Anda di halaman 1dari 19

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI MINYAK DAN EMULSI
(Kerusakan Minyak dan Emulsi)
Oleh :
Nama

: Dilla Ramadhanti

NPM

: 240310150049

Hari/Tanggal Praktikum

: Jumat, 18 November 2016

Waktu/Shift

: 10.00-13.00 / Shift 2

Asisten

: 1 . Bestari Dhea

240310140017

2. Gina Shintiani

240310140001

3 . Ismi Lutfiyah

240310140015

4. Jeremi Kristian

240110120047

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak sawit merupakan minyak nabati yang dihasilkan dari bagian
mesocarp (lapisan dalam dari dinding buah) dari buah kelapa sawit
(Elaeisguineensis). Minyak inti kelapa sawit dihasilkan dari inti buah yang sama,
perbedaan keduanya adalah warna (minyak inti kurang memiliki karotenoida dan
tidak merah) dan mengandung lemak jenuh. Minyak ini memiliki banyak
kegunaan, sebagai produk makanan, sumber bahan bakar nabati, dan beragam
olahan kosmetik. Tahapan awal dari produksi minyak sawit adalah proses
penggilingan dan pemurnian. Minyak kelapa sawit mentah dipisahkan dengan
proses fraksinasi, proses kristalisasi dan pemisahan untuk mendapatkan
komponen padat (stearin) dan cair (olein). Proses pelelehan ulang dan pemisahan
gum (degumming) dapat menghilangkan zat sisa yang ada. Minyak ini kemudian
disaring dan diberi zat pemutih. Proses pemurnian fisik adalah untuk
menghilangkan bau dan warna dan menghasilkan Refined Bleached Deodorized
Palm Oil (RBDPO) dan asam lemak bebas yang digunakan sebagai bahan baku
penting dalam pembuatan sabun mandi, sabun cuci, dan produk kebersihan.
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini sebagai berikut.
1. Praktikan mampu memahami pemurnian secara fisik.
2. Praktikan dapat melakukan pemurnian pada minyak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak
Minyak adalah zat atau bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan maupun hewan dan merupakan campuran dari gliseridagliserida dengan susunan asam-asam lemak yang tidak sama. Komponenkomponen lain yang mungkin terdapat pada minyak meliputi fosfolipid, sterol,
vitamin dan zat warna, yang larut dalam lemak seperti klorofil dan karatenoid.
Minyak adalah suatu kelompok dari lipida sederhana terbesar yang merupakan
ester dari tiga molekul asam lemak dengan satu molekul gliserol dan membentuk
satu molekul trigliserida yang dalam kondisi ruang (>27oC) akan berbentuk cair
(Genisa, 2013).
2.2 Minyak Sawit
Minyak sawit terdiri dari persenyawaan trigliserida dan nontrigliserida.
Komponen utama trigliserida terdiri dari gliserol yang berikatan dengan asam
lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh dengan C lebih kecil dari C pada
asam laurat C11H23COOH bersifat mudah larut dalam air meskipun pada suhu
100oC. Asam lemak dengan C4, C6, C8 dan C10 mudah menguap dengan adanya
uap air sedangkan laurat (C12) dan miristat (C14) sedikit mudah menguap. Asam
berbobot molekul rendah (asam lemak tak jenuh) lebih mudah terlarut dalam etil
alkohol dibandingkan asam lemak berbobot molekul tinggi (asam lemak jenuh).
Berikut ini adalah tabel karakteristik dan komposisi minyak sawit : (Meyer, 1960 ;
Sonntag, 1964)
Minyak sawit memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak
nabati lainnya. Dari aspek ekonomi, harganya relatif murah, selain itu komponen
yang terkandung di dalam minyak sawit lebih banyak dan beragam seperti
kandungan asam palmitat yang tinggi yaitu sekitar 40%. Dari aspek kesehatan
kandungan kolestrolnya lebih rendah. Saat ini, banyak pabrik yang memproduksi
minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit dengan kandungan kolestrol yang
rendah (Winarno, 1999).
2.3 Minyak Jelantah

