengkap Budi Daya Kakao. Jakarta: Agro Media
Pustaka.
Hatmi RU, Rustijarno S. 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju SNI Biji
Kakao 01-2323-2008. Yogyakarta.
Heddy S. 1990. Budidaya Tanaman Cokelat. Bandung(ID): PT Angkasa.
Misnawi, Selamet J. .2008. Cita Rasa, Tekstur, dan Warna Coklat. Jakarta (ID) :
Penebar Swadaya.
Mulato S. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian
Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan
Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk
Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17
Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Pangkalan Ide. 2008. Dark Chocolate Healing . Jakarta : PT Elex Media
Komputindo.
Prawoto A A, Wibawa A, Santoso A B, Drajat B, Sulistiowati E, Satyoso H U,
Winarno H, Baon J B, Selamet J, Dibyorachmanto K et al. .2008. Panduan
Lengkap Kakao, Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta (ID)
: Penebar Swadaya.
Rohan TA. 1963. Processing of Raw Cocoa for Market. Roma: FAO Agric. Studies
Susanto. 1994. Tanaman Kakao. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Yusianto, H. Winarno dan T. Wahyudi, 1997. Mutu dan Pola Cita Rasa Biji
Beberapa Klon Kakao Lindak. Jurnal Pelita Perkebunan. 13(1): 171-187.
LAMPIRAN KADAR AIR DAN KADAR LEMAK

Kadar air Kadar lemak


Hasil
(%) (%)
Kelompok rendemen
(gram)
Ulangan Ulangan Ulangan
Ulangan I
I II II
1
1% 2.90% 55.25% 55.79%
2
3
1% 0.50% 52.87% 33.24%
4
5
4.49% 1.50% 4% 45.12% 42%
6

Anda mungkin juga menyukai