Pemisahan gum (degumming) merupakan proses pemisahan getah atau gum yang
terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin serta tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar ALB dalam minyak (Ketaren, 1986). Proses
degumming dilakukan untuk produk minyak makan karena bertujuan untuk
menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi
jumlah ion logam terutama Fe dan Cu. Selain itu proses degumming juga dapat
mengurangi kehilangan minyak. Proses degumming dilakukan pada suhu sekitar
80C selama 30 menit. Tahap pemurnian selanjutnya adalah netralisasi yang
merupakan proses paling penting dalam pemurnian minyak makan. Proses
netralisasi bertujuan menghilangkan ALB (Murano, 2003). Asam lemak bebas
dapat menyebabkan minyak mudah teroksidasi dan berakibat pada ketengikan.
Tahap berikutnya yaitu pemucatan agar tidak terdapat substansi warna yang tidak
diharapkan dalam minyak makan karena konsumen lebih menyukai minyak
jernih.
Menurut Ketaren (1986), pemucatan dapat juga dilakukan perlakuan reaksi-reaksi
kimia pada prosesnya. Penyaringan dilakukan setelah zat warna terserap. Tahap
ini tidak dilakukan pada proses untuk menghasilkan minyak sawit merah, karena
bleaching earth/ adsorbing agent dapat menyerap komponen minor seperti
karotenoid.

Minyak

jelantah

adalah

minyak

goreng

yang

telah

digunakan beberapa kali. Minyak jelantah masih memiliki asam


lemak dalam bentuk terikat dalam trigliserida sama halnya
dengan minyak goreng yang belum digunakan, tetapi dalam
minyak goreng bekas mengandung senyawa-senyawa hasil
dekomposisi minyak. Minyak jelantah biasanya dihasilkan dari
menggoreng bahan pangan dengan teknik deep frying, yaitu
merendam seluruh bahan pangan di dalam minyak goreng. Sisa
minyak goreng tersebut biasanya tidak langsung dibuang,

melainkan ditambahkan sedikit minyak goreng yang baru untuk


digunakan kembali secara berulang-ulang (Kahar, 2004).
2.4 Kerusakan Minyak
Faktor kerusakan minyak akibat pemanasan menurut Pasta, 2011 yaitu :
1. Lamanya minyak kontak dengan panas. Berdasarkan penelitian terhadap
minyak jagung, pada pemanasan 10-12 jam pertama, bilangan iod berkurang
dengan kecepatan konstan. Sedangkan jumlah oksigen dalam lemak bertambah
dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua berikutnya.
Kandungan persenyawaan karbonil bertambah dalam minyak selama proses
pemanasan, kemudian berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen.
2. Suhu, pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselidiki dengan
menggunakan minyak jagung yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu
120C, 160C dan 200C. Minyak dialiri udara pada 150ml/menit/kilo.
Minyak yang dipanaskan pada suhu 160C dan 200C menghasilkan bilangan
peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan pada suhu 120C.
Hal ini merupakan indikasi bahwa persenyawan peroksida bersifat tidak stabil
terhadap panas. Kenaikan nilai kekentalan dan indek bias paling besar pada
suhu 200oC karena pada suhu tersebut jumlah senyawa polimer yang
terbentuk relatif cukup besar.
3. Akselerator oksidasi. Kecepatan aerasi juga memegang peranan penting dalam
menentukan perubahan-perubahan selama oksidasi termal. Nilai kekentalan
naik secara proporsional dengan kecepatan aerasi, sedangkan bilangan iod
semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan aerasi. Konsentrasi
persenyawaan karbonil akan bertambahn dengan penurunan kecepatan aerasi.
Senyawa karbonil dalam lemak-lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi
sebagai pro-oksidan atau sebagai akselerator pada proses oksidasi.
2.5 Kadar Air
Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka
aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan
ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses
mikrobiologis,

kimiawi,

enzimatik

atau

kombinasi

antara

ketiganya.

Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini telah

diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses
tersebut (Tabrani,1997).
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar air berat
basah. Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan
beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses
pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan
(Kusumah dan Andarwulan, 1989).
2.6 Bobot Jenis
Bobot jenis suatu zat menurut definisi lama adalah bilangan yang
menyatakan berapa gram bobot 1 cm3 suatu zat atau berapa kg bobot 1 dm 3
air pada suhu 40C. Jadi, bilanganyang menyatakan berapa kali bobot 1 dm3 suatu
zat dengan bobot 1 dm3 air pada suhu 40C disebut juga bobot jenis (Taba dkk.,
2010).
2.7 Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
penginderaan. Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah
mata, telinga, indera pencicip, indera pembau dan indera perabaan atau sentuhan.
Kemampuan alat indera memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau
dibedakan berdasarkan jenis kesan. Luas daerah kesan adalah gambaran dari
sebaran atau cakupan alat indera yang menerima rangsangan. Kemampuan
memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indra
memberikan reaksi atas rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi
kemampuan mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan
(discrimination), membandingkan (scalling) dan kemampuan menyatakan suka
atau tidak suka (hedonik). (Saleh, 2004)

BAB III
METODOLOGI
3.1

Alat Dan Bahan

3.1.1

Alat

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Batang
Gelas
Kompor
Panci
Pengaduk
Pipet
Timbangan
Ukur

3.1.2

Bahan

1. Air
2. Asam Fosfat (H3PO4)
3. Minyak kelapa sawit
3.2 Prosedur Percobaan
1. Minyak kelapa disiapkan sebanyak 10 ml.
2. Asam Fosfat (H3PO4) ditambahkan.
3. Larutan dihomogenkan hingga tidak ada yang menggumpal.
4. Minyak dicampurkan dengan air sebanyak 30%.
5. Larutan dihomogenkan kembali hingga tidak menggumpal.
6. Minyak dengan air dipisahkan berdasarkan massa jenis.
7. Minyak yang sudah terpisah dengan air dipanaskan.
8. Didiamkan selama 15 menit.
9. Massa air akhir minyak ditimbang.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Tabel Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pemurnian Minyak Kelapa Sawit
No
1
2

Asam

Nama

Gr

Bahan

Minyak

Shift 1
Shift 2

20 ml
20 ml

Fosfat

Massa
Air (m)

Kekeruhan

Akhir

6 ml
6 ml

Sedikit

Minyak
0,1 ml

H3PO4 (m)
0,4 ml
0,4 ml

Keruh pekat

4.2 Perhitungan
Perhitungan kadar air

m1( m 2m )

m1

Perhitungan bobot jenis

100

m2
air
m1

4.2.1 Perhitungan Kadar Air


Minyak Jelantah 1

5,01( 8,763,78 )
100
5,01

= 0,59

Minyak Jelantah 2

5,01( 8,703,66 )
100
5,01

= - 0,59

Minyak Murni 1

5,01( 8,803,79 )
100
5,01

=0

Minyak Murni 2

5,05( 8,673,62 )
100
5,05

=0

4.2.2

Perhitungan Bobot Jenis

Minyak Jelantah

9,09
0,993
9,25

Minyak Murni

9,08
0,993 = 0,975 gram/cm3
9,24

= 0,9758 gram/cm3

BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi minyak dan emulsi kali ini, dilakukan proses
pemurnian pada minyak kelapa sawit. Tujuan utama pemurnian minyak adalah
untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik
dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum digunakan sebagai bahan
mentah dalam industri. Degumming merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
menghilangkan fosfatida, wax, dan pengotor lainnya dengan cara penambahan air,
larutan garam, atau larutan asam. Degumming mengkonversi fosfatida menjadi
gum terhidrasi yang tidak larut dalam minyak dan selanjutnya akan dipisahkan
dengan cara filtrasi atau sentrifugasi. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah,
siapkan minyak kelapa sawit sebanyak 10 ml, tambahkan asam fosfat (H 3PO4),
homogenkan larutan hingga tidak ada yang menggumpal, campurkan minyak
tersebut dengan air sebanyak 30%, homogenkan kembali larutan tersebut hingga
tidak ada yang menggumpal, pisahkan minyak dengan air berdasarkan massa
jenisnya, panaskan minyak yang telah terpisah dengan air, diamkan selama 15
menit, kemudian timbang massa akhir minyak tersebut.
Degumming terbagi menjadi 4, yaitu Water Degumming, Acid Degumming
, Dry Degumming, Enzimatic Degumming. Dry Degumming adalah proses
menghilangkan gum dengan pengendapan gum pada kondisi asam dimana
pemisahan gum bersama proses penyaringan dalam proses bleaching. Proses ini di
gabungkan dengan proses bleaching, sehingga mengurangi biaya. Acid
Degumming adalah proses penambahan asam untuk mengurangi gum, untuk
minyak yang memiliki non hydratable gum misalnya palm oil (contoh : fosfatida,
FFA, getah , tokoferol, dan zat pewarna) Fosfatida membuat minyak menjadi
kerush selama penyimpanan, menstimulasi akumulasi air pada ester/biodiesel,
memelurkan penggunaan katalis alkali pada proses transesterifikasi lebih banyak.
Water Degumming adalah proses menghilangkan gum melalui pengendapan
dengan hidrasi air murni dan endapan dipisah dengan sentrifugasi. Enzimatic

Deguming adalah proses penambahan enzim untuk merubah fosfolipid lemak


menjadi lisofosfolipid.
Proses pemurnian minyak nabati pada umumnya terdiri dari 4 tahap, yaitu:
(a) Proses penghilangan getah (degumming), (b) proses pemisahan asam lemak
bebas (netralisasi), (c) proses pemucatan (bleaching), (d) proses penghilangan
bau. Dalam penelitian ini menggunakan proses penghilangan getah (degumming)
yang mempelajari acid degumming CPO dengan asam fosfat, dimana proses
degumming dibedakan menjadi water degumming, dry degumming, enzymatic
degumming, membran degumming, dan acid degumming (5,7).
Acid degumming CPO dengan asam fosfat dimaksudkan untuk
memisahkan fosfatida yang merupakan sumber rasa dan warna yang tidak
diinginkan. Berdasarkan studi pustaka, penelitian yang membahas tentang
degumming CPO diantaranya Ratianingsi dkk (2011) melakukan penelitian
tentang proses kinetika kimia dan fisika untuk penghilangan getah Crude Palm Oil
(CPO) dengan asam fosfat. You dkk. (2001) melakukan penelitian tentang
pengaruh proses degumming menggunakan asam fosfat terhadap penurunan
kandungan karoten yang terdapat dalam CPO.
Kotoran atau bahan asing dalam minyak terdiri dari:
1. Kotoran yang tidak larut dalam minyakdan terdispersi dalam minyak. Kotoran
ini terdiri dari partikel-partikel, jaringan, lender dan getah, serat-seratan yang
berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg, dan Ca serta
air. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan beberapa cara yaitu pengendapan,
penyaringan dan pemusingan.
2. Kotoran yang berbentuk suspense dalam minyak. Kotoran ini terdiri dari
fosfolipid karbohidrat, senyawa yang mengadung nitrogen dan senyawa
kompleks lainnya.kotoran ini dapat dihilangkan dengan uap panas, hidrolisa,
disusul dengan proses pengendapan, pemusingan atau penyaringan dengan
menggunakan absorben.
3. Kotoran yang larut dalam minyak. Kotoran ini terdiri dari asam lemak bebas,
sterol, hidrokarbon turunan dari mono dan digliserida yang dihasilkan dari
trigliserida, zat warna yang terdiri dari karotenoid, khlorofil dan zat warna
lainya yang yang dihasilkan dari oksidasi dan dekomposisi minyak, terdiri dari

keton dan aldehida, dan resin, serta zat lainya yang belum teridentifikasi.
Selain senyawa tersebut beberapa minyak mengandung senyawa beracun,
misalnya gossypol pada minyak biji kapas, dan ester dari asam isothiosunat dan
ethil alcohol pada mustard oil.
Proses netralisasi konvensional dengan penambahan soda kaustik merupakan
proses yang paling luas digunakan dan juga proses purifikasi terbaik yang dikenal
sejauh ini. Penambahan larutan alkali ke dalam CPO menyebabkan beberapa
reaksi kimia dan fisika sebagai berikut :
1. Alkali bereaksi dengan Free Fatty Acid (FFA) membentuk sabun.
2. Fosfatida mengabsorb alkali dan selanjutnya akan terkoagulasi melalui proses
hidrasi. Pigmen mengalami degradasi, akan terabsorbsi oleh gum.
3. Bahan-bahan yang tidak larut akan terperangkap oleh material terkoagulasi.
Efisiensi pemisahan sabun dari minyak yang sudah dinetralisasi, yang biasanya
dilakukan dengan bantuan separator sentrifugal, merupakan faktor yang
signifikan dalam netralisasi kaustik.
Netralisasi kaustik konvensional sangat fleksibel dalam memurnikan minyak
mentah untuk menghasilkan produk makanan. Netralisasi dengan menggunakan
soda kaustik dapat dilakukan untuk minyak kelapa sawit yang mengandung 810% asam lemak bebas. Proses netralisasi ini antara lain :
1. Prapemanasan minyak sawit mentah hingga 54-71C
2. Netralisasi dengan soda kaustik secukupnya
3. Pemanasan hingga 82-88C untuk mengendapkan fasa sabun dan langsung
disentrifugasi.
Minyak yang telah ternetralisasi kemudian dicuci dengan air dan selanjutnya
dipisahkan sekali lagi melalui proses settling atau sentrifugasi untuk
menghilangkan sisa pengotor dan sisa sabun. Selanjutnya minyak dikeringkan
dengan bantuan vacuum dryer atau langsung dilakukan proses bleaching.
Minyak kelapa sawit yang sudah dinetralisasi mengandung residu sabun,
logam, produk-produk oksidasi, dan pigmen warna. Untuk itu dilakukan proses
pemucatan (bleaching) untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut. Pemucatan
minyak sawit dapat dilakukan dengan bleaching earth atau dengan perusakan
dengan panas. Karena tingginya kandungan pigmen di dalam minyak sawit,

dibutuhkan bleaching earth yang lebih banyak dan waktu pemucatan yang lebih
lama dibandingkan proses pemucatan minyak nabati lainnya.
Tahap yang terpenting dalam pemurnian minyak nabati adalah
penghilangan bahan-bahan berwarna yang tidak diingini, dan proses ini umumnya
disebut dengan bleaching (pemucatan) atau penghilangan warna (decolorition).
Pada proses netralisasi, beberapa bahan berwarna biasanya dapat dihilangkan,
khususnya bila larutan alkali kuat digunakan, tetapi beberapa bahan alami yang
terlarut dalam minyak (dimana sifatnya sangat karakteristik), biasanya tidak dapat
terlihat sebagai bahan pengotor minyak, bahan tersebut hanya dapat dihilangkan
dengan perlakuan khusus.
Pemucatan minyak sawit dan lemak lainnya yang telah dikenal antara lain :
1. Pemucatan dengan adsorbsi; cara ini dilakukan dengan menggunakan bahan
pemucat seperti tanah liat dan karbon aktif.
2. Pemucatan dengan oksidasi; oksidasi ini bertujuan untuk merombak zat warna
yang ada pada minyak tanpa menghiraukan kualitas minyak yang dihasilkan,
proses pemucatan ini banyak dikembangkan pada industri sabun.
3. Pemucatan dengan panas; pada suhu yang tinggi zat warna akan mengalami
kerusakan, sehingga warna yang dihasilkan akan lebih pucat. Proses ini selalu
disertai dengan kondisi hampa udara.
4. Pemucatan dengan hidrogenasi. Hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan
ikatan rangkap yang ada pada minyak tetapi ikatan rangkap yang ada pada
rantai karbon kerotena akan terisi atom H. Karotena yang terhidrogenasi
warnanya akan bertambah pucat.
Minyak sawit merupakan salah satu minyak yang sulit dipucatkan karena
mengandung pigmen karotena yang tinggi sedangkan minyak biji-bijian lainnya
agak mudah karena zat warna yang dikandungnya sedikit. Oleh sebab itu, minyak
sawit dipucatkan dengan kombinasi antara adsorben dengan pemanasan, minyak
yang

dihasilkan

dengan

cara

ini

memenuhi

sebagai

lemak

pangan.

Cara pemucatan minyak kelapa sawit yang umum dikembangkan ialah kombinasi
pemucatan adsorben dengan pemucatan panas. Dasar pemilihan tentang cara
pemucatan tergantung pada faktor warna, kehilangan minyak, kualitas minyak dan
biaya pengolahannya. Penggunaan adsorben serta panas yang digunakan dalam

proses pemucatan ini tidak selalu sama pengolahan minyak kelapa sawit, tetapi
tergantung pada kondisi minyak kelapa sawit. Adsorbsi merupakan peristiwa
penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu
materi terkumpul pada bahan pengadsorbsi atau adsorben. Ditinjau dari bahan
yang teradsorbsi dan bahan pengadsorben adalah dua fasa yang berbeda, oleb
sebab itu dalam peristiwa adsorbsi, meteri teradsorpsi akan terkumpul antar muka
kedua fasa tersebut.
Adsorben yang sering digunakan adalah tanah pemucat dan karbon aktif.
Karbon aktif sangat baik digunakan sebagai adsorben pada larutan yang
mengandung gugus karboksil, phenol, karbonil, normal lakton dan asam
karboksilat anhidrida, sehingga sesuai digunakan pada minyak yang banyak
mengandung klorofil dan tokoferol. Percampuran Bleaching Earth dan karbon
aktif dengan perbandingan 1:25 ternyata menaikkan kemampuan daya pemucatan
dibandingkan bila Bleaching Earth dan karbon aktif digunakan secara sendirisendiri.
Menurut Arumughan et al. (1985) kondisi optimal pemucatan didapat
dengan penambahan 3% bleaching earth yang mengandung karbon aktif dengan
perbandingan 9:1 dan pemucatan pada temperatur 150oC dalam keadaan vakum
700 mmHg. Menurut Iyung Pahan (2008), kondisi proses pemucatan optimal
dapat dicapai pada temperatur 100 130oC selama 30 menit dengan injeksi uap
bertekanan rendah ke dalam bleacher untuk mengaduk konsentrasi slurry. Setelah
melewati proses bleaching, minyak sawit disaring untuk menghilangkan
bleaching earth yang masih terbawa di dalamnya.
Ada dua bentuk adsorbsi yaitu :
1. Adsorbsi positif, yaitu penyerapan substart yang tidak diinginkan sehingga
bahan relatif tidak mengandung substart tersebut.
2. Adsorbsi negatif, yaitu proses penyerapan pelarut dari substart yang tidak
diinginkan. Dalam hal ini pelarutannya yang dipisahkan dari substart yang
tidak diinginkan cara ini jarang dilakukan karena dianggap tidak efektif.
Minyak sawit yang keluar dari proses pemucatan mengandung aldehida, keton,
alkohol, asam lemak berberat molekul ringan, hidrokarbon, dan bahan lain hasil
dekomposisi peroksida dan pigmen. Walaupun konsentrasi bahan-bahan tersebut

kecil, bahan-bahan tersebut dapat terdeteksi oleh rasa dan aroma minyaknya.
Bahan-bahan tersebut lebih volatil pada tekanan rendah dan temperatur tinggi.
Proses deodorisasi pada intinya adalah distilasi uap pada keadaan vakum. Distilasi
uap pada tekanan vakum untuk menguapkan aldehid dan senyawa aromatik
lainnya menggunakan prinsip hukum Raoult. Sebelum masuk ke dalam alat
deodorisasi, minyak yang sudah dipucatkan dipanaskan sampai 210-250C. Alat
deodorisasi beroperasi dengan 4 cara, yaitu deaerasi minyak, pemanasan minyak,
pemberian uap ke dalam minyak, dan pendinginan minyak. Minyak dipanaskan
sampai 240-280C dalam kondisi vakum. Manfaat pemberian uap langsung
menjamin pembuangan sisa-sisa asam lemak bebas, aldehida, dan keton.
Proses fraksinasi dibutuhkan untuk memisahkan trigliserida yang memiliki
titik leleh lebih tinggi sehingga minyak sawit tidak teremulsi pada temperatur
rendah. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu fraksinasi kering,
fraksinasi basah, dan fraksinasi dengan solvent. Pada fraksinasi kering, minyak
sawit didinginkan perlahan dan disaring untuk memisahkan fraksi-fraksinya. Pada
fraksinasi basah, kristal pada fraksi stearin dibasahi dengan menggunakan
surfaktan atau larutan deterjen. Pada fraksinasi dengan solvent, minyak sawit
diencerkan dengan menggunakan solvent seperti heksan, aseton, isopropanol, atau
n-nitropropan. Proses fraksinasi kering lebih disukai karena lebih ramah
lingkungan. Fraksinasi dilakukan untuk mendapatkan minyak dengan kestabilan
dingin yang baik. Titik leleh merupakan suatu indikasi jumlah unsaturated fatty
acid dan asam lemak yang memiliki rantai pendek. Titik leleh akan meningkat
seiiring dengan bertambahnya panjang rantai dan menurun seiiring dengan
bertambahnya jumlah unsaturated bond.

BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini sebagai berikut.
1. Min
5.2 Saran
1. Sebaiknya lebih rinci lagi dalam menjelasan tugas yang diberikan.
2. Sebaiknya diakhir praktikum setiap kelompok menuliskan hasil pengamatannya
pada papan tulis sehingga saat menuliskan laporan praktikum tidak akan sulit
untuk mencari hasil pengamatan kelompok lain.

DAFTAR PUSTAKA
Meyer, L. H., 1960, Food Chemistry, Reinhold Publishing Corp., Japan
Sonntag, N. O. V., 1964, Structure & Composition of Fat and Oils, Baileys
Industrial Oil and Fat Product, Vol. 2, 4th ed., John Wiley and Sons:
New York.
Winarno, F.G., 1997. Minyak Goreng Dalam Menu Masyarakat. Balai Pustaka:
Jakarta

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai